JAKARTA – Para petani gula yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan kepada pemerintah untuk menaikkan acuan harga pembelian pemerintah (HPP) gula di tingkat petani untuk musim giling 2020. Kenaikan HPP gula dinilai perlu lantaran adanya kenaikan biaya pokok produksi gula yang dikeluarkan oleh petani.
Lewat surat resmi APTRI kepada Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian, Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen kembali mengusulkan HPP gula di tingkat petani menjadi Rp 14.000 per kilogram (kg). Setelah sebelumnya pada bulan lalu mengusulkan kenaikan HPP dari acuan resmi sebesar Rp 9.100 menjadi Rp 12.000 per kilogram.
“Kami mengajukan koreksi atas usulan kami mengenai HPP gula petani tahun 2020 karena ada penyesuaian kenaikan biaya produksi dan harga berbagai komoditas akibat dampak Covid-19. Harga gula di pasaran sendiri sudah mencapai Rp 18.00-19.000 per kilogram,” kata Soemitro , Jumat (24/4).
Lebih lanjut ia menjelaskan, sesuai pertimbangan perhitungan oleh APTRI pada musim giling 2020 diperkirakan biaya pokok produksi mencapai Rp 12.772 per kg. Adapun keuntungan wajar bagi petani sebesar 10 persen sehingga diperoleh harga pokok produksi ideal sebesar Rp 14.049 per kg.
Soemitro pun menerangkan, produksi gula tebu tahun ini diperkirakan mencapai 2,16 juta ton dengan luas lahan tebu nasional sebesar 430 ribu hektare. Pihaknya pun berharap usulan tersebut dapat diterima dan bisa beraudiensi dengan para menteri terkait.
Sekretaris Jenderal APTRI, Nur Khabsyin, menambahkan, usulan harga tersebut khusus untuk acuan pada musim giling 2020. Para petani pun berharap pemerintah bisa menetapkan HPP baru pada bulan ini lantaran musim panen dan penggilingan tebu akan dimulai pada akhir Mei 2020.
Selain itu, APTRI juga mengusulkan agar harga gula di tingkat eceran disesuaikan menjadi Rp 16.000 per kg dari HET gula saat ini sebesar Rp 12.500 per kg. Jika Dengan begitu, terdapat selisih harga Rp 2.000 dari usulan HPP gula di petani yang baru dengan usulan HET gula.
“Selisih itu untuk biaya distribusi dan margin bagi pedagang sampai ke pengecer. Saya kita usulan HET itu masih di bawah rata-rata harga gula saat ini yang sampai Rp 18.000 per kilogram,” jelasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Pakar Pertanian sekaligus Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengatakan bahwa sektor pangan nasional tengah menghadapi ketidakpastian distribusi. Ketidakpastian itu terjadi lantaran dampak dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Arif mengatakan, situasi tersebut kemungkinan akan terjadi hingga bulan Agustus 2020 mendatang. “Isunya adalah ketidakpastian distribusi dan produksi. Produksi saya yakin pemerintah sudah memastikan sampai bulan Agustus, jadi yang belum pasti dari sisi distribusi pangan,” kata Arif dalam sebuah diskusi online, Kamis (23/4).
Ia mengatakan, persediaan stok dari 11 komoditas pangan pokok diyakini mencukupi kebutuhan nasional. Hanya terdapat tiga komoditas yang pemenuhannya masih ditopang oleh impor, yakni bawang putih, gula, dan daging sapi.
IPB sendiri, kata Arif, telah membina sebanyak 53 desa yang menjadi sumber produksi komoditas pangan pokok. Para petani yang terdapat di desa dikoneksikan dengan marketplace dan dibukakan akses untuk merintis pemasaran secara daring untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pangan.
Hanya saja, kata Arif, 53 desa tersebut belum cukup untuk bisa diberdayakan dalam menopang kebutuhan pangan nasional. Di satu sisi, pembelian komoditas secara daring juga belum mengatasi masalah secara komprehensif. Sebab, harga menjadi lebih mahal lantaran terdapat tambahan biaya ongkos kirim.
“Ini hanya menyelesaikan problem masyarakat menengah ke atas, tapi menengah ke bawah masih serius. Apalagi, 2/3 masyarakat masih belanja ke pasar tradisional,” kata dia.
Pada situasi seperti ini, kepastian distribusi pangan dari petani hingga ke tangan konsumen amat penting. Sebab, gangguan yang ada bisa membuat produksi petani tidak tersalurkan sehingga akan terjadi penumpukan dan kejatuhan harga.
Dampak akhir, petani merugi dan tidak memiliki modal yang cukup untuk melakukan kegiatan pertanaman pada musim selanjutnya. “Kalau masalah distribusinya tidak terpecahkan, maka harga jatuh, untung tidak ada. Lalu, bagaimana dia bisa punya modal cukup untuk musim tanam selanjutnya?” kata Arif.
Oleh karenanya, pemerintah harus mengambil langkah dan kebijakan yang cepat dan tepat untuk mengantisipasi masalah ketidakpastian distribusi. Khususnya, untuk komoditas hortikultura dan perikanan yang saat ini belum memiliki sistem logistik yang baik.
Di sisi lain, pihaknya mendorong agar pemerintah memberikan stimulus bagi petani yang secara konkret membantu petani untuk bisa terus melakukan kegiatan pertanaman. “Menyelamatkan petani sama dengan menyelamatkan desa. Kalau kota terjangkut Covid-19 akan ada masalah ekonomi, tapi kalau desa sudah kena, ini soal kehidupan,” pungkasnya.(*Tya)
JAKARTA – Pemerintah terus menyerukan larangan mudik untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Sebagai gantinya, pemerintah akan menyiapkan bantuan sosial bagi masyarakat daerah. Sehingga larangan mudik ini tidak akan mengganggu perekonomian di pedesaan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah telah menyiapkan bantuan sosial (bansos) untuk mengantisipasi dampak larangan mudik bagi perekonomian di desa. Kementerian Keuangan lantas meningkatkan anggaran bansos menjadi Rp110 triliun.
“Memang ada dampak ekonomi dan sosialnya (larangan mudik), makanya kita meningkatkan tadi (anggaran bansos) Rp110 triliun. Pemerintah sudah menyiapkan beberapa skema bantuan untuk masyarakat lewat jaring pengaman sosial alias social safety net untuk penanganan virus corona,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (22/4/2020)
Menurut Sri Mulyani, dengan adanya bansos ini membuat belanja kesehatan di daerah juga dapat dihemat. Karena dengan bansos mengganti larangan mudik maka potensi penularan virus corona dapat ditekan.
“Ditambah sekarang dengan relaksasi di sektor industri dan juga belanja-belanja di sektor kesehatan,” imbuhnya.
Seperti diketahui, pemerintah telah mengalokasikan anggaran tambahan untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun di postur APBN 2020. Anggaran tambahan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 mengani Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Dalam belanja tambahan Rp405,1 triliun itu, anggaran untuk bidang kesehatan sebesar Rp75 triliun, meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter.
Kemudian, anggaran untuk jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun, yang akan mencakup penambahan anggaran kartu sembako, kartu pra kerja, dan subsidi listrik. Anggaran untuk insentif perpajakan dan KUR sebesar Rp70,1 triliun, dan anggaran untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp150 triliun.(*/Ind)
JAKARTA – Pemerintah tidak akan mengubah program kartu prakerja menjadi bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat yang terdampak Covid-19, seperti yang diusulkan oleh sejumlah pihak. Program kartu prakerja tetap berjalan seperti yang direncanakan, berupa pelatihan daring yang melibatkan sejumlah aplikator mitra.
“Untuk BLT ini sudah banyak. Mulai dari PKH (Program Keluarga Harapan (PKH) 20 juta (penerim). Kemudian BPNT (Bantuan Pangan NonTunai) yang ditambahkan Rp 200 ribu. Juga nanti ada padat karya di beberapa kementerian sehingga ini (Prakerja) menjadi salah satu daripada jaringan pengaman sosial. Bukan satu-satunya,” jelas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai mengiktui rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Rabu (22/4).
Airlangga menjelaskan, program kartu prakerja sendiri mendapat tambahan Rp 10 triliun dari alokasi jaring pengaman sosial yang disiapkan pemerintah sebesar Rp 105 triliun. Total, anggaran untuk prakerja sebesar Rp 20 triliun untuk 5,6 juta orang.
Airlangga mengakui bahwa pelaksanaan prakerja saat ini mengalami sedikit perubahan. Awalnya, program ini bertujuan memberikan tambahan ketrampilan kepada karyawan yang terkena PHK atau sedang mencari kerja. Harapannya, pemegang kartu prakerja bisa diserap perusahaan dengan lebih cepat dengan ketrampilan yang sudah meningkat.
Namun kondisinya kini berubah. Ekonomi yang tertekan membuat lapangan kerja pun terbatas. Karena pandemi Covid-19, ujar Airlangga, maka program kartu prakerja dikonversi menjadi jaring pengaman sosial yang bertujuan membantu masyarakat yang terdampak wabah.
“Program yang sebetulnya untuk reskilling dan upskilling. Karena situasi perekonomian semuanya serba mengalami shock, maka kita memberikan kepada mereka yang dirumahkan. Karena untuk PHK itu butuh proses,” ujar Airlangga.
Menurut Airlangga, fungsi Kartu Prakerja sebagai jaring pengaman sosial hanya bersifat sementara. Bila pandemi Covid-19 berakhir dan perekonomian membaik, ujarnya, maka operasional kartu prakerja akan kembali seperti semula.
“Apabila situasi normal dia akan menjadi kartu prakerja sesuai desain awal yaitu untuk up skilling dan re-skilling,” katanya.
Sebelumnya, desakan kepada pemerintah untuk mengalihkan Kartu Prakerja menjadi bantuan tunai mengalir deras. Anggota Komisi IX DPR RI Anas Thahir meminta pemerintah untuk mengevaluasi ulang pelatihan online atau daring dalam paket kebijakan Kartu Prakerja. Dia menilai, pelatihan semacam itu tidak tepat di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
“Apalagi pelatihan itu menghabiskan anggaran Rp 5,6 triliun dari Rp 20 triliun dana yang dianggarkan untuk program Kartu Prakerja,” katanya dalam keterangan di Jakarta.(*/Tya)
JAKARTA – Mengantisipasi krisis pangan akibat wabah virus Corona baru, Covid-19, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar ketersediaan bahan pokok dipastikan dengan baik.
“Hitung yang betul berapa produksi beras kita. Kemudian perkiraan produksi beras pada saat masuk musim kemarau. Juga cadangan beras nasional kita cukup untuk berapa lama. Betul-betul harus dihitung. Jangan overestimated,” katanya saat membuka rapat terbatas, Selasa (21/4/2020).
Dia meminta agar dihitung dengan cermat ketersediaan bahan pokok yang ada di dalam negeri. “Tolong dikalkulasi yang cermat, dihitung yang detail berbasis data-data empiris yang valid dan reliable,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa adanya corona membuat negara-negara produsen beras akan mengutamakan kebutuhan dalam negerinya, sehingga rantai pasokan bahan pangan akan terganggu.
“Rantai pasok bahan pangan akan terganggu karena kebijakan lockdown. Kebijakan lockdown juga pengaruhi rantai pasok bahan pangan ini,” tuturnya.
Jokowi ingin rantai pasokan sesuai dengan dinamika pergerakan kebutuhan masyarakat. Dia memerintahkan agar dalam rantai pasok tersebut, petani mendapatkan perlindungan yang baik.
“Hindari praktik-praktik yang tidak sehat dengan menerapkan prinsip tata kelola yang baik. Kemudian saya juga minta satgas pangan berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengawasi rantai pasok dan stok pangan,” ujarnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan adanya corona ini dapat dijadikan momentum untuk melakukan reformasi besar-besaranan dalam kebijakan sektor pangan di Indonesia. “Jangan kehilangan momentum kita,” tutupnya.(*/Tas)
JAKARTA – Satu di antara dampak dari pandemi Covid-19 adalah ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Ini bukti pergerakan roda ekonomi Indonesia memang tengah terganggu.
Pemerintah mengatakan, Covid-19 telah menyebabkan angka pengangguran yang terus turun dalam lima tahun terakhir akan berbalik mengalami kenaikan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut kemungkinan akan ada kenaikan 5,2 juta pengangguran baru.
”Skenario berat ada kenaikan sampai 2,9 juta orang pengangguran baru dan skenario lebih berat akan ada kenaikan 5,2 juta,” kata Menkeu Sri Mulyani di Jakarta kemarin.
Menurut Menkeu, satu di antara sektor yang paling terdampak adalah pekerja di sektor informal. Tercatat ada sekitar 265.000 pekerja sektor informal yang sudah dirumahkan. “Jumlah pekerja yang dirumahkan dalam hal ini dari April adalah 1,24 juta dari sektor formal. Sektor informal, pencatatan harus dilihat lagi, sebanyak 265.000 pekerja,” kata dia.
Sri menyatakan, pandemi Covid-19 yang sudah meluas ke berbagai negara itu membuat aktivitas ekonomi di berbagai negara turun tajam. Mulai dari PMI manufaktur dan jasa. Dengan penurunan cepat dan tajam ini, angka pengangguran pun meningkat di berbagai negara.
“Semua negara sudah double digit growth tingkat penganggurannya. Dia AS 10%, bahkan ada yang estimasi di atas 15-20%. Ini tingkat pengangguran terbesar dunia,” tutur dia.
Sebelum itu, berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) per 7 April 2020, jumlah perusahaan yang merumahkan pekerja dan melakukan PHK akibat pandemi Covid-19 mencapai 74.430 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1.200.031 orang. Mereka terdiri atas 39.997 perusahaan sektor formal dan 34.453 perusahaan sektor informal.
Untuk sektor formal, dari total perusahaan tersebut, sebanyak 17.224 perusahaan merumahkan 873.000 pekerjanya. Sedangkan 23.753 perusahaan lainnya memilih melakukan PHK terhadap 137.489 karyawannya. Jadi, total pekerja sektor formal yang terdampak mencapai 1.010.579. Sementara di sektor nonformal, perusahaan yang terdampak mencapai 34.453 perusahaan dengan jumlah pekerja 189.452 orang.
Satu di antara perusahaan yang melakukan PHK karyawan pada awal April lalu adalah Ramayana Depok. Kebijakan itu kemudian menjadi sorotan Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia karena dilakukan secara sepihak, massal, dan hanya dalam satu hari tanpa mengindahkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Mirah Sumirat, presiden ASPEK Indonesia, mengatakan, pengusaha harus lebih manusiawi dalam memperlakukan karyawan mereka, terlebih pada saat masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
“Sebetulnya bisa saja Ramayana hanya menutup sementara operasional toko, tidak perlu menutup selamanya. Masih banyak cara lain yang bisa ditempuh dengan musyawarah untuk bisa disepakati agar perusahaan bisa tetap eksis dan karyawan tidak kehilangan pekerjaan,” tegas Mirah.
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan yang berlaku, Pasal 151 ayat (3) mengatur bahwa dalam hal perundingan tidak menghasilkan persetujuan, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah ada penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
ASPEK menyadari dampak penyebaran Covid 19 itu membuat perusahaan menekan pengeluaran karena tidak beroperasi seperti biasa. Mirah menyebut, seharusnya perusahaan memberi kebijakan merumahkan pekerjanya dengan tetap membayar upah tanpa membayar uang transpor dan uang makan. Perusahaan juga bisa melakukan efisiensi biaya di pos-pos lain seperti listrik, air, AC, dan biaya operasional lainnya, tanpa harus melakukan PHK.
Angka PHK dari Kemenaker memang fakta di lapangan, Mirah menyebut, kini sudah banyak anggotanya yang mengalami hal serupa. Sektor pariwisata yang paling terdampak, banyak tenaga kerja yang berkaitan dengan operasional hotel dirumahkan, bahkan PHK.
Awal April lalu misalnya ada sekitar 1.139 hotel di 29 provinsi di Indonesia ditutup dan atau melaksanakan cuti serta cuti tidak bayar. Dari total itu, Kota Bandung, Jawa Barat menjadi kota yang paling banyak menutup hotelnya, yakni sekitar 108 hotel. Itu belum termasuk kota-kota wisata lainnya di Jabar seperti Kabupaten Bogor 63 hotel, Kota Bogor 39 hotel, dan Kabupaten Pangandaran 15 hotel.
Sementara di DKI Jakarta, ada sekitar 91 hotel yang ditutup dan atau melaksanakan cuti serta cuti tidak bayar, termasuk PHK. Begitu juga di Kota Yogyakarta, DIY, tak kurang dari 84 hotel dan penginapan yang ditutup.
Kondisi sama juga terjadi di pusat wisata dunia, Bali, ratusan hotel ditutup. Di Badung misalnya ada sekitar 88 hotel yang tutup, di Buleleng 31 hotel, di Denpasar 14 hotel, dan Gianyar 19 lokasi.
Di Nusa Tenggara Barat juga dilakukan hal sama. Tak kurang dari 75 hotel tutup, 52 hotel di antaranya berada di Lombok Tengah. Sementara di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, ada dua hotel yang dilakukan penutupan akibat wabah korona ini.
Situasi sama juga terjadi di provinsi-provinsi lain di Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku, serta Papua dan Papua Barat.
Sektor manufaktur juga ritel garmen dilaporkan banyak melakukan PHK dan merumahkan karyawannya. Pabrik-pabrik ritel itu kebanyakan berada di Jawa Barat dan Jawa Timur.
“Untuk perhotelan dan ritel mayoritas mengurangi jumlah jam kerja sehingga hanya mengurangi gaji. Sektor manufaktur yang mengalami banyak PHK alasannya karena bisnis mereka berbasis ekspor-impor yang sedang lesu karena virus korona,” jelas dia
Perihal kompensasi, ASPEK dan para serikat buruh tengah memperjuangkan hak-hak karyawan terlebih bagi mereka yang sudah bekerja puluhan tahun.
“Banyak yang belum dibayar kebanyakan perusahaan garmen yang mengaku hanya mampu membayar enam kali gaji, padahal masa kerjanya sudah lebih dari 20 tahun. Kami akan terus mengawal agar pekerja mendapat hak sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003,” ungkap Mirah.
ASPEK Indonesia juga menerima banyak laporan dan pengaduan tentang ada sikap “aji mumpung” yang dilakukan manajemen perusahaan. Di antaranya mengaku mengalami kerugian akibat pandemi Covid-19 sehingga tidak mampu membayar pesangon. Padahal, hak pesangon adalah hak pekerja yang dilindungi oleh UU Ketenagakerjaan.
Tunjangan hari raya (THR) juga enggan dibayar, padahal THR adalah pendapatan nonupah yang merupakan hak pekerja, dihitung dari masa kerjanya yang sudah lebih dari satu bulan.
ASPEK Indonesia mendesak para pengusaha untuk berempati kepada pekerjanya dengan tidak melakukan PHK dan ikhlas membagi keuntungan perusahaan untuk pekerjanya agar bisa tetap membeli kebutuhan pokok saat pandemi serta menjelang Ramadan dan Lebaran. Mirah juga meminta pemerintah menindak tegas oknum perusahaan yang “aji mumpung”. Kartu Prakerja yang dinilai menjadi solusi juga diharapkan maksimal menjangkau sasaran.
“Sangat disayangkan kenapa seperti undian. Untuk apa ada regulasi kebijakan mengenai Kartu Prakerja kalau ternyata tidak ada kepastian siapa yang dapat. Kalau seperti ini, malah mengecewakan,” pungkas dia.(*/Tya)
JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat, total penghematan belanja yang bisa didapatkan dengan mengurangi tunjangan hari raya (THR) untuk aparatur sipil negara (ASN) mencapai Rp 5,5 triliun. Dana ini terutama akan dialokasikan untuk penanganan pandemi virus corona (Covid-19).
Baca Juga
Jabar Turunkan 100 ASN untuk Perkuat Data Covid-19 PGRI Minta Pemerintah Mudahkan Akses Internet Ribuan Pekerja Malang Dirumahkan
Sri menyebutkan, pemerintah membuat dua kebijakan baru mengenai THR untuk ASN. Pertama, jumlah pejabat yang mendapatkan THR akan dikurangi. Pejabat eselon dua ke atas, termasuk jajaran menteri, wakil menteri, hingga presiden, tidak mendapatkan THR.
Selain itu, pejabat eselon tiga ke bawah yang masih mendapatkan THR pun akan dikurangi secara besaran. Pasalnya, tunjangan kinerja tidak akan dimasukkan.
“Yang dibayar hanya gaji pokok dan tunjangan pelekat,” tutur Sri dalam konferensi pers APBN KiTa Maret 2020 melalui telekonferensi, Jumat kemarin (17/4).
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, selama ini tunjangan kinerja masuk dalam komponen perhitungan THR bagi ASN. Namun, seiring dengan kebijakan refocusing dan realokasi anggaran, komponen tersebut tidak lagi dimasukkan.
Askolani menekankan, kebijakan ini berlaku untuk semua ASN di pemerintahan pusat maupun daerah. “Satu lagi, pensiunan juga diberikan seperti yang mereka dapatkan pada tahun lalu,” tuturnya dalam kesempatan yang sama.
Hasil penghematan belanja pegawai akan dikelola secara komprehensif atau tidak parsial dalam pengelolaan APBN. Askolani menuturkan, hal ini menjadi salah satu langkah kebijakan pemerintah untuk mendukung penanganan Covid-19.
Askolani menekankan, pengendalian tidak hanya dilakukan melalui APBN, tetapi juga APBD. Anggaran belanja pegawai dalam kas yang dikelola oleh pemerintah daerah ini juga bisa dialihkan untuk mendukung penanganan Covid-19 di daerah masing-masing.
Penghematan belanja dan pelaksanaan refocusing dalam percepatan penanganan Covid-19 dilakukan setelah penetapan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020.
Selain penghematan THR ASN yang masuk dalam belanja pegawai, pemerintah juga melakukan penghematan pada perjalanan dinas, biaya rapat, dan honorarium. Belanja modal untuk proyek atau kegiatan pun diprioritaskan untuk ditunda ke tahun berikutnya atau diperpanjang waktu penyelesaiannya.(*/Tya)
SLEMAN – Warga desa rencananya bakal menerima bantuan langsung tunai (BLT) yang sumbernanya dari dana desa. Hal itu dilakukan lantaran desa-desa di Sleman kesulitan mendapatkan penerima BLT sesuai 14 kriteria keluarga miskin yang ditetapkan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Sekretaris Desa Tridadi Johan Enry Kurniawan menjelaskan, penerima BLT Dana Desa Rp600.000 per bulan terdiri dari kelompok miskin yang belum mendapatkan PKH dan bantuan dari Pemda DIY dan Pemkab Sleman. Penerima BLT juga mereka yang kehilangan mata pencaharian yang mendadak miskin karena situasi Covid-19.
Masalahnya, kata Johan, desa-desa di Sleman sangat kesulitan untuk menemukan 14 kriteria warga miskin yang ditetapkan Kemendes PDTT agar menerima BLT Dana Desa. Misalnya warga miskin yang rumahnya masih menggunakan lantai tanah, memasak menggunakan kayu bakar, penerangan tanpa listrik, atau tidak sanggup berobat ke Puskesmas.
“Kami hanya bisa mencari sembilan kriteria dari 14 kriteria warga miskin yang ditentukan Kemendes,” katanya, Jumat (17/4/2020).
Pihaknya masih akan berkonsultasi dengan Pemkab agar ada diskresi terkait penerima BLT Dana Desa tersebut. Apalagi penerima BLT Dana Desa harus di luar penerima Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) serta Kartu Prakerja Kementerian Ketenagakerjaan.
“Di sini warga miskin tidak ada yang rumahnya lantai tanah. Kami jelas akan kesulitan untuk menentukan penerima BLT Dana Desa ini. Apalagi penerimanya di luar penerima PHK,” katanya.
Hal senada disampaikan oleh Kepala Desa Sidokarto Godean, Istiyarto Agus Sutaryo. Menurutnya, jika dilihat secara nyata 14 kriteria warga miskin sesuai aturan Kemendes di desanya sedikit sekali. “Dan mungkin sulit untuk menilai yang sesuai kriteria saya lihat mungkin hanya tiga kriteria warga miskin penerima BLT saja yang masih ada,” katanya.
Menurutnya, bagi orang yang memiliki sepeda motor, TV, lantai rumah keramik, pasang listik sudah tidak masuk kriteria sebagai warga miskin. Hal tersebut yang menyulitkan Pemdes menyakurkan BLT Dana Desa jika 14 kriteria warga miskin harus dipenuhi.
Dia mengusulkan agar BLT Dana Desa disalurkan kepada warga terdampak Covid-19 yang benar-benar terdampak dan membutuhkan bantuan. “Misalnya mereka yang terkena PHK, dirumahkan, dan punya kartu miskin/tidak punya kartu miskin tapi memang miskin karena tidak tercover, yang diluar penerima PKH dan BPNT,” katanya.
Baca Juga : Pedagang Pasar Diberi Masker hingga Vitamin C Gratis untuk Cegah Corona
Persoalan yang sama juga sampaikan oleh Kepala Desa Sendangtirto Berbah Sardjono dan Kepala Desa Candibinangun, Pakem Sismantoro. “Sulit untuk memenuhi 14 kriteria warga miskin itu,” katanya.
Sebelumnya, Kemendes PPT Permendes No.6/2020 sebagai perubahan Permendes No.1/2019. Isi dari permendes ini adalah pertama bahwa Dana Desa bisa digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLT segera disalurkan sebesar Rp600.000 dimulai pada April 2020 ini.((*/D Tom)
JAKARTA – Pandemi Covid-19 yang saat ini terus mengalami eskalasi di Indonesia tidak hanya berpotensi mengakibatkan kontraksi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga peningkatan jumlah pengangguran dalam skala besar.
Dalam beberapa pekan terakhir, gelombang Penghentian Hubungan Kerja (PHK) semakin merebak di sejumlah sektor, mulai dari sektor manufaktur hingga sektor jasa seperti pariwisata, transportasi, perdagangan, konstruksi, dan lain-lain.
Ada pula sebagian perusahaan yang saat ini hanya mampu membayar separuh dari gaji karyawannya. Jika pandemi ini berlangsung lebih lama, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengingatkan akan potensi lonjakan jumlah pengangguran yang sangat tinggi dalam tahun ini.
“Pada Agustus 2019, Jumlah pengangguran terbuka tercatat 7,05 juta orang atau 5,28% dari total angkatan kerja. Ini belum termasuk yang setengah menganggur yang jumlahnya 8,14 juta, dan pekerja paruh waktu 28,41 juta orang,” ujar ekonom CORE Akhmad Akbar Susamto di Jakarta, Rabu Kemarin (15/4/2020).
Selain PHK pada sektor formal, dampak pandemi Covid-19 terhadap hilangnya mata pencaharian di sektor informal perlu lebih diwaspadai. Pasalnya, daya tahan ekonomi para pekerja di sektor informal relatif rapuh, terutama yang bergantung pada penghasilan harian, mobilitas orang, dan aktivitas orang-orang yang bekerja di sektor formal.
“Terlebih lagi jumlah pekerja di sektor informal di Indonesia lebih besar dibanding pekerja sektor formal, yakni mencapai 71,7 juta orang atau 56,7% dari total jumlah tenaga kerja. Mayoritas dari mereka bekerja pada usaha skala mikro (89% di tahun 2018),” tambah Akhmad.
CORE Indonesia memperkirakan peningkatan jumlah pengangguran terbuka pada kuartal II/2020 dalam tiga skenario. Potensi tambahan jumlah pengangguran terbuka secara nasional mencapai 4,25 juta orang dengan skenario ringan, 6,68 juta orang dengan skenario sedang, dan bahkan hingga 9,35 juta orang dengan skenario berat.
“Penambahan jumlah pengangguran terbuka terjadi terutama di pulau Jawa, yaitu mencapai 3,4 juta orang dengan skenario ringan, 5,06 juta orang dengan skenario sedang dan 6,94 juta orang dengan skenario berat,” jelasnya.
Tingkat pengangguran terbuka secara nasional pada kuartal II/2020 diperkirakan mencapai 8,2% dengan skenario ringan, 9,79% dengan skenario sedang dan 11,47% dengan skenario berat.
Penambahan jumlah pengangguran terbuka yang signifikan bukan hanya disebabkan oleh perlambatan laju pertumbuhan ekonomi (yang menurut proyeksi CORE Indonesia akan berkisar -2,00% hingga 2,00% pada tahun 2020), melainkan juga disebabkan oleh perubahan perilaku masyarakat terkait pandemi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial, baik dalam skala kecil maupun skala besar.(*/Yo)
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyebut pandemi virus corona yang meluas ke seluruh dunia telah berdampak pada meningkatnya risiko resesi perekonomian global pada tahun ini. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya permintaan serta terganggunya proses produksi seperti pembatasan mobilitas manusia.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pertumbuhan ekonomi negara maju seperti Amerika Serikat dan negara di kawasan Eropa akan mengalami kontraksi pada tahun ini. Meskipun berbagai kebijakan ultra-akomodatif dari kebijakan fiskal dan moneter telah ditempuh.
“Risiko resesi ekonomi dunia akan terjadi pada triwulan dua dan triwulan tiga 2020, sesuai dengan pola pandemi covid-19. Namun, pada triwulan empat 2020 diperkirakan kondisi ekonomi dunia akan kembali membaik,” ujarnya saat video conference di Jakarta, Selasa (14/4/2020).
Menurutnya pemulihan kondisi ekonomi dunia pada kuartal empat 2020 akan tercermin berkurangnya kepanikan pasar keuangan dunia pada April 2020. Perry menekankan berkurangnya kepanikan didukung oleh sentimen positif atas berbagai respons kebijakan yang ditempuh banyak negara.
“Risiko pasar keuangan dunia yang berkurang seperti tercermin pada penurunan volatility index (VIX) dari 85,4 pada 18 Maret 2020 menjadi 41,2 pada 14 April 2020,” jelasnya.
Atas hal tersebut, Perry menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan mengalami penurunan signifikan pada triwulan dua dan triwulan tiga 2020. Hal ini sejalan dengan prospek kontraksi ekonomi global dan juga dampak ekonomi dari upaya pencegahan peyebaran virus corona.
“Perekonomian nasional diperkirakan kembali membaik mulai triwulan empat 2020 dan secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi 2020 diperkirakan dapat menuju 2,3 persen dan akan meningkat lebih tinggi pada 2021,” jelasnya.(*/Fet)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro