JAKARTA - Polisi membantah melakukan penganiayaan terhadap Maulana Suryadi yang tewas usai mengikuti demonstrasi pelajar 25 September 2019. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Argo Yuwono, berkeras Maulana tewas karena sesak nafas.
Argo menyatakan pihak keluarga melihat sendiri kondisi jenazah Maulana Suryadi saat berada di Rumah Sakit Polri Kramatjati. Ia mengatakan Maspupah, ibu Maulana, menolak jenazah Maulana diotopsi. Selain itu, menurut Argo, ada pernyataan di atas kertas bermaterai yang ditandatangani Maspupah soal penyebab kematian Maulana.
“Karena memang anaknya (Maulana) mempunyai riwayat sesak napas. Ada pernyataan di atas materai 6000,” ujar Argo melalui pesan pendek, Kamis 3 Oktober 2019.
Sebelumnya ibu Maulana Suryadi, Maspupah, bercerita kepada wartawan bahwa anaknya menjadi korban saat demonstrasi pelajar 25 September 2019 lalu pecah menjadi kericuhan. Dia menyatakan baru mengetahui anaknya tewas pada Kamis 26 September 2019 setelah dijemput polisi untuk melihat jenazah anaknya di RS Polri Kramatjati.
Di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Maspupah mendapati wajah anaknya bengkak. Tak hanya itu, ia sempat melihat darah keluar dari kuping anaknya. Dia mengaku menandatangani surat pernyataan namun tak mengetahui isinya karena masih dalam keadaan syok berat.
“Saya masih syok. Sempat pingsan berkali-kali. Anak saya diminta membuat surat pernyataan kalau Yadi meninggal karena asma dan saya tanda tangani," kata Maspupah. "Saya tidak ingat isinya seperti apa karena saat itu saya sangat panik dan kaget.”
Sesampainya di rumah duka di daerah Jalan Tanah Rendah 3, Tanah Abang, pada Jumat dini hari, darah itu masih mengalir. Kata Maspupah, dia harus beberapa kali mengganti kapas yang disumpalkan ke hidung dan telinga jasad Maulana untuk menahan darah yang terus mengucur. Darah tersebut terus mengucur bahkan hingga saat jenazah Maulana akan dimakamkan.
Maspupah mengaku bahwa dirinya mendapatkan santunan dari polisi sebesar Rp 10 juta. “Kata polisi untuk mengurus mayat,” ujar Maspupah
Argo membenarkan bahwa polisi memberikan uang santunan. “Apakah polisi tidak boleh kasih apresiasi orang yang kedukaan? Kalau boleh ya sudah,” ujar Argo.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian sebelumnya juga mengatakan satu orang tewas dalam demonstrasi pelajar yang berujung kerusuhan di sekitar Gedung DPR pada pada Rabu 25 September lalu. Tito bahkan menyebut korban tersebut adalah perusuh dan tewas karena mengalami sesak nafas.
"Informasinya sementara ini yang bersangkutan meninggal dunia. Bukan pelajar dan mahasiswa, tapi kelompok perusuh itu," kata Tito dalam konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Kamis, 26 September 2019.(*/Joh)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro