JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 14 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan atau periode 2014-2019 sebagai tersangka kasus dugaan suap mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.
“KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penyidikan dengan 14 orang anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan/atau 2014-2019 sebagai tersangka,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Ali membeberkan, 14 legislator yang kini menyandang status tersangka itu, yakni Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean Hasibuan, Nurhasanah, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Ahmad Hosein Hutagalung, Syamsul Hilal, Robert Nainggolan, Ramli, Mulyani, Layani Sinukaban, Japorman Saragih, Jamaluddin Hasibuan, dan Irwansyah Damanik. Para tersangka diduga menerima suap dari Gatot selalu Gubernur Sumut ketika itu terkait fungsi dan kewenangan mereka sebagai Wakil Rakyat.
“14 tersangka tersebut diduga menerima fee beragam dari Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho terkait fungsi dan wewenang sebagai anggota DPR Sumut,” kata Ali.
Dibeberkan Ali, Uang yang diterima 14 tersangka dari Gatot itu terkait dengan persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut tahun anggaran 2012 sampai dengan 2014 dan persetujuan perubahan APBD Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2013 dan 2014. Selain itu, para legislator ini juga diduga menerima suap terkait pengesahan APBD Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2014 dan 2015 serta penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Sumatera Utara pada 2015.
“Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 14 tersangka tersebut diduga menerima fee dengan jumlah beragam dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai Anggota DPRD Provinsi Sumut,” katanya.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, 14 Anggota DPRD Sumut tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
14 legislator ini menambah panjang anggota DPRD Sumut yang dijerat KPK. Sebelumnya, Lembaga Antikorupsi telah menetapkan 50 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut sebagai tersangka dalam kasus ini. Para tersangka itu diduga menerima suap dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut dengan nilai suap yang beragam. Puluhan anggota DPRD Sumut itu saat ini sedang menjalani pidana masing-masing setelah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan dengan hukuman rata-rata 4 tahun hingga 6 tahun penjara.(*/Ag)
JAKARTA – Markas PTIK atau Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, harus steril dari hilir mudik orang-orang yang disebut-sebut sedang menjadi target KPK untuk dijadikan sebagai “bunker” tempat berlindung.
Hal ini disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI ) Petrus Selestinus menyusul beredar selentingan kabar bahwa Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku terdeteksi oleh KPK berada PTIK saat hendak di OTT beberapa waktu lalu.
“Lantas apakah Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku terdeteksi berada di PTIK dalam rangka mencari bunker,” kata Petrus, Jumat (31/1/2020).
TPDI, kata Petrus, mendesak Gubernur PTIK dan Kapolri segera mengklarifikasi soal isu dugaan adanya praktek mengunakan otoritas di markas PTIK, untuk melindungi orang yang sedang diburu KPK.
Bahkan bila rumor tentang praktek mendagangkan pengaruh oleh oknum Jenderal Polisi di PTIK, benar adanya, maka praktek demikian harus disterilkan karena praktek demikian jelas merupakan penyalahgunaan wewenang, yang mengotori Lembaga Pendidikan Kepolisian sebagai area terbuka bagi kepentingan Ilmu Pengetahuan Polri yang wajib kita hormati dan dijaga bersama.
“Jangan sampai PTIK disalahgunakan dan dijadikan “bunker” bagi orang-orang tertentu yang sedang jadi target KPK sebagaimana nama Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku terdeteksi oleh KPK berada PTIK saat hendak di OTT tanggal 8 Januari 2020 yang lalu,” pungkasnya.(*/Joh)
JAKARTA – Polri meminta publik bersabar karena saat ini pihaknya masih terus melakukan pencarian atas tersangka suap Harun Masiku.
Seperti diketahui, kader PDI Perjuangan yang tersandung kasus suap dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR RI itu hingga kini belum diketahui keberadaannya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah mengajukan surat resmi kepada Kepolisian untuk membantu pencarian Caleg dari Dapil Sumatera Selatan I itu.
Kapolri Idham Azis mengatakan, pihaknya langsung menindaklanjuti surat permohonan bantuan itu ke Kabareskrim.Saat ini Kabareskrim sudah membuat tim untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mendeteksi keberadaan Harun.
“Ini kan sudah pernah kita lakukan seperti kasus e-KTP, bu Miryam itu permintaan dari KPK (untuk dibantu mencari) dan melakukan proses penangkapan. Mohon doa restu secepatnya, kalau nanti tim Polri yang ketemu kita serahkan ke KPK karena kan prosesnya di KPK,” kata Idham kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis, (30/1/2020).
Meski demikian, Idham enggan berkomentar banyak mengenai progres pencarian Harun. Dia juga menyerahkan pertanyaan wartawan kepada Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Raden Prabowo Argo Yuwono yang berdiri tak jauh dari dirinya.
Sambil melenggang pergi, Idham pun meminta Argo menanggapi pertanyaan wartawan. Kepada wartawan, Argo menyebut kalau saat ini tim dari Polri masih terus melakukan pencarian Harun Masiku.
Namun dia juga tak bisa memaparkan bagaimana teknis pencarian yang dilakukan Polri. Menurutnya, hal ini tak bisa dipaparkan agar Harun yang buron tak pergi semakin jauh.”Nanti yang bersangkutan lari kalau saya sampaikan secara teknis,” ucap dia.
Dia pun tak mempermasalahkan keinginan Partai Demokrat yang hendak datang ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian untuk mengklarifikasi kabar penyelidik KPK yang diinterogasi Polri saat hendak melakukan penyelidikan ke PTIK.
Menurutnya itu adalah hak semua pihak.”Tapi apa yang kita lakukan untuk membantu KPK akan full dilakukan. Ada waktu untuk mencari, kita enggak mau gegabah. Kita tunggu saja agar segera tertangkap,” ucap dia seraya memastikan tak ada pihak yang menghalangi proses pencarian Harun Masiku.
Sementara mengenai target kerja, Argo tak menyebut secara pasti. “Secepatnya ya, secepatnya,”tegasnya.(*/Ag)
JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum (Ketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Sedianya, Cak Imin akan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan milik Kementerian PUPR. Ia akan dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan Komisaris sekaligus Dirut PT Sharleen Raya JECO Group, Hong Artha John Alfred (HA).
“Muhaimin Iskandar (Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa) saksi HA terkait kasus dugaan korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat TA 2016,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri, Rabu (29/1/2020).
Sebelumnya, Cak Imin pernah dipanggil oleh KPK pada, 19 November 2020. Namun, ia tidak memenuhi panggilan pemeriksaan saat itu.
KPK belakangan kerap memanggil dan memeriksa sejumlah politikus terkait kasus suap proyek jalan ini. Salah satu yang juga pernah diperiksa yakni, Wakil Gubernur Lampung yang juga Politikus PKB, Chusnunia Chalim alias Nunik. Selain itu, pada 30 September 2019, tim penyidik juga memeriksa tiga Politikus PKB yakni, Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.
Upaya KPK memanggil dan memeriksa Cak Imin diduga kuat berkaitan dengan permohonan Justice Collaborator yang dilayangkan mantan politikus PKB Musa Zainuddin pada Juli 2019. Dalam suratnya Musa mengungkap adanya dugaan aliran duit ke petinggi PKB yang tak pernah terungkap di persidangan.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Komisaris sekaligus Dirut PT Sharleen Raya JECO Group, Hong Artha John Alfred sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan milik Kementeriaan PUPR.
Hong Artha diduga secara bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Janji atau uang yang diberikan tersebut diduga untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya.
Salah satu penyelenggara yang diduga menerima suap dari Hong Artha yakni, Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar dari Hong Artha.
Atas perbuatannya, Hong Artha disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hong Artha merupakan tersangka ke-12 setelah sebelumnya KPK menetapkan 11 orang lainnya. 11 orang yang dijerat KPK tersebut sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara.(*/Ag)
JAKARTA – Maraknya kasus prostitusi di Apartemen Kalibata City mendapat perhatian dari Polres Jakarta Selatan. Baru-baru ini polisi kembali mengungkap bisnis esek-esek yang melibatkan anak di bawah umur.
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Bastoni Purnama mengatakan, pihaknya akan memanggil pengelola apartemen untuk dilakukan pemeriksaan atas kasus tersebut.
“Ya nanti kita minta keterangan. Nanti kita periksa, kita tanya apa mengetahui kegiatan ini atau tidak,” tuturnya di Polres Jakarta Selatan, Rabu (29/01/2020).
Menurutnya, polisi akan melihat apakah managemen mengetahui kegiatan prostitusi tersebut. Jika mengetahui tidak menutup kemungkinan managemen akan dikenai sanksi pidana.
“Kalau mengetahui tentunya akan dikenai pidana juga karena dia turut membantu menyediakan tempat,” ujarnya.
Ke depan kata Bastoni pihaknya juga akan berkoordinasi bersama dengan pengelola dan pemerintah daerah maupun Satpol PP. Harapannya peristiwa tersebut tidak kembali terulang.
“Kita akan melakukan pengawasan baik itu razia maupun pengecekan ke kamar-kamar apartemen juga nanti mungkin nanti bagaimana tindak lanjutnya ketika kalo kejadian ini berulang lagi, apa kita sanksi untuk pengelola atau pemilik apartemen sehingga Apartemen Kalibata City atau kamar-kamarnya itu tidak disalahgunakan,” bebernya.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan enam orang tersangka dan tiga orang korban terkait bisnis esek-esek tersebut. Para pelaku berinisial AS (17), NA (15), MTG (16), ZMR (16), JF (29), dan NF (19).
Dari keenam pelaku dua orang diantaranya yakni AS dan NA juga sekaligus korban. Sementara korban satu lagi berinisial JO (15).
Adapun pelaku dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 76 C Jo 80 dab 76 I Jo 88 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang dan 170 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.(*/Nia)
SUBANG – Dua anggota Kepolisian Resort (Polres) Subang diberhentikan dengan tidak hormat atau dipecat.
Pemecatan dilakukan karena kedua anggota kepolisian tersebut terlibat kasus pencurian motor dinas dan indisipliner serta pelanggaran lain.
Pemberhentian tidak hormat dilakukan Kapolres Subang, AKBP Teddy Fanani, S.I.K., M.H dalam upacara resmi di halaman Mapolres Subang Jalan Mayjen Sutoyo, Rabu 29 Januari 2020.
Kapolres Subang didampingi Kabag.Sumda, Kompol Sukmawijaya dan Kasubag.Humas, AKP Dayat Hidayat usai upacara mengatakan, pemberhentian dengan tidak dengan hormat (PTDH) memang tanpa kehadiran kedua anggotanya atau in absentia.
Ketidakhadiran mereka karena yang satu sudah ditahan di Lapas Subang, sementara seorang lagi dengan sendirinya berhenti jadi polisi.
Namun tetap secara resmi tanda pangkat dan pakaian dinas ditanggalkan serta pemakaian kemeja bebas tersimbol oleh 2 bingkai foto yang dipegang oleh 2 anggota aktif.
“Semoga dengan adanya anggota yang diberhentikan tidak hormat ini menjadi contoh bagi anggota lainnya untuk bekerja penuh disiplin dan pengabdian tanpa batas sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing,“ kata KapolresDirinya pun mengingatkan, sebagai anggota Polri agar lebih waspada, lebih awas dan berhati-hati tidak terjerumus terhadap tindak an merugikan diri, institusi dan keluarga.
Apalagi bila sudah ada peringatan dan disidang dengan sendirinya harus berubah, terutama yang masih muda sangat rentan dengan godaan.
Kedua anggota tersebut, masing-masing Aiptu Sugandi yang mendapatkan putusan pada sidang sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri tingkat Polres Subang karena terlibat penyalahgunaan narkotika hingga direkemonedasikan untuk diberhentikan.
Termasuk yang bersangkutan pun sudah divonis PN Subang serta menjalani hukumanya.
Demikian pula Bripka Tri Aji Effendi yang dilaporkan karena kasus penipuan dengan berpura pura mampu memasukkan menjdi anggota Polri, terutama Polwan.
Dalam sidang kode etik Profesi Polri yang bersangkutan terbukti melanggar Pasal 12 serta KUHP pasal 378.(*/Di)
JAKARTA – Fraksi PKS DPR semakin serius membongkar skandal Asuransi Jiwasraya. Fraksi PKS terus berkomunikasi lintas Fraksi untuk menggalang dukungan Pansus Angket.
Selain itu, hari ini (Rabu, 29/1/2020) Fraksi PKS menyelenggarakan FGD “Jiwasraya, Ada Apa Dengan BUMN?” Hadir sebagai Narasumber Amin Ak (Komisi VI FPKS), Anis Byarwati (Komisi XI), Ahmad Alamsyah Saragih (Komisioner Ombudsman), dan Yanuar Rizky (Pengamat BUMN).
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini dalam sambutannya mengatakan, kasus Jiwasraya dapat disebut “megaskandal” yang bisa berdampak sistemik mengingat potensi kerugiannya yang sementara ditaksir Kejaksaan Agung mencapai Rp13,7 Triliun sehingga tidak ada cara lain kecuali dilakukan penyelidikan secara serius, mendalam, dan komprehensif.
“Kita tidak boleh main-main dengan skandal Jiwasraya karena di sana ada mandat negara, uang negara, dan yang terpenting uang rakyat. Nilai kerugian yang sangat besar harus dapat dipertanggung jawabkan baik secara hukum, ekonomi, korporasi, dan secara publik. Kita ingin memastikan hak-hak nasabah tetap dijamin negara karena menurut catatan ada 5,2 juta jiwa nasabah dari masyarakat menengah ke bawah,” kata Jazuli.
Ketua Fraksi PKS menilai skandal ini tidak cukup diserahkan pada mekanisme biasa (panja komisi), tapi harus melalui penyelidikan yang komprehensif sehingga kasusnya menjadi terang benderang dan transparan. Di sana ada tanggung jawab pemerintah, ada tanggung jawab BUMN, lembaga pengawas (OJK), korporasi, dan lain sebagainya.
“DPR ini wakil rakyat dan mewakili kepentingan rakyat yang gelisah melihat megaskandal ini terutama mereka yang terdampak langsung. Jika respons DPR biasa-biasa saja tidak sesuai proporsi dan urgensinya, rakyat akan bertanya-tanya jangan-jangan ada hal yang sengaja ditutup-tutupi dan diselesaikan bawah tangan,” tanyanya.
Untuk itu, Fraksi PKS tetap pada pendiriannya agar segera dibentuk Pansus Angket untuk membongkar dan menyelidiki skandal ini. Pansus Angket juga jangan dipikirkan macam-macam dan bermotif politik. Ini murni untuk mengungkap kasus ini agar jelas masalahnya dan komprehensif solusinya. Negara justru terbantu untuk memperbaiki tata kelola BUMN keuangan ini secara komprehensif.
“Pansus Hak Angket ini akan menyelidiki indikasi fraud yang terorganisir atau organized crime dan pola kecurangan pada sektor keuangan yang kompleks. Dengan demikian kita bisa memperbaiki tata kelola BUMN kita khususnya dan korporasi pada umumnya menjadi lebih baik dan menutup semua celah kejahatan yang mungkin dilakukan,” paparnya. (*/Ag)
JAKARTA – Ketua KPU Pusat Arief Budiman dan Komisioner KPU, Viryan Aziz menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Viryan Azis tiba lebih dulu dari Arief, sekira pukul 09.45 WIB. Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam kasus dugaan korupsi penetapan pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 Herman Saiku .
Tak beberapa lama kemudian, Arief tiba di Gedung KPK. Rencananya Arief diperiksa sebagai sebagai saksi untuk tersangka Saeful Bahri yang merupakan staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji penetapan anggota DPR 2019-2024.
Viryan tiba mengenakan batik biru kehitaman dan membawa sejumlah map.
“Yang akan disampaikan sesuai dengan apa yang sudah kami kerjakan. Perihal penetapan calon terpilih, kemudian seputar pergantian antar waktu yang sudah kami kerjakan kemarin,” kata Viryan sebelum masuk ke gedung KPK.
Hari ini, penyidik lembaga antirasuah itu juga akan melakukan memeriksa empat saksi lainnya. Mereka, yakni Kabiro Teknis KPU, Nur Syarifah; Kabag Umum KPU, Yayu Yuliani; staf legal VIP Money Changer, Carolina; serta Kasubag Pemungutan, Perhitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu KPU, Andi Bagus Makawaru.
“Enam orang saksi akan diperiksa untuk tersangka SAE (Saeful),” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri kepada wartawan.
Sebelumnya KPK juga sudah memeriksa komisioner KPU lainnya, yakni Evi Novida Ginting Manik dan Hasyim Asy’ari. Pemeriksaan terhadap mereka seputar mekanisme penetapan PAW anggota DPR 2019-2024.
KPK juga telah memeriksa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Penyidik menanyakan perihal sumber uang Rp400 juta terhadap politikus PDIP tersebut. Uang itu diketahui digunakan untuk menyuap Wahyu Setiawan.(*/Ag)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan terhadap tersangka mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan (WSE). Selain Wahyu, KPK juga memperpanjang masa tahanan dua tersangka lainnya.
Yakni mantan anggota Bawaslu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF) dan mantan Caleg asal PDIP Daerah Pemilihan (Dapil) Riau 2, Saeful (SAE). Ketiganya diperpanjang masa penahanannya untuk 40 hari ke depan.
“WSE, ATF, dan SAE terkait perpanjangan penahanan rutan 40 hari sejak tanggal 29 Januari sampai dengan 8 Maret 2020,” ujar Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara (Jubir) KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/1/2020).
Diketahui, KPK telah menetapkan mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerima suap terkait penetapan anggota DPR-RI Terpilih tahun 2019-2024.
Selain Wahyu, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka yakni sebagai penerima, mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu yang juga orang kepercayaan Wahyu yakni Agustiani Tio Fridelina, dan sebagai pihak pemberi mantan Caleg dari PDIP Harun Masiku dan pihak swasta, Saeful.
Dalam kasus ini, Wahyu meminta caleg PDIP Harun Masiku sebesar Rp900 juta, agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal pada Maret 2019.(*/Adyt)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta atas vonis mantan Ketum Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romi.
“Vonis majelis hakim belum memenuhi rasa keadilan masyarakat,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin Senin (27/1/2020).
Sebelumnya, Majelus hakim Pengadilan Negeri Tipikor terhadap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi. Romi dijatuhi vonis 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa yang meminta agar hakim memberikan hukuman 4 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Ia menambahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) segera menyusun memori banding dan menyerahkannya kepada PT Jakarta melalui PN Tipikor Jakarta Pusat. “Perkara atas nama Romahurmuziy, JPU KPK menyatakan sikap melakukan upaya hukum banding,” kata Ali Fikri.
Selain itu, lanjut Ali Fikri, tidak dipertimbangkannya uang pengganti sebesar Rp46,4 juta. Menurut hakim dalam pertimbangannya, Rommy telah mengembalikan uang Rp250 juta dan Rp20 juta.
Alasan lainnya, kata dia, adalah Jaksa KPK menyoroti soal terkait pencabutan hak politik yang tidak dikabulkan Majelis hakim.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara kepada Romahurmuziy dalam kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Romahurmuziy dinyatakan bersalah menerima suap jual beli jabatan di Kementerian Agama sebesar Rp 255 juta dari Haris Hasanudin yang mengikuti seleksi Kepala Kanwil Agama Jawa Timur.
Muafaq Wirahadi. Suap tersebut berkaitan proses pengangkatan Muafaq sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik. (*/Ag)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro