JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Ghofur, Selasa (28/1/2020).
Ghofur diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Arta John Alfred.
“Diperiksa seputar pengetahuan saksi akan perihal pemberian dan aliran uang tersangka HA (Hong Arta),” ujar Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (3/2/2020).
Selain soal pemberian dan aliran uang, penyidik KPK juga mendalami Abdul Ghofur soal permohonan Justice Collaborator yang dilayangkan mantan politikus PKB Musa Zainuddin pada Juli 2019. Dalam surat permohonan JC, Musa mengungkap adanya dugaan aliran uang ke petinggi PKB yang tak pernah terungkap di persidangan.
Musa dalam surat itu mengaku bahwa uang yang diterimanya sekitar Rp 7 miliar tak dinikmati sendiri. Menurut Musa, sebagian besar duit itu atau sekitar Rp 6 miliar diserahkan kepada Jazilul Fawaid selaku Sekretaris Fraksi PKB kala itu.
Uang tersebut diserahkan Musa kepada Jazilul di kompleks rumah dinas anggota DPR. Setelah menyerahkan uang kepada Jazilul, Musa mengaku langsung menelepon Helmy Faishal Zaini selaku Ketua Fraksi PKB saat itu. Dalam sambungan telepon, Musa meminta Helmy menyampaikan pesan ke Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar bahwa uang Rp 6 Miliar sudah diserahkan lewat Jazilul.
“Terkait pula masalah pengetahuan saksi mengenai pengajuan JC oleh Musa Zainudin,” ucap Ali.
KPK belakangan getol memanggil dan memeriksa sejumlah politikus terkait kasus suap proyek jalan ini. Salah satunya Wakil Gubernur Lampung yang juga politik PKB, Chusnunia Chalim alias Nunik.
Selain itu, pada 30 September 2019, penyidik memeriksa tiga politikus PKB, Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini. Bahkan, KPK juga sudah memeriksa Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar sebagai saksi dalam kasus ini. Usai diperiksa, Muhaimin mengklaim tak pernah menerima uang suap tersebut.
Hong Arta John Alfred dalam kasus ini diduga menyuap sejumlah pihak antara lain Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary serta Anggota DPR Damayanti terkait pekerjaan proyek infrastruktur Kementerian PUPR. Hong adalah tersangka ke-12 dalam kasus ini.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 11 tersangka lainnya. Yakni, Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir (AKH), Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary (AHM). Kemudian, komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng (SKS), Julia Prasetyarini (JUL) dari unsur swasta, Dessy A Edwin (DES) sebagai ibu rumah tangga.
Selain itu, lima anggota Komisi V DPR RI seperti Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin, Yudi Widiana Adia, serta Bupati Halmahera Timur 2016-2021 Rudi Erawan.
Kasus ini sendiri bermula dari tertangkap tangannya anggota Komisi V DPR RI periode 2014 2019 Damayanti Wisnu Putranti bersama tiga orang lainnya di Jakarta pada 13 Januari 2016 dengan barang bukti total sekitar 99 ribu dolar AS. Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen total suap untuk mengamankan proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.(*/Ag)
JEMBER – Aparat Kejaksaan Negeri Jember, Jawa Timur, periksa tiga pejabat pemerintah daerah terkait dugaan korupsi Pasar Manggisan, Selasa (4/2/2020).
Tiga orang itu adalah Kepala Badan Perencanaaan Pembangunan Daerah Achmad Imam Fauzi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Yessiana Arifah, dan mantan kepala Dinas Kesehatan Siti Nurul Qomariah. “Mereka diperiksa sebagai saksi,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus Setyo Adhi Wicaksono.
Setyo mengatakan, pihaknya sedang mendalami keterangan mereka. “Ini teknik penyidikan. Kami tidak bisa memberitahukan ke teman-teman,” katanya.
Menurut Setyo, ini panggilan pertama sebagai bagian dari pengembangan penyelidikan. “Pokoknya kami dalami dululah,” katanya.
Setyo mengatakan jumlah saksi yang akan diperiksa akan bertambah. Namun ia menolak menjelaskan jumlahnya, karena pengembangan akan dilakukan sejak hulu hingga hilir persoalan.
Saat bersamaan, sejumlah warga Jember mendatangi kantor Kejari. Menurut Setyo, mereka menunjukkan dukungan untuk penegakan hukum oleh aparat.
“Mereka mengapresiasi. Tadi memang sempat disampaikan bahwa mereka kurang mempercayai aparat penegak hukum. Tapi kami jawab bahwasanya Kejaksaan Negeri Jember akan bekerja dengan baik dan sungguh-sungguh,” kata Setyo.
Setyo mengakui bahwa ada kekurangan personel. “Tapi itu bukan alasan, kami akan bekerja sebaik-baiknya,”tandasnya.(*/Gio)
JAKARTA – Partai Demokrat bersikukuh tetap memperjuangkan dibentuknya panitia khusus (Pansus) kasus PT Asuransi Jiwasraya. Sebab dibentuknya Pansus untuk memperjelas duduk perkara tersebut.
“Kami tetap memperjuangkan Pansus karena supaya pembahasan, pendalaman, dan lainnya secara terkoordinasi secara komperhensif secara terang benderang terhadap beberapa yang dianggap spekulasi,” ujar Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron dalam diskusi di Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (2/2/2020).
Herman menyebut permasalahan Jiwasraya merupakan permasalahan bersama. Maka tidak perlu ada target atau sasaran yang terpenting membongkar jelas permasalahan Jiwasraya itu.
“Supaya dikemudian hari semua akan terbuka caranya segelintir orang mengambil atau merampok uang nasabah rakyat. Kami ingin tidak terjadi krisis lebih besar menjauhkan dari hal substantif dan politis,” jelasnya.
Herman juga mengungkapkan bahwa dibentuknya panitia kerja (Panja) kurang efektif dalam mengusut kasus Jiwasraya. Dirinya lebih mengusulkan dibentuknya Pansus untuk menelisik kasus tersebut.
“Panja dilakukan secara parsial urusan korporasi Komisi 6 urusan regulasi keuangan dibahas dalam Komisi 11 penanganan hukumnya, pada Komisi 3 jadi itu berdasarkan komisi jadi menurut kami akan lebih terfokus bila sudah jadi satu,” ungkapnya.
Hingga saat ini Demokrat, kata Herman, masih membahas untuk bisa dibentuknya Pansus. Dan berharap dapat dukungan dari fraksi partai politik lain.
“Kami masih membahas materi supaya memagari yang ada kami berharap mendapat dukungan dari fraksi lain,” tandasnya.(*/Ag)
PADANG – Kabag Humas Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, Firdaus Firman mengatakan jajaran Pemkab Solsel berkomitmen terus bekerja memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat meskipun pucuk pimpinan yakni Bupati Muzni Zakaria telah ditahan Komisi Anti Korupsi (KPK) sejak Kamis (31/1) kemarin.
Otomatis, Muzni sudah tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sebagai bupati karena harus sedang menghadapi proses hukum.
“Kami pastikan pelayanan kepada masyarakat tetap akan maksimal,” kata Firdaus kepada wartawan, Jumat (31/1).
Firdaus menyebut jajaran pemerintah kabupaten Solok Selatan berharap proses hukum yang menjerat Muzni Zakaria berjalan dengan baik. Firdaus mengaku prihatin dengan apa yang menimpa Muzni.
Muzni kini ditahan di Rutan KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Ia ditahan setidaknya sampai 20 hari ke depan.
Muzni jadi tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan infrakstruktur Jembatan Ambayan dan Masjid Agung di Solok Selatan.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan penyidik KPK telah telah mendalami perkara dugaan menerima hadiah atau janji dari tersangka Muhammad Yamin Kahar (MYK) pemilik perusahaan Dempo Bangun Bersama (DBD) terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PU Kabupaten Solok Selatan Tahun Anggaran 2018. Yaitu terkait pembangunan Masjid Agung Solok Selatan sebesar Rp 53 miliar dan Jembatan Ambayan sebesar Rp 14 miliar.
Muzni lanjut Fikri, menjadi tersangka penerima hadiah sebagai mana dimaksudkan dalam Pasal 12 huruf a atau b Pasal 11 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Muzni selaku Bupati Solok Selatan diduga menerima hadiah atau janji dalam bentuk uang atau barang senilai total Rp 460 juta dari pemilik grup Dempo/PT Dempo Bangun Bersama (DBD) Muhammad Yamin Kahar terkait dengan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Pertanahan (PUTRP) Kabupaten Solok Selatan tahun 2018.(*/Wid)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 14 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan atau periode 2014-2019 sebagai tersangka kasus dugaan suap mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.
“KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penyidikan dengan 14 orang anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan/atau 2014-2019 sebagai tersangka,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Ali membeberkan, 14 legislator yang kini menyandang status tersangka itu, yakni Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean Hasibuan, Nurhasanah, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Ahmad Hosein Hutagalung, Syamsul Hilal, Robert Nainggolan, Ramli, Mulyani, Layani Sinukaban, Japorman Saragih, Jamaluddin Hasibuan, dan Irwansyah Damanik. Para tersangka diduga menerima suap dari Gatot selalu Gubernur Sumut ketika itu terkait fungsi dan kewenangan mereka sebagai Wakil Rakyat.
“14 tersangka tersebut diduga menerima fee beragam dari Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho terkait fungsi dan wewenang sebagai anggota DPR Sumut,” kata Ali.
Dibeberkan Ali, Uang yang diterima 14 tersangka dari Gatot itu terkait dengan persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut tahun anggaran 2012 sampai dengan 2014 dan persetujuan perubahan APBD Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2013 dan 2014. Selain itu, para legislator ini juga diduga menerima suap terkait pengesahan APBD Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2014 dan 2015 serta penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Sumatera Utara pada 2015.
“Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 14 tersangka tersebut diduga menerima fee dengan jumlah beragam dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai Anggota DPRD Provinsi Sumut,” katanya.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, 14 Anggota DPRD Sumut tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
14 legislator ini menambah panjang anggota DPRD Sumut yang dijerat KPK. Sebelumnya, Lembaga Antikorupsi telah menetapkan 50 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut sebagai tersangka dalam kasus ini. Para tersangka itu diduga menerima suap dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut dengan nilai suap yang beragam. Puluhan anggota DPRD Sumut itu saat ini sedang menjalani pidana masing-masing setelah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan dengan hukuman rata-rata 4 tahun hingga 6 tahun penjara.(*/Ag)
JAKARTA – Markas PTIK atau Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, harus steril dari hilir mudik orang-orang yang disebut-sebut sedang menjadi target KPK untuk dijadikan sebagai “bunker” tempat berlindung.
Hal ini disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI ) Petrus Selestinus menyusul beredar selentingan kabar bahwa Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku terdeteksi oleh KPK berada PTIK saat hendak di OTT beberapa waktu lalu.
“Lantas apakah Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku terdeteksi berada di PTIK dalam rangka mencari bunker,” kata Petrus, Jumat (31/1/2020).
TPDI, kata Petrus, mendesak Gubernur PTIK dan Kapolri segera mengklarifikasi soal isu dugaan adanya praktek mengunakan otoritas di markas PTIK, untuk melindungi orang yang sedang diburu KPK.
Bahkan bila rumor tentang praktek mendagangkan pengaruh oleh oknum Jenderal Polisi di PTIK, benar adanya, maka praktek demikian harus disterilkan karena praktek demikian jelas merupakan penyalahgunaan wewenang, yang mengotori Lembaga Pendidikan Kepolisian sebagai area terbuka bagi kepentingan Ilmu Pengetahuan Polri yang wajib kita hormati dan dijaga bersama.
“Jangan sampai PTIK disalahgunakan dan dijadikan “bunker” bagi orang-orang tertentu yang sedang jadi target KPK sebagaimana nama Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku terdeteksi oleh KPK berada PTIK saat hendak di OTT tanggal 8 Januari 2020 yang lalu,” pungkasnya.(*/Joh)
JAKARTA – Polri meminta publik bersabar karena saat ini pihaknya masih terus melakukan pencarian atas tersangka suap Harun Masiku.
Seperti diketahui, kader PDI Perjuangan yang tersandung kasus suap dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR RI itu hingga kini belum diketahui keberadaannya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah mengajukan surat resmi kepada Kepolisian untuk membantu pencarian Caleg dari Dapil Sumatera Selatan I itu.
Kapolri Idham Azis mengatakan, pihaknya langsung menindaklanjuti surat permohonan bantuan itu ke Kabareskrim.Saat ini Kabareskrim sudah membuat tim untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mendeteksi keberadaan Harun.
“Ini kan sudah pernah kita lakukan seperti kasus e-KTP, bu Miryam itu permintaan dari KPK (untuk dibantu mencari) dan melakukan proses penangkapan. Mohon doa restu secepatnya, kalau nanti tim Polri yang ketemu kita serahkan ke KPK karena kan prosesnya di KPK,” kata Idham kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis, (30/1/2020).
Meski demikian, Idham enggan berkomentar banyak mengenai progres pencarian Harun. Dia juga menyerahkan pertanyaan wartawan kepada Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Raden Prabowo Argo Yuwono yang berdiri tak jauh dari dirinya.
Sambil melenggang pergi, Idham pun meminta Argo menanggapi pertanyaan wartawan. Kepada wartawan, Argo menyebut kalau saat ini tim dari Polri masih terus melakukan pencarian Harun Masiku.
Namun dia juga tak bisa memaparkan bagaimana teknis pencarian yang dilakukan Polri. Menurutnya, hal ini tak bisa dipaparkan agar Harun yang buron tak pergi semakin jauh.”Nanti yang bersangkutan lari kalau saya sampaikan secara teknis,” ucap dia.
Dia pun tak mempermasalahkan keinginan Partai Demokrat yang hendak datang ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian untuk mengklarifikasi kabar penyelidik KPK yang diinterogasi Polri saat hendak melakukan penyelidikan ke PTIK.
Menurutnya itu adalah hak semua pihak.”Tapi apa yang kita lakukan untuk membantu KPK akan full dilakukan. Ada waktu untuk mencari, kita enggak mau gegabah. Kita tunggu saja agar segera tertangkap,” ucap dia seraya memastikan tak ada pihak yang menghalangi proses pencarian Harun Masiku.
Sementara mengenai target kerja, Argo tak menyebut secara pasti. “Secepatnya ya, secepatnya,”tegasnya.(*/Ag)
JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum (Ketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Sedianya, Cak Imin akan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan milik Kementerian PUPR. Ia akan dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan Komisaris sekaligus Dirut PT Sharleen Raya JECO Group, Hong Artha John Alfred (HA).
“Muhaimin Iskandar (Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa) saksi HA terkait kasus dugaan korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat TA 2016,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri, Rabu (29/1/2020).
Sebelumnya, Cak Imin pernah dipanggil oleh KPK pada, 19 November 2020. Namun, ia tidak memenuhi panggilan pemeriksaan saat itu.
KPK belakangan kerap memanggil dan memeriksa sejumlah politikus terkait kasus suap proyek jalan ini. Salah satu yang juga pernah diperiksa yakni, Wakil Gubernur Lampung yang juga Politikus PKB, Chusnunia Chalim alias Nunik. Selain itu, pada 30 September 2019, tim penyidik juga memeriksa tiga Politikus PKB yakni, Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.
Upaya KPK memanggil dan memeriksa Cak Imin diduga kuat berkaitan dengan permohonan Justice Collaborator yang dilayangkan mantan politikus PKB Musa Zainuddin pada Juli 2019. Dalam suratnya Musa mengungkap adanya dugaan aliran duit ke petinggi PKB yang tak pernah terungkap di persidangan.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Komisaris sekaligus Dirut PT Sharleen Raya JECO Group, Hong Artha John Alfred sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan milik Kementeriaan PUPR.
Hong Artha diduga secara bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Janji atau uang yang diberikan tersebut diduga untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya.
Salah satu penyelenggara yang diduga menerima suap dari Hong Artha yakni, Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar dari Hong Artha.
Atas perbuatannya, Hong Artha disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hong Artha merupakan tersangka ke-12 setelah sebelumnya KPK menetapkan 11 orang lainnya. 11 orang yang dijerat KPK tersebut sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara.(*/Ag)
JAKARTA – Maraknya kasus prostitusi di Apartemen Kalibata City mendapat perhatian dari Polres Jakarta Selatan. Baru-baru ini polisi kembali mengungkap bisnis esek-esek yang melibatkan anak di bawah umur.
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Bastoni Purnama mengatakan, pihaknya akan memanggil pengelola apartemen untuk dilakukan pemeriksaan atas kasus tersebut.
“Ya nanti kita minta keterangan. Nanti kita periksa, kita tanya apa mengetahui kegiatan ini atau tidak,” tuturnya di Polres Jakarta Selatan, Rabu (29/01/2020).
Menurutnya, polisi akan melihat apakah managemen mengetahui kegiatan prostitusi tersebut. Jika mengetahui tidak menutup kemungkinan managemen akan dikenai sanksi pidana.
“Kalau mengetahui tentunya akan dikenai pidana juga karena dia turut membantu menyediakan tempat,” ujarnya.
Ke depan kata Bastoni pihaknya juga akan berkoordinasi bersama dengan pengelola dan pemerintah daerah maupun Satpol PP. Harapannya peristiwa tersebut tidak kembali terulang.
“Kita akan melakukan pengawasan baik itu razia maupun pengecekan ke kamar-kamar apartemen juga nanti mungkin nanti bagaimana tindak lanjutnya ketika kalo kejadian ini berulang lagi, apa kita sanksi untuk pengelola atau pemilik apartemen sehingga Apartemen Kalibata City atau kamar-kamarnya itu tidak disalahgunakan,” bebernya.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan enam orang tersangka dan tiga orang korban terkait bisnis esek-esek tersebut. Para pelaku berinisial AS (17), NA (15), MTG (16), ZMR (16), JF (29), dan NF (19).
Dari keenam pelaku dua orang diantaranya yakni AS dan NA juga sekaligus korban. Sementara korban satu lagi berinisial JO (15).
Adapun pelaku dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 76 C Jo 80 dab 76 I Jo 88 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang dan 170 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.(*/Nia)
SUBANG – Dua anggota Kepolisian Resort (Polres) Subang diberhentikan dengan tidak hormat atau dipecat.
Pemecatan dilakukan karena kedua anggota kepolisian tersebut terlibat kasus pencurian motor dinas dan indisipliner serta pelanggaran lain.
Pemberhentian tidak hormat dilakukan Kapolres Subang, AKBP Teddy Fanani, S.I.K., M.H dalam upacara resmi di halaman Mapolres Subang Jalan Mayjen Sutoyo, Rabu 29 Januari 2020.
Kapolres Subang didampingi Kabag.Sumda, Kompol Sukmawijaya dan Kasubag.Humas, AKP Dayat Hidayat usai upacara mengatakan, pemberhentian dengan tidak dengan hormat (PTDH) memang tanpa kehadiran kedua anggotanya atau in absentia.
Ketidakhadiran mereka karena yang satu sudah ditahan di Lapas Subang, sementara seorang lagi dengan sendirinya berhenti jadi polisi.
Namun tetap secara resmi tanda pangkat dan pakaian dinas ditanggalkan serta pemakaian kemeja bebas tersimbol oleh 2 bingkai foto yang dipegang oleh 2 anggota aktif.
“Semoga dengan adanya anggota yang diberhentikan tidak hormat ini menjadi contoh bagi anggota lainnya untuk bekerja penuh disiplin dan pengabdian tanpa batas sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing,“ kata KapolresDirinya pun mengingatkan, sebagai anggota Polri agar lebih waspada, lebih awas dan berhati-hati tidak terjerumus terhadap tindak an merugikan diri, institusi dan keluarga.
Apalagi bila sudah ada peringatan dan disidang dengan sendirinya harus berubah, terutama yang masih muda sangat rentan dengan godaan.
Kedua anggota tersebut, masing-masing Aiptu Sugandi yang mendapatkan putusan pada sidang sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri tingkat Polres Subang karena terlibat penyalahgunaan narkotika hingga direkemonedasikan untuk diberhentikan.
Termasuk yang bersangkutan pun sudah divonis PN Subang serta menjalani hukumanya.
Demikian pula Bripka Tri Aji Effendi yang dilaporkan karena kasus penipuan dengan berpura pura mampu memasukkan menjdi anggota Polri, terutama Polwan.
Dalam sidang kode etik Profesi Polri yang bersangkutan terbukti melanggar Pasal 12 serta KUHP pasal 378.(*/Di)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro