LENGKONG – Angka kasus positif Covid-19 di Jabar terus mengalami peningkatan. Hingga hari ini, Selasa (12/5/2020) pukul 11.13, terdapat 1.493 kasus positif Covid-19.
Angka tersebut mengalami peningkatan sejumlah 56 kasus dibanding kemarin. Meski demikian, peningkatan juga terjadi pada pasien positif Covid-19 yang sembuh.
Hingga hari ini, total terdapat 213 pasien yang telah sembuh, meningkat 11 orang dibanding kemarin. Sementara pasien positif yang meninggal dunia berjumlah 95 orang, tidak berubah sejak kemarin.
Untuk Pasien Dalam Pengawasan (PDP) total hingga saat ini terdapat 2.537 orang yang masih berada dalam proses pengawasan. Sementara jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang masih dipantau berjumlah 7.445. Baik jumlah PDP dan ODP mengalami peningkatan dibanding kemarin.
Sementara untuk rapid test yang disebar di seluruh daerah di Jabar, hingga hari ini total terdapat 105.834 jumlah rapid test yang telah dilakukan. Dari angka tersebut, sebanyak 2.924 orang tercatat reaktif.
Jumlah kasus positif Covid-19 di Jabar paling banyak terdapat di Kota Depok dengan total jumlah kasus mencapai 287 orang. Disusul oleh Kota Bekasi sebanyak 275 kasus, dan Kota Bandung sebanyak 248 kasus.(*/Hend)
SURABAYA – Seluruh rumah sakit rujukan pasien COVID-19 di wilayah Surabaya Raya, yang meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik, sudah melebihi kapasitas tampungnya atau overload.
Menyikapi kondisi tersebut, Pemprov Jatim menyiapkan Rumah Sakit (RS) Darurat guna mengantisipasi semakin banyaknya pasien COVID-19 Jatim.
Rencananya, RS Darurat itu akan didirikan dengan memanfaatkan fasilitas pinjam pakai gedung Puslitbang Humaniora Kementerian Kesehatan yang berada di Surabaya.
Namun, oleh anggota Komisi E DPRD Jatim, Deni Wicaksono, overload itu akibat buruknya kinerja Pemprov Jatim dalam mengantisipasi lonjakan pasien COVID-19.
“Presiden Joko Widodo pada bulan Maret lalu sudah mengingatkan hal tersebut (masalah overload rumah sakit). Untuk mengantisipasinya, segera tambah kapasitas dan perbaiki sistem rujukan,” katanya, Selasa (12/5/2020).
Menurutnya, Pemprov Jatim baru menyiapkan RS Darurat ketika terjadi kelebihan kapasitas di RS Surabaya, Gresik dan Sidoarjo.
Anehnya, RS Darurat tersebut hingga saat ini masih belum bisa dimanfaatkan untuk melayani pasien COVID-19. “Buruknya sistem rujukan di Jatim, membuat terjadi penumpukan pasien di Surabaya Raya,” keluh Deni.
Dengan APBD yang luar biasa besar, lanjut dia, mestinya kelebihan kapasitas di RS bisa diatasi. Itupun jika Gubernur Jatim bekerja secara serius dan fokus. “Yang lebih memalukan, kelebihan kapasitas di rumah sakit rujukan ini tidak dialami oleh provinsi lain seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan sejumlah daerah lain di Indonesia,” tandas Deni.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa terus berupaya memberi perawatan rawat inap dan karantina yang terukur pada pasien dalam kategori Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Pasalnya,
kecenderungan PDP naik menjadi kasus positif COVID-19 sudah mencapai 68 persen. “Pembangunan rumah sakit darurat di Puslitbang Humaniora Surabaya sedang dikebut. Dalam pekan ini diupayakan beroperasi,” katanya.
Khofifah juga mengumpulkan enam laboratorium yang sudah mendapatkan izin dari pemerintah pusat untuk bisa melakukan uji spesimen swab PCR. Dengan adanya RS darurat yang kapasitasnya sampai 200 pasien ini dibutuhkan kecepatan layanan. “Termasuk kecepatan dalam diagnosa pasien agar penanganan yang diberikan juga bisa cepat,” jelasnya.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jatim dr Joni Wahyuhadi menambahkan, gedung Puslitbang Humaniora yang merupakan gedung lama kini sedang masuk tahap renovasi. Rehab pertama akan mampu menampung sebanyak 100 bed, kemudian di tahap dua bisa menampung 200 bed. Namun maksimal bisa sampai 500 bed.
“Untuk tenaga medis yang akan bertugas adalah relawan kesehatan yang sebelumnya sudah sempat direkrut oleh Pemprov Jatim. Namun karena kebanyakan masih baru, mereka akan diikutkan pelatihan,”tukasnya.(*/Gio)
CIREBON – Harga gabah di masa panen rendeng (penghujan) 2019/2020 di tingkat petani di Kabupaten Cirebon anjlok. Hal itu menyusul berlangsungnya masa panen raya di berbagai daerah.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar, menyebutan, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani saat ini rata-rata di kisaran Rp 3.700–Rp 4.000 per kg. Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan saat awal masa panen pada akhir Maret 2020, yang masih mencapai Rp 4.400–Rp 4.600 per kg.
Penurunan harga juga terjadi pada harga gabah kering giling (GKG). Saat ini, harga GKG rata-rata di kisaran Rp 4.200–Rp 4.400 per kg. Padahal saat awal panen, harga GKG masih Rp 4.700–Rp 5.000 per kg.
‘’Harga gabah anjlok karena sekarang sedang berlangsung panen berbarengan di berbagai daerah sentra padi lainnya, seperti Indramayu dan Majalengka,’’ ujar Tasrip kepada Republika.co.id, Selasa (12/5).
Selain harganya yang turun, kata Tasrip, penjualan gabah sejak seminggu terakhir ini juga cukup sulit. Menurutnya, gabah saat ini menumpuk di pabrik penggilingan beras akibat seret-nya pendistribusian ke berbagai daerah.
Jikapun ada pembeli gabah, kata Tasrip, mereka menginginkan membeli gabah petani dengan sistem ‘tebas’ atau ijon. Dalam sistem itu, pembeli menaksir harga gabah yang masih ada di sawah dan belum dipanen. Setelah pihak pembeli dengan petani selaku pemilik tanaman mencapai kesepakatan harga, maka pembeli itu yang akan memanen gabah secara langsung dari sawah. Sedangkan petani, hanya menerima uang pembayaran yang telah disepakati dan tidak terlibat dalam panen.
‘’Berapapun hasil panennya, harganya sesuai kesepakatan di awal,’’ kata Tasrip.
Tasrip mengatakan, pembeli gabah dengan sistem tebas itu di antaranya ada yang datang dari daerah di Jawa Timur. Saat hendak memanen padi yang sudah disepakati harganya, mereka datang ke sawah petani dengan membawa mesin pemanen padi Combine.
‘’Jadi mereka tidak membutuhkan tenaga buruh panen,’’ kata Tasrip.
Tasrip menilai, meski harga yang ditawarkan oleh pihak pembelil rendah, tetapi petani terpaksa menjual gabahnya. Pasalnya, mereka terdesak kebutuhan ekonomi sehari-hari maupun kebutuhan modal untuk musim tanam gadu (kemarau) 2020.
‘’Inginnya sih bertahan (tidak menjual gabahnya). Tapi akhirnya terpaksa jual karena butuh walaupun harganya murah,’’ kata Tasrip.
Namun, kata Tasrip, bagi petani yang masih memiliki modal, mereka memiih bertahan untuk tidak menjual gabahnya. Mereka menyimpan gabah sambil menunggu harganya menjadi lebih baik.
Tasrip menyebutkan, areal tanaman padi di Kabupaten Cirebon yang sudah panen baru sekitar 45 persen dari total luas tanam 52 ribu hektare. Dia memperkirakan, masa panen raya akan terus berlangsung hingga Juni.
Sementara itu, selain di Kabupaten Cirebon, harga gabah yang anjlok juga terjadi di Kabupaten Indramayu. Selain itu, mereka juga cukup sulit mendapatkan pembeli.
Hal itu dikatakan salah seorang petani di Desa Mundakjaya, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu, Opih. Dia mengatakan, harga GKP di daerahnya hanya di kisaran Rp 3.700–Rp 3.800 per kg tergantung kualitas gabahnya. Sedangkan, GKG untuk padi jenis Kebo, dihargai Rp 4.200 per kg.
‘’Selain murah, jualnya juga susah. Kalaupun ada yang mau beli, nawarnya murah,’’ kata Opih.
Opih mengatakan, sulitnya menjual gabah itu dikarenakan tidak adanya pembeli gabah dari luar daerah, seperti Karawang. Dia memperkirakan, kondisi itu dikarenakan petani di Karawangnya juga saat ini sedang berlangsung panen.
Opih mengungkapkan, para petani saat ini sangat membutuhkan uang sehingga terpaksa menjual gabahnya walau murah. Namun, ada pula petani yang memilih menyimpan gabahnya sambil menunggu harga gabah naik.(*/As)
SURABAYA – Pimpinan DPRD Kota Surabaya, Jawa Timur, menilai pemerintah kota setempat tidak berhasil dalam memutus rantai penyebaran Covid-19 selama pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap pertama sejak 28 April hingga 11 Mei 2020. Pemkot Surabaya dinilai perlu membuat roadmap yang jelas dan terukur untuk memutus penyebaran Covid-19.
“Kami menilai pemkot tidak memiliki roadmap (peta jalan) yang terukur sehingga grafik penyebaran Covid-19 masih tinggi,” kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Laila Mufidah di Surabaya, Senin (11/5/2020).
Menurut Laila, dengan roadmap yang jelas dan terukur itu, maka penanganan Covid-19 bisa lebih baik dan efektif. Tanpa itu, menurutnya penanganan pandemi Covid-19 ini akan serampangan, bahkan bisa dianggap masyarakat sekadar pencitraan.
“Ada banyak evaluasi yang harus dilakukan Pemkot Surabaya dengan sudah berjalannya PSBB tahap pertama. Misalnya bagaimana target yang terukur dari penerapan PSBB itu,” ujarnya.
Laila menjelaskan target itu bisa mencakup jumlah pengujian sampel dan tes PCR yang telah dilakukan. Selain itu juga perlu diukur sejauh mana agresifitas pelacakan penyebaran Covid-19 yang sudah dilakukan.
“Perlu dikaji juga, seberapa ketat monitoring potensi penyebaran Covid-19 di beberapa klaster,” ucapnya.
Politikus PKB ini menganggap pengawasan klaster sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya klaster baru. Apalagi, kata dia, ada klaster di Surabaya yang diabaikan seperti halnya klaster pabrik rokok Sampoerna di kawasan Rungkut yang dinilai telat ditangani Pemkot Surabaya.
“Baru setelah ramai terungkap di publik, Pemkot Surabaya seperti kebakaran jenggot,” ujar Laila.
Tak kalah pentingnya, lanjut Laila, dari roadmap tersebut bisa disusun pula penanganan jaring pengaman sosial dari berbagai sumber baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kota.
“Yang terjadi selama ini Pemkot Surabaya justru terlambat mendistribusikan jaring pengaman sosial itu. Ini seharusnya tidak terjadi jika roadmap disusun jelas sejak awal. Dan ini memang tidak seharusnya terjadi, karena menyangkut kesejahteraan rakyat yang terdampak pandemi Covid-19,” katanya.
Menurut Laila, roadmap yang dimiliki Pemkot Surabaya semestinya mencakup seluruh kegiatan penanganan Covid-19 mulai promotif, preventif, dan kuratif. Termasuk roadmap juga harus jelas mengatur penerapan anggaran, refocusing, realokasi yang akuntabel dan transparan.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Eddy Christijanto menilai kepatuhan masyarakat selama PSBB tahap pertama itu sekitar 60 persen, sedangkan yang tidak patuh sekitar 40 persen. Untuk itu, lanjut dia, PSBB tahap kedua ini pihaknya bakal lebih tegas melakukan penegakan terhadap 12 protokol kesehatan yang telah diterbitkan melalui surat edaran.
“Ketika protokol itu diterapkan dengan disiplin, itu dipastikan proses penyebaran dari Covid-19 ini bisa dikendalikan. Karena teman-teman di lapangan itu masih menjumpai ketika orang beli di tempat-tempat umum itu masih berdekatan,” kata Eddy.(*/Gio)
PURWAKARTA – Pemkab Purwakarta, mulai mendistribusikan bantuan langsung tunai (BLT) untuk penanggulangan masalah sosial yang mendera masyarakat selama tanggap covid-19. Ada 12 ribu kepala keluarga (KK) yang terdata mendapat bantuan yang bersumber dari anggaran pemkab tersebut.
Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika menuturkan, pemerintahannya telah mengalokasikan anggaran untuk penanganan sosial ini sebesar Rp 24 miliar. Anggaran tersebut, disiapkan untuk membantu masyarakat rawan miskin selama empat bulan kedepan terhitung Mei ini.
“Hari ini, kita mulai distribusikan bantuan tersebut, setelah sebelumnya kita melakukan pemasangan stiker di rumah masing-masing penerima,” ujar Anne saat penyerahan simbolis BLT tersebut di Posko Covid-19, Gedung Bakorwil, Jalan Siliwangi, Senin (11/5/2020).
Adapun teknis pendistribusian bantuan uang tunai ini, sambung Anne, yakni dikirim ke masing-masing penerima melalui kelurahan/desa setempat. Dengan kata lain, bantuan tersebut ditransfer ke rekening desa/kelurahan untuk kemudian disalurkan ke penerima.
“Dalam dua hari ini, kami targetkan bansos tersebut sudah ditransfer ke masing-masing desa agar segera diserahkan ke masing-masing keluarga penerima,” jelas dia.
Terkait pemasangan stiker di rumah penerima, Anne memiliki alasan. Hal itu sengaja dilakukan, supaya tak terjadi tumpang tindih data penerima atau ada penerima yang dobel mendapat bantuan. Jadi, kalau warga yang telah mendapat bantuan dari pusat atau provinsi, itu tidak akan mendapat dari pemkab.
“Data penerimanya sudah ada, baik itu data penerima dari anggaran pusat, provinsi maupun kabupaten. Untuk yang dari pemkab, dua hari ini dipastikan sudah didistribusikan,” jelas dia.
Seperti diketahui, untuk penanganan masalah sosial ini di antaranya ada empat sumber. Masing-masing bansos dari Kementerian Sosial, bantuan provinsi dan Pemkab, serta BLT yang bersumber dari dana desa.
“Untuk bantuan dari Pemkab,masing-masing penerima mendapat bantuan Rp 500 ribu per bulan selama empat bulan,” tambah dia.
Dalam hal ini, pihaknya juga akan melakukan evaluasi. Jadi, jika setelah bantuan tersebut berjalan dan ditemukan ada penerima yang tidak sesuai dengan ketentuan atau tak masuk penerima, maka untuk bulan depannya akan direvisi. Kemudian, bantuannya akan dialihkan ke penerima yang lebih berhak.
Dalam pendistribusian bantuan tersebut, pihaknya pun berpesan kepada aparaturnya di tingkat bawah supaya menyalurkannya sesuai ketentuan. Jangan sampai, ada hal-hal yang mengarah ke penyelewengan amanat.
“Semua bantuan sosial, baik dari pusat, provinsi, maupun kabupaten itu diawasi oleh aparat kepolisian. Jika bantuannya tidak disalurkan sesuai ketentuan, segera laporkan,” tegas Anne.
Ihwal bentuk bantuannya, Anne memiliki alasan kenapa tidak berupa bahan kebutuhan pokok. Karena, dirinya ingin supaya roda perekonomian masyarakat bisa tetap berputar meski di situask tanggap corona seperti ini.
Anne mencontohkan, dengan uang tunai dari bantuan pemerintah ini, nanti si penerima bisa belanja di warung terdekat rumahnya. Sehingga, masih ada perputaran uang di lingkungan mereka. Berbeda, jika bantuannya berupa sembako yang manfaatnya hanya akan dirasakan oleh si penerima itu saja.
Sementara itu, di hari yang sama Kementerian Sosial juga menyalurkan bantuan serupa untuk mayarakat di wilayah ini. Untuk warga Purwakarta yang terdata mendapat bantuan dari Kemensos, tercatat ada sebanyak 35. ribu KK. Untuk hari ini baru disalurkan ke 29 ribu penerima.
“Angka penerima ini, merupakan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dan usulan dari pemerintah daerah,” ujar Kasie Penataan Lingkungan Sosial, Kementerian Sosial RI, Widiyanti Srilestari.
Untuk bantuannya sendiri, berupa uang tunai Rp 600 ribu perbulan selama tiga bulan. Dalam pendistribusiannya, pihaknya melibatkan kantor pos dan empat perbankan. (*/As)
CIREBON – Empat ruas jalan protokol di Kabupaten Cirebon ditutup selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Provinsi Jawa Barat, Sabtu (9/5/2020). Penutupan empat jalan protokol tersebutdilakukan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 karena masyarakat kurang mematuhi aturan social distancing.
Penyekatan dilakukan selama beberapa waktu tertentu, setiap ruas jalan disekat dalam beberapa jam.
Keempat ruas jalan itu adalah Jalan Tuparev mulai pukul 16.00-06.00 WIB. Jalan Fatahillah mulai kawasan Kecamatan Sumber sampai Kecamatan Weru pukul 16.00-18.00 WIB.
Selanjutnya Jalan Raden Dewi Sartika (samping Polresta Cirebon) pukul 16.00-18.00 WIB. Terakhir, kawasan Wisata Setu Patok, Kecamatan Mundu pukul 15.00-18.00 WIB.
“Penyekatan keempat ruas jalan itu berlaku mulai 9 Mei 2020 hingga batas waktu yang belum ditentukan atau selama pemberlakukan PSBB di Provinsi Jawa Barat,” kata Kasat Lantas Polresta Cirebon Kompol Elsie.(*/Dang)
TASIKMALAYA – Seorang tenaga medis di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dinyatakan positif terinfeksi virus corona, setelah menjadi relawan penanganan Covid-19 di RSPI Sulianti, Jakarta Utara. Dia diketahui positid corona usai kembali ke kampungnya di Kecamatan Salawu.
Juru Bicara Covid-19 Tasikmalaya, Heru Suharto mengatakan, pasien tersebut merupakan warga asli Tasikmalaya yang beberapa waktu sebelumnya menjadi relawan Covid-19 di RSPI Sulianti Saroso.
Sebagai relawan, dia rutin melakukan pemeriksaan Covid-19, dan hasil rapid testnya negatif. “Namun, saat hasil tes swabnya belum keluar, dia pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya,” kata Heru seperti dikutip dari laporan iNewsTV, Sabtu (9/5/2020).
Heru juga menambahkan, saat dia sampai di rumahnya di Salawu, yang bersangkutan melakukan aktivitas seperti biasa sebagai pemilik apotek, dan selama berada di apotek miliknya, pasien sempat berinterkasi dengan warga sekitarnya dan pasien juga sempat berinteraksi dengan masyarakat.
Setelah berada di rumahnya dan beberapa hari yang bersangkutan kembali dari jakarta, kemudian dia beraktivitas normal di Tasikmalaya, lalu kemudian hasil tes swab dari RSPI Sulianti Saroso keluar. Yang bersangkutan akhirnya terkonfirmasi positi covid-19.
“Infomasi tersebut kita peroleh dari Kemenkes, Dinkes Provinsi, lalu ke Dinkes Tasikmalaya. Info itu kita terima tanggal 6 Mei 2020, dan Kami langsung bawa pasien pada malam hari untuk isolasi di RS SMC,” kata dia.
Menurut dia, Tim gugus tugas covid-19 Kabupaten Tasikmalaya telah melakukan pencarian dan penelurusan warga yang pernah kontak erat dengan pasien. Dan ada delapan orang telah menjalani rapid test dan hasilnya negatif.
Heru mengimbau, agar warga yang berada di sekitar rumah pasien melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Pihaknya juga akan terus melakukan penyemprotan disinfektan di sekitar wilayah tempat tinggal pasien. Hasilnya nanti kita lihat setelah 14 hari kemudian,” kata dia.
Sementara itu Berdasarkan data yang diperoleh dari gugus tugas percepatan penanganan covid-19 di Kabupaten Tasikmalaya, mengkonfirmasi saat ini di wilayah Kabupaten Tasikmalaya ada pasien positif 2, PDP 27, Dan pasien ODP sebanyak 1.437 orang.(*/Dang)
SURABAYA – Pembagian bantuan sosial (bansos) kepada warga terdampak Covid-19 di Kota Surabaya, Jawa Timur, diketahui masih banyak yang salah sasaran, salah satunya di RW 8 Kelurahan Simolawang, Kecamatan Simokerto.
“Data penerima bansos di RW kami banyak yang belum diperbaharui. Jadi ada sejumlah warga yang meninggal masih masuk daftar penerima bansos. Begitu juga ada warga dari keluarga mampu yang masih mendapatkan bansos,” kata Ketua RW 8 Simolawang, Ramdhoni saat mengadu di gedung DPRD Surabaya, Jumat (8/5/2020).
Menurut Ramdhoni, sebelum data masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dijadikan acuan pemberian bansos keluar, pihaknya diminta mendata warga yang meninggal maupun yang pindah pada Maret 2020.
Hanya saja, lanjut dia, setelah data MBR terbaru keluar, ada sejumlah warga yang meninggal tapi masih tercatat didata MBR. Ada pula 13 warga yang mampu bahkan memiliki mobil tapi masih turut terdaftar. “Sedangkan ada 15 warga yang mestinya layak dapat, mala tidak dapat,” katanya.
Dengan demikian, Ramdhoni menilai, hasil pendataan warga MBR yang dilakukan pengurus RW setempat sepertinya hanya sekadar formalitas saja. Pasalnya, hal itu tidak dijadikan acuan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Selain itu, pihaknya menyayangkan data MBR di RW 8 dari Pemkot Surabaya terus berubah, yang semula 769 orang meningkat 10.521 orang, kemudian menjadi 10.798 orang, dan sekarang menjadi 724 orang. “Dasarnya apa data MBR, kok, tiba-tiba meningkat dan kemudian menurun,” katanya.
Ramdhoni mengaku sudah melaporkan persoalan data MBR ke kelurahan. Hanya saja, sampai saat ini, belum ada tanggapan dari kelurahan. “Malah dapat tanggapan dari LPMK dan itu pun diberi catatan-catatan,” katanya.
Mendapati hal itu, Wakil Ketua DPRD Surabaya, Reni Astuti mengatakan, kalau margin error dari data MBR itu kurang lima persen, masih bisa dikatakan wajar. Pasalnya mungkin ada warga yang ternyata sudah meninggal atau sekarang berstatus mampu. “Tapi kalau sudah di atas itu, maka banyak yang perlu dievaluasi. Ini masih dalam satu RW, sedangkan di Surabaya ada berapa RW,” katanya.
Untuk itu, kata dia, Pemkot Surabaya harus memberikan informasi yang jelas untuk warga penerima bansos yang meninggal, misalkan tetap bisa diberikan selama keluarganya tetap ada, terus yang mengambil bansos dari pihak keluarga. “Terkait syarat administrasi, petugas kelurahan yang memberikan penjelasan ke kantor pos,” kata Reni.
Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, M. Fikser sebelumnya, mengatakan, daftar penerima bansos untuk warga terdampak Covid-19 sudah bisa diperiksa melalui papan pengumuman di kantor kecamatan dan kelurahan di Kota Surabaya. “Sekarang sudah ditempel di kantor kecamatan dan kelurahan. Jadi ini bagian dari keterbukaan dalam penyaluran,” kata Fikser.(*/Gio)
KARAWANG – Pasar Baru Kabupaten Karawang tetap buka 24 jam selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jawa Barat.
“Pemkab Karawang tidak menutup Pasar Baru selama penerapan PSBB,” kata Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana di Karawang, Kamis kemarin (7/5/2020).
Ia memutuskan tetap membuka Pasar Baru Karawang selama 24 jam setelah di pasar itu diterapkan physical distancing. Penerapan physical distancing di Pasar Baru Karawang diharapkan efektif dalam menjaga jarak antar pedagang dan antarpembeli.
Menurut Bupati, terkait dengan diterapkannya Pasar Baru Karawang sebagai pasar physical distancing, ada pengalihan arus lalu lintas di Jalan Tuparev dari Barat ke Timur.
Pengalihan arus lalu lintas dilakukan karena pedagang diberikan kebebasan memanfaatkan bahu jalan Tuparev-Kertabumi.
Ketentuan pasar tradisional yang boleh buka 24 jam untuk sementara ini hanya Pasar Baru Karawang. Untuk pasar tradisional yang lain masih diatur jam operasionalnya. (*/Eln)
BOJONEGORO – Pasca-meninggal dunia dua pedagang di Pasar Bojonegoro, Jawa Timur yang dinyatakan positif virus corona, Satgas Gugus Tugas Covid-19 melakukan pelacakan kepada pedagang yang memiliki kontak erat.
Ratusan pedagang pada Kamis 7 Mei 2020 dini hari sejak pukul 04.00 WIB melakukan pemeriksaan rapid test oleh Satgas Gugus Tugas Covid-19 Bojonegoro.
Satu per satu pedagang yang akan melakukan transaksi jual beli berderet mengantre melakukan rapid test. Hasilnya, dari 269 orang pedagang yang dilakukan rapid test, 86 orang dinyatakan reaktif.
“Ya memang ada 86 orang yang reaktif, dari 269 yang di-rapid test pagi tadi,” ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Bojonegoro Masirin, saat dikonfirmasi, Kamis siang (7/5/2020).
Artinya, lanjut Masirin, terdapat 32 persen pedagang Pasar Bojonegoro Kota yang ditengarai positif teridentifikasi corona. Sebab itu, pihaknya masih merapatkan langkah selanjutnya, termasuk wacana penutupan pasar yang kembali menyeruak.
Namun, ia belum berani memberikan keterangan lebih lanjut, apakah memang dilakukan penutupan atau tetap dibiarkan beroperasi dengan pemberlakuan protokol kesehatan.
“Masih kita rapatkan ini langkah selanjutnya,” ujar Masirin.
Sementara seorang pedagang di Pasar Bojonegoro, Mochammad Ali Mas’ud mendapat kabar adanya penutupan pasar terbesar di Kecamatan Bojonegoro Kota ini.
“Info terbaru ini tadi tanggal 9 – 10 Mei ditutup lagi pasarnya, penyemprotan dua hari. Tadi barusan info dari pengeras suara dari pengelola pasar,” jelas Ali saat dihubungi.
Sebagai informasi ada dua pedagang di Pasar Bojonegoro meninggal dunia dan diketahui hasil swab test-nya positif usai dimakamkan. Dua pedagang ini berasal dari Desa Sranak, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro dan Desa Sendangrejo, Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban.
Saat ini, sendiri di Kabupaten Bojonegoro terdapat 12 orang positif corona, 10 orang masuk kategori pasien dalam pengawasan (PDP), dan 194 orang dalam pemantauan (ODP).(*/Gio)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro