SURABAYA – Polda Jawa Timur atau Jatim menggagalkan upaya penyelundupan sabu asal Malaysia. Dalam kasus tersebut, polisi mengamankan dua orang tersangka dengan barang bukti sebanyak 6,5 kilogram (kg) sabu.
Para tersangka itu berinisial L (19) dan H (21). Keduanya beralamat sama, yakni di Desa Mandeman Daya, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, Madura.
Untuk mengelabui petugas, oleh kedua tersangka barang haram itu dimasukkan ke dalam kotak minuman kemasan susu. Sabu tersebut rencananya akan dikirim ke Sampang, Madura.
“Penyelundupan sabu ini terungkap berkat kerjasama yang baik antara Polres Pelabuhan Tanjung Perak dengan pihak Kanwil Bea Cukai Jatim I,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko dilansir dari sindonews, Senin (31/8/2020).
Awalnya, lanjut dia, petugas menerima informasi pengiriman satu kontainer barang dari luar negeri. Diduga, kontainer tersebut berisi sabu. Petugas lantas menindaklanjuti informasi tersebut dan menemukan alamat tujuan paket tersebut.
Ternyata, paket ini ditujukan ke Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, Madura. “Petugas menunggu di lokasi pengiriman dan melihat siapa yang mengambil paket tersebut,” ujar Truno.
Ternyata, ada dua orang yang mengambil paket tersebut. Setelah diambil, maka Polres Pelabuhan Tanjung Perak langsung melakukan penangkapan terhadap dua tersangka. Saat paket dibuka, ternyata barang bukti tersebut adalah narkoba jenis sabu seberat 6,5 kg. “Kedua tersangka yang kami amankan ini merupakan kurir. Keduanya juga positif menggunakan sabu,” kata Truno.
Dalam kasus ini, kedua tersangka dijerat Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 113 ayat 2, subsider pada Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya seumur hidup atau hukuman mati.
“Kami mengimbau pada masyarakat jangan pernah sekalipun mencoba narkoba. Mari kita selamatkan generasi muda kita semua karena kejahatan ini tidak mengenal status sosial,” ungkapnya.(*/Gio)
JAKARTA – Pengacara Djoko Tjandra, Susilo Arie Wibowo menyebut Andi Irfan Jaya merupakan orang yang menerima uang dari kliennya untuk dibagi-bagikan kepada
Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Andi Irfan juga merupakan penghubung antara Djoko Tjandra dengan Pinangki.
“Iya ngasih (uang). Itu urusan dengan Pak Andi Irfan,” kata Susilo di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Senin (31/8/2020).
Uang yang diberikan Djoko Tjandra kepada Andi Irfan seharusnya dibagikan kepada tim hukum yakni Jaksa Pinangki Sirna Malasari. “Tapi gak tau nyampe atau gak karena lewat orang lain,” katanya.
Selain itu, Andi Irfan bersama tim juga menawarkan proposal pengurusan fatwa MA. Namun tawaran tersebut ditolak oleh Djoko Tjandra karena dinilai tidak mungkin.
Andi yang merupakan kader Partai NasDem dan juga rekanan bisnis Djoko Tjandra yang diperkenalkan oleh Rahmad. Kemudian Andi Irfan merupakan penghubung antara Jaksa Pinangki dengan Djoko Tjandra.
Rahmad membawa tim hukum, yakni Anita Kolopaking agar menjadi konsultan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel). Sedangkan Pinangki, punya keakraban, dan hubungan pertemanan dengan Anita.
“(Andi Irfan itu kenal jalurnya dari mana?) Dari Rahmad dulu. (Rahmad) Temennya Djoko Tjandra,” katanya.
Terkait sejumlah nama tersebut, penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) sudah melakukan pemeriksaan. Terhadap Pinangki dan Djoko Tjandra, sudah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya, terikat sebagai penerima, dan pemberian suap dan gratifikasi.
Penyidik menjerat Pinangki menggunakan Pasal 5 ayat (2), atau Pasal 11, dan Pasal 12 a atau b, serta Pasal 15 UU Tipikor.Djoko Tjandra dijerat menggunakan Pasal 5 ayat (1) a, atau b, atau Pasal 13 UU 31/1999 dan 20/2001.
Adapun terhadap Andi Irfan dan Rahmad, keduanya masih berstatus saksi, termasuk Anita Kolopaking. Ketiganya, sudah lebih dari dua kali diperiksa.
Khusus Anita Kolopaking, status hukum dalam penyidikan di Bareskrim Polri sudah menetapkan dia sebagai tersangka terkait pengurusan surat, dan dokumen palsu untuk Djoko Tjandra. Anita, pun sampai saat ini masih dalam tahanan.(*/Joh)
JAKARTA – Mabes Polri mengatakan akan memeriksa jaksa Pinangki Sirna Malasari (PSM) terkait kasus dugaaan korupsi yang dilakukan Djoko Tjandra pada pekan depan. Nantinya, para penyidik akan memeriksa PSM di Kejaksaan Agung (Kejakgung).
Hal ini dikarenakan PSM menjadi tahanan Kejakgung.
“Rencananya pekan depan ya kami periksa. Tadi saya sudah konfirmasi ke penyidik kalau pekan depan PSM akan dipanggil. Ya tunggu saja nanti antara hari kamis atau rabu. Ditunggu saja,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/8).
Kemudian, ia melanjutkan pemeriksaan PSM nantinya akan dilakukan di Kejakgung. Sebab, PSM menjadi tahanan Kejakgung dan penyidik akan kooperatif. “Yang bersangkutan menjadi tahanan Kejakgung nanti kami akan kooperatif. Kami akan kesana,” katanya.
Sebelumnya diketahui, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, jaksa Pinangki Sirna Malasari (PSM) meminta penjadwalan ulang untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaaan korupsi yang dilakukan Djoko Tjandra.
Pinangki beralasan, karena hari ini, merupakan jadwal anaknya membesuk dirinya di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.(*/Joh)
JAKARTA – Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Mayjen Eddy Rate Muis mengatakan, pihaknya menerjunkan tim gabungan guna mengusut tuntas kasus perusakan Polsek Ciracas, Jakarta Timur.
“Berkaitan hal tersebut kasus perusakan saat ini sedang proses penyelidikan dan penyidikan oleh tim gabungan di kepolisian dari Polda Metro Jaya, Pomil, dan Pomdam Jaya,” kata Eddy dalam jumpa pers di Mabes Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (29/8/2020).
Eddy memastikan bahwa tim gabungan sudah bekerja guna mengusut tuntas kasus penyerangan Polsek Ciracas yang diduga dilakukan oleh seratusan orang tak dikenal (OTK) tersebut.
Ia mengatakan, perusakan Polsek Ciracas dilakukan oleh massa yang datang dan langsung merusak kendaraan dinas dan pribadi di lokasi. “Massa datang merusak kendaraan dinas dan kendaraan pribadi yang di parkir di jalan mapolsek. Selain merusak juga melakukan pembakaran,” lanjut dia.
“Di samping merusak kantor ada juga yang melakukan (perusakan) fasilitas umum tersebut,” ungkapnya.(*/Tub)
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menolak menyerahkan penyidikan tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK diminta tak mencampuri proses penyidikan Korps Adhyaksa dalam mengungkap dugaan skandal hukum upaya fatwa bebas untuk terpidana korupsi Djoko Sugiarto Tjandra tersebut.
“Penyidikan masing-masing institusi mempunyai kewenangan. Jadi tidak ada yang dikatakan inisiatif menyerahkan perkara ke institusi lainnya,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono saat konfrensi pers di Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Hari mengatakan KPK semestinya menengok aturan ‘main’ dalam penanganan kasus. Hari mengatakan meski KPK merupakan institusi khusus penanganan kasus korupsi, Kejagung juga memiliki kewenangan penyidikan pada kasus yang sama.
“Kami di Kejaksaan Agung juga ada penyidik tindak pidana korupsi. Penuntut umumnya, juga ada di sini,” kata Hari menambahkan.
Ia juga mengingatkan, sebagian penyidik dan penuntut di KPK juga berasal dari kejaksaan. Komposisi itu seharusnya justru menunjukkan Kejagung punya kompetensi lebih untuk mengusut perkara Pinangki.
Hari pun mempertanyakan kengototan KPK agar Kejagung menyerahkan kasus korupsi yang melibatkan peran jaksa. Sebelumnya, KPK pernah meminta kejaksaan agar menyerahkan penanganan dugaan pemerasaan yang dilakukan jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hulu, Riau.
Hari mengatakan tidak perlu ada kecurigaan dalam pengusutan perkara yang melibatkan jaksa karena sekarang ini masyarakat bisa langsung menilai setiap penanganan perkara korupsi yang ditangani Kejagung. “Kami selalu transparan untuk memberitahukan kepada publik setiap prosesnya,” terang Hari.
Ia juga meminta KPK tidak perlu khawatir kasus Pinangki madek. Hari mengatakan Kejagung memroses dengan cepat kasus yang menjerat Pinangki mulai dari pelaporan, dan pemberian sanksi disiplin oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) pada akhir Juli 2020, serta penetapan Pinangki sebagai tersangka pada Selasa (11/8), dan penahanan pada Rabu (12/8).
Dalam kasus Pinangki, Hari menambahkan, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) sudah menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka pemberi janji dan imbalan. “Kami sudah menetapkan dua orang tersangka dalam penyidikan ini dan itu sangat cepat sekali,” terang Hari.
Ia menambahkan ketimbang mengumbar rivalitas dan kecurigaan antarpenegak hukum, KPK sebaiknya memberikan dukungan kepada Kejagung. “Silakan KPK berkordinasi saja (dengan kejaksaan), dan saling men-support (dukung),” kata Hari.
Sebelumnya, Komisioner KPK Nawawi Pomolango meminta agar Kejagung menyerahkan penanganan perkara dugaan korupsi tersangka jaksa Pinangki. Alasannya, Pinangki merupakan jaksa yang berarti kejaksaan menetapkan tersangka dari internal organisasinya.(*/Joh)
JAKARTA – Jaksa Pinangki Sirna Malasari menolak untuk diperiksa tim penyidik Bareskrim Polri. Semula, penyidik kepolisian bakal memeriksa Pinangki di Gedung Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung), Kamis (27/8). Akan tetapi, Direktur Penyidikan di Jampidsus Febrie Adriansyah mengabarkan, pemeriksaan tersebut urung dilakukan.
“Belum tahu pasti ini berjalan atau tidak pemeriksaan sampai sore ini,” kata Febrie saat dicegat di Gedung Pidsus, Kejakgung, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Febrie menerangkan, sebetulnya otoritas Kejakgung, sudah memastikan pemberian izin kepada Bareskrim Polri, untuk dapat memeriksa Pinangki. Bahkan, kata Febrie, izin tersebut atas keputusan langsung dari Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
“Kita sudah siapkan tempat itu di Gedung Bundar (Gedung Pidsus) untuk Pinangki diperiksa,” terang Febrie.
Akan tetapi, Febrie mengungkapkan, rencana pemeriksaan tersebut menjadi kendala. “Ternyata, belum bisa berlangsung. Karena Pinangki-nya menolak (untuk diperiksa),” kata Febrie.
Penolakan yang dilakukan Pinangki tersebut, tak menyebutkan alasan yang pasti. Menurut Febrie, upaya membujuk Pinangki agar mau diperiksa oleh tim Bareskrim, pun sudah dilakukan bersama-sama.
“Tadi kita sudah pertemukan antara penyidik dari Bareskrim, dengan Pinangki. Tapi, dia menolak, dan kita belum tahu kenapa dia menolak,” ungkap Febrie.
Febrie berharap, agar Pinangki bersedia untuk diperiksa tim dari kepolisian. Menurut dia, keterangan dari Pinangki, dibutuhkan oleh tim penyidikan untuk membongkar utuh skandal yang terkait dengan terpidana korupsi Djoko Tjandra.
“Supaya ini bisa clear, Pinangki harus bisa memberi keterangan kepada Bareskrim. Supaya ini terang jadinya semua,” kata Febrie.
Bareskrim semula menjadwalkan pemeriksaan Pinangki di Gedung Bundar, Jampidsus pada Kamis (27/8) pagi. Pemeriksaan oleh Bareskrim tersebut, terkait penyidikan pemberian uang suap Djoko Tjandra terhadap sejumlah jenderal kepolisian yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri.
Dalam penyidikan di Bareskrim, Pinangki berstatus sebagai saksi. Namun, Pinangki adalah tersangka dalam penyidikan di Jampidsus, terkait penerimaan uang dari Djoko Tjandra.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan Jaksa Pinangki meminta penjadwalan ulang untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaaan korupsi yang dilakukan Djoko Tjandra. Pinangki beralasan. karena hari ini merupakan jadwal anaknya membesuk dirinya di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
“Penyidik tadi jam 11.00 WIB sudah ketemu dengan jaksa PSM di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Namun, yang bersangkutan minta untuk dijadwalkan ulang atau di-reschedule karena hari ini jadwalnya anaknya PSM besuk. Jadi, ia minta untuk dijadwalkan ulang,” katanya saat dihubungi dikutip dari republika, Kamis (27/8).
Kemudian, ia melanjutkan pekan depan akan menjadwalkan ulang pemeriksaan PSM. Namun, ia belum bisa memastikan tanggal berapa PSM akan diperiksa.
“Kalau dijadwalkan ulang berarti nanti kami lihat tanggal berapa, ditunggu saja ya,” tukasnya.(*/Joh)
TANGSEL – Polisi menangkap pelaku pembawa kabur motor Harley Davidson di Perumahan Bali View, Cirendeu, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pada Jumat (21/8). Pelaku diketahui berinisial TLX (40 tahun) dibekuk saat berada di tempat persembunyiannya, di wilayah Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (26/8) malam.
Kasatreskrim Polres Tangsel AKP Muharam Wibisono Adipradono mengatakan, pelaku merupakan spesialis pencurian motor gede (moge). Sehari-harinya pelaku memang kerap sekali mencuri sepeda motor jenis moge tersebut.
Saat dilakukan penangkapan pelaku tak melakukan perlawanan, pelaku hanya bisa pasrah.
“Pelaku tertangkap di daerah Cigudeg, Bogor, Jawa Barat. Pelaku memang merupakan spesialis moge dan di lokasi ditemukan juga kendaraan curian lainnya,” kata Muharam, kepada wartawan, Kamis (27/8/2020).
Saat diamankan polisi, moge Harley Davidson tahun 2002 tipe Sportster XL 883 R berwarna mirage orange pearl telah diubah warnanya. Namun, setelah dicek nomor rangkanya masih sama, yakni MJ74CKM1X2K120580.
“Ya, memang ketika kita temukan barang bukti untuk cat sudah diubah. Cuma nomor rangka nomor mesin, kita periksa masih sesuai dengan barang bukti, motor ya diubah warnanya menjadi warna hitam,” ungkapnya.(*/Idr)
JAKARTA – Penyidik menduga peran tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam skandal Djoko Tjandra terkait dengan usaha penerbitan fatwa di Mahkamah Agung (MA). Dugaan itu muncul dalam proses pengungkapan kasus yang dilakukan tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah masih belum mengungkapkan isi fatwa MA yang dijanjikan oleh Pinangki dalam skandal Djoko Tjandra. “Objeknya fatwa MA. Isi fatwanya apa yang dijanjikan, ini belum tuntas,” kata Febrie saat dijumpai di Jakarta, Senin (24/8) malam.
Dia mengatakan Pinangki diduga menerima uang senilai 500 ribu dolar AS, atau sekira Rp 7 miliar, dari Djoko Tjandra terkait janji tersebut. Saat ini, penyidik juga menjerat Pinangki dengan pasal tambahan.
Sebelumnya, Pinangki dijerat dengan Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 11 UU 20/2001 Tipikor. Dalam pengembangan penyidikan, Febrie mengatakan, Pinangki juga dijerat tambahan Pasal 12 a dan b, serta Pasal 15 UU Tipikor 31/1999, dan UU 20/2001.
Pasal-pasal tersebut terkait seorang pejabat atau penyelenggara negara, menerima pemberian, ataupun janji dari pihak lain, yang terkait dengan jabatannya. Adanya Pasal 15, kata Febrie, melengkapi perbuatan pidana yang dilakukan Pinangki, dalam aksi persekongkolan jahat.
“Itu (Pasal 15) permufakatan jahat yang dilakukan oleh tersangka jaksa P,” kata Febrie.
Terkait proses penyidikan terhadap tersangka Pinangki, Jampidsus masih terus melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Pada Senin (24/8), seorang bernama Andi Irfan diperiksa terkait peran Pinangki.
Febrie mengungkapkan, Andi Irfan, diduga pernah ikut bersama Pinangki, menemui Djoko Tjandra di luar negeri. “Kita memeriksa Andi Irfan ini, terkait dengan keberangkatan dengan tersangka jaksa P (Pinangki), bersama-sama. Apa kepentingannya dengan Djoko Tjandra,” terang Febrie.
Pemeriksaan terhadap Andi Irfan, Febrie mengatakan, juga untuk mendalami pembuktian adanya penerimaan janji, dan uang dari Djoko Tjandra, kepada Pinangki. “Yang jelas, dia (Andi Irfan) ini, bersama Pinangki untuk ketemu Djoko Tjandra di Kuala Lumpur,” ungkap Febrie.(*/Joh)
SERANG – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten berhasil menangkap tersangka pelaku penyebaran kasus pornografi terhadap anak di bawah umur.
Direskrimsus Polda Banten Kombes Pol Nunung Syaifudin mengatakan penangkapan tersangka RK (22 tahun) berstatus mahasiswa, warga Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, itu dilakukan berdasarkan surat laporan dari korban dengan nomor LP/257/VIII/RES.2.5./2020/BANTEN/SPKT I tertanggal 14 Agustus tahun 2020.
“Menindaklanjuti adanya laporan kasus penyebaran foto dan video asusila, Polda Banten melalui Ditreskrim telah berhasil menangkap tersangka RK dan barang bukti satu bundel screen shoot (tangkapan layar) percakapan di Whatsapp antara korban dan pelaku,” kata Nunung saat menyampaikan keterangan pers pengungkapan kasus tersebut, Rabu (26/8).
Nunung menjelaskan dari hasil keterangan korban JL yang masih di bawah umur, modus dari tersangka melakukan pertemanan melalui media sosial Facebook yang selanjutnya bertukar nomor Whatsapp. “Setelah melakukan percakapan melalui media sosial tersebut, korban kemudian memberikan nomor Whatsapp-nya kepada pelaku,” kata Nunung.
Setelah itu, korban yang merupakan warga Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, terbujuk rayu oleh tersangka dan mau membuka busananya. Selanjutnya, tersangka meminta korban melakukan adegan seksual, yaitu berfoto dan video tanpa busana dan tersangka meminta dikirimkan melalui pesan Whatsapp.
Kemudian, menurut pengakuan korban, jika permintaan tersangka untuk kembali melakukan foto dan video tanpa busana tidak dipenuhi, tersangka mengancam akan memviralkan foto dan video bugil korban dengan menggunakan akun Facebook korban sehingga seolah-olah korban sendiri yang mengunggah video tersebut.
“Motif dari tersangka RK untuk mendapatkan kepuasan sendiri dengan mengoleksi foto atau video anak di bawah umur tanpa busana,” katanya.
Atas perbuatannya itu, tersangka RK dikenai Pasal 37 UU RI NO 44 TAHUN 2008 TTG Pornografi, Pasal 76 i UU RI NO 23 TAHUN 2020 TTG Perlindungan Anak, Pasal 45 ayat (1) Jo 27 ayat (1) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana Maksimal 16 Tahun penjara dan denda 1.000.000.000 (satu miliar).
“Terkait kasus ini saya mengimbau kepada seluruh orang tua khususnya yang berada di wilayah hukum Polda Banten agar selalu memantau atau mengawasi anaknya jangan sampai ada lagi korban kasus seperti ini,” tukasnya.(*/Dul)
CIBINONG – Penasehat hukum terpidana Sri Rukmini, Hayanah Ulfah, Usnah Lusiana, dan Huriah berharap Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) memeriksa para hakim di Pengadilan Negeri Kelas I A Cibinong yang bersidang di perkara nomor 5/Pid.B/2020/PN.Cbn.
Pasalnya, dia melihat para hakim dalam memutuskan hukuman pidana kepada kliennya tanpa melihat pledoi yang dia bacakan dimana para terpidana yang merupakan kakak beradik tidak pernah dipenjara, berbuat baik, sopan didalam persidangan maupun hal meringankan lainnya hingga hakim memutuskan hukuman pidana sesuai dakwaan jaksa penuntut umum yaitu selama 3,6 tahun.
“Inti laporan kami ke KY dan Badan Pengawas MA karena dalam putusan hakim tidak ada pertimbangan kemanusiaan dimana ibu-ibu yang sudah tua, yang harus mendidik anak, melayani suami dan pertimbangan yang meringankan para terpidana hingga mereka dihukum penjara sesuai dakwaan jaksa penuntut umum yaitu 3,6 tahun,” kata Irawansyah ketika ditemui wartawan di PN Kelas I A Cibinong, Selasa, (25/8/2020).
Mengenai sanggahan Humas PN Kelas I A Cibinong Amran S Parman yang mengatakan para hakim menghukum para terpidana sesuai fakta-fakta di persidangan masih bisa diperdebatkan, dan oleh karena itu selain melapor ke KY dan Badan Pengawas MA Republik Indonesia, pihak kuasa hukum juga sudah mengajukan banding.
“Kami berdasarkan bukti-bukti yang ada, termasuk putusan MA pada 30 Mei 2017 lalu yang menolak Peninjauan Kembali (PK) penggugat Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor atas putusan sebelumnya yaitu nomor.94/G/2010/PTTUN-BDG tanggal 17 Juni 2014 akan melakukan banding dan gugat hukum perdata kepada BPN Kabupaten Bogor dan Burhanudin dan dibebankan hak tanggung oleh PT Bank Syariah Mandiri (BSM) selaku pemilik sertifikat tanah nomor 276 Pamegarsari yang telah digugurkan karena PKnya ditolak oleh MA sehingga kepemilikannya dikembalikan kepada orang tua terpidana yaitu almarhum yaitu Husin bin Abdur Rahim.
Kami menilai ini sarat kepentingan apalagi PT Delta Systech Indonesia (DSI) menuntut klien kami menyerahkan sertifikat tanah seluas 1,8 hektare dimana pembayarannya baru dibayar 20 persen,” sambung pria asli Lampung ini.
Irawansyah menuturkan sebagai hakim, harusnya bisa mengalihkan perkara gugatan dari hukum pidana ke hukum perdata karena masalah ini berawal dari pelanggaran dalam akta otentik perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).
“Sebenarnya klien kami tidak melanggar akta otentik PPJB karena gugatan PK Kantor BPN Kabupaten Bogor itu telah ditolak MA dan PK itu hukum tertinggi alias tidak bisa digugat lagi. Keputusan majelis hakim juga aneh karena pihak klien kami dalam dakwaannya turut serta melakukan penipuan sementara pelaku utamanya siapa alias ga ada, semoga hukum di Negara Indonesia ini berlaku adil,” tutur Irawansyah.
Sebelumnya, mendengar majelis hakimnya diadukan ke Komisi Yudisial oleh Irawansyah penasehat hukum terpidana Sri Rukmini, Hayanah Ulfah, Usnah Lusiana dan Huriah, Humas Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Cibinong pun angkat bicara.
Amran S Parman selaku Humas Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Cibinong mengatakan majelis hakim dalam memvonis para terpidana sudah sesuai dengan fakta-fakta di persidangan.
“Tanah orang tua para terpidana berletter C nomor. 381/1115 atas nama Husin Abdul Rahim itu sebelumnya dijual ke pihak lain dengan catatan belum lunas, namun setelah orang tuanya meninggal dunia ternyata tanah tersebut dijual kembali ke PT Delta Systech Indonesia (DSI) hingga karena dianggap menipu maka mereka digugat oleh PT DSI selaku korban atau penggugat,” kata Amran kepada wartawan, Senin, (24/8).
Dia menerangkan, majelis hakim yang melihat fakta-fakta bahwa pernyataan para terpidana bahwa tanah tersebut steril, bersih dari sengketa namun dalam kenyataan tanah tersebut sudah dijual ke pihak lain maka menghukum para terpidana dengan hukuman penjara selama 3,6 tahun.
“Kesalahan para terpidana ini ialah bahwa dalam akta otentik Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) menyatakan bahwa tanah tersebut steril tetapi sebelumnya pernah dijual ke pihak lain walaupun belum lunas, dasar inilah yang menjadi alasan hakim dalam memberikan vonis hukuman penjara,” terangnya. (*/T Ab)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro