SERANG – Jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten tercatatat bertambah lebih dari 134,6 ribu orang dari 641,42 ribu pada September 2019 menjadi 775,99 ribu pada Maret 2020. Sehingga presentase penduduk miskin naik hingga 5,92 persen dalam data terbaru BPS Badan Pusat Statistik (BPS) tentang profil kemiskinan di Banten.
Kepala BPS Provinsi Banten Adhi Wiriana mengatakan peningkatan angka kemiskinan ini bahkan baru hasil pendataan pada awal hingga pertengahan Maret 2020. Sementara survei angka kemiskinan pada bulan-bulan berikutnya baru akan diungkap pada rilis selanjutnya pada Agustus.
“Angka kemiskinan di Banten Maret 2020 terjadi peningkatan yang cukup banyak karena ada sekitar 134,6 ribu warga yang tadinya tidak miskin menjadi miskin pada Maret 2020. Jadi ada peningkatan sebesar 0,98 poin dibanding periode September yang sebesar 4,94 persen,” kata Adhi Wiriana, Kamis (16/7/2020).
Menurutnya, kondisi kemiskinan pada April hingga bulan berikutnya diprediksi lebih besar dibanding Maret yang merupakan awal pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). “Ini kondisi Maret 2020, bisa jadi di April, Mei, Juni yang full pelaksanaan PSBB, ada yang di PHL dan sebagainya yang bisa membuat angka kemiskinan lebih tinggi,” ujarnya.
Adhi menyebut sebelum adanya wabah Corona dirinya berharap persentase penduduk miskin di Banten akan terus menurun hingga 4,49 persen.
Namun dampak Corona cukup membuat penduduk miskin meningkat tajam hingga presentasenya melebihi tahun 2015 dengan 5,9 persen.
“Tadinya kita harapkan kemiskinan dari September 2019 itu menurun terus menerus hingga 4,49 persen, kita harapkan bisa seperti negara maju. Tapi karena adanya Covid-19 ini malah meningkat sekitar 5,92 persen lebih besar ketimbang pada 2015 lalu yang mencatat persentase 5,9,” katanya.
Bertambahnya penduduk miskin di Banten disebutnya juga terjadi baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Persentase warga miskin di kota pada September 2019 sebesar 4,00 persen naik menjadi 5,03 persen di Maret 2020, sementara penduduk miskin di desa pada September 2019 sebesar 7,31 peren dan naik menjadi 8,18 persen pada Maret 2020.
“Selama periode September 2019 sampai Maret 2020, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 101,6 ribu orang. Dari 371,28 ribu orang menjadi 472,84 ribu orang. Demikian pula di daerah pedesaan naik sebanyak 33,0 ribu orang. Dari 270,13 ribu orang pada September 2019 menjadi 303,14 ribu orang pada Maret 2020,” jelasnya.
Sementara Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy menyebut bertambahnya penduduk miskin terjadi karena dampak wabah Covid-19. Pertambahan ini disebutnya terjadi juga terjadi berbagai daerah karena penyebab yang sama.
“Ini dampak dari kondisi ekonomi dalam konteks covid-19 yang menurut kami tidak hanya terjadi di Banten tapi bahkan di daerah lain. Kami sedang berusaha bagaimana yang paling utama adalah terkait keselamatan masyarakat dulu, gimana penyebaran ini supaya tidak menyebar luas,” kata Andika.
Pemprov Banten dikatkannya juga sedang berupaya untuk memperkuat ekonomi masyarakat Banten saat masa new normal ini. “Kita sedang koordinasi dengan pemerintah pusat untuk bagaimana daerah Provinsi Banten dapat memberikan kontribusi penguatan ekonomi bagi masyarakat terdampak,” ungkapnya.(*/Dul)
SERANG – Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) kembali memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk wilayah Tangerang Raya. Perpanjangan PSBB itu dilakukan dengan harapan Banten menjadi zona hijau dalam penyebaran Covid-19.
Wahidin Halim mengatakan pernah dikritik di berbagai forum dan media sosial, seakan-akan Provinsi Banten tidak berbuat apa-apa dalam menghadapi Covid-19.
Faktanya kini Provinsi Banten sudah masuk zona kuning dan berada di posisi 12 nasional.
“Saya jarang tampil dan bicara di televisi, yang penting saya bekerja dan yakin mengurangi kasus Covid-19. Faktanya, bagaimana seluruh lini baik Polda, Korem, Bupati dan walikota serta para alim ulama yang bekerja keras mencapai ini semua. Karena kita tahu apa yang harus kita lakukan,” kata Wahidin Halim dalam telekonferensi Evaluasi Pembatasan Sosial Berskala Besar Wilayah Tangerang Raya yang diikuti oleh Wakil Gubernur Andika Hazrumy, Sekda Al Muktabar, Forkopimda Provinsi Banten, Forkopimda Tangerang Raya, serta para kepala OPD Provinsi Banten dan Tangerang Raya, di Serang, Minggu (12/7).
Dari evaluasi itu, disepakati bahwa PSBB di wilayah Tangerang Raya yakni Kabupaten dan Kota Tangerang serta Kota Tangerang Selatan diperpanjang. Namun, dengan kelonggaran untuk sejumlah kegiatan tertentu yang berisiko rendah terhadap penularan dan penyebaran Covid-19.
Sementara untuk kegiatan yang berisiko sedang, agak tinggi, dan tinggi tetap akan dibatasi.
Menurut Wahidin, sejak awal dirinya tidak sepakat dengan istilah normal baru tetapi yang terpenting adalah harus membiasakan diri di dalam suatu kehidupan baru. Karena ada perubahan nilai-nilai budaya dan harus melalui internalisasi dan institusionalisasi dan menjadi suatu kebiasaan baru di masyarakat.
“Kita membutuhkan waktu sampai terjadi internalisasi diri. Kalau sudah menyatu, dan sudah jadi kebiasaan, Insya Allah tanpa sosialisasi lagi kita akan sudah terbiasa dan merasakan pentingnya dan manfaat suatu kehidupan baru,” katanya.
Ia mengatakan berbagai indikator akan diuji lagi dan harus mendapatkan jaminan. Panduan pendekatan dengan format atau model yang bisa menurunkan zona kuning menjadi hijau perlu pertimbangan dari semua pihak.
Agar bisa menembus dan semangat dari merah, menjadi kuning dan terakhir bisa menjadi zona hijau.
“Sehingga kita benar-benar tahu langkah-langkah apa yang harus kita lakukan agar kita mendapatkan standar yang jelas untuk hal ini,” kata Wahidin.
Terkait ritual keagamaan, Gubernur Banten berpesan jangan sampai terganggu karena ketatnya peraturan. Hal yang sudah terbiasa menjadi tradisi seperti Pelaksanaan penyembelihan hewan kurban jangan di RPH tapi tetap perlu diberikan kelonggaran untuk dilaksanakan di masjid-masjid dengan protokol kesehatan yang ketat.
Ia mengatakan, kalau PSBB sebelumnya relatif serba tidak boleh, pada PSBB selanjutnya secara teknis ada yang bisa dilonggarkan. Ada kegiatan yang bisa dibolehkan, namun dengan tingkat risiko yang rendah.
“Kalau PSBB ini tidak kita lanjutkan saya khawatir. Karena ada tugas kita yang harus kita optimalkan. Jangan sampai kalau kita cabut PSBB akan terjadi euforia, masyarakat kembali seperti semula dan lupa,”tukasnya.(*/Dul)
LEBAK – Salah satu suku yang masih mempertahankan adat istiadat dan juga lingkungannya suku Baduy terletak di Banten .
Masyarakat Suku Baduy di Desa Kanekes, Lebak, Banten meminta istilah wisata Baduy yang melekat pada wilayahnya selama ini untuk diubah.
Mereka meminta istilah tersebut diubah menjadi Saba Budaya Baduy yang berarti silaturahim budaya Suku Baduy.
Kepala Desa Kanekes Jaro Saija menjelaskan istilah wisata sudah lama tidak disukai oleh masyarakat Baduy. Hal ini karena jika kunjungan ke wilayahnya disebut itu, maka akan ada yang dirubah di lingkungan Suku Baduy.
“Saba Baduy itu berkunjung, silaturahmi ke Baduy itu bahasa Sunda bahasa kerennya Baduy. Kalau disebut wisata tidak mau orang Baduy, karena kalau wisata harus dikembangkan supaya menarik masuk wisata sedangkan kalau kami, kalau suka datang, kalau tidak suka tidak apa-apa,” jelas Saija, Sabtu (11/7/2020).
Menurutnya, ketidak sukaan pada istilah wisata Baduy telah ada sejak masa pendahulunya. “Kolot (orang tua) kami tidak mau dan minta agar Baduy tidak disebut sebagai daerah wisata,” ungkapnya.
Saija juga menjelaskan Suku Baduy tidak akan menutup diri dari kunjungan orang luar seperti yang diisukan. Hal ini karena memutus tali silaturahim dengan menutup kegiatan kunjungan orang luar bukanlah kebiasaan Suku Baduy.
“Kalau ditutup lebih ripuh (repot), satu masalah ekonomi, kedua persahabatan bisa putus. Kalau Saba (silaturahim) ditutup berarti menutup silaturahmi, bisa pecah belah dan jadi bumerang,” jelasnya.
Sebelumnya isu penutupan wisata Baduy secara permanen cukup menyita perhatian setelah ada pihak yang mengaku sebagai perwakilan adat Baduy mengirimkan surat permohonan penutupan langsung ke Presiden Jokowi.(*/Dul)
LEBAK – Warga korban bencana alam saat ini msih menepati hunian sementara yang tidak nyaman sebab itu keluhan untuk di relokasi ke hunian tetap .
Sejumlah masyarakat korban bencana alam banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak, Banten meminta direlokasi ke tempat yang layak huni dan sehat.
“Kita sudah tinggal lima bulan di sini, tidak nyaman,” kata Iyan, Kepala Dusun di Pengungsian Hunian Sementara (Huntara) I Cigobang Kecamatan Lebak Gedong Kabupaten Lebak, Kamis (9/7/2020).
Masyarakat yang tinggal di sini sudah tidak nyaman, karena menempati gubuk-gubuk huntara yang dibangun dengan plastik terpal dan hamparan bambu.
Apabila, hujan dipastikan kebocoran dan jika terik matahari tentu kepanasan.
Dalam kondisi seperti itu, masyarakat yang tinggal di Blok Huntara I ada sekitar 36 Kepala Keluarga (KK). Pembangunan huntara yang dibangun masyarakat dan relawan tentu tidak nyaman dan berpotensi menimbulkan berbagai penyakit, terlebih kondisi air keruh dan berwarna.
“Kami berharap pemerintah segera merealisasikan pembangunan hunian tetap atau huntap,” katanya menjelaskan.
Sudin (35) warga pengungsian Cigobang Kecamatan Lebak Gedong Kabupaten Lebak mengaku bahwa dirinya menempati gubuk huntara sekitar lima meter persegi dan jika hujan kebocoran. Bangunan huntara itu, kata dia, terpaksa tidur bersamaan dengan istri serta tiga anaknya karena ruangnya cukup sempit. “Kami minta pemerintah bisa merelokasikan ke tempat yang lebih laik, aman, nyaman,”ujarnya.
Sementara itu, Camat Lebak Gedong Wahyudin mengatakan saat ini warga korban bencana banjir bandang dan longsor sebanyak 186 KK dan mereka tersebar di Blok Huntara I sampai IV. Mereka menempati gubuk-gubuk huntara itu dan sudah berlangsung lima bulan terakhir hingga kini belum direlokasi ke tempat yang lebih aman dan nyaman.
“Kami sudah menyampaikan laporan warga korban bencana alam yang ingin direlokasi ke tempat yang layak huni itu ke Bupati Lebak, namun belum ada realisasinya,”tukasnya.(*/Dul)
SERANG – Salah satu impian dari Pemkab Serang adanya investasi dari luar yang bermanfaat untuk masyarakat di Banten ksususnya Serang .
Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah meresmikan Wisata Agro Bukit Waruwangi yang terletak di Desa Cibojong, Kecamatan Padarincang serta Desa Bantarwaru dan Bantarwangi, Kecamatan Cinangka, Selasa (7/7).
Tatu menyatakan, objek wisata bernuansa alam tersebut merupakan mimpi dirinya yang terwujud nyata di Kabupaten Serang.
“Objek wisata agro ini, mimpi saya, mimpi Pemerintah Kabupaten Serang. Alhamdulillah terwujud oleh investasi yang luar biasa bermanfaat untuk masyarakat,” kata Tatu di sela-sela peresmian.
Menurutnya, Pemkab Serang belum bisa membangun wisata agro berskala besar karena keterbatasan anggaran. Seperti program infrastruktur jalan, menghabiskan anggaran hingga Rp 300 miliar per tahun.
“Ruas jalan menuju Bukit Waruwangi ini,Iinsya Allah sepanjang 10 kilometer akan dibangun multiyear, tahun ini dan tahun depan selesai dibangun,” ujarnya.
Wisata Agro Bukit Waruwangi dibangun investor, mantan Menteri Perumahan Rakyat yang juga mantan Menteri Transmigrasi Siswono Yudi Husodo. Ia menyiapkan kawasan wisata seluas 100 hektare.
Memiliki nuansa alam perbuktian, fasilitas kolam renang, fasilitas nongkrong anak muda, penginapan, hingga penangkaran rusa, sapi, dan kerbau. Investasi yang dikucurkan hingga Rp 90 miliar.
“Kami ucapkan terima kasih kepada Pak Siswono, tokoh nasional kita yang peduli terhadap masyarakat Kabupaten Serang. Kami harapkan, masyarakat lebih kreatif memanfaatkan kesempatan ini, dengan menjaga yang sudah ada,” ujarnya.
CEO Wisata Agro Bukit Waruwangi, Siswono Yudo Husodo mengatakan, sebelum menjadi objek wisata, Bukit Waruwangi pada tahun 2015 berupa peternakan sapi dan kerbau. Namun ia terkejut melihat lokasi keseluruhan yang ternyata memiliki keindahan alam.
“Mudah-mudahan bisa melengkapi program pembangunan destinastasi wisata (di Kabupaten Serang) yang punya laut, pulau dan pegunungan,” ujarnya.
Saat berbincang, ia mengaku mendapat usulan dari Bupati Serang untuk turut membangun hotel, meeting room, dan fasilitas lainnya. “Alhamdulillah, Bukit Waruwangi ini sudah populer sekali, di sore hari wisatawan menikmati matahari terbenam. Kita juga menyambut masukan Ibu Bupati Serang untuk membangun meeting room, dan hotel,” ungkapnya.(*/Dul)
LEBAK – Suku Baduy terusik dengan alam yang mulai terganggu .Banyaknya warung liar di sekitar permukiman Baduy dan sampah yang dibawa wisatawan disebut sebagai alasan Suku Baduy meminta kegiatan wisata dihentikan permanen.
Dua hal tersebut dikatakan telah mengganggu keasrian lingkungan tempat tinggal suku yang menjaga kuat kelestarian alam ini.
Hal ini diungkapkan Bupati Lebak, Banten, Iti Octavia Jayabaya. Iti mengatakan, Pemkab Lebak akan melakukan komunikasi terlebih dahulu.
“Kalau menurut saya ini (permintaan menutup wisata-Red) masih bisa dikomunikasikan dengan mereka. Alasannya kan karena banyak pengunjung tidak taat dan membangun warung-warung di sana dan membuang sampah sembarangan,” jelas Iti di Puspemkab Lebak, Rangkasbitung, Banten, Selasa (7/7/2020).
Iti menyebut beberapa solusi untuk keluhan mereka seperti memperjelas maklumat bagi pengunjung untuk menjaga keasrian tanah adat Baduy.
“Mungkin nanti perlu diperketat. Ketika pengunjung datang harus bawa kantong sampah atau plastik, karena pencemaran di sana juga sudah cukup tinggi,” kata Iti.
Iti juga mengaku baru mengetahui permintaan untuk menutup wisata Baduy dari media sosial. Sementara para ketua adat belum ada yang memberi tahu hal ini. “Kami baru mendengar keluhan dari berita di medsos, biasanya disampaikan langsung ke saya,” ungkap Iti.
Kendati mengharap wisata tetap dibuka, Iti menyebut akan mengikuti apapun kebijakan pemangku adat Baduy. Namun ia menyebut akan berusaha berkomunikasi terlebih dahulu dengan Puun (ketua adat tertinggi Baduy).
“Kalau kebijakan kami mengikuti apa yang disampaikan oleh Puun, tapi semua bisa dikomunikasikan maka saat ini kita belum bisa mengambil kebijakan,” tukasnya.(*/Dul)
SERANG – Daerah industri baru di daerah Serang saat ini memungkinkan dan juga tidak akan menggerus lahan pertanian sebab RTRW sudah dalam kajian Pemkot Serang .
Pemerintah Kota (Pemkot) Serang berencana akan mengubah wilayah pesisir di wilayahnya menjadi kawasan industri. Teknisnya nanti masih dibahas dengan legislatif.
Hal ini dipastikan dengan diusulkannya Raperda perubahan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kepada DPRD Kota Serang.
Wali Kota Serang Syafrudin menyebut pihaknya telah merencanakan dua wilayah, yakni Kecamatan Kasemen yang merupakan kawasan pesisir dan Kecamatan Walantaka untuk menjadi zona industri.
Ia menuturkan lahan di Kasemen yang telah siap ada sekitar 450 hektare dan 1.000 hektare di Walantaka.
“Terkait wilayah industri, dengan RTRW ini sebenarnya sudah satu kali pembahasan dan pemkot mengusulkan di dua kecamatan, Kasemen di Sawah Luhur yang berbatasan dengan laut. Kedua di perbatasan antara kota dan Kabupaten Serang yaitu di Walantaka karena di situ sudah ada industri yang akan kita perluas,” jelas Syafrudin, Jumat (3/7/2020).
Menurutnya, perubahan RTRW tidak akan menggerus lahan pertanian di wilayahnya. Hanya saja, perda ini memang akan menggerus lahan tambak di pesisir karena dinilai sudah tidak produktif.
“Pertanian tidak diganggu, hanya pertanian tambak mungkin ada perubahan karena memang sudah tidak produktif di sana,” katanya.
Syafrudin menuturkan, perubahan tata tuang ini juga akan memperbanyak lahan untuk perumahan dan perkantoran. Ia juga mengklaim perubahan tata ruang ini sudah dikoordinasikan dan disetujui oleh Kementrian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
“Pertanian di daerah Kasemen itu masih ada untuk pertanian sebab pertanian di Kota Serang diperlukan dan masih sekitar 3,5 ribu hektare di Kasemen. Yang jelas kami mengapresiasi bahwa ini atas persetujuan substansi dari Kementrian Agraria dan Tata Ruang ini sudah turun 18 Juni 2020,” jelasnya.
Perubahan RTRW juga akan berpengaruh kepada lahan peternakan karena dengan perubahan tata ruang saat ini tidak diperbolehkan. Meski begitu, para pelaku usaha ternak masih bisa melakukan aktivitasnya selama beberapa tahun sebagai persiapan untuk pindah lokasi.(*/Dul)
LEBAK – Dana tersebut untuk kesehatan warga dan bisa berdampak kesejahteraan di masyarakat . Sedikitnya 800 warga Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten menerima bantuan dana kesejahteraan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial.
“Kami optimistis PKH itu dapat memutus mata rantai kemiskinan,” kata Tetua Badui yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Jaro Saija di Lebak, Selasa.
Penyaluran PKH berjalan lancar dan masyarakat menerima dana tersebut untuk kesejahteraan keluarga. Selama ini, masyarakat Badui mendukung PKH dan tidak bertentangan dengan adat setempat.
Karena itu, pihaknya tidak mempermasalahkan bantuan PKH sepanjang memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat.
PKH yang diterima warga Badui digunakan untuk mencegah angka kematian ibu dan bayi serta kesehatan masyarakat. “Semua ibu hamil yang masuk PKH menerima pelayanan kesehatan dari petugas Puskesmas,” katanya.
Jaro mengakui penyaluran dana PKH tersebut berbeda dengan masyarakat luar, karena warga Badui tidak menerima pendidikan.
Ia mengemukakan dana PKH masyarakat Badui dipergunakan untuk kesehatan ibu hamil guna mewujudkan kesehatan keluarga. “Dana PKH ini tidak untuk pendidikan, tetapi untuk kesehatan keluarga,” katanya.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lebak Eka Permana mengatakan masyarakat Badui menerima dana PKH, namun mereka tidak untuk pendidikan karena mereka menolak pendidikan.
Dana PKH itu diberikan untuk kesehatan ibu hamil dan anak, sehingga dapat mencegah angka kematian ibu dan bayi. Sebab, kasus angka kematian ibu dan bayi di Lebak masih tinggi.
Penyaluran dana PKH itu untuk ibu hamil dan ibu yang memiliki balita mendapat dana Rp1,2 juta/tahun, sedangkan untuk anak usia 0-6 tahun Rp250.000, siswa SD Rp75.000, SMP Rp125.000, SMA Rp166.000/bulan.
Penyandang disabilitas berat dan lansia 70 tahun ke atas Rp200.000/bulan. “Kami menyalurkan dana PKH itu per triwulan,” tukasnya.(*/Dul)
LEBAK – Tim SAR gabungan mengevakuasi jenazah mahasiswa Politeknik Akademi Kimia Analis (AKA) Bogor bernama Muhammad Aulian (21).
Korban tenggelam di Pulau Manuk Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak dan jasadnya ditemukan nelayan setempat.
“Evakuasi berjalan lancar tanpa hambatan,” kata Humas Basarnas Banten Sito Warsito saat dihubungi,Minggu(28/6/2020).
Saat ini, jenazah mahasiswa tersebut dibawa ke Puskesmas Bayah untuk dilakukan autopsi sambil menunggu kedatangan keluarganya.
Jenazah Muhammad Aulian ditemukan nelayan setempat pada Ahad pukul 07.30 WIB dengan kondisi mengambang dengan radius sekitar 3,5 kilometer dari tempat kejadian perkara (TKP).
Nelayan melaporkan ke Tim SAR gabungan hingga dilakukan evakuasi dengan menggunakan perahu karet.
“Kami bersama tim gabungan lainnya sepanjang Jumat (26/6) sudah melakukan penyisiran di sekitar pesisir pantai Pulau Manuk, namun tidak ditemukan,” ungkapnya.
Ia mengatakan, kecelakaan laut yang menimpa Muhammad Aulian itu saat foto selfi bersama tiga rekannya secara tiba-tiba dihantam gelombang tinggi sehingga hanyut di bawa arus.
Mereka mengunjungi kawasan wisata Pulau Manuk dengan tiga rekannya yang kini dalam kondisi selamat.
Insiden yang melibatkan Mahasiswa dari Bogor itu sangat disayangkan karena kawasan wisata Pulau Manuk ditutup menyusul pandemi Covid-19.
Namun mereka nekat masuk lewat pintu belekang.”Kami minta pengunjung pantai selatan agar waspada terhadap gelombang karena ombaknya cukup besar dan bisa menimbulkan kecelakaan laut,” tukasnya.(*/Dul)
PANDEGLANG – Arus laut dengan gelombang yang tinggi membuat tujuh dari nelayang hilang namun pencarian dari pihak Banarnas terus dilakukan .
Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Banten memperkirakan tujuh nelayan Teluk Labuan Pandeglang, Banten, yang hilang di Selat Sunda terbawa arus ke pesisir Sumatra bagian barat. Hingga enam hari terakhir belum ditemukan.
“Berdasarkan arus gelombang saat terjadi kecelakaan KM Puspita Jaya yang ditumpangi 16 nelayan itu, arus gelombang mengarah ke pesisir Sumatera bagian barat,” kata Kasubsi Operasional Basarnas Banten Herudi Pandeglang, Rabu (24/6).
Tim evakuasi Basarnas Banten sudah kembali melakukan penyisiran sekitar perairan Selat Sunda meliputi Pulau Panaitan, Pulau Rakata, Pulau Belimbing, Pulau Awan-awan dan Ujung Kulon. Tim evakuasi gabungan yang melibatkan Basarnas Banten, Jakarta, Lampung, TNI AL, KSOP Banten dan Polairud Banten bekerja keras untuk menemukan tujuh nelayan Teluk Labuan Pandeglang yang hingga kini belum ditemukan.
Pencarian ketujuh nelayan tersebut difokuskan di sekitar perairan Selat Sunda berdasarkan laporan nelayan yang selamat. Namun, diprakirakan ketujuh nelayan tersebut terbawa arus gelombang ke pesisir Sumatra bagian barat.
Cuaca saat kecelakaan KM Puspita Jaya itu terjadi arus gelombang cukup besar mengarah ke pesisir Sumatra bagian barat. “Kami berharap tim evakuasi bisa mengoptimalkan di sekitar pesisir Sumatera bagian barat,” katanya.
Menurut dia, pencarian nelayan Teluk Labuan Pandeglang yang hilang, selain melibatkan perahu RIB 02 juga melibatkan Kapal Wisnu dari Basarnas Jakarta.
Keberadaan kapal tersebut mampu menghadapi gelombang tinggi hingga enam sampai tujuh meter.
Karena itu, Basarnas Banten optimistis hari keenam pencarian tujuh nelayan bisa ditemukan dalam kondisi selamat. “Kami berharap cuaca perairan Selat Sunda dan Sumatera bagian barat normal sehingga pencarian nelayan maksimal,” ujarnya.
Ketujuh nelayan yang hilang itu adalahJamal (25), Sancan (35), Rasmin (30), Kasirah (60), Suri (50), Boler (30) dan Joni (30). Semua nelayan itu warga Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.
Sementara itu, Sanna (55), istri Kasirah yang menjadi korban kecelakaan laut di Perairan Selat Sunda mengatakan saat ini keluarga kebingungan setelah suaminya itu tak kunjung ditemukan padahal sudah enam hari pencarian berlangsung. Meski demikian, dia tetap optimistis para nelayan itu bisa menyelamatkan diri. Ia berharap suaminya bisa berenang dan berlindung di Pulau Panaitan atau Ujung Kulon.(*/Dul)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro