BANJARMASIN - Industri pers Indonesia berharap penyusunan regulasi yang berpihak pada sebuah ekosistem good journalism seperti yang dijanjikan Presiden Jokowi bisa segera terealisasi sehingga tata kelola media massa yang ideal bisa segera terwujud.
Demkian benang merah Konvensi Nasional Media Massa bertajuk “Daya Hidup Media Massa di Era Disrupsi, Tata Kelola Seperti Apa yang dibutuhkan?” di Rattan Inn Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu 8 Feruari 2020.
“Pemerintah harus membuat kebijakan affirmative act ion atau perlindungan berupa fasilitas, proteksi atau insentif, seperti penghapusan atau pengurangan PPN atas pembelian kertas koran dan media cetak lainnya,” ujar Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Januar P. Ruswita saat sesi diskusi di konvensi itu.
Selain itu menurutnya, pemerintah bisa juga mengembalikan sebagian dana dari penerimaan PPN pembelian kertas koran dan media cetak lainnya, dalam bentuk alokasi anggaran pengembangan model-model bisnis media cetak, peningkatan kompetensi wartawan, serta program literasi media dan peningkatan minat baca dalam upaya pencerdasan bangsa.
Menurut Januar, pemerintah memberlakukan undang-undang, peraturan-peraturan dan kewajiban pajak yang sama kepada media agregator, media sosial dan platform digital global yang beroperasi di Indonesia, seperti yang diterapkan kepada media-media nasional-lokal.
Perlu diketahui permintaan penghapusan atau pengurangan PPN kertas koran dan media cetak laimnnya ini, sudah disampaikan oleh pengurus SPS dalam pertemuan dengan Jusuf Kalla saat menjabat Wakil Presiden. Bahkan dipertegas oleh pernyataan Presiden Jokowi saat bertemu dengan Forum Pemred Agustus tahun lalu, bahwa PPN atas pembelian kertas koran atau media cetak lainnya akan dihilangkan.
Lebih jauh dikatkan Januar, di era inovasi disruptif saat ini, media cetak harus dapat mempertahankan kekuatan pengaruhnya lewat produk-produk jurnalistik yang mengedapankan solution journalism yaskni sebuah model pelaporan berbasis data dan bukti tentang respons terhadap masalah sosial. Di sisi lain, untuk tetap hidup dalam tantangan dunia digital, media mainstream juga harus mengembangkan model bisnis baru.
“Berita dan informasi yang diusung oleh media mainstream cetak harus tetap berpijak pada aspek arti penting bagi publik serta pendalaman yang berkualitas. Informasi itu harus menjadi rujukan bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat,” ungkap Januar.
Hadir sebagai pembicara pada sesi tersebut Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution, Sekjen Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wahyu Dhyatmika, dan perwakilan Forum Pemred Arifin Asdad.Menurut Arifin, bola sekarang berada ditangan para praktisi pers untuk menentukan sebuah ekosistem good journalism yang ideal. “Presiden sudah membuka pintu, kemarin malam kita bertemu dengan Menkominfo juga sudah kita sampaikan dan beliau akan memulai melakukan FGD-FGD,” ujarnya.
Apalagi dalam konvensi kemarin hadir juga Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid dan menyatakan dukungannya agar pers membuat draft yang bisa dibahas di tingkat legislasi. “Kita sendiri sudah melakukan benchmarking dengan negara lain, tetapi alangkah baiknya bila industri pers yang lebih tahu permasalahannya bisa mengajukan draft,” katanya.
Meutya mengataka hal itu pada sesi I konvensi, dengan pembicara pada sesi itu Rektor Universitas Multimedia Nusantara Dr. Ninok Leksono dan wartawan senior Bambang Harimurti. “Tadi presiden mengatakan bahwa masyarakat memerlukan berita yang baik. Nah untuk mendapat berita yang baik tentunya memerlukan wartawan yang baik. Wartawan yang baik tentunya diperoleh dari industri media yang baik pula,” kata Ninok.(*/Tub)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro