SIDOARJO – Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim I Ketut Suarta itu lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 5 tahun 3 bulan.
Saiful dinyatakan bersalah menerima gratifikasi senilai Rp44,4 miliar. Ia juga harus membayar denda Rp500 juta subsider penjara 3 bulan.
JPU sebelumnya menuntut denda Rp1 miliar dengan pengganti kurungan 6 bulan penjara. Di samping itu, saiful juga harus membayar uang pengganti Rp44,4 miliar.
Uang pengganti harus dibayar sebulan setelah putusan dibacakan dan apabila uangnya tidak cukup, maka akan disita harta bendanya. Apabila harta sitaan masih tidak cukup, jaksa meminta majelis hakim memberikan hukuman pengganti tiga tahun penjara.
Majelis hakim juga mencabut hak dipilih terdakwa selama tiga tahun sejak terdakwa selesai menjalani hukuman.
Sementara itu, setelah berkonsultasi dengan penasehat hukumnya, Saiful mengatakan, akan banding atas vonis dirinya. Pihak kuasa hukum Saiful, Mustofa Abidin menyatakan keberatannya atas putusan hakim, pasalnya jaksa dan majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta persidangan yang ada karena di fakta persidangan banyak peristiwa yang tidak semuanya disebut gratifikasi.(*/Gio)
JAKARTA – Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango mengungkap, banyak pejabat yang pamer harta di media sosial atau flexing dan berujung terjerat kasus korupsi. Dia menyebut, hal ini menjadi fenomena selama 2023.
Hal ini Nawawi sampaikan di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hadir dalam acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia), Selasa (12/12/2023). Kegiatan itu turut dihadiri Jaksa Agung ST Burhanuddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan jajaran menteri.
“Tahun 2023 ini fenomena baru, flexing, pamer kekayaan para pejabat pemerintah di media sosial direspons masyarakat dengan membandingkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) miliknya,” kata Nawawi di Istora Senayan, Jakarta.
Nawawi mengatakan, masyarakat dapat mengakses LHKPN pejabat melalui situs resmi e-lhkpn. Publik pun dapat mengecek laporan harta pejabat ketika kekayaannya viral di media sosial hingga akhirnya terungkap adanya tindak pidana korupsi.
“Beberapa berujung pada pengungkapan kasus korupsi,” ungkap Nawawi.
Fenomena ini membuat Nawawi berharap pemerintah, khususnya Presiden Jokowi bisa memberikan perhatian khusus. Salah satunya dengan cara memberikan teguran bagi pejabat yang tak patuh dan jujur melaporkan kekayaannya.
“Bapak Presiden bisa memberikan teguran untuk mereka yang tidak menyampaikan LHKPN secara tepat waktu, lengkap dengan surat kuasa dan benar isinya,” ujar dia.
Adapun KPK mengusut tiga kasus korupsi pejabat yang berawal dari pamer harta di media sosial. Pertama adalah eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo.
Harta Rafael jadi sorotan publik setelah anaknya melakukan penganiayaan. KPK kemudian melakukan pengecekan LHKPN milik Rafael hingga menemukam dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kini kasus Rafael sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Lalu, dua kasus lainnya melibatkan mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dan eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto. Andhi Pramono tengah menjalani persidangan, sedangkan Eko baru saja ditahan pada Jumat (8/12/2023).(*/Jo)
JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara, Nawawi Pomolango mengatakan, cita-cita Indonesia Emas di tahun 2045 akan sulit terwujud apabila korupsi di Tanah Air belum dapat diberantas secara tuntas.
Hal itu disampaikan Nawawi Pomolango di puncak Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
“Secara empirik, korupsi telah terbukti menghambat kemajuan sosial dan ekonomi di banyak negara di dunia. Oleh karenanya, cita-cita Indonesia emas tahun 2045 pun akan sulit dicapai bila korupsi belum dapat diberantas secara tuntas,” kata Nawawi, Selasa.
Nawawi berujar bahwa upaya pemberantasan korupsi sudah diupayakan oleh pemerintah sejak lama dengan pembentukan lembaga atau institusi baru termasuk pendirian KPK dan revitalisasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi-Stranas PK.
Namun sayangnya, kata Nawawi, berbagai indikator menunjukkan kurang efektifnya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Kita lihat bagaimana skor Indeks Persepsi Korupsi-IPK yang tidak meningkat secara signifikan dan stagnan dalam satu dekade ini. Indeks Perilaku Antikorupsi-IPAK yang diterbitkan Badan Pusat Statistik juga demikian. Kenaikan tidak signifikan dan fluktuatif,” ungkapnya.
“Terakhir Survei Penilaian Integritas-SPI yang dilaksanakan KPK mengukur praktek korupsi pada seluruh instansi pemerintah di pusat dan pemerintah daerah. Responden internal dan eksternal menyatakan bahwa korupsi masih ada yang ditunjukkan dengan skor nasional yang menurun,” ujarnya.
Sebelumnya, Nawawi mengatakan sinergi antar seluruh lembaga untuk memberantasan praktek korupsi di Indonesia perlu diperkuat.
“Melalui peringatan Hari Antikorupsi Sedunia kali ini, sengaja kami mengambil tema sinergi untuk berantas korupsi, untuk iIndonesia maju. Karena kami merasa sinergi antar-semua elemen bangsa perlu diperkuat,” kata Nawawi.
Ia menilai, pemberantasan dan pencegahan korupsi tidak bisa dilakukan hanya melalui aspek kelembagaan atau dengan pembentukan lembaga/unit kerja baru, atau hanya aspek regulasi melalui penerbitan UU, PP, Perpres dan selanjutnya, atau hanya bersandar pada kinerja aparat penegak hukum.
Melihat situasi belakangan ini, Nawawi pun berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat mendorong kembali segala upaya untuk pemberantasan korupsi di Indonesia, demi masa depan generasi kita.
“Sinergitas gerak dari seluruh elemen bangsa harus kembali dipimpin untuk bergerak maju. Sekali lagi bukan hanya sinergi antar aparat penegak hukum saja, tetapi juga sinergi antar pemerintah dengan masyarakat, dengan dunia usaha,” ungkapnya.
“Kami di KPK berharap sangat agar Bapak dapat memimpin upaya pemberantasan korupsi ke depan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat secara kelembagaan,”tandasnya.(*Jo)
JAKARTA – Dewan Pers mengkritisi revisi kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disetujui bersama DPR RI dan Pemerintah. Revisi kedua yang akan disahkan menjadi UU pada 6 Desember 2023 lalu masih berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekspresi masyarakat.
‘’Revisi kedua atas UU tersebut juga tidak memberikan perubahan signifikan terhadap pasal-pasal yang selama ini menjadi ancaman kemerdekaan pers,’’ kata Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dalam siaran pers di laman Dewan Pers, (8/12/2023).
Pasal-pasal yang dimaksud antara lain adalah Pasal 27A mengenai distribusi atau transmisi informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan tuduhan/fitnah dan/atau pencemaran nama baik. Kemudian, ancaman lainnya datang dari Pasal 28 ayat (1) dan (2) yang mengancam pelaku penyebaran pemberitahuan bohong dan SARA untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.
Setiap orang yang melanggar pasal-pasal itu bisa dihukum penjara enam tahun dan atau denda Rp 1 miliar. Pasal-pasal yang mengatur soal penyebaran kebencian dan penghinaan tersebut mengingatkan pada haatzaai artikelen dalam KUHP. Pasal-pasal karet produk kolonial tersebut bahkan dikuatkan dengan KUHP baru sebagai produk hukum nasional, yang sebenarnya sudah tidak boleh diberlakukan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 27A, Pasal 27B dan Pasal 28 ayat (1) pada revisi kedua atas UU ITE berpotensi mengebiri pers karena karya jurnalistik yang didistribusikan menggunakan sarana teknologi dan informasi elektronik (di internet) terkait dengan kasus-kasus korupsi, manipulasi, dan sengketa, dapat dinilai oleh pihak tertentu sebagai penyebaran pencemaran atau kebencian. Dengan ancaman hukuman penjara lebih dari enam tahun, aparat kepolisian dapat menahan setiap orang selama 120 hari, termasuk wartawan, atas dasar tuduhan melakukan penyebaran berita bohong seperti diatur dalam revisi kedua atas UU ITE ini.
‘’Pasal-pasal itu secara tidak langsung dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam pers, yang pada akhirnya akan menciderai upaya mewujudkan negara demokratis,’’ ujarnya.
Dewan Pers menilai pasal-pasal UU ITE tidak dapat digunakan terhadap produk pers sebagai karya jurnalistik yang sudah tegas dan jelas diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sedangkan implementasi UU ITE sudah diatur dalam Pedoman Implementasi Undang-Undang ITE Nomor 229 Tahun 2021 berdasarkan Keputusan Bersama Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri.
Pedoman tersebut menegaskan bahwa “untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers sebagai lex spesialis bukan UU ITE. Untuk kasus terkait pers perlu melibatkan Dewan Pers”.
Namun demikian, Pedoman No. 229/2021 akan menemui tantangan berat karena norma hukum yang memayunginya justru membuka celah penafsiran yang membelenggu kemerdekaan pers. Sementara itu, dalam proses legislasi revisi kedua UU ITE, Dewan Pers menilai tidak ada transparansi dan keterbukaan untuk melibatkan partisipasi publik secara luas, terutama untuk mendengarkan berbagai masukan dari stakeholder yang berpotensi terdampak.
Hal ini menunjukkan ketidakseriusan lembaga eksekutif dan legislatif untuk menjalankan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah diubah menjadi UU Nomor 13 Tahun 2022. ‘’Bahkan naskah revisi kedua atas UU ITE yang baru disahkan oleh DPR dan Pemerintah juga sulit diperoleh,’’ katanya.
Oleh karena itu, Dewan Pers mengajak masyarakat dan seluruh komunitas pers untuk bergerak mengkritisi revisi kedua atas UU ITE tersebut. Dewan Pers juga menyerukan segenap komunitas pers pada khususnya dan berbagai pihak yang potensial terdampak pada umumnya untuk mengambil langkah konkret bersama-sama mencegah terjadinya kriminalisasi pers yang disebabkan oleh UU ITE atau UU lainnya yang masih mengancam kemerdekaan pers.(Republika)
BANTEN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisaris PT Dosni Roha Logistik Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo pada Rabu (6/12/2023). Namun, kakak dari Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo itu mangkir dari pemanggilan tim penyidik.
Adapun KPK memanggil Bambang untuk diperiksa sebagai saksi terkait dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020-2021 di Kementerian Sosial (Kemensos). Kasus ini menjerat mantan dirut PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), M Kuncoro Wibowo.
“Sejauh ini yang bersangkutan tidak hadir,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan di Serang, Banten, Jumat (7/12/2023).
Ali mengatakan, pihaknya bakal menjadwal ulang pemeriksaan Bambang. Namun, dia belum menjelaskan lebih rinci kapan pemanggilan itu akan dilakukan.
Selain Kuncoro, KPK menetapkan total enam tersangka dalam kasus ini. Lima tersangka lainnya adalah Direktur Komersial PT BGR Persero periode 2018-2021, Budi Susanto; Vice President Operasional PT BGR, April Churniawan; Dirut Mitra Energi Persada (MEP), Ivo Wongkaren; serta tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Roni Ramdani dan Richard Cahyanto.
Kasus ini berawal ketika Kemensos menunjuk PT BGR untuk menyalurkan bansos beras bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Nilai kontrak pekerjaan ini mencapai Rp 326 miliar.
Selanjutnya, atas sepengetahuan Kuncoro dan Budi, April secara sepihak menunjuk PT PTP milik Richard menjadi konsultan pendamping agar realisasi penyaluran bansos beras tersebut dapat segera dilakukan. Namun, penunjukkan PT PTP ini tidak melalui proses seleksi.
“Settingan sedemikian rupa tersebut diketahui MKW, BS, AC, IW, RR dan RC,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (18/9/2023).
Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR Persero dengan PT PTP tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas. Hal ini sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh Kuncoro dengan tanggal kontrak yang juga disepakati untuk dibuat mundur (backdate).
“Atas ide IW, RR dan RC, PT PTP membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi bantuan sosial beras,” tegas Asep.
Roni kemudian menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT BGR Persero pada periode September-Desember 2020. Permintaan itu pun dipenuhi dengan pembayaran sekitar Rp 151 miliar yang dikirim ke rekening PT PTP.
Terdapat rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT PTP dengan kembali mencantumkan backdate. Hal ini dilakukan Budi dan April dengan mengintimidasi beberapa pegawai PT BGR. Akibat kecurangan para tersangka ini, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 127,5 miliar.(*/Jo)
JAKARTA – Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo menilai bahwa sudah saat Polda Metro Jaya menahan Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Menurut dia, jika Firli ditahan, maka bakal menjadi kado terindah jelang peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang jatuh pada 9 Desember 2023.
“Jika Firli ditahan maka itu merupakan kado terindah bagi masyarakat Indonesia dalam menyambut Hari Antikorupsi Sedunia tanggal 9 Desember 2023 karena pelaku korupsi apapun jabatan pelakunya, termasuk Ketua KPK akan ditindak tegas sebagai bukti negara ini melawan korupsi,” kata Yudi dalam keterangan tertulisnya, (6/12/2023).
Yudi mengatakan, Polda Metro Jaya sudah bisa menahan Firli. Sebab, prosedur dan tahapan-tahapan penyidikan sudah terpenuhi karena penyidik telah memeriksa Firli sebagai tersangka.
“Sehingga penyidik Polda Metro Jaya aya tidak perlu sungkan lagi melakukan penahanan pasca pemeriksaan tambahan pada hari hari Rabu ini tanggal 6 Desember 2023,” ujar Yudi.
Disamping itu, dia menyebut, alasan obyektif sudah terpenuhi, yaitu kejahatan korupsi diatas 5 tahun ancaman hukuman penjaranya. Apalagi Firli juga disangkakan pasal 12B UU Tipikor dengan ancaman maksimal penjara seumur hidup.
Sementara, menurut Yudi alasan subyektif, yaitu tersangka tidak akan mengulangi perbuatannya, tidak melarikan diri, dan tidak menghilangkan atau merusak barang bukti seharusnya sudah terpenuhi. Apalagi saat ini Firli juga sudah dicegah bepergian ke luar negeri, termasuk nonaktif dari KPK. Sehingga sudah tidak ada pekerjaan kedinasan lagi yang dilakukan.
“Bahwa pentingnya penyidik menahan (Firli) akan semakin mempermudah kerja-kerja penyidik dalam menuntaskan kasus ini,” jelas Yudi.
Sebelumnya, penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri kembali memanggil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo. Pemeriksaan kedua kalinya sebagai tersangka kembali dilaksanakan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (6/12/2023).
Firli pun memenuhi panggilan pemeriksaan kedua tersebut. Namun, dia membungkam seribu bahasa saat ditanya awak media yang telah menunggunya.(*/Jo)
JAKARTA – Eks ketua Mahakamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengaku terkejut mendengar pengakuan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo dan diikuti Menteri ESDM periode 2014-2016 Sudirman Said. Keduanya secara berurutan membuat pengakuan yang sama.
Baik Agus maupun Sudirman sempat dimarahi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus yang melibatkan ketua DPR periode 2016-2017 Setya Novanto (Setnov). Hamdan pun mendorong agar DPR bertindak untuk menelusuri masalah yang terkait eksekutif tersebut.
“Saya kaget mendengar pengakuan Agus Raharjo (eks ketua KPK), Sudirman Said (eks ESDM). Ditambah masalah putusan MK. DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket,” katanya melalui akun X @hamdanzoelva dikutip awak media di Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Hamdan meminta DPR mengusut masalah itu untuk mencari kebenarannya. “Apa betul ada intervensi presiden atau hanya fitnah?” kata Hamdan yang kini menjadi Ketua Dewan Pakar Tim Nasional Pemenangan Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (Timnas Amin) tersebut.
Sebelumnya, Agus Rahardjo mengaku pernah diminta oleh Presiden Jokowi untuk datang sendiri ke Istana. Di situ, Agus diminta Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setnov.
Saat itu, Setnov menjabat ketua umum DPP Partai Golkar sekaligus ketua DPR. Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017. Adapun Sudirman Said kala itu terlibat urusan kasus ‘Papa Minta Saham’ yang juga melibatkan Setnov.
Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI) Julius Ibrani menduga Jokowi telah melakukan obstruction of justice atau menghalangi penyidikan dalam kasus korupsi megaproyek E-KTP yang melibatkan Setnov. “Kami menyarankan (Jokowi) di-impeachment, bukan hanya interpelasi. Kami menyarankan DPR RI melakukan impeachment,” ujar Julius kepada media.
Sementara itu, Presiden Jokowi mempertanyakan maksud pernyataan mantan ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku pernah bertemu dengannya, dan diminta menghentikan penanganan kasus KTP-el. “Untuk apa diramaikan? Itu kepentingan apa diramaikan, itu untuk kepentingan apa?” tanya Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (4/12/2023).
Jokowi pun meminta publik memverifikasi pemberitaan pada 2017, kala kasus Setnov. Jokowi menekankan, ia malah saat itu mendorong Setnov mengikuti proses hukum yang ada.
“Yang pertama, coba dilihat di berita-berita tahun 2017. Di bulan November, saya sampaikan saat itu Pak Novanto, Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada. Jelas berita itu ada semuanya,” kata Jokowi.(Republika)
YOGYAKARTA – Warga DIY menuntut politikus PSI, Ade Armando untuk ditangkap dan dipecat dari PSI. Hal ini menyusul pernyataan Ade Armando yang menyebut DIY sebagai manifestasi dinasti politik.
Tuntutan tersebut disampaikan Paguyuban Masyarakat Ngayogyakarta untuk Sinambungan Keistimewaan (Paman Usman) saat menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPW PSI DIY, Kota Yogyakarta, (4/12/2023). Dalam aksi demonstrasi tersebut, juga diikuti oleh perwakilan dari mahasiswa DIY.
“Tangkap Ade Armando dan pecat dari PSI,” kata Perwakilan Paman Usman, Widihasto di depan Kantor DPW PSI DIY, Kota Yogyakarta, (4/12/2023).
Hasto menyebut bahwa pihaknya menuntut PSI untuk melakukan tindakan yang konkrit terhadap kadernya, Ade Armando. Pasalnya, pernyataan Ade Armando dikatakan telah menyakiti hati rakyat DIY.
“Saya kira tidak bisa dikatakan itu tindakan pribadi Ade Armando, karena dia adalah caleg dan pengurus DPP (PSI), harus ada sikap politik yang jelas dari PSI kepada Ade Armando,” ucap Hasto.
Terkait dengan tuntutan penangkapan terhadap Ade Armando, Hasto menuturkan bahwa politikus PSI tersebut telah terindikasi melakukan penyebarluasan informasi palsu. Bahkan, ia mengatakan bahwa Ade Armando tidak tahu mengenai sejarah terkait keistimewaan DIY.
“Kami meminta aparat kepolisian untuk menangkap Ade Armando karena terindikasi telah melakukan penyebarluasan kabar bohong, melakukan penyebarluasan konten-konten hoaks yang itu tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum terkait kesejarahan DIY berdasarkan UU Keistimewaan DIY,” jelasnya.
Seperti diketahui, puluhan warga DIY memenuhi depan kantor DPW PSI DIY melakukan aksi demonstrasi, Senin (4/12/2023). Aksi tersebut dilakukan menyusul pernyataan politikus PSI, Ade Armando yang menyebut DIY sebagai bentuk dinasti politik.
Massa yang berasal dari berbagai elemen masyarakat DIY ini menyesalkan pernyataan Ade Armando yang disampaikan di media sosialnya. Aksi ini diikuti mulai dari Masyarakat Ngayogyakarta untuk Sinambungan Keistimewaan (Paman Usman), hingga perwakilan mahasiswa DIY.(*/D To)
JAKARTA – Polisi mengungkap alasan penyidik tak kunjung melakukan penahanan terhadap tersangka kasus pemerasan terhadap menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Firli Bahuri. Polisi menyebut saat ini upaya paksa terhadap yang bersangkutan masih belum diperlukan.
“Karena saat ini masih belum diperlukan (penahanan),” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa saat dikonfirmasi, Minggu (3/12/2023).
Arief tak menjelaskan lebih lanjut alasan tidak dilakukan penahanan terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif tersebut. Dalam kasus ini Firli Bahuri dijerat dengan beberapa pasal.
Diantaranya Pasal 12 e, 12 B atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP. Dalam Pasal 12 B ayat 2 hukuman maksimal dari jeratan pasal ini adalah hukuman seumur hidup.
Firli Bahuri sendiri telah menjalani pemeriksaan perdana dengan status tersangka pada Jumat (1/12/2023). Firli diperiksa penyidik gabungan selama 10 jam di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan perdana dengan status tersangka.
Sebelumnya, Firli Bahuri telah dua kali menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus pemerasan yang menyeret namanya tersebut. Pemeriksaan pertama dilakukan pada 24 Oktober 2023 dan pemeriksaan kedua dilakukan pada Kamis (16/11/2023) lalu.
Namun Firli Bahuri baru ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo pada hari Rabu (22/11/2023) atau sepekan setelah pemeriksaan terakhirnya sebagai saksi. Penetapan tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap SYL dalam penanganan kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) diputuskan setelah penyidik melaksanakan gelar perkara di hari yang sama.
Sementara, Firli berharap kasus hukum yang tengah menjeratnya segera selesai. Dia juga berharap agar nantinya majelis hakim dapat memutus perkara yang menjeratnya dengan adil. Harapan ini disampaikan Firli setelah menjalani pemeriksaan selama 10 jam di Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap Yasin Limpo.
Selain itu, Firli Bahuri juga mengaku sangat menjunjung tinggi supremasi hukum dan penegakan hukum di Indonesia. “Junjung tinggi asas praduga tak bersalah dan tidak mengembangkan narasi atau opini yang bersifat menghakimi,” kata Firli Bahuri.(*/Jo)
JAKARTA – Pengamat politik Dedi Kurnia Syah mendesak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) segera mengusut tuntas agenda politik yang melibatkan perangkat desa. Hal itu lantaran ada laporan yang didaftarkan ke Bawaslu yang terkait agenda perangkat desa mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Adapun laporan itu dibuat Aliansi Masyarakat Peduli Pemilu yang Jurdil (AMPPJ) terhadap panitia acara kegiatan Desa Bersatu ke Bawaslu pada Kamis (23/11/2023). Laporan itu dilayangkan karena panitia acara dianggap memobilisasi ribuan kepala desa (kades) untuk mendukung pasangan nomor urut dua.
“Bawaslu tidak dapat berdalih itu bukan agenda kampanye karena publik telah mengetahuinya. Jika tidak, maka kepercayaan publik pada penyelenggaraan Pemilu 2024 bisa pudar,” kata Dedi kepada awak media di Jakarta dikutip Sabtu (30/11/2023).
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion tersebut berharap, Bawaslu bisa kerja profesional demi menjaga sportivitas kampanye bagi seluruh kandidat. Dedi mengingatkan, jangan sampai terjadi pengistimewaan bagi salah satunya.
“Jika Bawaslu tidak merespon atas pelaporan publik, maka Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu perlu memanggil Bawaslu dan membawa persoalan ini ke meja sidang etik,” ucap Dedi.
Sebelumnya, ribuan perangkat desa, termasuk Apdesi yang tergabung dalam organisasi Desa Bersatu menghadiri acara deklarasi dukungan kepada pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran di Indonesia Arena, Senayan, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Ahad (19/11/2023). Acara tersebut, dihadiri cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka.
Adapun Bawaslu mengingatkan kepala desa dan aparatur desa untuk tidak terlibat dalam kampanye partai politik, karena melanggar ketentuan. “Kita akan mengingatkan tidak boleh ada keterlibatan kepala desa dan aparat desa dalam kampanye,” kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja di Serang, Provinsi Banten, Kamis (23/11/2023).(*/Mu)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro