Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melarang sementara jamaah asing dan lokal untuk menjalankan ibadah umrah di situs-situs tersuci Islam di Makkah dan Madinah untuk mencegah penyebaran virus corona baru, COVID-19.
Di Arab Saudi sendiri hingga sampai saat ini (26/3/2020) tercatat ada 900 kasus atau orang yang terinfeksi dengan dua orang di antaranya meninggal dan 29 pasien disembuhkan.
Belum ada tanda-tanda pandemi mereda, meski di China—negara pertama virus itu muncul—tidak ada kasus baru yang berasal dari lokal, melainkan kasus impor. Situasi ini memiicu kekhawatiran pandemi COVID-19 bisa meniadakan pelaksanaan ibadah haji tahun ini.
Berbeda dengan umrah yang biasanya bisa dilakukan kapan saja, ibadah haji hanya boleh dilakukan pada hari-hari awal Dzul-Hijjah, bulan terakhir dari kalender Islam.
Puluhan Kali Haji Ditiadakan
Sekadar diketahui, pelaksanaan ibadah haji sejatinya pernah ditiadakan berkali-kali sebelumnya dalam sejarah Islam karena wabah penyakit, konflik, aksi bandit dan perampok, atau alasan lainnya.
Mengutip laporan Al Araby, pada awal bulan ini Saudi King Abdulaziz Foundation for Research and Archives (Yayasan Raja Abdulaziz Saudi untuk Penelitian dan Arsip) merilis pernyataan yang mencatat 40 kali dalam sejarah pelaksanaan ibadah haji dibatalkan atau tetap ada namun dengan jumlah jamaah sangat minim.
Pembatalan ibadah haji yang paling terkenal terjadi pada abad ke-10 Masehi atau abad ke-3 dalam kalender Islam. Saat itu, ibadah haji dibatalkan atau ditiadakan setelah kelompok sekte yang tidak dikenal mengambil alih situs suci di Makkah.
Orang-orang Qarmati adalah kelompok sekte heterodoks yang berbasis di Arab timur, yang mendirikan negara mereka sendiri di bawah Abu Taher al-Janabi. Sistem kepercayaan mereka didasarkan pada Islam Syiah Ismailiyah yang bercampur dengan unsur-unsur gnostik dan masyarakat mereka egaliter. Penulis Amerika Serikat, Kenneth Rexroth, menyebut mereka; "Satu-satunya masyarakat komunis yang mengendalikan wilayah besar sebelum abad ke-20".
Namun, mereka menganggap haji sebagai ritual pagan dan pada tahun 930 Masehi, Abu Taher melakukan serangan ganas ke Makkah selama musim haji.
Menurut catatan sejarah, orang-orang Qarmati membunuh 30.000 jamaah sembari mengejek ayat-ayat Alquran kepada jamaah dan membuang jasad para jamaah di sumur Zamzam yang suci. Mereka kemudian mencuri "Batu Hitam" dari Kakbah. Selama sepuluh tahun setelah serangan ini, ibadah haji ditiadakan.
Itu bukan serangan kekerasan pertama pada jamaah haji. Pada tahun 865 Masehi, Ismail bin Yousef—dikenal sebagai Al-Safak—yang memimpin pemberontakan melawan kekhalifahan Abbasiyah, para jamaah yang dibantai dikumpulkan di Gunung Arafat dekat Makkah. Pemberontakan itu juga memaksa pembatalan ibadah haji.
Pada tahun 1000 Masehi, haji dibatalkan karena alasan yang jauh lebih sederhana, yakni meningkatnya biaya yang terkait dengan perjalanan.
Pada tahun 1831, wabah dari India menewaskan hampir tiga perempat jamaah haji. Kemudian, menurut King Abdulaziz Centre, antara 1837 hingga 1892, wabah infeksi menewaskan ratusan jamaah setiap hari.
Infeksi penyakit sering menyebar selama pelaksaan haji. Sebelum zaman modern, infeksi penyakit jauh lebih menjadi masalah daripada wabah COVID-19 yang melanda dunia hari ini.
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang dipimpin Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud belum memutuskan kapan mengakhiri larangan sementara ibadah umrah. Sedangkan soal pelaksanaan ibadah haji tahun ini belum ada penjelasan resmi dari kerajaan.
Raja Salman sudah memerintahkan lockdown kota Makkah, Madinah dan Riyadh untuk mencegah penyebaran lebih luas dari wabah COVID-19. Imbas lockdown ini menyebabkan penduduk di 13 wilayah di Arab Saudi dilarang melakukan perjalanan antar-wilayah.
Untuk menegakkan aturan lockdown, Kementerian Dalam Negeri memberlakukan jam malam mulai pukul 19.00 hingga 06.00 pagi di seluruh negeri. Para pelanggar aturan jam malam akan dikenai denda 10.000 riyal hingga penjara.*****
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro