JAKARTA – Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) resmi mencopot Mulfachri Harahap dari kursi pimpinan komisi III DPR. Mulfachri digantikan oleh anggota fraksi PAN lainnya yang juga duduk di Komisi III, Pangeran Khairul Saleh.
Baca Juga
4.000 Rumah di Cipinang Besar Selatan Didisinfeksi ACT Tambah Wastafel Portabel, Kali Ini di Pasar Kotegede Ratusan Ribu Calon Jamaah Haji Reguler Lunasi Bipih
Pergantian tersebut tertuang dalam surat Fraksi PAN dengan nomor 01.027/K-S/FPAN/DPRRI/III/2020 . Dalam surat tersebut tertulis bahwa keputusan tersebut berlaku sejak tanggal 30 Maret 2020 lalu.
Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Fraksi PAN Hanafi Rais dan Sekretaris Fraksi Ahmad Yohan. Saat dikonfirmasi Ahmad membenarkan hal tersebut.
Ahmad menyebut pergantian tersebut dalam rangka penyegaran di fraksi PAN. “(Pergantian) itu hal biasa di fraksi,” kata Ahmad kepada wartawan, Minggu (5/4).
Sementara itu, anggota Fraksi PAN Pangeran Khairul Saleh ikut mengomentari penunjukan fraksi terhadap dirinya sebagai wakil ketua komisi III DPR menggantikan Mulfachri. “Saya sebagai kader siap menjalankan amanah,” ujar Khairul.
Selain itu, ia juga mengkonfirmasi adanya surat bernomor 285-DW/KOM.III/MP.III/IV/2020, terkait pengesahan dirinya oleh Komisi III DPR yang dijadwalkan besok, Senin (6/4). Ia juga mengaku sudah menerima undangan tersebut.
“Besok itu rapat internal sekaligus pengesahan wakil pimpinan,” ujarnya.
Rapat internal rencananya digelar di ruang komisi III DPR dan digelar juga secara virtual sekitar pukul 11.00 WIB. Untuk diketahui Mulfachri merupakan penantang Zulkfili Hasan dalam perebutan kursi ketua umum di kongres PAN beberapa waktu lalu.(*/Ad)
JAKARTA – Netizen mulai bersuara terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Ternyata Permenkes tersebut tak jauh bedanya dengan apa yang sudah dilakukan kepala daerah maupun masyarakat di berbagai daerah. Bahkan, ada netizen berpendapat Permenkes tidak taktis atau cenderung berbelit-belit.
Seperti dikemukakan @gallangperdhana, Pasal 13 isinya tentang pelaksanaan PSBB secara spesifik.
Apa bedanya sama kegiatan yg selama ini udah dilakukan masyarakat? Sama kayak kita tiap hari napas menghirup oksigen, tiba2 kemenkes bikin permenkes yg menyatakan kalo lu orang ga pengen mati maka hrs napas pake oksigen.
Ada juga dari @edi_eding_edoy yang mengatakan, Bikin permenkes 2 hari setelah presiden ngumumin PSBB abis itu daerah ngajuin PSBB ke menkes d acc 2 hari juga,, selama 4 hari korban makin bertambah malih.(*/Di)
JAKARTA – Direktur Suropati Syndicate Muh Shujahri menilai masih banyak kesimpangsiuran informasi bahkan di level pejabat negara di tengah pandemi virus corona Covid-19. Karena itu, ia meminta pemerintah untuk lebih menjaga ucapan berkenaan pengentasan wabah ini di Indonesia.
“Pejabat negara masih saling bantah dan masih banyak komentar subjektif yang justru tidak menenangkan situasi,” kata melaui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (4/4/2020).
Shujahri mengatakan, masyarakat saat ini lebih mudah membaca berita akibat kebijakan kerja dari rumah (KDR). Namun, hal tersebut juga membuat mereka rentan terprovokasi oleh wacana di media sosial.
Karena itu, dia mengimbau agar pola komunikasi para pejabat negara ke publik sebaiknya dibatasi dan diatur dengan baik. Dia menyarankan agar jangan terlalu banyak pejabat bicara hal yang tidak relevan di depan pers dan media sosial masing-masing.
“Sebaiknya pejabat yang bicara di publik itu orang yang telah ditunjuk pak Jokowi untuk mengatasi hal ini saja, tidak usah yang lain ikutan berkomentar,” katanya.
Menurutnya, pejabat negara tidak perlu berkomentar berlebihan jika mereka meminta masyarakat untuk patuh pada kebijakan pemerintah. Lanjutnya, mereka cukup dengan memberikan informasi yang rakyat butuhkan saja.
Dia meminta agar para pejabat itu fokus merumuskan langkah antisipasi efek dari corona di bidangnya masing-masing. Dia mengimbau agar publik tidak perlu menanggapi atau memperhatikan para pejabat yang kerap melontarkan penyataan kontroversial.
“Ini bukan waktunya cari panggung,” kata Shujahri lagi.
Saat yang bersamaan, dia menilai, penyebaran virus Corona terus meningkat saat ini. Ribuan masyarakat Indonesia diketahui telah terpapar virus tersebut.
Dia berpendapat bahwa hal itu bukan berarti pemerintah tidak kompeten atau serius dalam menanganni virus. Menurutnya, diperlukan keselarasan kerja pemerintah dengan tindakan rakyat dalam melawan penularan virus ini.
“Semua orang bisa terkena virus ini termasuk semua pejabat negara dan secara logika semua orang pasti memikirkan bagaimana caranya terhindar dari virus ini,”tandasnya.(*/Ad)
JAKARTA – Anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Korps Bhayangkara dilarang pulang ke kampung halaman atau mudik saat hari raya Idul Fitri 2020. Hal itu lantaran adanya pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia.
Larangan itu tertuang dalam surat telegram Nomor: ST/1083/IV/KEP./2020, tanggal 3 April 2020 tentang ketentuan untuk tidak melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau mudik Lebaran bagi personel Polri dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Polri beserta keluarga dalam rangka pencegahan Covid-19 di wilayah NKRI.
“Surat telegram tentang tidak mudik lebaran bagi personel Polri dan pegawai negeri pada Polri beserta keluarga,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono kepada Okezone di Jakarta, Sabtu (4/4/2020).
Menurut Argo, ada 4 ketentuan yang dituangkan dalam surat telegram tersebut. Di mana surat telegram ini harus dipatuhi karena berlaku bagi semua anggota Polri juga PNS Polri.
Pertama tidak bepergian keluar daerah dan atau mudik dalam rangka hari raya ldul Fitri 1441 H ataupun kegiatan mudik lainnya. Kedua, menjaga jarak aman ketika melakukan komunikasi antar individu (social/physical distancing).
Sedangkan yang ketiga adalah membantu meringankan beban masyarakat yang lebih membutuhkan di sekitar tempat tinggalnya. Terakhir, menerapkan perilaku hidup bersih.
“Itu TR Kapolri yang dikeluarkan pada hari ini untuk tidak bepergian luar daerah atau mudik bagi anggota Polri dan PNS Polri,” tandasnya.(*/Ad)
JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah segera menerbitkan aturan larangan bagi masyarakat yang ingin mudik saat menyambut hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah mendatang. Hal itu dikarenakan kini beberapa daerah di Tanah Air sedang mengalami wabah virus corona (Covid-19).
“Jadi, dengan demikian kalau pemerintah melarang warganya untuk pulang mudik di saat ada pendemi wabah corona ya boleh saja bahkan hukumnya adalah wajib,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI, Anwar Abbas dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Jumat (3/4/2020).
Menurut dia, bila pemerintah tidak tegas, maka dikhawatirkan pandemi itu terus menyebar ke beberapa daerah yang saat ini status belum tanggap darurat bencana Covid-19.
“Karena kalau itu tidak dilarang maka bencana dan malapetaka yang lebih besar tentu bisa terjadi,” ujarnya.
Ia menilai, bila pemerintah nantinya menerbitkan aturan larangan mudik, maka itu itu sudah sesuai dengan firman Allah SWT dan sejalan dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.
“Yang artinya janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan. Dan juga sangat sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW yang melarang orang untuk masuk ke daerah yang sedang dilanda wabah dan atau keluar dari daerah tersebut,” katanya.
Apabila pemerintah bersikukuh tak mengeluarkan aturan larangan mudik lebaran, ia menilai itu seperti melanggar ketentuan agama serta protokol medis yang ada.
“Jelas akan sangat berbahaya, karena akan bisa mengganggu dan mengancam kesehatan serta jiwa dari yang bersangkutan dan juga diri orang lain,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa ini merupakan pendapat pribadi dirinya yang mengacu kepada Alquran dan assunnah serta fatwa-fatwa MUI yang ada. “Ini bukan fatwa,” tegas Anwar.(*/Ag)
YOGYAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengaku prihatin dengan adanya sebagian masyarakat yang menolak pemakaman jenazah pasien korban virus corona (Covid-19).
Terlebih jika sampai ada permintaan untuk makam dibongkar. Semestinya kata dia, masyarakat bisa menghormati jenazah dan menguburkan secara lebih layak.
“Sangat disayangkan ada penolakan jenazah untuk dimakamkan,” terang Haedar Nashir dalam keterangan persnya, Kamis (2/4/2020).
Haedar menjelaskan, pasien yang meninggal akibat Covid-19 adalah saudara sesama anak bangsa. Sudah semestinya diperlakukan dengan penghormatan yang baik.
Sesuai Tarjih Muhammadiyah, pasien Covid-19 yang meninggal dunia yang sebelumnya telah berikhtiar dengan penuh keimanan untuk mencegah dan atau mengobatinya, maka mendapat pahala seperti pahala orang mati syahid.
“Kalau sudah ada ikhtiar dengan penuh keimanan, maka akan mendapatkan pahala seperti orang mati syahid,” jelasnya.
Haedar mengingatkan masyarakat agar bisa menerima penguburan pasien korban corona yang dilakukan dengan protokol yang ada. Jangan sampai ada upaya untuk membongkar makam dengan alasan untuk dipindahkan.
Masyarakat, kata dia, juga harus bisa menyikapi dengan baik terhadap pasien yang terkena positif Covid-19. Jika dikarantina di satu lokasi atau menempuh karantina sendiri di kediamannya Haedar mengimbau agar tidak ditolak. Aparat lanjutnya, juga harus bijaksana dan ikut memberi edukasi dan pehamaman kepada warga. Jangan justru malah ikut-ikutan menolak.“Semua harus berkorban dan menunjukkan keluhuran sikap kemanusiaan dan kebersamaan,” terangnya.
Untuk itulah, dia melihat peran tokoh dan pemuka agama setempat sangat penting. Mereka harus mampu memberikan pemahaman yang benar, karena masyarakat memiliki jiwa sosial, gotong royong, dan religius terhadap sesama. Sehingga ketika ada korban Covid-19 yang meninggal dan keluarganya semestinya harus diberi empati dan tentunya bantuan.“Sikap berlebihan justru tidak menunjukkan keluhuran budi dan solidaritas sosial yang selama ini jadi kebanggaan bangsa Indonesia,” katanya menandaskan.(*/D Tom)
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menggelar rVirus coronaapat terbatas dengan para menterinya membahas kelanjutan antisipasi mudik Lebaran 2020 di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Saat membuka rapat terbatas secara video konferensi di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020), Jokowi mengingatkan lagi menteri, kepala daerah hingga pemimpin desa agar satu visi dan strategi dengan pemerintah pusat dalam menyelesaika masalah corona.
Pemerintah pusat sudah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menangani corona.
“Pertama saya ingin mengingatkan kita telah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dan PSBB sebagai rujukan bersama,” kata Jokowi.
“Perlu saya tegaskan lagi mulai dari Presiden, menteri, gubernur, wali kota, bupati sampai kepala desa, lurah, harus satu visi yang sama dan satu strategi yang sama, satu cara yang sama dalam menyelesaikan persoalan yang kita hadapi sekarang ini.”Virus corona.
Menurutnya rujukan dan prosedurnya sudah jelas karena telah ada Peraturan Pemerintah PSBB.
“Nanti Menkes segala mengatur lebih rinci dalam peraturan menteri apa kriteria daerah yang bisa diterapkan PSBB, apa yang bisa dilakukan oleh daerah, saya minta dalam waktu maksimal 2 hari peraturan menteri itu sudah selesai,” kata Presiden.(*/Ad)
JAKARTA – Pemerintah Arab Saudi meminta umat Islam menunggu kabar terbaru sebelum menyusun rencana keberangkatan haji tahun ini. Menteri Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi Mohammed Saleh Benten mengatakan, pihaknya sangat siap melayani jamaah haji maupun umrah.
”Namun, dengan kondisi saat ini, kerajaan memilih untuk memprioritaskan perlindungan kesehatan umat Islam dan warga kami. Jadi, kami meminta muslim seluruh dunia untuk menunggu sebelum membuat kontrak sampai situasinya jelas,” katanya kepada stasiun TV Al-Ekhbariya kemarin (1/4/2020).
Awal bulan lalu, Saudi sudah membuat keputusan besar dengan menutup pintu jamaah yang hendak umrah. Tindakan itu memunculkan kondisi ketidakpastian soal haji. Selain umrah, pemerintah Saudi menutup akses penerbangan internasional. Mulai pekan lalu, mereka juga menutup pintu masuk menuju sejumlah kota, termasuk Makkah dan Madinah.
Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Achmad Rizal Purnama menegaskan, hingga saat ini belum ada keputusan dari otoritas Saudi. Dari berbagai komunikasi yang dilakukan, baik dengan Kedutaan Saudi di Jakarta maupun KBRI di Riyadh, informasi yang disampaikan baru seputar imbauan penundaan komitmen baru terkait pembayaran haji.
Kendati demikian, lanjut dia, Saudi berjanji segera memberikan keputusan. Mereka terus mengikuti dan mencermati perkembangan pandemi Covid-19 sebelum mengambil keputusan. ”Yang jelas, isu ini kerap kita angkat karena berkaitan dengan hajat masyarakat. Dan, pemerintah Saudi menekankan bahwa mereka terus mengikuti perkembangan.”
Juru Bicara Kementerian Agama (Kemenag) Oman Fathurahman mengatakan, yang disampaikan menteri haji dan umrah Arab Saudi itu adalah permintaan umat Islam di penjuru dunia untuk menunda pembayaran kontrak apa pun sampai ada kepastian dari pemerintah Arab Saudi. Konteksnya adalah kontrak pelayanan haji, seperti tiket penerbangan, hotel, dan katering.
Oman mengingatkan bahwa Kemenag mendapatkan mandat undang-undang sebagai penyelenggara ibadah haji. Untuk itu, Kemenag berkomitmen menyelenggarakan haji dengan maksimal. ”Sepanjang pihak Saudi belum menyampaikan pemberitahuan secara resmi kepada Kementerian Agama terkait pembatalan haji tahun ini, kami tetap menjalani proses yang ada,” tuturnya.
Sementara itu, di tengah terus bertambahnya kasus penularan korona di Indonesia, Kemenag mengubah skema pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag membatasi pelunasan BPIH hanya melalui mekanisme online atau non-teller sampai 21 April.
Kemenag juga memperpanjang masa pelunasan BPIH tahap pertama. Semula 19 April diperpanjang sampai 30 April. Jika sampai penutupan pelunasan tahap pertama masih ada sisa kursi, dibuka pelunasan tahap kedua pada 12–20 Mei.(*/Ag)
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pemerintah telah menetapkan Covid-19 sebagai jenis penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Dia pun menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat.
“Oleh karenanya pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat,” katanya saat konferensi pers, Selasa (31/3/2020).
Terkait hal tersebut, Jokowo mengaku telah meneken Peraturan Presiden (PP) dan Keputusan Presiden (Keppres) terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB). Dia mengatakan bahwa pemerintah telah memilih opsi PSSB sebagai langkah penanganan virus corona.
“Baru saja saya tanda tangani PP-nya dan Keppresnya yang berkaitan dengan itu. Kita harapkan dari yang setelah ditandatangani, PP dan Keppres itu mulai efektif berjalan,” ujarnya
Dia mengatakan bahwa sesuai dengan undang-undang, status ini ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang berkoordinasi dengan kepala Gugus Tugas Covid-19 dan kepala daerah. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang No.6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Oleh sebab itu saya berharap agar provinsi, kabupaten dan kota sesuai UU yang ada silakan berkoordinasi dengan ketua Satgas Covid-19 agar semuanya kita memiliki sebuah aturan main yang sama yaitu UU PP dan Keppres yang tadi baru saja saya tanda tangani,” paparnya.
Dengan terbitnya PP ini, Jokowi mengingatkan agar para kepala daerah tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi. Dia meminta agar kebijakan di daerah harus sesuai dengan koridor yang ada.
“Semua kebijakan di daerah harus sesuai dengan peraturan, berada dalam koridor undang-undang, PP, serta Keppres tersebut,” ungkapnya.
Jokowi menyebut bahwa Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai undang-undang. Hal ini agar pembatasan sosial berskala besar berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluasnya wabah.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa dalam penanganan virus corona memang harus belajar dari negara lain. Namun begitu bukan berarti Indonesia harus meniru begitu saja.
“Sebab semua negara memiliki ciri khas masing-masing, mempunyai ciri khas masing-masing. Baik itu luas wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis, karakter dan budaya, perekonomian masyarakatnya, kemampuan fiskalnya, dan lain-lain,” tandasnya.(*/Ad)
JAKARTA – Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra menilai pasal-pasal di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 yang mengatur Darurat Sipil tak relevan dengan situasi saat ini.
Pengaturannya hanya efektif untuk mengatasi pemberontakan dan kerusuhan, bukan mengatasi wabah yang mengancam jiwa setiap orang.
“Tidak relevan dengan upaya untuk melawan merebaknya wabah virus corona. Pengaturannya hanya efektif untuk mengatasi pemberontakan dan kerusuhan, bukan mengatasi wabah yang mengancam jiwa setiap orang,” jelas Yusril melalui keterangan tertulisnya, Selasa (31/3/2020).
Yusril menilai, satu-satunya pasal yang relevan dalam Perppu tersebut dalam situasi saat ini ialah pasal yang berkaitan dengan kewenangan Penguasa Darurat Sipil untuk membatasi orang ke luar rumah. Ketentuan-ketentuan lain hanya relevan dengan situasi pemberontakan dan kerusuhan, seperti melakukan razia dan penggeledahan.
“Begitu juga pembatasan penggunaan alat-alat komunikasi yang biasa digunakan sebagai alat untuk propaganda kerusuhan dan pemberontakan juga tidak relevan,” katanya.
Yusril juga menyebutkan, di dalam Perppu tersebut, keramaian-keramaian masih diperbolehkan sepanjang memiliki izin dari Penguasa Darurat Sipil. Bahkan, terdapat pasal yang kontraproduktif karena Penguasa Darurat Sipil tidak bisa melarang orang berkumpul untuk melakukan kegiatan keagamaan, termasuk pengajian.
“Penguasa Darurat tidak bisa melarang orang berkumpul untuk melakukan kegiatan keagamaan termasuk pengajian-pengajian. Aturan-aturan seperti ini tidak relevan untuk menghadapi wabah corona,” ucapnya.
Selain itu, Yusril menyampaikan, Darurat Sipil terkesan represif. Dalam situasi tersebut, militer memainkan peran yang sangat penting untuk mengendalikan keadaan. Menurut dia, yang dibutuhkan saat ini ialah ketegasan dan persiapan matang dalam melawan wabah untuk menyelamatkan nyawa rakyat. Karena itu, pemerintah harus berpikir ulang dalam mewacanakan Darurat Sipil.
“Keadaan memang sulit, tapi kita, terutama para pemimpin jangan sampai kehilangan kejernihan berpikir menghadapi situasi. Tetaplah tegar dan jernih dalam merumuskan kebijakan dan mengambil langkah serta tindakan,” katanya.(*/Ag)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro