BOGOR – Polisi berhasil membekuk satu pelaku pengeroyokan terhadap dua wisatawan di kawasan wisata Bukit Alas Bandawasa, Pasir Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kapolres Bogor AKBP Roland Rolandy mengatakan pelaku tersebut berinisial MSS (22) yang merupakan pelaku utama yang melukai dua wisatawan yakni AN (29) dan GG (25) dengan sentaja tajam jenis kujang.
“Pelaku penusuk korban AN yang mengakibatkan korban AN mengalami luka berat yang turut melukai korban lain berinisial GG. Barang bukti yang kita amankan senjata tajam jenis kujang,” kata Roland, dalam keterangannya,(18/7/2020).
Pelaku yang diketahui sebagai juru parkir wisata Bukit Alas Bandawasa itu mengaku terpancing emosi oleh rekan korban karena mengeluarkan perkataan menyinggung ketika tidak diperbolehkan masuk.
“Pelaku ini juru parkir mengaku melakukan penusukan karena adanya kesalah pahaman atau cekcok mulut sehingga terpancing emosi,” jelas Roland.
Saat ini, pelaku MSS sudah ditahan di Mapolsek Cijeruk dan dijerat Pasal 170 KUHP tentang tindak pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
“Pelaku lainnya masih pencarian,” tutupnya.
Sebelumnya, dua wisatawan berinisial AN dan GG mengalami luka-luka setelah menjadi korban pengeroyokan sekelompok orang di kawasan Bukit Alas Bandawasa pada Kamis 16 Juli 2020 dini hari.
Peristiwa berawal saat kedua korban dan rekannya-rekannya hendak mengunjungi ke lokasi tersebut sekira pukul 00.30 WIB, namun tidak diperbolehkan masuk oleh penjaga pos karena sudah penuh.
Namun, salah satu dari rekan korban tidak terima sambil mengeluarkan kata-kata yang menyinggung penjaga pos sehingga mereka diserang menggunakan senjata tajam dan mengalami luka-luka.(*/T Abd)
CIANJUR – Satreskrim Polres Cianjur, Jawa Barat membongkar praktek perdagangan orang yang dilakukan EY (48) warga Desa Ciherang, Kecamatan Karangtengah, Cianjur, yang menawarkan istrinya (H) melalui media sosial dengan tarif Rp400.000.
Kapolres Cianjur AKBP Juang Andi Priyanto mengatakan terbongkarnya kasus prostitusi online tersebut setelah timsus Satreskrim Polres Cianjur melakukan razia di penginapan di Jalan Raya Cibeber-Cianjur, tepatnya di Kecamatan Cilaku. Di salah satu kamar penginapan tersebut ditemukan tiga orang, terdiri dari dua orang pria dan seorang wanita.
“Saat dimintai keterangan, diketahui mereka pasangan suami istri dan tamu yang minta dilayani. Mereka berada di dalam kamar tersebut, setelah memesan melalui jejaring sosial.
Setelah sepakat pasangan suami istri tersebut, mendatangi pemesanan dan suaminya ikut tinggal di dalam kamar penginapan,” katanya, Sabtu (18/7)
Berdasarkan keterangan pasangan suami istri yang sudah berusia lanjut itu, mereka sudah melakukan praktek prostitusi sejak lama dengan berbagai pelayanan yang diminta pemesan, bahkan kedua tidak merasa risih ketika harus melakukan hubungan suami istri bertiga dengan tamunya.
“Tersangka mempromosikan korban atau istrinya melalui aplikasi media sosial MiChat. Jika ada yang berminat EY langsung berkomunikasi lewat aplikasi, setelah pelanggan setuju, istrinya langsung dibawa ke penginapan untuk melayani pemesan, baik secara normal atau bertiga sekaligus,” katanya.
Juang menjelaskan untuk tarif tersangka EY mematok harga Rp400.000 untuk sekali kencan, namun dari tarif tersebut, tersangka EY meminta potongan keuntungan sebesar Rp100.000 dari satu kali transaksi pada istrinya. Untuk saat ini keduanya masih menjalani pemeriksaan di Satreskrim Polres Cianjur.
Kasat Reskrim Polres Cianjur AKP Anton mengungkapkan saat penggerebekan pihaknya berhasil mengamankan barang bukti berupa dua buah ponsel, uang senilai Rp1.000.000, dua buah kondom dan KTP tersangka.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka akan dikenakan pasal berlapis. Pasal yang diterapkan adalah pasal 2 dan atau pasal 10 UU RI 21 tahun 2007, tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan atau pasal 296 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.(*/Yan)
JAKARTA – Polda Metro Jaya menetapkan Catherine Wilson sebagai tersangka kasus penyalahgunaan narkotika jenis sabu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan Catherine Wilson ditetapkan tersangka bersama dengan sekuritinya berinisial J.
“Sudah tersangka. Yang bersangkutan sudah dijadikan tersangka, barang buktinya saja 2, minimal 2 sudah bisa kita jadikan tersangka,” kata Yusri saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (18/7/2020).
Catherine ditangkap pada Jumat 17 Juli 2020 kemarin sekira pukul 10.00 WIB di kediamannya di Jalan H. Soleh Nomor 11, Pangkalan Jati, Cinere, Depok.
Dalam penangkapan itu, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa dua klip sabu-sabu dan juga alat hisap dari tas Catherine Wilson.
“Beratnya klip pertama 0,66 gram, kemudian 0,4. (total) sekitar 1 gram lebih barang bukti yang kita amankan dari tas CW bersama alat hisap,” tuturnya.
Polisi sendiri masih memburu pelaku lain dalam kasus ini berinisial A. Ia merupakan penjual sabu tersebut kepada Catherine Wilson.
Atas perbuatannya, polisi menjerat Catherine dengan Pasal 114 dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun.(*/Tub)
JAKARTA – Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar mengkritik putusan pengadilan atas dua pelaku penyerangan Novel Baswedan. Ia menilai putusan ini belum memenuhi rasa keadilan di masyarakat.
“Seharusnya paling tidak hukuman itu sekitar lima tahun baru akan memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat,” kata Fickar dikutip dari republika, Jumat (17/7).
Fickar menjelaskan, pelaku penyerang Novel ancaman maksimalnya bisa mencapai tujuh tahun. Di samping itu, bahan yang digunakan untuk menyerang Novel juga berbahaya bagi kesehatan tubuh dan menyebabkan kematian.
Penyerangan itu juga dilakukan terhadap seorang penyelenggara negara di bidang penegakan hukum anti korupsi sebagai penyidik KPK.
“Ini seharusnya menjadi faktor pemberat sebagaimana disebutkan dalam pasal 356 KUHP,” ujar Fickar.
Pada dasarnya, Fickar mengapresiasi putusan hakim yang melebihi tuntutan Jaksa. Namun, kata dia, vonis ini juga terkesan cari aman saja dari gaduhnya masyarakat hukum yang menuntut keadilan.
Fickar pun menilai, putusan ini seharusnya aku menjadi momentum bagus jika menenuhi rasa keadilan dalam masyarakat dalam arti membersihkan oknum oknum yang cenderung nenyalahgunakan kedudukan dan jabatabnya seperti halnya pada kasus Djoko Tjandra yang melibatkan oknum polisi juga.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis terhadap dua polisi penyerang Novel, masing-masing 2 tahun penjara untuk Rahmat Kadir dan Ronny Bugis 1 tahun 6 bulan penjara. Dalam putusan, keduanya dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 353 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 351 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.(*/Ag)
JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengomentari vonis terhadap penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Dua penyiram Novel, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis sudah divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Kamis (16/7/2020) kemarin.
Dirinya menganggap putusan tersebut masih di bawah rata-rata kasus penyiraman air keras. “Saya tidak mau intervensi pengadilan, tapi terus terang rasa keadilan saya terusik,” kata Habiburokhman , Jumat (17/7/2020).
Politikus Partai Gerindra itu juga memertanyakan adanya pertimbangan bahwa terdakwa tidak bermaksud membuat Novel luka berat.
Ia menjelaskan, dalam ilmu pidana ada tiga gradasi kesengajaan yakni dengan maksud (opzet als oogmerk), Kesengajaan dengan keinsafan pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn), dan Kesengajaan dengan keinsafan kemungkinan (dolus eventualis).
“Semua orang tahu bahwa air keras sangat berbahaya, disiramkan ke kayu saja melepuh apalagi kalau disiram ke manusia pasti akan mengakibatkan luka berat,” ujarnya.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara resmi memvonis bersalah penyerang Novel Baswedan. Rahmat Kadir Mahulette divonis 2 tahun, dan Ronny Bugis divonis 1,5 tahun penjara.
Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan 1 tahun penjara yang dituntutkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dalam sidang pembacaan tuntutan pada 11 Juni 2020 lalu.(*/Joh)
JAKARTA – Brigjen Nugroho Slamet Wibowo ternyata juga dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris National Central Bureau (Ses NCB) Interpol Indonesia. Nugroho Wibowo dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri.
Pencopotan jabatan Brigjen Nugroho Slamet itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020 yang dikeluarkan pada hari ini, Jumat (17/7/2020). Surat telegram tersebut diteken langsung oleh AsSDM Kapolri Irjen Pol Sutrisno Yudi.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono membenarkan adanya pencopotan jabatan Brigjen Nugroho sebagai Sekretaris National Central Bureau (Ses NCB) Interpol Indonesia.
“Ya betul. Pelanggaran kode etik maka dimutasi,” kata Awi saat dikonfirmasi, Jumat (17/7/2020).
Sebelumnya, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, Brigjen Nugroho Wibowo. Ia diperiksa diduga terkait penghapusan red notice buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
Sosok Nugroho disorot oleh Indonesian Police Watch (IPW). IPW menyebut salah satu jenderal polisi yang diduga terlibat dalam penghapusan red notice Djoko Tjandra yakni, Sekretaris NCB (National Central Bureau) Interpol Indonesia, Brigjen Nugroho Wibowo.
IPW mendesak agar Polri mencopot jabatan Nugroho Wibowo sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
“Dugaan suap menyuap di balik persekongkolan jahat melindungi buronan kakap Joko Tjandra harus diusut tuntas dan Brigjen Nugroho Wibowo yang telah menghapus red notice Joko Tjandra juga harus dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia,” kata Presidium IPW, Neta S Pane.
Dari hasil penelusuran IPW, kata Neta, ‘dosa’ Brigjen Nugroho Wibowo sebenarnya lebih berat ketimbang ‘dosa’ Brigjen Prasetyo Utomo yang diduga terlibat dalam penerbitan surat jalan untuk Djoko Tjandra.
“Sebab melalui surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Brigjen Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan Interpol Red Notice Joko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi,” ungkapnya.(*/Ad)
JAKARTA – Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memvonis terdakwa Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dengan pidana 4 tahun penjara. Tindakan Wawan terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp94,317 miliar.
Wawan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ujar Hakim Ketua Ni Made Sudani saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/7/2020).
Wawan terbukti melakukan korupsi pengadaan alat kesehatan RS Rujukan Banten pada APBD TA 2012 dan APBD-Perubahan 2012 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp79,789 miliar. Serta pengadaan alkes kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBD TA 2012 sebesar Rp14,528 miliar.
“Menyatakan Terdakwa Tubagus Chaeri Wardana telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu alternatif kedua,” kata Ni Made Sudani.
Selain itu, Wawan juga dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp58.025.103.859.
“Dengan ketentuan apabila tidak dapat membayar uang pengganti hartanya akan disita untuk membayar uang pengganti. Apabila hartanya tidak cukup untuk uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun,” ungkapnya.
Hakim mengungkapkan dalam pertimbangannya, hal yang memberatkan adalah Wawan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan hal meringankan adalah Wawan bersikap sopan selama persidangan dan mempunyai tanggungan keluarga.
Sedangkan dakwaan kumulatif kedua alternatif pertama dan dakwaan ketiga mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dinyatakan tidak terbukti. Adapun dalam dakwaan kedua dan ketiga Wawan disebut telah melakukan pencucian uang dengan akumulasi nilai mencapai Rp1,9 miliar.
“Membebaskan terdakwa, oleh karena itu dalam dakwaan kumulatif kedua dan dakwaan kumulatif ketiga tersebut,” kata Hakim.
Atas vonis ini, baik Wawan maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK bakal memaksimalkan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir.
Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan JPU yang menuntut Wawan dengan pidana enam tahun penjara dan juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp5 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Jaksa meyakini Wawan terbukti bersalah melakukan korupsi terkait pengadaan Alkes di RS Rujukan Pemerintah Provinsi Banten pada Dinkes Provinsi Banten 2012 dan pengadaan alkes kedokteran umum Puskesmas Kota Tangsel APBD-P 2012. Wawan juga diyakini terbukti melakukan TPPU.(*/Di)
MEDAN – Wali Kota Medan nonaktif, Tengku Dzulmi Eldin dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Gusta Medan siang tadi.
Eldin dieksekusi ke lapas setelah perkara korupsi yang menjeratnya dinyatakan berkekuatan hukum tetap.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri pada Kamis (16/7/2020) malam. “Hari ini Jaksa Eksekusi KPK, Medi Iskandar Zulkarnain telah melaksanakan eksekusi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan Nomor: 18/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Mdn tanggal 11 Juni 2020 atas nama terdakwa Dzulmi Eldin, dengan cara memasukkan terdakwa ke Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta,” tulis Ali Fikri .
Di Lapas Tanjung Gusta, Eldin akan menjalani hukuman selama 6 tahun, sesuai dengan putusan pengadilan. Masa penahanannya akan dikurangi selama dia berada di tahanan sebelum putusan keluar.
Sebelumnya berdasarkan putusan Majelis Hakim PN Tipikor Medan, terdakwa Dzulmi Eldin dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Atas perbuatannya itu dia dijatuhi vonis pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan pidana denda sejumlah Rp500 juta rupiah. Dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan.
Selain itu, Eldin juga mendapatkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 (empat) tahun setelah ia selesai menjalani pidana pokoknya.(*/Gint)
BOGOR – Kasus dugaan penyimpangan dana BOS terus bergulir. Tim penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor mengeledah kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor.
Penggeledahan dilakukan karena adanya kasus dugaan penyimpangan dana bantuan operasional sekolah (BOS) SD se-Kota Bogor Tahun Anggaran 2017, 2018, dan 2019.
Pantauan di lokasi, tim Kejari Kota Bogor mendatangi kantor Disdik Kota Bogor sekitar pukul 11.00 WIB. Dengan tiga mobil pelat hitam, tim penyidik langsung merangsek masuk ke lantai dua kantor Disdik Kota Bogor.
Mendampingi tim penyidik, bagian Intel Kejari Kota Bogor berjaga di sekitar lokasi penggeledahan mengenakan pakaian preman.
Tepat pada pukul 12.30 WIB, salah satu penyidik tampak keluar dengan membawa sejumlah berkas ke mobil bersama tiga orang office boy Disdik Kota Bogor. Kemudian, usai melakukan lanjutan penggeledahan sekitar pukul 14.02 WIB, tim penyidik meninggalkan kantor Disdik sambil membawa satu koper hitam dan dua boks besar berisi berkas-berkas.
Berkas-berkas dipisah di tiga mobil yang dinaiki tim penyidik Kejari Kota Bogor.
Kepala Seksi Pidsus Kejari Kota Bogor Rade Satya Parsaoran mengatakan, penggeledahan dilakukan menindaklanjuti penetapan tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan dana BOS pada SD se-Kota Bogor Tahun Anggaran 2017, 2018, dan 2019.
“Iya, penggeledahan mengenai barang bukti pengadaan BOS 2017, 2018 dan 2019. Ini tindaklanjut dari yang kemarin,” kata Rade kepada wartawan, Kamis (16/7/2020).
Dalam penggeledahan itu, pihaknya menyita sejumlah dokumen dari sejumlah ruangan kantor Disdik.
Sebelumnya, institusi berjuluk Korps Adhyaksa itu menetapkan satu tersangka berinisial JRR yang merupakan kontraktor penyedia barang dan jasa kegiatan ujian ujian setengah semester, ujian akhir semester, try out, ujian kenaikan kelas, dan ujian sekolah pada Senin (13/7/2020) malam.
Dalam kasus ini, Inspektorat menilai terdapat kerugian negara sebesar Rp17 miliar. Hal itu yang diakibatkan dari pengadaan soal ujian SD se-Kota Bogor pada 2017, 2018 dan 2019. (*/Iw)
JAKARTA – Sejumlah Anggota Komisi III DPR RI merespons kasus surat jalan Joko Tjandra yang dikeluarkan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Biro Korwas) Brigjen Prasetyo Utomo. Para legislator bidang hukum itu menilai Prasetyo layak dipecat.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman mengatakan, oknum polisi itu harus mempertanggungjawabkan tindakannya. “Dipecatlah, dipecat aja orang itu. Terbukti apalagi, orang udah (ada) surat kok. Mau apa lagi,” kata Benny dikutip dari republika, Rabu (15/7).
Tak berhenti di situ, surat yang muncul dari biro di bawah Bareskrim ini juga perlu diselidiki. “Apakah surat itu atas perintah atau kesalahan sendiri. Itu harus dicek itu,” kata Benny.
Politikus asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu juga menilai pembentukan tim gabungan Bareskrim tidak lagi diperlukan. “Enggak usah lagi bikin tim gabungan, langsung aja diberhentikan, tim gabungan apa lagi,” kata Benny.
Benny juga mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kejaksaan Agung juga tetap perlu dimintai keterangan oleh Komisi III. Sebab, ia menduga ada pihak-pihak di institusi tersebut yang membantu Djoko Tjandra bermanuver.
Tindakan pencopotan juga didukung oleh Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa Mia menilai. Ia menilai Prasetyo sudah melakukan tindakan yang tidak dibenarkan dari segala aspek dalam membantu Joko Tjandra.
“Kalau menurut saya, ya, pencopotan, ini kan penyalahgunaan wewenang ya,” kata dia.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Nasdem Ahmad Sahroni menilai, Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah melakukan tindakan tegas. Ia meyakini Listyo akan segera mencopot Prasetyo.
“Saya rasa kabareskrim sudah melakukan hal tindakan tegas, mungkin dalam waktu Secepatnya akan dicopot bagi para pelaku atau oknum yang ada di dalam internal polri,” kata Sahroni.
Ia menilai, Bareskrim tetap perlu membuat Satgas khusus untuk mencari tahu secara rinci serta menelusuri aset-aset, baik di dalam negeri maupun luar negeri aset yang terkait dengan Djoko Tjandra.(*/Ad)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro