JEMBER - Ribuan orang guru dan pegawai honorer seluruh Kabupaten Jember, Jawa Timur, akan mogok kerja selama tiga hari, mulai Senin (23/10) hingga Rabu (26/10).
Mereka menuntut kepada Bupati Faida agar menerbitkan surat keputusan mengenai guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT). Aksi mogok ini digalang Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
"Mereka nanti berkumpul di kantor UPT (Unit Pelaksana Teknis) Dinas Pendidikan kecamatan dan beristigosah. Mereka menyuarakan agar Ibu Bupati terketuk untuk menerbitkan SK yang sangat bermanfaat untuk teman-teman," tutur Ketua PGRI Jember Supriyono, (20/10/2017).
Aksi mogok ditempuh setelah beberapa kali para guru gagal berdialog dengan Bupati Faida. "Ketika ada keluhan dari teman-teman terkait SK tadi, kami bersurat kepada pemerintah kabupaten," kata Supriyono.
Supriyono sempat menemui Wakil Bupati Abdul Muqit Arief beberapa saat setelah dilantik. "Kami sampaikan bahwa SK bupati penting, tapi tetap menunggu petunjuk bupati," katanya.
PGRI kemudian melayangkan surat kepada Bupati Faida kembali karena ingin berdialog. "Ternyata tidak ada jawaban," kata Supriyono.
Belakangan pengurus PGRI melayangkan permohonan langsung via WhatsApp. "Kami ingin menghadap. Ternyata juga tidak ada respons. Sementara dari bawah ingin ada dialog (untuk mengetahui) seperti apa kebijakan tentang guru honorer (guru tidak tetap)," kata Supriyono.
"Karena jalan-jalan ini (ikhtiar untuk berdialog) sudah tidak diberikan ruang kepada kami, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 memberikan ruang kepada kami, untuk menyampaikan pendapat di depan umum," kata Supriyono.
Permintaan terhadap SK bupati tidak berlebihan. Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Nomor 26 Tahun 2017 mensyaratkan adanya SK bupati bagi guru honorer yang menerima dana dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
"Dengan SK bupati, kepala sekolah tidak kebingungan karena tak melanggar petunjuk teknis penggunaan dana BOS. Kedua, guru yang belum memperoleh NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), bisa mengusulkan. Ketiga, dengan punya NUPTK dan SK bupati, mereka bisa mengikuti sertifikasi. Kalau lulus bisa mendapatkan tunjangan profesi pendidik. Ini akan membuat guru lebih sejahtera," kata Supriyono.
Supriyono mengatakan, para guru tetap taat hukum. "Apapun para founding father menyiapkan negara ini menjadi negara hukum," katanya.
Supriyono menyesalkan tidak adanya respons dari Bupati Faida terkait keinginan para guru untuk berdialog. "Padahal silaturahim ini penting. Apapun bisa dipecahkan dengan silaturahim. Lewat silaturahim semua persoalan bisa disampaikan, dan kita bisa memahami kebijakan tak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi paling tidak kami punya data dan informasi dari pemegang kebijakan bahwa seperti ini kondisinya," katanya.
Aksi mogok ini hanya dilakukan guru honorer. "Kalau PNS janganlah. PNS ini jangan meninggalkan tempat. Saya pikir adik-adik kita yang GTT. GTT ini di dalamnya ada K2 dan non K2, dan ada PTT juga. Kami sebagai organisasi yang menjadi rumah besar mereka ya harus melindungi dan menyampaikan pikiran-pikiran mereka," kata Supriyono.
PGRI siap jika kemudian Bupati Faida mengundang para guru honorer untuk berdialog. "Kami welcome. Kalau tatkala ada jalan buntu dan kami perlu ke DPRD, ya kami akan ke DPRD. Saluran-saluran konstitusional akan kami lewati," kata Supriyono.
Pelaksana Harian Kepala Dinas Pendidikan Jember Muhammad Ghozali belum bisa dimintai konfirmasi. "Maaf, saya masih rapat " tutupnya.(*Gio)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro