LEBAK – Hujan deras yang mengguyur wilayah Provinsi Banten, Senin (27/1/2020), kembali menyebabkan banjir. Air di aliran Sungai Ciberang kembali naik, dan menghanyutkan beberapa jembatan dan munculnya beberapa titik longsoran baru.
Sementara hujan yang mengguyur Kota Cilegon juga mengakibatkan perumahan warga disekitar pintu Tol Cilegon Barat, Kelurahan Kota Sari, Kecamatan Grogol, terendam banjir.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak, Kaprawi, menyebutkan bahwa ada beberapa jembatan darurat yang dibuat warga bersama relawan hanyut terbawa air. Sementara ini pihaknya akan memastikan jumlah jembatan yang hanyut dan titik lokasi yang tergenang banjir.
“Naik lagi airnya, tapi nggak seperti semula. Hujan memang sangat lebat terjadi, informasinya ada jembatan darurat yang hanyut. Kami cek kalau dibutuhkan kami akan buat jembatan baru atau menerjunkan bantuan perahu,” kata Kaprawi kepada wartawan.
Petugas dari BPBD Lebak menurutnya, kini sedang menuju Lebak Gedong daerah yang pernah terdampak banjir bandang paling parah. Informasi yang dihimpun, banjir kembali melanda Kecamatan Sajira, Cipanas dan Lebak Gedong yang terletak di Kabupaten Lebak, Minggu (26/1/2020) malam hingga dinihari.
“Kami mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada, terutama curah hujan sedang meningkat,” kata Kaprawi.
Sementara, banjir di wilayah Cilegon Barat bahkan menutup akses jalan menuju gerbang tol Tangerang-Merak. Selain menutup akses jalan, banjir juga merendam rumah warga di wilayah sekitar.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cilegon, Erwin Harahap mengatakan, banjir yang terjadi di Kota Cilegon terdapat beberapa titik, yakni mulai dari akses Cilegon Barat, Perumahan Puri, hingga wilayah Merak.
“Saat ini kita sedang berkoordinasi dan melakukan assesment serta pendataan banjir. Sebab banjir terjadi di beberapa titik,” terangnya.
Erwin mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan upaya penanganan banjir guna memastikan masyarakat aman. “Semua OPD (organisasi perangkat daerah) terkait kita koordinasikan untuk membantu penanganan banjir,”ungkapnya. (*/Dul)
KENDAL – Untuk mencegah gundulnya hutan di lereng Gunung Ungaran sektor Promasan Kendal, sebanyak 3.240 pohon ditanam oleh lebih dari 1.800 pendaki dan pecinta alam yang berasa berbagai daerah di Indonesia.
Kegiatan yang digagas Komunitas Pecinta Alam dengan nama 1001 pendaki ini juga mengundang Bupati Kendal Mirna Annisa untuk ikut dalam kegiatan yang sudah berlangsung tiga tahun tersebut.
Bupati Kendal Mirna Annisa menyampaikan jika dari tahun ke tahun, mengalami peningkatan pada jumlah pendaki yang turut memeriahkan gerakan tanam pohon.
“Alhamdulillah beberapa tahun ini setiap saya ikut menanam, banyak pendaki yang jelas berpartisipasi dalam gerakan tanam pohon dengan tema 1001 pendaki. Tahun 2019 kemarin kurang lebih 1200 pendaki dan saat ini sungguh luar biasa mencapai 1800 pendaki yang hadir, jelas ini menandakan semakin besarnya orang yang peduli pelastarian,” katanya.
Sementara itu, Ketua panitia Sigit Wijanarko menyampaikan aktifiatas penanaman yang dilakukan oleh komunitas 1001 pendaki tahun ini menanam 3240 pohon dengan 15 jenis pohon salah satunya Pohon Kendal sebanyak 150 bibit.
“Kesadaran oleh masyarakat akan pentingnya pelestarian ini sungguh luar biasa, sejak pendaftaran kemarin siang pada hari sabtu memang sudah banyak. Untuk tahun ini kami juga menanam lebih banyak bibit pohon dan jenisnya salah satunya kami sertakan Pohon Kendal,” ujar Sigit Wijanarko.
Disisi lain sebagai seorang pendaki, Dian Adi menanggapi positif tentang kegiatan yang dilakukan terutama kesadaran akan lingkungan, terkait kondisi jalan dan penunjuk arah dirinya menyebut saat ini sudah mulai ada peningkatan bila dibanding tahun kemarin.
“Lebih baik dari tahun kemarin, karena sekarang penunjuk arah sudah banyak terpasang di beberapa titik. Sehingga kami yang naik dari Gonoharjo tidak terlalu bingung. namun disayangkan untuk beberapa titik mungkin diberikan tempat sampah karena masih ada sampah meski tidak banyak,” terang Dian.
Usai penanaman pohon, nantinya komunitas 1001 Pendaki akan terus mengawasi dan merawat pohon selama 1 bulan setelah proses tanam. Bupati juga menyempatkan melihat tulisan penyemangat yang pernah ditulis pada tahun 2019 untuk mengajak melakukan pelestarian pohon dan merawat alam.(*/D Tom)
PURWAKARTA – Pemkab Purwakarta melansir, di 2020 ini sebanyak 83 dari 183 desa yang ada akan menggelar pemilihan kepala desa (Pilkades) secara serentak. Sayangnya, pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan di tingkat desa itu sedikit terkendala.
Pasalnya, belum adanya Peraturan Daerah (Perda) terkait Pilkades serentak tersebut.
Akhir pekan kemarin, beberapa perwakilan dari Apdesi setempat mendatangi untuk mengomunikasikan terkait pelaksanaan Pilkades tersebut. Mereka mendesak supaya ada kepastian soal pelaksanaan Pilkades serentak itu.
Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika menuturkan, pihaknya akan segera berkomunikasi dengan pihak DPRD untuk segera melakukan percepatan penuntasan Raperda Pilkades tersebut. Menurutnya, memang ini sudah harus segera dilakukan karena sifatnya sudah sangat mendesak.
“Pemkab juga ingin pelaksaan ini bisa dilakukan secepatnya, dengan aman, kondusif dan lancar. Makanya, Perda-nya sudah harus disiapkan. Begitu perda sudah selesai segera kita lakukan tahapan-tahapannya,” ujar Anne , akhir pekan kemarin.
Dari rencana awal, sambung Anne, pemkab menargetkan pelaksanaan Pilkades serentak ini bisa dilakukan pada Juni 2020 mendatang. Jadi, seharusnya tahapan-tahan pilkades ini sudah harus dilaksanakan. “Tinggal nunggu perda-nya saja,” tegas dia.
Sementara itu, Ketua Apdesi Purwakarta, Dasep Sopandi mengatakan, jajarannya berharap segera ada kepastian untuk waktu pelaksanaan Pilkades serentak ini. Supaya, untuk desa yang akan menggelar Pilkades ini bisa segera mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk gelaran tersebut.
“Jika sudah ada kepastian soal waktu dan tahapan-tahapan pilkades kan kita jadi tenang,” ujarnya.
Di tempat sama, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Purwanto menambahkan, pihaknya akan berupaya memastikan Pilkades serentak di Purwakarta berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
“Mudah-mudahan Perda-nya segera dituntaskan, dan akan kita upayakan supaya bulan Juni bisa dilaksanakan,” katanya.
Terkait anggaran pilkades serentak tersebut, lanjut dia, setiap hak pilih dianggarkan sebesar Rp 25 ribu. Adapun dalam Pilkades serentak mendatang pihaknya mencatat ada sebanyak 299.125 hak pilih yang tersebar di 83 desa pada 17 kecamatan di Kabupaten Purwakarta.
“Untuk anggarannya, bersumber dari bantuan keuangan (bankeu) yang langsung dikirim ke setiap desa yang melaksanakan pilades. Artinya tidak melalui DPMD,” tandasnya. (*/Asp)
TEGAL – Ratusan warga di Kota Tegal, Jawa Tengah mengungsi akibat rumah mereka terendam banjir pada Minggu (26/1/2020). Mereka diungsikan ke kantor kecamatan dan musala setempat.
Banjir yang merendam rumah warga sejak Minggu pagi ini merupakan kiriman air dari wilayah selatan Kabupaten Tegal akibat hujan deras di wilayah atas hingga mengakibatkan sejumlah sungai meluap.
Banjir menggenangi ratusan rumah warga di Kelurahan Sumur Panggang dan Margadana, Kecamatan Margadana. Banjir terparah terjadi di Sumur Panggang dengan ketinggian air hingga selutut orang dewasa.
Akibat banjir tersebut, ratusan warga mengungsi ke sejumlah tempat seperti di kantor Kecamatan Margadana dan musala yang letaknya lebih tinggi. Di Kantor Kecamatan Margadana sedikitnya terdapat 35 kepala keluarga (KK) yang mengungsi. Sedangkan di Musala Nurul Huda tercatat ada 100 KK.
Warga Sumur Panggang, Sugiarti mengaku terpaksa mengungi ke kantor kecamatan karena rumahnya terendam banjir. “Ngungsi tadi pagi.
Air mulai masuk habis subuh,” katanya.
Dia mengaku tidak membawa perbekalan cukup karena tidak sempat mengemasi barang-barang di rumah. “Yang paling dibutuhkan sekarang ya makanan, selimut, popok bayi dan obat-obatan,” ucapnya.
Wali Kota Tegal, Dedi Yon Supriyono yang mengunjungi lokasi banjir mengatakan, Pemkot Tegal telah menyiapkan pos pengungsian di Kecamatan Margadana lengkap dengan tim medis dan dapur umum.
“Kami juga telah memberikan bantuan berupa peralatan mandi, pampers dan obat-obatan kepada para pengungsi,” tuturnya.
Menurutnya, banjir di Kelurahan Sumur Panggang terjadi akibat Sungai Kemiri meluap setelah diguyur hujan deras dari wilayah selatan Kabupaten Tegal sejak sabtu sore hingga Minggu malam. BPBD Kota Tegal juga telah mengerahkan sejumlah perahu karet untuk mengevakuasi warga terutama ibu hamil dan warga yang sakit.(*/D Tom)
BANDUNG – Empat kecamatan di Kabupaten Bandung, yakni Kecamatan Dayeuhkolot, Bojongsoang, Baleendah, dan Kecamatan Rancaekek kembali diterjang banjir dengan ketinggian air hingga 1,4 meter. Sebelumnya, Pemprov Jawa Barat sempat mengklaim bahwa keempat wilayah langganan banjir di kawasan Bandung Selatan itu relatif aman dari banjir menyusul beroperasinya Terowongan Curug Jompong di Nanjung, Margaasih, Kabupaten Bandung.
Hujan deras yang mengguyur wilayah Kabupaten Bandung dan sekitarnya sejak Kamis, 23 Januari 2020 malam dituding sebagai penyebab banjir kali ini. Kondisi tersebut mengakibatkan Sungai Citarum dan Cikapundung meluap hingga menggenangi sejumlah titik di empat kecamatan itu.
Manajer Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar, Budi Budiman Wahyu mengatakan, pihaknya sudah melakukan asesment dan evakuasi warga dan sebagian siaga di posko lapangan di eks Gedung Institut Karate-Do Nasional (Inkanas), Baleendah.
Budi melanjutkan, pihaknya juga menyiagakan peralatan berupa perahu karet sebanyak dua unit dan perahu fiber empat unit. Akibat banjir tersebut, kata Budi, sejumlah warga terpaksa mengungsi yang ditempatkan di dua titik. Pengungsi asal Kecamatan Dayeuhkolot ditempatkan di Aula Desa Dayeuhkolot. Sementara pengungsi asal Kecamatan Baleendah ditempatkan di Gedung Inkanas, Baleendah.
“Di aula Desa Dayeuhkolot ada 71 jiwa yang mengungsi, kemudian di eks Gedung Inkanas ada 27 jiwa yang mengungsi, dan di tempat lain ada 98 jiwa,” sebut Budi, Jumat (24/1/2010).
Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Bandung melalui Call Center (022) 85872591 terkait dengan kejadian banjir tersebut. Selain itu, terus memantau tinggi muka air (TMA) bersama personel BPBD Kabupaten Bandung yang terus bersiaga di Posko Baleendah.
“Tim BPBD telag bersiaga di Posko Baleendah sebanyak 10 personil yang dipimpin oleh Kasi Logistik, kemudian Petugas Pusdalops bersiaga sebanyak lima orang. Lalu di shelter pengusian Dayeuhkolot ada petugas yang bersiaga sebanyak tiga orang,” kata Budi.(*/Hend)
SERANG – Gubernur Banten Wahidin Halim bersikukuh akan mempertahankan sekitar 6.326 tenaga honorer yang selama ini telah bekerja di Pemerintah Provinsi Banten.
Sebelumnya ada rencana penghapusan pegawai selain PNS dan P3K di lingkungan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI.
Gubernur justru ingin mengangkat tenaga honorer di wilayahnya menjadi pegawai tetap dengan mempertimbangkan lama kerja dan kemampuan anggaran yang cukup memadai untuk menggaji para honorer.
“Mereka udah kerja lama, terus kita pecat gitu? Ya nggak lah. Masa mereka sudah lama kerja di kita, banyak bantu, terus mau kita bunuh? Kan punya anak istri. Kita punya duit untuk gaji ya kita gaji. Kalau perlu kita usulkan PNS, SK nya Kementerian PAN, gajinya saya yang gaji. Masih sanggup kok,” tegas Gubernur kepada wartawan,Jumat (24/1/2020)
Sebagai Gubernur, lanjutnya, dirinya tidak akan tinggal diam dan akan membela kepentingan para pegawainya. Terlebih, melihat postur APBD Provinsi Banten yang dialokasikan untuk belanja pegawai masih sangat ideal untuk bisa menggaji para tenaga honorer tersebut.
Bahkan ketika semisal diangkat menjadi PNS, APBD Banten masih tetap lebih ideal dibandingkan daerah-daerah lainnya dengan tetap melakukan program-program pembangunan untuk masyarakat.
“Tapi harus dikatakan APBD kita cuma 18 persen yang dialokasikan untuk belanja pegawai. Jauh lebih rendah dibandingkan daerah-daerah lainnya. Keren kan? dimana-mana 40-50 persen. Struktur APBD kita itu tinggi untuk pembangunannya. Jadi kalau nanti 6.000 honorer itu harus kita gaji (sebagai PNS), kita masih sanggup paling 20-25 persen jadinya. Masih sangat bagus struktur APBD kita. Coba kalau daerah-daerah lain, banyak yang habis untuk pegawai. Ini artinya, intensitas pembangunan keren di Banten, berarti dana itu buat rakyat semua,” paparnya
Meskipun kebijakan tersebut masih dalam pembahasan dan belum ada keputusan, namun Gubernur akan menyampaikan pertimbangan-pertimbangan kepada para tenaga honorer tersebut harus ia pertahankan. Terlepas dari rencana pemberlakukan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), Pemprov Banten telah menghitung dan mengkajinya dan tentu melihat permasalahan-permasalahan yang mereka alami.
“Jadi masih dibutuhkan, disamping kebutuhan juga karena alasan kemanusiaan,” ujarnya.
Gubernur menambahkan, para tenaga honorer sudah lama mengabdi dengan pemerintahan dan membutuhkan nafkah untuk menghidupi keluarga mereka.
Di Pemprov Banten sendiri terdapat sekitar 15 ribu pegawai honorer, sebanyak 6.326 orang bekerja dilingkungan Pemprov dan sisanya bekerja sebagai Guru di SMK dan SMA. (*/Dul)
LEBAK – Satgas Pertambangan Tanpa Izin (Peti) Polda Banten menemukan dugaan penggunaan zat kimia lain selain merkuri dalam aktivitas pengolahan hasil tambang emas.
Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Banten Kombes Pol Rudi Hananto mengatakan, dalam hasil penyelidikan menemukan zat senyawa berbahaya selain merkuri.
“Kita menemukan bahan merkuri dari labfor sedang melakukan penelitian. Kemungkinan bukan hanya merkuri karena merkuri sudah mahal tapi beralih ke sianida,” kata Kombes Pol Rudi Hananto kepada wartawan, Jumat (24/1/2020).
Selain itu, kata Rudi, Satgas Peti menutup empat lokasi pengolahan tambang dan menemukan ratusan lubang di wilayah Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Menurutnya, lubang tambang dan pengolahan emas ilegal itu berada ada di lokasi sumber-sumber bencana. Hingga saat ini pihaknya masih mendalami dari keterangan saksi yakni para pekerja juga para ahli.
“Empat lokasi (ditemukan) ini pengolahan tambang emas (ditutup). Pasti (ditangkap) bukan hanya pemiliknya tapi pengolahannya justru karena kan ini hilirnya,” ungkap .
Untuk diketahui, Satgas Peti yang terdiri dari pihak Kepolisian bersama TNI, BPBD, Dinas LHK serta Satpol PP pada Kamis (23/1/2020) kemarin, menyisir di 21 titik lokasi pertambangan ilegal.
“Pelaksanaan dibagi dalam dua tim menyisir lokasi pertambangan dan pengolahan emas ilegal,” kata Kabidhumas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi menambahkan, Jumat (24/1/2020).
Tim pertama dipimpin oleh Karo Ops Polda Banten, Kombes Amiluddin Roemtaat melakukan penyisiran di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Lebakgedong. Kemudian Tim Kedua yang dipimpin Dansat Brimob Polda Banten, Kombes Dedi Suryadi ke wilayah Kampung Cikancra, Kecamatan Sobang. (*/Dul)
SERANG – PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan memperpanjang rute KRL Commuter Line dari Rangkasbitung hingga Kota Serang. Rangkasbitung merupakan daerah di Kabupaten Lebak, sedangkan Kota Serang adalah ibu kota Provinsi Banten. Kota ini dikelilingi Kabupaten Serang.
Saat ini KRL Commuter Line baru menjangkau Rangkasbitung. Rutenya Tanah Abang-Rangkasbitung yang mulai beroperasi April 2017. Rute ini merupakan rute KRL Commuter Line terpanjang dengan jarak 72,8 kilometer dan berhentidi 19 stasiun kereta. Jarak ini hampir dua kali lipat rute KRLCommuter Line Jakarta-Bogor yang hanya 54,8 kilometer.
Kepala Dinas Perhubungan(Dishub) Banten Tri Murtopo membenarkan tahun ini akan dibangun jalur ganda KRL Rangkasbitung-Serang. Rencananya pembangunan elektrifikasi jalur dari Stasiun Rangkasbitung hingga Kota Serang akan dimulai April mendatang, tapi pihaknya masih menunggu penghitungan appraisal. ”Tinggal bayar, sekarang masih dihitung. Kemungkinan April sudah mulai dikerjakan,” katanya.
Kepala Biro Bina Infrastruktur dan Sumber Daya Air (SDA) Setda Pemprov Banten Nana Suryana mengatakan, Pemprov Banten masih menunggu dokumen perencanaan dari PT KAI, setelah itu baru bisa dikerjakan. ”Untuk tahap awal, PT KAI akan membangun elektrifikasi perpanjangan jalur dari Stasiun Rangkasbitung ke Stasiun Kota Serang,” katanya.
Nana mengaku pelebaran lahan bisa saja dilakukan mengingat jalur KA Rangkasbitung-Serang, khususnya di beberapa titik tidak bisa dipaksakan untuk dibuat dua jalur. ”Kemungkinan ada. Kita lihat kalau lahan KAI ya tinggal bangun. Kalau di atasnya ada bangunan tinggal ganti rugi saja,” ungkapnya.
Dia mengaku sudah melakukan pendataan, tinggal keluar nilainya. Bahkan, tim akan menyampaikan kepada Gubernur Banten Wahidin Halim untuk selanjutnya menetapkan besaran kompensasi. ”Intinya, baik pemprov maupun Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang mendukung reaktivasi ini,” katanya.
Deputi Executive Vice President PT KAI Daerah Operasi 1 Jakarta Sofyan Hasan sebelumnya menyatakan ada rencana elektrifikasi sampai ke Serang dilakukan pada 2020. Upaya memperpanjang rute ini didasarkan pada potensi penumpang kereta api yang tinggi. ”Jadi, rencana KRL tahun depan sudah sampai Kota Serang. Masyarakat Serang dan sekitarnya sudah bisa dilayani KRL,” ujarnya.
Sofyan menjelaskan, kondisi rel kereta dari Stasiun Rangkasbitung hingga Kota Serang yang masih satu lajur bukan suatu kendala. KRL masih bisa dioperasikan mesti lajur yang tak berbasis doubletrack atau lajur ganda. ”Setahu saya trek yang ini akan diganti dulu semuanya. Nggak masalah satu track. Contoh masih ada pada kita di (Stasiun) Citeras sampai Rangkas masih satu track, yang satu belum selesai, itu bisa dioperasikan,” ujarnya.
Dia menambahkan, peng operasian KRL bisa saja sampai stasiun akhir Merak. Namun, pihaknya masih melihat perkembangan pengguna kereta lokal saat ini yang sudah me miliki 10 kali perjalanan satu harinya. ”Yang pasti sampai Serang dulu (elektrifikasi), melihat pengembangan masyarakat sekitar dan jumlah masyarakat yang naik kereta,” ungkapnya.(*/Dul)
KARAWANG – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) akan membentuk Tim Monitoring Pendistribusian Minyak dan Gas untuk mengawasi distribusi gas elpiji bersubsidi dan pom mini.
Disinyalir penyaluran gas subsidi dan pom mini banyak disalahgunakan oknum tertentu untuk mendapatkan untung besar. Tim ini nantinya akan dipimpin oleh Sekda Karawang dan instansi terkait.
“Sebenarnya Tim Monitoring ini pernah dibentuk tapi tidak jalan, makanya sekarang kami hidupkan lagi. Dalam perkembangannya distribusi gas subsidi dan pom mini sudah banyak yang menabrak aturan hingga perlu kita tertibkan. Kami akan berikan sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran,” kata Kepala Disperindag Karawang Ahmad Suroto, Rabu (22/1/20).
Ahmad Suroto mengemukakan, berdasarkan temuan di lapangan, terjadi pelanggaran dalam distribusi gas subsidi. Seharusnya gas subsidi diperuntukan hanya bagi masyarakat tidak mampu.
Namun dalam kenyataannya gas subsidi tersebut digunakan oleh semua orang termasuk golongan mampu. Yang memperihatinkan lagi ada beberapa restauran besar ternyata juga menggunakan gas subsidi.
“Harusnya tidak boleh, karena gas subsidi diperuntukan bagi mereka yang kurang mampu. Kami juga menemukan bukti ada sejumlah restauran yang menggunaka gas subsidi, ini yang akan kami tertibkan,” ujar dia.
Terkait keberadaan pom mini, Ahmad Suroto mengatakan pertumbuhannya sangat pesat hingga perlu dilakukan penertiban. Ini juga masih menyangkut perizinanan yang perlu pengawasan.
“Sekarang ini siapa saja bisa mendirikan pom mini disembarang tempat. Kita harus tertibkan baik soal lokasi dan perizinananya, jangan sampai membahayakan masyarakat,”tandasnya.(*/El)
SOLO – Pengamat Sejarah dan Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Tundjung W Sutirto menyatakan munculnya Keraton Agung Sejagat di Purworejo bukan hal yang baru. Kasus serupa pernah muncul di awal abad 19 sebagai protes terhadap rezim di era kolonial.
“Gerakan itu bersifat milenaristik, yaitu mengharap hadirnya masa keemasan. Entah itu masa keemasan yang digambarkan di era Majapahit atau sebelumnya,” kata Tundjung W Sutirto, Rabu (22/1/2020).
Karena gerakan itu mengharapkan zaman yang lebih baik di era sekarang, sehingga pemimpin gerakannya menjanjikan sesuatu yang akan enak, dan lebih sejahtera daripada sekarang.
Masyarakat yang mengikuti itu dinilai tidak salah karena alam bawah sadar mereka merasakan ketidaknyamanan di era sekarang. Karena itu, dari pengalaman sebelumnya, gerakan semacam ini mudah dipatahkan. Ketika pemimpinnya ditangkap oleh negara, maka gerakan sudah selesai dan hancur pengikutnya.
Ketika masyarakat merasa tidak nyaman di bidang ekonomi, kesejahteraan dan lainnya di zaman sekarang, maka mereka akan mencari simbol-simbol pencerahan. “Ini sebagai suatu protes tersembunyi dari masyarakat, khususnya pengikut gerakan seperti itu,” ujarnya.
Negara diharapkan tidak sekedar menggunakan pendekatan hukum, legalitas, pidananya dalam menyelesaikan persoalan itu. Namun konteks setting sosial juga harus dilihat.
Munculnya kelompok-kelompok lain tapi mirip Kerajaan Agung Sejagat, seperti Sunda Empire, Jipang, dan Pajang, Tundjung melihat perlu kajian sejarah. Keberadaanya harus terbukti melalui sumber sejarah, bukan sekedar pengakuan lisan.
Keberadaan keraton abal-abal, ciri-cirinya antara lain kemunculannya selalu lokal, muncul di wilayah yang ikatan sosialnya rapuh. Legitimasinya juga berdasarkan kroni.
Keberadaan Keraton Agung Sejagat, negara semestinya sudah bisa mendeteksi sejak lama mengingat memiliki anggota mencapai ratusan. “Itu bukan proses sehari dua hari, butuh proses lama untuk meyakinkan orang dalam jumlah banyak,” katanya.
Proses memberikan legitimasi psikologis dinilai diperankan oleh kroni-kroninya untuk kepentingan yang bagi negara dianggap sebagai tindak pidana penipuan. Namun yang perlu digaris dibawahi, para pengikutnya bukan dari generasi muda. Melainkan generasi-generasi yang sudah mapan, sehingga Tundjung justru mempertanyakan apakah ini merupakan hasil gembar-gembor Revolusi Mental.
Jika revolusi mental bisa diwujudkan, maka apakah hal ini merupakan wujudnya. Kemudian orang menjadi kosong secara psikologis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan. Terlebih keraton yang asli kini juga tidak bisa memberikan perannya. “Seperti di Surakarta yang ada keraton, kita tidak bisa mendapatkan pesan keluhuran dari aristokrat kultural. Yang terjadi adalah krisis yang berkepanjangan,” katanya.
Salah satu kesalahan yang dilakukan pemerintah, lanjut Tundjung, adalah mengabaikan kepemimpinan informal di lokal. Dicontohkannya, semenjak RI berdiri apakah pernah di Surakarta merencanakan pembangunan dengan melibatkan semua unsur. Termasuk Raja Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran dalam satu forum, sehingga dapat diketahui keinginan keraton itu seperti apa.
Namun hal itu tidak terungkap mengingat selama ini belum pernah ada. Ketika Musyawarah Rencana Pembangunan, selama ini tidak pernah melibatkan otoritas tertinggi di keraton, seperti Sinuhun dan Mangkunegara, sehingga masyarakat mencari suatu alternatif. “Jadi konteks-konteks seperti raja-raja baru itu sebenarnya untuk mencari alternatif,” paparnya.(*/D Tom)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro