TASIKMALAYA - Mangkirnya Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum dari panggilan persidangan kasus korupsi hibah Kabupaten Tasikmalaya, menjadi bahan laporan tambahan pegiat antikorupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sikap Uu yang tak taat hukum semakin mempertebal dugaan eks Bupati Tasikmalaya itu terlibat dalam skandal penyunatan hibah 2017.
"Akan kami sampaikan, termasuk situasi persidangan terakhir, dia (Uu) dipanggil tidak datang," kata Ketua Beyond Anti Corruption (BAC) Dedi Haryadi saat dihubungi, Rabu, 27 Maret 2019.
Fakta persidangan berupa ketidakhadiran Uu dan dugaan keterlibatannya dalam pemotongan hibah melalui kegiatan Musabaqoh Qiroatul Kubro dan pembelian sapi kurban akan menjadi bahan korps antirasuah mengusut lebih lanjut. KPK pun telah merespon laporan pegiat antikorupsi mengenai dugaan kasus skandal hibah Kabupaten Tasikmalaya yang telah dilokalisasi agar tak menyentuh Uu. Bahkan, laporan tersebut telah masuk ranah divisi penindakan KPK.
Dedi mengatakan, tambahan laporan akan diberikan dalam jangka waktu tiga pekan ke depan sambil menunggu kelanjutan pengusutan yang dilakukan KPK. Sebagai warga negara dan pemimpin yang baik, kata dia, Uu seharusnya memberikan contoh kepada masyarakat dengan taat hukum dan respek terhadap pengadilan yang memintanya bersaksi.
"Kenapa harus takut? Ketidakhadirannya justru menimbulkan (persepsi) di publik ada sesuatu yang salah," ujar Dedi. Ia juga mendorong jaksa memasukkan nama Uu dalam tuntutan yang akan dibacakan. Dengan demikian, opsi penegak hukum untuk membuka penyelidikan baru kasus hibah yang menyeret Uu terbuka.
Dedi menilai, jaksa pun memiliki kewenangan untuk menyelidiki perkara tersebut. Korps Adhiyaksa pun harus lebih keras menyajikan bukti-bukti keterlibatan Uu. "Tugas jaksa harus menambah bukti-bukti yang menunjukkan dia terlibat," ujarnya.
Menurut dia, nama Uu seharusnya sudah muncul dalam pemeriksaan awal Polda Jabar dan dakwaan Sekda Abdul Kodir beserta beberapa aparatur sipil negara lain dalam persidangan. Akan tetapi, nama Uu lenyap dan justru terkuak saat terdakwa Abdul Kodir meminta bekas Bupati Tasikmalaya tersebut dihadirkan dalam persidangan.
TERDAKWA yang juga Sekda Tasikmalaya non aktif, Abdul Kodir saat menjalani sidang dugaan tindak pidana korupsi dana hibah APBD Tasikmalaya 2017 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin 17 Desember 2018. Dalam sidang yang juga meghadirkan delapan terdakwa lainya tersebut mengagendakan mendengarkan keterangan saksi. */ARMIN ABDUL JABBAR/PR
Hal senada dikemukakan Nandang Suherman, anggota Perkumpulan Inisiatif Bandung dan Dewan Nasional FITRA Jakarta. Nandang menilai, Uu memanfaatkan celah hukum sebagai saksi yang tak masuk BAP dengan mangkir dipersidangan. Sebagai saksi yang tak masuk BAP, Uu tak memiliki kewajiban hadir.
Kini, Nandang menunggu rumusan Korps Adhiyaksa terkait masuk atau tidak Uu dalam tuntutan. "Kalau enggak masuk tuntutan cukup aneh juga, karena fakta persidangan menunjukkan pengaruh (Uu) yang cukup besar terhadap terjadi kasus penyimpangannya," ujarnya.
Alasan mangkirnya Uu hingga tiga kali dalam persidangan hingga kini masih belum diketahui. Uu selalu bungkam dan lebih memilih pergi ketika disodori pertanyaan pewarta alasan ketidakhadirannya.
Tumpulnya kinerja Korps Bhayangkara Jabar untuk menguak dugaan keterlibatan Uu pun menjadi alasan dua pegiat antikorupsi Dedi Haryadi dan Nandang melaporkan kasus itu ke KPK pada 7 Februari 2019. Mereka juga menyerahkan salinan daftar penerima hibah Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya serta kliping koran Pikiran Rakyat terkait liputan khusus investigasi kasus itu.
Investigasi Pikiran Rakyat membuktikan bahwa indikasi penyunatan hibah memang terjadi massal di Kabupaten Tasikmalaya. Di luar kasus 21 yayasan yang mencuat, "PR" memperoleh pengakuan adanya pemotongan di tujuh yayasan lain dengan total kerugian negara nyaris mencapai Rp1 miliar. Namun, hasil investigasi tersebut tak membuat Polda Jabar membuka penyelidikan baru.(*/Dang)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro