JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) memastikan pada tahun pelajaran baru 2020/2021 yang dimulai pada 13 Juli mendatang, Madrasah akan menggunakan kurikulum baru untuk Pendidikan Agama Islam (PAI).
Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama, A Umar mengatakan Madrasah, baik Ibtidaiyah (MI), Tsanawiyah (MTs), maupun Aliyah (MA), akan menggunakan kurikulum baru untuk Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab.
“Mulai tahun pelajaran 2020/2021, pembelajaran di MI, MTs, dan MA akan menggunakan kurikulum baru untuk Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab,” kata Umar di Jakarta, Jumat (10/7/2020).
Menurut Umar, Kemenag telah menerbitkan KMA No 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah. Selain itu, diterbitkan juga KMA 184 Tahun 2019 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum pada Madrasah.
Kedua KMA ini akan diberlakukan secara serentak pada semua tingkatan kelas pada tahun pelajaran 2020/2021.
“KMA 183 tahun 2019 ini akan menggantikan KMA 165 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah. Sehubungan itu, mulai tahun ajaran ini KMA 165 tahun 2014 tidak berlaku lagi,” lanjutnya.
Meski demikian, mata pelajaran dalam Pembelajaran PAI dan Bahasa Arab pada KMA 183 Tahun 2019 sama dengan KMA 165 Tahun 2014. Mata Pelajaran itu mencakup Quran Hadist, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa Arab.
“Jadi beda KMA 183 dan 165 lebih pada adanya perbaikan substansi materi pelajaran karena disesuaikan dengan perkembangan kehidupan abad 21.
Kemenag juga sudah menyiapkan materi pembelajaran PAI dan Bahasa Arab yang baru ini sehingga baik guru dan peserta didik tidak perlu untuk membelinya. Buku-buku tersebut bisa diakses dalam website e-learning madrasah,” tukasnya.(*/Ind)
UNGARAN – Orang tua siswa kelas IX SMPN 5 Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, mengeluhkan besaran pungutan oleh sekolah yang akumulasi besarannya mencapai ratusan ribu rupiah. Mereka menganggap besaran pungutan tersebut bakal menambah beban orang tua siswa.
Apalagi, hal itu dilakukan di tengah situasi sulit, akibat dampak pandemi Korona yang belum kunjung mereda.
“Bahkan sejumlah komponen pungutan yang dimaksud mestinya sudah bisa dicover oleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tidak perlu dibebankan lagi kepada siswa,” ungkap Tika (46 tahun) salah satu orang tua siswa, Jumat (10/7).
Dia mengaku, menjelang dimulainya tahun ajaran baru 2020/ 2021, setiap siswa kelas IX bakal dipungut Rp 725 ribu. Hal ini terungkap dalam rapat yang dilaksanakan pihak sekolah dengan orang tua/wali siswa kelas IX.
Adapun komponen dari pungutan tersebut, antara lain terdiri atas buku ujian Rp 150 ribu, foto ijasah Rp 30 ribu, tambahan jam pelajaran Rp 70 ribu, penulisan ijasah dan fotocopy Rp 25 ribu serta katalog Rp 65 ribu.
Selain itu juga kenang-kenangan untuk sekolah Rp 50 ribu, biaya wasanawarsa Rp 200 ribu, konsumsi untuk guru penjaga ujian Rp 60 ribu, sewa Genset Rp 25 ribu dan untuk mujahadah Rp 25 ribu.
Baginya pungutan ini sangat membebani, apalagi kapan kegiatan belajar tatap muka di sekolah sudah bisa dimulai juga belum ada kepastian. Karena harus pertimbangan keamanan zona persebaran virus Korona.
Dia juga mengaku, terkait dengan uang tersebut memang belum dibayarkannya atau oleh orang tua siswa yang lain, karena baru disampaikan pihak sekolah saat pertemuan dengan orang tua/ wali siswa.
Namun yang masih menjadi pertanyaan baginya, kalau komponen tersebut bisa dicover oleh BOS, kenapa masih dibebankan kepada orang tua siswa. “Katanya sekolah gratis sudah dibiayai BOS, tetapi masih akan dipungut Rp 725 ribu per siswa,” tambahnya.
Apalagi, lanjut Tika, dari beberapa komponen biaya yang dibebankan kepada siswa tersebut masih ada yang membuatnya kurang sreg. Seperti misalnya biaya konsumsi untuk pengawas ujian.
Katanya sekolah menyiapkan untuk makan dengan besaran Rp 15 ribu per pengawas. Karena ujian berlangsung selama empat hari maka besarannya 15 ribu x 4 mencapai Rp 60 ribu per pengawas yang dibebankan kepada tiap siswa.
Karena pengawas ujian itu kan satu ruangan hanya satu orang, tapi semua siswa dibebani Rp 60 ribu per siswa. “Kalau satu ruangan ada 15 siswa, masa satu pengawas makannya sampai 15 porsi per hari,” tambahnya.
Tika juga menjelaskan, dalam pertemuan tersebut ia memang tidak sempat menyampaikan keberatan. “Karena memang waktunya terbatas dan sepertinya tidak ada kesempatan untuk berkomunikasi dua arah dan kesannya bukan rapat tapi hanya pemberitahuan,” lanjutnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disdikbudpora) Kabupaten Semarang, Sukaton Purtomo yang dikonfirmasi mengaku, sudah mendengar perihal keluhan beberapa orang tua siswa tersebut.
Menurutnya, kondisi yang di SMPN 5 Ambarawa memang memungkinkan pihak sekolah memebebankan sebagian kebutuhan siswa kepada orang tua dengan landasan musyawarah pihak sekolah, komite sekolah serta orang tua/ wali siswa.
Sebab kondisi sekolah di Kabupaten Semarang tidak semuanya sama, termasuk dengan jumlah siswanya. “Artinya sekolah dengan jumlah siswanya yang terlalu sedikit pasti beban orang tua juga menjadi lebih,” katanya.
SMPN 5 Ambarawa, jelas Sukaton, kategorinya sekolah dengan siswa yang sedikit atau Indeks Satuan Pendidikannya kurang. APBD tidak bisa mengcover semuanya kalau itu dibebankan kepada pemerintah.
Demikian halnya, meskipun sudah ada dana BOS, jika sekolah tidak bisa mengkover, masih bisa membebankan kepada orang tua sepanjang dilaksanakan melalui landasan musyawarah dan kesepakatan bersama.
Persoalan ini telah diatur dalam regulasi Permendikbud Nomor: 75 Tahun 2015 tentang Komite Sekolah. “Bahwa pendidikan itu milik kita bersama, maka itu masuknya sumbangan untuk kepentingan siswa bukan pungutan,” katanya.
Terkait dengan adanya keluhan dari orang tua siswa di SMPN 5 Ambarawa ini, Sukaton juga mengatakan boleh disampaikan, namun juga harus dicek kembali duduk persoalan seperti apa.
Sehingga kuncinya saat diajak musyawarah orang tua diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat harus dimanfaatkan. “Jadi apapun keputusannya itu merupakan hasil musyawarah yang melibatkan semua stakeholder di sekolah tersebut,”ungkapnya.(*/D Tom)
BEKASI – Sekolah di Bekasi sebentar lagi akan bertatap muka namun akan menerapkan dengan ketat protokol kesehatan .
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengklaim Kota Bekasi kini sudah masuk zona hijau COVID-19 dengan indikator angka penyebaran kasus yang semakin turun.
Berdasarkan indikator tersebut pula Rahmat bahkan berani membuka kembali sekolah-sekolah yang ada di Kota Bekasi mulai 13 Juli mendatang.
“Sudah hijau, kalau ada kasus baru ya infrastruktur kita terpenuhi, jadi tidak perlu khawatir makannya jangan melawan COVID-19, tetapi aman COVID-19 di Kota Bekasi,” kata Rahmat yang biasa dipanggil Bang Pepen di Bekasi, Kamis (9/7/2020).
Dia mengaku sudah mengikuti instruksi sesuai arahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait dibukanya kembali aktivitas sekolah tatap muka jika wilayah tersebut sudah dikatagorikan zona hijau.
“Kalau sudah memenuhi standar dan jika terjadi apa-apa Pemkot Bekasi juga sudah ada antisipasi jadi kenapa tidak. Kita akan buka sekolah tatap muka,” ungkapnya.
Di Kota Bekasi tercatat sudah sebulan lebih tidak ada kasus kematian yang disebabkan COVID-19 sementara angka kasus positif juga semakin berkurang.
“Kalau ada pasien kasus COVID-19 kan sarana dan prasarana kita ada, angka kematian saat ini juga sudah tidak ada dan angka penularannya rendah di bawah satu perhari,” ucapnya.
Berdasarkan data COVID-19 Kota Bekasi hari ini tercatat terkonfirmasi positif hanya menyisakan 16 kasus sementara pasien dalam perawatan sudah tidak ada dan orang dalam pemantauan berjumlah 134.
Dilansir dari laman yang sama secara keseluruhan total orang yang meninggal dunia selama pandemi virus ini mencapai 36 kasus dari total 451 kasus terkonfirmasi positif.
Tren penurunan tersebut menjadi dasar Wali Kota Bekasi menetapkan wilayahnya menjadi zona hijau COVID-19 meski berdasarkan data Gugus Tugas Provinsi Jawa Barat periode 25-30 Juni lalu masih termasuk zona kuning.(*/Eln)
JAKARTA – Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto memaparkan bahwa penambahan kasus baru Covid-19 bertambah 2.657 kasus.
“Hari ini kita memeriksa 23.832 spesimen sehingga total sudah 992.069 spesimen yang sudah kita periksa.
Dari jumlah itu, ditemukan 2.657 orang terkonfirmasi Covid-19, sehingga total ada 70.736 pasien terkonfirmasi,” Jelas Yuri dalam konferensi pers di Youtube BNPB, Kamis (9/7/2020).
Sementara itu, pasien yang sembuh bertambah 1.066 orang sehingga totalnya 32.651 orang. Pasien yang meninggal juga bertambah 58 orang sehingga totalnya 3.417 orang.
Jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 hari inimemecahkan rekor penambahan kasus harian di Indonesia yang sebelumnya ada di angka 1.853 kasus.(*/Tya)
LEBAK – Bupati Lebak Iti Oktavia mengatakan untuk sekolah belum bisa bertatap muka sampai dianggap aman .
Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak menargetkan pelaksanaan belajar secara mengajar tatap muka tingkat SMP dan SD akan dilakukan pada akhir tahun ini, dengan syarat sudah menjadi zona hijau virus corona (Covid-19).
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak Wawan Ruswandi mengatakan, skenario pelaksanan belajar mengajar tatap muka dilakukan setelah dinyatakan aman dari penyebaran Covid-19.
Tingkat SMP ditargetkan siswa dapat belajar secara normal pada September 2020. Sedangkan SD akan dilakukan setelah dua bulan pelaksanaan belajar mengajar tingkat SMP berjalan normal atau pada November 2020.
“Ketika kita (Lebak) sudah zona hijau, maka tahap pertama hanya diperbolehkan SMA/SMK di masa transisi. Dua bulan kemudian dianggap lebih bagus nanti SMP, sehingga SMP bisa terlaksana bulan september. SD di bulan November,” ujar Wawan kepada wartawan.
Dijelaskan Wawan, saat ini pihaknya tengah mengupayakan para siswa yang berada di zona blank spot atau sulit sinyal dapat melaksanakan belajar mengajar tatap muka.
“Untuk awal kita sedang mengkaji daerah-daerah yang memungkinkan melaksanakan tatap muka. Kita akan kaji dengan gugus tugas bagaimana caranya di zona hijau bisa melaksanakannya,” jelas Wawan.
Meskipun tatap muka, pelaksanaannya mesti harus mengikuri protokol kesehatan dan yang terpenting ada persetujuan dari orangtua siswa.
“Aturannya sama kaya zona hijau protokol (kesehatannya). Sebelum pelaksanaannya harus menyiapkan cuci tangan, masker, dan persetujuan orangtua,” tutupnya.
Sementara Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan di wilayahnya masih pelaksanaan belajar mengajar tatap muka tidak diperbolehkan.
Namun, pihaknya tengah berupaya meminta pelonggaran terutama para siswa yang berada di gunung yang tidak memungkinkan melaksanakan secara daring agar bisa tatap muka. “Kalau melalui daring dari segi sinyal kan belum memadai, banyak yang blank spot,” tukasnya.(*/Dul)
BEKASI – Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi memperbolehkan sekolah-sekolah kembali melakukan proses kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka.
Tetapi, sekolah-sekolah harus memenuhi standar protokol kesehatan yang diterbitkan melalui keputusan wali kota (kepwal).
Bila itu semua sekolah sudah memiliki standar protokol kesehatan, maka setiap sekolah dipersilahkan untuk mengajukan proposal ke Dinas Pendidikan (Disdik).
“Kita persilahkan, nanti setiap dua minggu sekali kita akan evaluasi,” ujar Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ketika meninjau langsung di salah satu sekolah di Kota Bekasi, Selasa (7/7/2020).
Dalam mempersiapkan sekolah menuju adaptasi tatanan hidup baru mencegah virus corona atau Covid-19, pihaknya juga meminta agar di sekolah-sekolah mengikuti aturan yang dituangkan dalam kepwal.
“Tadi sudah ada persyaratan-persyaratanya, RS kerjasama juga ada. Artinya ini adalah suatu perubahan untuk mengantisipsi terhadap klaster baru. Meski pun klaster ada tetapi itu semua kita serahkan ke dinkes,” ujar pria yang disapa Pepen ini.
Sekolah-sekolah di Kota Bekasi, kata Pepen, harus dibuka. Terlebih, pihaknya terus melakukan antispasi terhadap penyebaran virus corona dengan menerapkan protokol kesehatan.
“Sekolah harus terus berjalan karena semakin lama kita lupa tidak melakukan perubahan, maka kita akan merugi. Karenaya antisipasi terus kita jalankan,” jelas dia.
Tak hanya sekolah swasta, sekolah negeri pun harus menerapkan protokol kesehatan. Salah satunya yang sudah diterapkan oleh salah satu sekolah di Kota Bekasi.
“Makanya saya bilang, role modelnya ikut di sini saja. Mungkin sekolah negeri kesulitan, maka dari itu disesuikan dengan kondisi yang ada,”jelasnya.(*/Eln)
BANDUNG – Untuk menjaga siswa agar jauh dari penularan covid-19 sangat perlu pencegahan sebab itu perlu belajar daring .
Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung masih memberlakukan pembelajaran daring pada tahun ajaran baru yang dimulai 13 Juli 2020 mendatang di masa pandemi covid-19.
Pembelajaran tatap muka belum diperbolehkan sebab bukan menjadi sektor yang diberi kelonggaran di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).
Sekretaris Disdik Kota Bandung, Cucu Saputra mengatakan pihaknya masih menerapkan pembelajaran jarak jauh melanjutkan yang sudah berjalan tiga bulan terakhir.
Namun, pihaknya juga menyiapkan skenario tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan jika diizinkan oleh Wali Kota Bandung.
“Kebijakan pendidikan itu diakhirkan relaksasi karena terlalu berisiko,” ujarnya, Senin (6/7/2020).
Menurutnya, pihaknya masih menunggu izin dari tim Gugus Tugas Kota Bandung dan jika diizinkan tidak akan langsung melakukan tatap muka untuk seluruh sekolah. Ia mengatakan, lantaran beberapa lokasi masih dikategorikan zona merah.
“Tunggu (instruksi), karena anak-anak masih belum matang. Misal anak-anak SD kelas 1, dijamin gitu jaga jaraknya? terlalu beresiko,” katanya.
Cucu menambahkan, kegiatan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) pada tahun ajaran baru akan dilakukan secara virtual. Pihaknya mengaku masih menyiapkan formulasi yang tepat agar kegiatan tersebut berjalan dengan lancar untuk siswa.
Ia mengimbau pada tahun ajaran baru para orang tua siswa tidak berbondong-bondong mengantar siswa ke sekolah dan menunggu intruksi pemerintah.(*.Ind)
JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta menyampaikan perkembangan terkini per 6 Juli 2020.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat penambahan 231 kasus positif Covid-19 pada Senin (5/7/2020).
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia memaparkan, terdapat penambahan jumlah kasus positif sebanyak 231 kasus.
Sehingga, jumlah kumulatif kasus positif di wilayah DKI Jakarta sebanyak 12.526 kasus. Dari jumlah tersebut, 8.036 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 659 orang meninggal dunia.
“Sampai dengan hari ini kami laporkan, 493 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit dan 3.340 orang melakukan isolasi mandiri di rumah. Sedangkan, untuk Orang Dalam Pemantauan (ODP) berjumlah 511 orang dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 731 orang,” paparnya, Senin (6/7).
Secara kumulatif, pemeriksaan PCR sampai dengan 5 Juli 2020 sebanyak 344.439 sampel. Pada 5 Juli 2020, dilakukan tes PCR pada 3.234 orang, 2.748 di antaranya dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada kasus baru, dengan hasil 231 positif dan 2.517 negatif.
Sementara untuk testing rate pada pemeriksaan PCR di Jakarta yang dilakukan sejak 1 Maret 2020, adalah 15.946 tes per 1 juta penduduk.
Dalam periode 1 minggu terakhir yaitu 29 Juni-5 Juli 2020, telah dilakukan 2.397 tes per 1 juta penduduk per minggu. Jumlah ini telah melebihi target WHO 1.000 tes per 1 juta penduduk per minggu, dengan positivity rate testing PCR seminggu terakhir yaitu 5,66 persen.
Terdapat sebanyak 251.264 orang telah menjalani rapid test, dengan persentase positif Covid-19 sebesar 3,5 persen, dengan rincian 8.700 orang dinyatakan reaktif Covid-19 dan 242.564 orang dinyatakan non-reaktif. Untuk kasus positif ditindaklanjuti dengan pemeriksaan swab secara PCR dan apabila hasilnya positif dilakukan rujukan ke Wisma Atlet atau RS atau dilakukan isolasi secara mandiri di rumah.(*/Tya)
JAKARTA – Kasus covid-19 yang melanda Dunia menjadi pandemi internasional dan Indonesia tak luput dari wabah tersebut .
Pemerintah mengakui angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia masih berada di atas rata-rata dunia. Saat ini jumlah warga yang meninggal mencapai 3.241 orang.
“Hari ini kasus meninggal 70 orang sehingga total 3.241. Kalau kita bandingkan dengan angka kematian global memang kita berasa di atas rata-rata,” ucap Juru Bicara Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, Senin (6/7/2020).
Persentase kematian di Tanah Air mencapai 5,0 persen, sedangkan angka rata-rata dunia hanya sebesar 4,47 persen. Yuri menyebut angka ini akan terus bergerak dinamis.
Namun ia optimis tingkat kematian di Indonesia akan turun.
“Angka ini akan terus dinamis. Kita temukan kasus, kita rawat, maka sudah tentu angka ini akan turun jumlahnya,” imbuh dia.
Sebagaimana diketahui, pemerintah, Senin (6/7/2020) mencatat ada penambahan kasus positif corona sebanyak 1.209 orang. Dengan demikian, jumlah total pasien yang terinfeksi virus ini 64.958 orang.
Untuk jumlah pasien sembuh juga terjadi penambahan sebanyak 814 orang, sehingga totalnya menjadi 29.919 orang. Pasien meninggal totalnya menjadi 3.241 orang setelah mengalami penambahan sebanyak 70 orang.(*/Tya)
JAKARTA – Wakil Ketua Forum Komunikasi Kepala Sekolah DKI Jakarta Suparno Sastro memantau pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini.
Ia menyoroti, masalah timbul karena terbatasnya sekolah swasta unggulan di Ibu Kota ketika calon siswa tertolak dari SMA Negeri.
Suparno mengeklaim, tingginya minat calon siswa SMA hanya terjadi di sekolah berkategori unggulan. Kritik PPDB tahun ini masif ditujukan ke Pemprov DKI karena menggunakan usia sebagai salah satu syarat.
Mereka yang terpental dari SMA negeri lantas mencari SMA swasta unggulan sebagai pengganti.
“Memang kondisi ini relatif hanya terjadi di beberapa sekolah (swasta) yang kategorinya unggulan. Swasta lain malah kekurangan jumlah siswa karena orang tua wali ingin cari pengganti yang unggulan karena enggak dapat SMA Negeri,” kata Suparno , Minggu(5/7).
Namun sekolah swasta unggulan biasanya tidak terjangkau seluruh orang tua murid. Contohnya, SMA Labschool Jakarta mematok harga Rp 30 juta untuk pendaftaran saja.
Orang tua murid yang tak berkocek tebal harus putar otak agar anaknya dapat melanjutkan pendidikan di sekolah unggulan.
“Ketika tak tertampung, relatif ada protes di situ. Sebenarnya kalau memang daya tampung muat, toh ada swasta lainnya, tapi pilihan terbatas di swasta unggulan, pilihannya enggak banyak,” ujar Kepala SMA Labschool Jakarta itu.
Suparno berharap, Disdik DKI Jakarta tak lagi-lagi menciptakan masalah ketika PPDB. Dampaknya sangat dirasakan calon murid dan orang tua murid.
“Yang paling fatal itu di sosialisasi PPDB, kalau dilakukan jauh hari pakai umur bilang lah. Itu orang jadi enggak panik,” ujarnya.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro