JAKARTA – Penyidik menduga peran tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam skandal Djoko Tjandra terkait dengan usaha penerbitan fatwa di Mahkamah Agung (MA). Dugaan itu muncul dalam proses pengungkapan kasus yang dilakukan tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah masih belum mengungkapkan isi fatwa MA yang dijanjikan oleh Pinangki dalam skandal Djoko Tjandra. “Objeknya fatwa MA. Isi fatwanya apa yang dijanjikan, ini belum tuntas,” kata Febrie saat dijumpai di Jakarta, Senin (24/8) malam.
Dia mengatakan Pinangki diduga menerima uang senilai 500 ribu dolar AS, atau sekira Rp 7 miliar, dari Djoko Tjandra terkait janji tersebut. Saat ini, penyidik juga menjerat Pinangki dengan pasal tambahan.
Sebelumnya, Pinangki dijerat dengan Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 11 UU 20/2001 Tipikor. Dalam pengembangan penyidikan, Febrie mengatakan, Pinangki juga dijerat tambahan Pasal 12 a dan b, serta Pasal 15 UU Tipikor 31/1999, dan UU 20/2001.
Pasal-pasal tersebut terkait seorang pejabat atau penyelenggara negara, menerima pemberian, ataupun janji dari pihak lain, yang terkait dengan jabatannya. Adanya Pasal 15, kata Febrie, melengkapi perbuatan pidana yang dilakukan Pinangki, dalam aksi persekongkolan jahat.
“Itu (Pasal 15) permufakatan jahat yang dilakukan oleh tersangka jaksa P,” kata Febrie.
Terkait proses penyidikan terhadap tersangka Pinangki, Jampidsus masih terus melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Pada Senin (24/8), seorang bernama Andi Irfan diperiksa terkait peran Pinangki.
Febrie mengungkapkan, Andi Irfan, diduga pernah ikut bersama Pinangki, menemui Djoko Tjandra di luar negeri. “Kita memeriksa Andi Irfan ini, terkait dengan keberangkatan dengan tersangka jaksa P (Pinangki), bersama-sama. Apa kepentingannya dengan Djoko Tjandra,” terang Febrie.
Pemeriksaan terhadap Andi Irfan, Febrie mengatakan, juga untuk mendalami pembuktian adanya penerimaan janji, dan uang dari Djoko Tjandra, kepada Pinangki. “Yang jelas, dia (Andi Irfan) ini, bersama Pinangki untuk ketemu Djoko Tjandra di Kuala Lumpur,” ungkap Febrie.(*/Joh)
SERANG – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten berhasil menangkap tersangka pelaku penyebaran kasus pornografi terhadap anak di bawah umur.
Direskrimsus Polda Banten Kombes Pol Nunung Syaifudin mengatakan penangkapan tersangka RK (22 tahun) berstatus mahasiswa, warga Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, itu dilakukan berdasarkan surat laporan dari korban dengan nomor LP/257/VIII/RES.2.5./2020/BANTEN/SPKT I tertanggal 14 Agustus tahun 2020.
“Menindaklanjuti adanya laporan kasus penyebaran foto dan video asusila, Polda Banten melalui Ditreskrim telah berhasil menangkap tersangka RK dan barang bukti satu bundel screen shoot (tangkapan layar) percakapan di Whatsapp antara korban dan pelaku,” kata Nunung saat menyampaikan keterangan pers pengungkapan kasus tersebut, Rabu (26/8).
Nunung menjelaskan dari hasil keterangan korban JL yang masih di bawah umur, modus dari tersangka melakukan pertemanan melalui media sosial Facebook yang selanjutnya bertukar nomor Whatsapp. “Setelah melakukan percakapan melalui media sosial tersebut, korban kemudian memberikan nomor Whatsapp-nya kepada pelaku,” kata Nunung.
Setelah itu, korban yang merupakan warga Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, terbujuk rayu oleh tersangka dan mau membuka busananya. Selanjutnya, tersangka meminta korban melakukan adegan seksual, yaitu berfoto dan video tanpa busana dan tersangka meminta dikirimkan melalui pesan Whatsapp.
Kemudian, menurut pengakuan korban, jika permintaan tersangka untuk kembali melakukan foto dan video tanpa busana tidak dipenuhi, tersangka mengancam akan memviralkan foto dan video bugil korban dengan menggunakan akun Facebook korban sehingga seolah-olah korban sendiri yang mengunggah video tersebut.
“Motif dari tersangka RK untuk mendapatkan kepuasan sendiri dengan mengoleksi foto atau video anak di bawah umur tanpa busana,” katanya.
Atas perbuatannya itu, tersangka RK dikenai Pasal 37 UU RI NO 44 TAHUN 2008 TTG Pornografi, Pasal 76 i UU RI NO 23 TAHUN 2020 TTG Perlindungan Anak, Pasal 45 ayat (1) Jo 27 ayat (1) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana Maksimal 16 Tahun penjara dan denda 1.000.000.000 (satu miliar).
“Terkait kasus ini saya mengimbau kepada seluruh orang tua khususnya yang berada di wilayah hukum Polda Banten agar selalu memantau atau mengawasi anaknya jangan sampai ada lagi korban kasus seperti ini,” tukasnya.(*/Dul)
CIBINONG – Penasehat hukum terpidana Sri Rukmini, Hayanah Ulfah, Usnah Lusiana, dan Huriah berharap Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) memeriksa para hakim di Pengadilan Negeri Kelas I A Cibinong yang bersidang di perkara nomor 5/Pid.B/2020/PN.Cbn.
Pasalnya, dia melihat para hakim dalam memutuskan hukuman pidana kepada kliennya tanpa melihat pledoi yang dia bacakan dimana para terpidana yang merupakan kakak beradik tidak pernah dipenjara, berbuat baik, sopan didalam persidangan maupun hal meringankan lainnya hingga hakim memutuskan hukuman pidana sesuai dakwaan jaksa penuntut umum yaitu selama 3,6 tahun.
“Inti laporan kami ke KY dan Badan Pengawas MA karena dalam putusan hakim tidak ada pertimbangan kemanusiaan dimana ibu-ibu yang sudah tua, yang harus mendidik anak, melayani suami dan pertimbangan yang meringankan para terpidana hingga mereka dihukum penjara sesuai dakwaan jaksa penuntut umum yaitu 3,6 tahun,” kata Irawansyah ketika ditemui wartawan di PN Kelas I A Cibinong, Selasa, (25/8/2020).
Mengenai sanggahan Humas PN Kelas I A Cibinong Amran S Parman yang mengatakan para hakim menghukum para terpidana sesuai fakta-fakta di persidangan masih bisa diperdebatkan, dan oleh karena itu selain melapor ke KY dan Badan Pengawas MA Republik Indonesia, pihak kuasa hukum juga sudah mengajukan banding.
“Kami berdasarkan bukti-bukti yang ada, termasuk putusan MA pada 30 Mei 2017 lalu yang menolak Peninjauan Kembali (PK) penggugat Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor atas putusan sebelumnya yaitu nomor.94/G/2010/PTTUN-BDG tanggal 17 Juni 2014 akan melakukan banding dan gugat hukum perdata kepada BPN Kabupaten Bogor dan Burhanudin dan dibebankan hak tanggung oleh PT Bank Syariah Mandiri (BSM) selaku pemilik sertifikat tanah nomor 276 Pamegarsari yang telah digugurkan karena PKnya ditolak oleh MA sehingga kepemilikannya dikembalikan kepada orang tua terpidana yaitu almarhum yaitu Husin bin Abdur Rahim.
Kami menilai ini sarat kepentingan apalagi PT Delta Systech Indonesia (DSI) menuntut klien kami menyerahkan sertifikat tanah seluas 1,8 hektare dimana pembayarannya baru dibayar 20 persen,” sambung pria asli Lampung ini.
Irawansyah menuturkan sebagai hakim, harusnya bisa mengalihkan perkara gugatan dari hukum pidana ke hukum perdata karena masalah ini berawal dari pelanggaran dalam akta otentik perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).
“Sebenarnya klien kami tidak melanggar akta otentik PPJB karena gugatan PK Kantor BPN Kabupaten Bogor itu telah ditolak MA dan PK itu hukum tertinggi alias tidak bisa digugat lagi. Keputusan majelis hakim juga aneh karena pihak klien kami dalam dakwaannya turut serta melakukan penipuan sementara pelaku utamanya siapa alias ga ada, semoga hukum di Negara Indonesia ini berlaku adil,” tutur Irawansyah.
Sebelumnya, mendengar majelis hakimnya diadukan ke Komisi Yudisial oleh Irawansyah penasehat hukum terpidana Sri Rukmini, Hayanah Ulfah, Usnah Lusiana dan Huriah, Humas Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Cibinong pun angkat bicara.
Amran S Parman selaku Humas Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Cibinong mengatakan majelis hakim dalam memvonis para terpidana sudah sesuai dengan fakta-fakta di persidangan.
“Tanah orang tua para terpidana berletter C nomor. 381/1115 atas nama Husin Abdul Rahim itu sebelumnya dijual ke pihak lain dengan catatan belum lunas, namun setelah orang tuanya meninggal dunia ternyata tanah tersebut dijual kembali ke PT Delta Systech Indonesia (DSI) hingga karena dianggap menipu maka mereka digugat oleh PT DSI selaku korban atau penggugat,” kata Amran kepada wartawan, Senin, (24/8).
Dia menerangkan, majelis hakim yang melihat fakta-fakta bahwa pernyataan para terpidana bahwa tanah tersebut steril, bersih dari sengketa namun dalam kenyataan tanah tersebut sudah dijual ke pihak lain maka menghukum para terpidana dengan hukuman penjara selama 3,6 tahun.
“Kesalahan para terpidana ini ialah bahwa dalam akta otentik Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) menyatakan bahwa tanah tersebut steril tetapi sebelumnya pernah dijual ke pihak lain walaupun belum lunas, dasar inilah yang menjadi alasan hakim dalam memberikan vonis hukuman penjara,” terangnya. (*/T Ab)
JAKARTA – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo (PU) dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte (NB) saat ini masih dalam pemeriksaan oleh penyidik terkait kasus dugaaan gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra.
“Dua tersangka NB dan PU hari ini hadir pukul 09.30 WIB. Mereka datang sesuai jadwal yang diberikan. Namun, sampai saat ini mereka masih diperiksa oleh penyidik,” katanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/8/2020).
Sebelumnya diketahui, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono mengatakan, tersangka Djoko Tjandra dalam pemeriksaannya membenarkan kalau ia memberikan uang kepada Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo (PU) dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte (NB) untuk melakukan penghapusan red notice dirinya.
Namun, pihaknya belum bisa menyampaikan secara lengkap berapa jumlah uang yang diberikan Djoko Tjandra.
“Yang bersangkutan mengakui memberikan uang kepada para tersangka lain terkait red notice dan kami tidak bisa berikan informasi secara detail berapa uang yang diberikan Djoko Tjandra,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/8).
Namun, dia melanjutkan, belum ada tersangka baru terkait kasus red notice tersebut. Saat ini pihaknya hanya fokus kepada empat tersangka.(*/Tub)
BANDUNG – Penyidik Satreskrim Polrestabes Bandung sedang melakukan pemberkasan terhadap kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh tersangka Apollinaris Darmawan di media sosial awal Agustus. Saat ini, yang bersangkutan berada dalam tahanan Mapolrestabes Bandung.
“Masih tahap pemberkasan,” ujar Kasubbag Humas Polrestabes Bandung, AKP Rahayu Mustikaningsih kepada wartawan, Selasa (25/8/2020).
Sebelumnya, Kasatreskrim Polrestabes Bandung, AKBP Galih Indragiri mengatakan, aparat di Polsek Cicendo pada Sabtu (8/8) malam mengamankan seorang pria yang diduga melakukan ujaran kebencian. Menurutnya, pihaknya mengamankan pria tersebut karena telah didatangi oleh sekelompok orang.
“Dari polsek dan Reskrim Polrestabes Bandung itu mengamankan yang bersangkutan supaya tidak ada tindakan yang main hakim sendiri,” ujarnya, Senin (10/8).
Dia menerangkan, sejumlah warga masyarakat yang mengatasnamakan umat muslim membuat laporan polisi ke Satreskrim Polrestabes Bandung terkait dugaan penistaan agama. Menurutnya, pihaknya langsung bergerak dan memeriksa pria tersebut serta saksi-saksi.
“Yang bersangkutan kita tetapkan sebagai tersangka dan kita tahan di Satreskrim Polrestabes Bandung,” katanya. Galih mengatakan pihaknya telah mengamankan beberapa barang bukti terkait dugaan penistaan agama berupa bukti di media sosial dan video pendek terkait ujaran pelaku kepada umat muslim.
Sebelumnya, ia mengungkapkan pelaku pernah menjalani hukuman penjara akibat kasus ujaran kebencian selama tiga tahun yang ditangani Polres Jakarta Selatan. Namun, pada Maret lalu pelaku telah dibebaskan dalam program asimilasi covid-19.
“Yang bersangkutan sudah pernah dilakukan proses hukum dengan modus yang sama, itu ditangani oleh Polres Jakarta Selatan, sudah diputus bersalah dan ditahan dan kemudian pada bulan Maret yang bersangkutan dibebaskan dengan program asimilasi,” katanya.
Galih mengungkapkan berdasarkan pemeriksaan pelaku memiliki ideologi atau pandangan lain terkait umat muslim dan dicurahkan di media sosial atau di sebuah video pendek. Katanya, pihaknya menjerat pelaku dengan pasal 45 A ayat 2 UU ITE.
“Pelaku ini sekarang ini yang kita ketahui sudah pernah mengeluarkan buku ya, terkait dengan hal serupa (ujaran kebencian), jadi memang buku yang bersangkutan tidak boleh beredar pada saat itu yang kita ketahui,”tukasnya.(*/Hend)
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI akan mengembalikan 25 tahanan yang sempat dievakuasi ke Rutan Salemba. Sebelumnya tahanan itu dievakuasi karena Gedung Utama Kejagung terbakar pada Sabtu 23 Agusrus 2020 malam.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menuturkan, saat ini pihaknya tengah memeriksa kondisi Rutan Salemba cabang Kejagung untuk memastikan sel dalam kondisi aman bagi para tahanan.
“Saat ini Pak Direktur Penuntutan sedang mengecek kondisi, kalau sudah dipastikan aman, sore ini juga 25 tahanan itu akan dikembalikan ke Rutan Salemba Cabang Kejagung,” kata Hari di Kejagung, Minggu (23/8/2020).
Ia menjelaskan lokasi sel para tahanan terletak di belakang atau jauh dari gedung utama yang terbakar. Akan tetapi untuk menghindari resiko, maka tahanan sempat dievakuasi.
“Sebenarnya lokasinya jauh dari gedung utama, tapi kami antisipasi, sehingga semalam langsung dipindahkan ke Rutan Salemba cabang Kejari Jakarta Selatan,” jelasnya.
Diketahui sebelumnya Gedung Kejaksaan Agung terbakar sekira pukul 19.10 WIB malam. Puluhan petugas pemadam kebakaran dikerahkan ke lokasi. Api baru bisa dipadamkan sekira pukul 04.30 WIB.(*/Joh)
CIBINONG – Majelis Hakim Perkara No.5/Pid.B/2020/PN.Cbn di Pengadilan Negeri Cibinong Kabupaten Bogor dilaporkan penasehat hukum terpidana Sri Rukmini, Hayanah Ulfah, Usnah Lusiana, Huriah ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Seperti diketahui dua instansi ini bertugas dan berwenang mengawasi perilaku hakim dan menegakkan marwah serta martabat hakim.
Laporan atau pengaduan yang disampaikan lantaran majelis hakim dalam memeriksa serta memutus perkara pidana tersebut dinilai sama sekali tidak mempertimbangkan hal-hal yang meringankan yang ada pada diri para terpidana, termasuk keputusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia maupun para terpidana yang belum pernah dihukum, lalu para terpidana berperilaku baik dan sopan selama menjalankan semua rangkaian persidangan.
“Perkara ini berawal dari ketertarikan PT Delta Systech Indonesia (DSI) atas lahan di daerah Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor milik ahli waris Husin Abdul Rahim yaitu Sri Rukmini, Hayanah Ulfah, Usnah Lusiana dan Huriah. Merasa sudah sangat cocok atas lahan tersebut karena sudah sesuai kebutuhan perusahaan, melalui Direkturnya Ahmad Yunaldi, PT DSI dan ahli waris bersepakat di depan Notaris Tia Justiananur untuk saling mengikatkan diri pada sebuah akta otentik Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB),” kata penasehat hukum para terpidana Irawansyah kepada wartawan, Minggu, (23/8/2020)
Ia menerangkan dalam PPJB Bernomor 01 tanggal 5 Januari 2017 tersebut disepakati harga jual beli sebesar Rp. 20.000.000.000 ( Dua Puluh milyar Rupiah) dengan cara pembayaran secara bertahap.
Pada saat PPJB dilangsungkan di notaris pihak pembeli sudah membayar uang muka 20 persen dari total harga, yakni Rp4 miliar yang ditransfer melalui salah satu ahli waris pemilik tanah, sedangkan sisanya 80 persen kekurangannya akan dibayar secara bertahap sesuai kesepakatan dalam PPJB.
“Selang beberapa waktu setelah dibuat PPJB tersebut, pihak notaris memohonkan ploting ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor, dari hasil ploting tersebut masih muncul di lahan tersebut sertifikat tanah nomor 276 Pamegarsari atas nama Burhanudin dan dibebankan hak tanggung oleh PT. Bank Syariah Mandiri (BSM). Padahal sertifikat tersebut, semestinya sudah dihapus, hal tersebut melalui putusan Nomor.94/G/2010/PTTUN-BDG tanggal 17 Juni 2014.
Namun bukannya menghapus pihak BPN Kabupaten Bogor, melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) pada tanggal 30 Mei 2017 di Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia,” terangnya.
Irawansyah menuturkan pada Tahun 2017 itu juga MA Republik Indonesia melalui putusan nomor. 169PK/TUN/2017 tanggal 2 November 2017 menolak PK dari pemohon yaitu BPN Kabupaten Bogor, artinya dengan putusan ini sudah mempunyai kekuatan hukum.
Putusan Peninjauan Kembali tersebut tidak membuat Pihak PT Delta Systech Indonesia bergeming. Mereka menempuh jalur hukum pidana meski perkaranya ini diawali dari perjanjian yang sangat dimungkinkan diselesaikan menggunakan hukum perdata dan hukum acara perdata.
“Ini yang memaksa pihak ahli waris berurusan dengan hukum dan dihadapkan di muka persidangan. Dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwakan para terdakwa dengan dakwaan pasal 378 jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana, dalam tuntutan juga JPU menuntut penjara selama 3,6 tahun penjara, meski dalam pledoinya penasehat hukum menyatakan perbuatan hukum tersebut merupakan perbuatan hukum perdata karena diawali dari perjanjian, maka harus diselesaikan menggunakan hukum perdata dan hukum acara perdata.
Karenanya penasehat hukum meminta para terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum (Vrijspraak) atau melepaskan para terdakwa dari semua tuntutan hukum ( Ontslaag van alle Rechtsvervolging) dan meminta semua berkas yang berkaitan dengan berkas tanah dikembalikan ke ahli waris guna proses penerbitan sertifikat atas nama ahli waris,” tutur Irawansyah.
Namun putusan Majelis hakim PN Kelas IA Cibinong, memutuskan para terdakwa turut serta melakukan penipuan serta menghukum para terdakwa dengan hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan penjara dan mengembalikan beberapa surat-surat tanah seperti salinan letter C nomor. 381/1115 atas nama Husin Abdul Rahim dikembalikan ke Ir. Ahmad Yunaldi, meskipun jual beli belum lunas.
“Atas putusan tersebut pihak penasehat hukum menyatakan banding dan melaporkan majelis hakim perkara nomor. 5/Pid.B/2020/PN.Cbn ke KY dan Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kami menganggap majelis hakim dalam memeriksa dan memutus perkara nomor. 5/Pid.B/2020/PN Cbn sama sekali tidak mempertimbangkan keputusan MA Republik Indonesia nomor.94/G/2010/PTTUN-BDG tanggal 17 Juni 2014 dan juga hal-hal yang meringankan dari para terpidana, termasuk para terpidana belum pernah dihukum, para terpidana berperilaku baik dan sopan selama menjalankan proses persidangan, para terpidana seorang istri dan seorang ibu yang harus mendidik anak-anaknya, majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangankan pledoi/pembelaan penasehat hukum yang meminta perkara ini diselesaikan melalui hukum perdata dan hukum acara perdata, mengingat roh dari hukum pidana sebagai ultimum remedium,” jelasnya.
Irawansyah melanjutkan karena itu dalam laporan/pengaduan para penasehat hukum meminta kepada KY dan Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia, agar supaya memeriksa, meminta keterangan atau menjatuhkan sanksi sekiranya terdapat hal ketentuan yang dilanggar oleh majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut.
“Kami saat ini juga sedang menuntut perkara perdata PT DSI karena dianggap wanprestasi,”tukas Irawansyah pengacara muda ini. (*/T Ab)
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejakgung) memastikan tak memberikan bantuan dan pembelaan hukum terhadap tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam menghadapi kasusnya. Ketua Umum Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Setia Untung Arimuladi menegaskan, penolakan tersebut dilakukan mengingat kasus yang menjerat Pinangki, tak terkait dengan profesinya sebagai jaksa.
“Perbuatan yang bersangkutan (tersangka Pinangki), bukan merupakan permasalahan hukum yang terkait dengan tugas dan profesinya sebagai jaksa. Melainkan, telah masuk dalam ranah (perbuatan) pidana,” kata Setia dalam rilis resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (19/8).
Penolakan pemberian bantuan pendampingan dan pembelaan terhadap Pinangki tersebut, pun sekaligus peringatan terhadap oknum jaksa lain, yang terlibat dalam dugaan praktik pidana, penyalahgunaan kewenangan, dan profesinya sebagai Korps Adhyaksa.
PJI merupakan organ di Kejakgung yang berfungsi memberikan bantuan pendampingan dan pembelaan terhadap jaksa di seluruh Indonesia yang tersangkut persoalan hukum dalam menjalankan profesinya sebagai penuntut. Bantuan pembelaan dan pendampingan hukum tersebut, dengan penunjukkan penasehat hukum profesional.
Setia, yang juga adalah Wakil Jaksa Agung menerangkan, tersangka Pinangki, merupakan jaksa yang juga masih tercatat sebagai anggota PJI.
Mengacu Pasal 15 ayat (1) huruf d AD/ART PJI, Pinangki sebetulnya berhak mendapatkan pembelaan, dan pendampingan hukum dalam menghadapi kasusnya. Akan tetapi, Setia mengatakan, demi menjunjung integritas dan independensi penyidikan yang dilakukan di Kejakgung, PJI memilih untuk tak memberikan bantuan pendampingan, maupun pembelaan terhadap Pinangki.
“PJI tidak akan memberikan pembelaan (dan pendampingan) terhadap Jaksa PSM,” ujar Setia.
Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan uang senilai 500 ribu dolar Amerika, atau setara Rp 7 miliar dari terpidana korupsi Djoko Sugiarto Tjandra. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) sudah menahan Pinangki sejak pekan lalu.
Saat ini, kasusnya masih dalam proses penyidikan. Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Adriansyah menerangkan, pemberian uang tersebut, terkait pengurusan fatwa.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menambahkan, uang haram itu, terkait dengan rencana pengaturan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra.
Namun, meski sudah tersangka dan ditahan, Pinangki masih tetap sebagai pegawai Kejakgung, yang berhak mendapatkan perbantuan, maupun pendapingan hukum. Akan tetapi, sejumlah pihak mengecam Kejakgung atas pemberian bantuan, dan pembelaan hukum tersebut.(*/Ta)
JAKARTA – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menggerebek karaoke eksekutif Venesia BSD di Serpong Sub District, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (19/8) malam.
Tempat karaoke itu diduga melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus eksploitasi seksual pada masa pandemi Covid-19.
Penggerebekan itu dipimpin langsung oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Ferdy Sambo. Dalam penggerebekan tersebut, karaoke eksekutif tersebut diketahui telah beroperasi sejak awal Juni 2020. Bahkan tempat hiburan malam ini memfasilitasi layanan tak senonoh bagi para pelanggannya.
Menurut Sambo, beroperasinya tempat hiburan itu melanggar Pasal 9 Ayat (1) dan (2) Peraturan Wali Kota Tangsel Nomor 32 Tahun 2020 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Wali Kota Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Penanganan Covid-19.
“Pasal 9 Ayat (1) menyebutkan bahwa selama pemberlakuan PSBB, dilakukan penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/ kantor,” tuturnya Kamis dini hari.
Di Kota Tangerang Selatan saat ini masih diberlakukan perpanjangan masa PSBB sejak 9 Agustus hingga 23 Agustus 2020.
Para perempuan yang bekerja di karaoke eksekutif Venesia BSD ini tercatat ada 47 orang. “Para perempuan yang bekerja di tempat itu berasal dari Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur sebanyak 47 orang,” kata Sambo.
Dalam penggerebekan itu, polisi mengamankan 13 orang yang terdiri dari tujuh orang mucikari, tiga kasir, satu supervisor, satu manajer operasional dan satu general manager. Sejumlah barang bukti yang disita penyidik Bareskrim di antaranya kwitansi dua bundel, satu bundel voucher “ladies” tertanggal 19 Agustus 2020, uang Rp 730 ribu yang merupakan uang bookingan “ladies” mulai dari 1 Agustus 2020, 3 unit mesin EDC dan 12 kotak alat kontrasepsi.
Kemudian satu bundel form penerimaan “ladies”, satu bundel absensi “ladies”, tiga unit komputer, satu mesin penghitung uang, tiga unit printer, 14 baju kimono sebagai kostum pekerja dan dua lembar kwitansi hotel tertanggal 19 Agustus 2020.(*/Tub)
JAKARTA – Polisi membongkar kasus praktIk aborsi di sebuah klinik dr. SWS, Jalan Raden Saleh, Senen, Jakarta Pusat. Klinik yang sudah beroperasi selama 5 tahun itu diperkirakan sudah melayani 10 ribu lebih pasien aborsi.
“Klinik itu sudah beroperasi sekitar 5 tahun dan dari data yang kita dapatkan dari hasil penggeledahan, terhitung sejak Januari 2019 hingga 10 April 2020 terdatakan pasien aborsi sebanyak 2.638 pasien, dengan asumsi perkiraan setiap hari 5-7 orang melakukan aborsi,” ujar Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat pada wartawan, Selasa (18/8/2020).
Maka itu, selama 5 tahun beroperasi, klinik tersebut diperkirakan bisa sampai 10 ribu lebih melayani pasien aborsi. Adapun besaran biaya aborsi itu bervariasi bergantung pada usia janin di dalam kandungannya. Contohnya, minimal kandungan usia 6-7 minggu seharga Rp1,5 juta sampai Rp2 juta, sedangkan maksimal kandungan usia 15-20 Minggu seharga Rp7 juta hingga Rp9 juta.
Dia menerangkan, bila diakumulasikan selama satu bulan dengan rata-rata ada 5 pasien melakukan aborsi, pendapatan yanh didapatkan bisa mencapai Rp70 juta. “Masalah biaya sangat bergantung pada besar atau usia janin dan bergantung kesulitan setelah dilakukan pemeriksaan awal, baik pemeriksaan medis maupun pemeriksaan dalam bentuk USG,” tuturnya.
Dia menambahkan, untuk pembagian fee para tersangka, dilakukan pasca-negosiasi dengan pasien dilakukan dan ditentukan harganya. Lantas, dokter atau tenaga medis bakal mendapatkan 40 persen uang fee, 40 persen diberikan pada calo, dan 20 persennya untuk jatah pengelola.(*/Jon)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro