JAKARTA – Pandemi Covid-19 membuat membuat kegiatan belajar mengajar secara langsung ditiadakan dan dipindahkan menjadi metode belajar dari rumah. Namun hal ini justru membuat anak menjadi stres dan tertekan lantaran harus belajar bersama orang tuanya.
Psikolog sekaligus Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi menuturkan jika berdasarkan laporan yang diterima pihaknya, banyak anak-anak mengalami stres hingga tertekan setelah menjalani pembelajaran di rumah oleh orang tua.
“Dari beberapa laporan yang kami terima dari LPAI banyak anak-anak yang mengalami stres, tertekan. Salah satunya adalah kadang-kadang dalam cara orang tua menghadapi putra putra-putri tercinta, para orang tua sekarang harus menjadi guru tiba-tiba di dalam rumah,” ujar Kak Seto sapaannya dalam jumpa pers di Graha BNPB yang disiarkan secara streaming, Sabtu (25/4/2020).
Kak Seto mengatakan, salah satu faktor belajar di rumah yang membuat stres anak lantaran orang tuanya memaksakan sang buah hati harus mengerti dari metode belajar yang diajarkannya.
“Kemudian mencoba untuk menjelaskan menerangkan kadang-kadang memaksakan hal ini dicapai oleh putra-putri sendiri sehingga akhirnya yang muncul adalah anak-anak tertekan,” jelas kak Seto.
Lebih jauh, Seto menyebut banyak anak yang menginginkan kegiatan belajar secara normal alias diajar oleh guru-guru mereka. Hal tersebut lantaran cara pengajaran guru yang lebih persuasif dan kreatif kepada anak.
“Sehingga akhirnya yang muncul adalah anak-anak tertekan beberapa ingin kembali lagi ke sekolah bertemu dengan ibu guru atau bapak guru yang menjelaskan lebih nyaman lebih tenang lebih kreatif dan sebagainya,” tandasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dikdasmen) Hamid Muhammad mengatakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak bisa digunakan untuk membayar gaji guru honorer yang tidak terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
“Saya heran mengapa guru honorer yang sudah lama mengabdi tidak didaftarkan ke Dapodik. Padahal Dapodik ini sudah lama ada,” ujar Hamid dalam gelar wicara RRI Pro 3 di Jakarta, Jumat (24/4)
Hamid menambahkan data guru di Dapodik merupakan dasar untuk audit. Jika tidak terdaftar dalam Dapodik, maka guru honorer tersebut tidak bisa mendapatkan gaji dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Kalau tidak ada, maka tidak berhak untuk mendapatkan gaji dari dana BOS. Untuk itu Kepsek dan proktor Dapodik wajib memasukkan data semua guru yang ada di sekolah di Dapodik,” terang Hamid.
Kemendikbud mengeluarkan dua Peraturan Mendikbud yakni Permendikbud 19/2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud no 8/2020 tentang Petunjuk Teknis BOS Reguler dan Permendikbud 20/2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud 13/2020 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Kesetaraan 2020.
Dua Permendikbud itu dijadikan landasan penggunaan dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan selama pandemi COVID-19.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan, baik dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan dapat digunakan untuk pembelian pulsa, paket data, layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik maupun peserta didik dalam rangka mendukung pembelajaran di rumah.
Dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan juga dapat digunakan untuk pembelian cairan atau sabun pembersih tangan, pembasmi kuman, masker, dan penunjang kebersihan.
Selain penggunaan dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan untuk pulsa maupun masker, dana BOS reguler dapat digunakan untuk membayar gaji guru honorer yang tidak memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dengan kriteria sudah tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) per 31 Desember 2019, belum mendapatkan tunjangan profesi, dan memenuhi beban mengajar termasuk mengajar dari rumah dalam masa kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 yang ditetapkan pemerintah pusat.
“Berapa besarannya dana BOS untuk gaji guru honorer, diserahkan kepada kepala sekolah,” kata Hamid lagi.
Hamid juga berpesan agar penggunaan dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan itu harus memperhatikan atau fokus pada kesehatan pendidik dan peserta didik.(*/Ind)
JAKARTA – Salah satu kewajiban seorang guru adalah menyampaikan pelajaran kepada siswa-siswinya. Meskipun saat ini berbagai kesulitan terjadi di tengah pandemi Covid-19, kegiatan menyampaikan ilmu tersebut tidak boleh dihentikan. Dengan berbagai upaya para guru mempersiapkan materi untuk diberikan kepada siswa dan sisiwnya.
Di satu sisi, sebagian besar guru masih berusaha beradaptasi dengan situasi yang terjadi. Kritikan banyak muncul dari orang tua siswa dan juga siswa yang mengeluhkan tugas begitu berat.
Proses belajar mengajar di tengah pandemi ini terus diperbaiki dengan berbagai macam kritikan dan keluhan tersebut. Seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim beberapa waktu lalu, ia memohon pemahaman masyarakat bahwa saat ini semua pihak sedang berusaha beradaptasi.
Bagi guru honorer, selain memikirkan materi yang tepat untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) ada hal lain yang juga sulit untuk dilepaskan dari pikiran mereka. Hal tersebut adalah statusnya sebagai guru honorer. Tidak sedikit guru honorer yang memperjuangkan statusnya jauh sebelum wabah ini menyerang dunia. Tentunya, di tengah situasi ini mereka tidak ingin dilupakan.
Ketua Umum DPP Forum Aliansi Guru dan Karyawan Kabupaten Garut, Cecep Kurniadi berusaha mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo menyuarakan keinginan guru honorer. Di dalam suratnya, Cecep berharap pemerintah segera menyelesaikan perekrutan Calon Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Kami sangat miris ketika rekan-rekan kami guru honorer yang sudah dinyatakan lulus tes PPPK yang jumlahnya 51 ribu orang, kebijakan pemerintah yang dikeluarkan hanya Kepres tentang PPPK, tapi untuk penggajian sampai saat ini belum ada,” kata Cecep.
Sementara itu, kata Cecep, beban dan tanggung jawab guru masih berjalan walaupun melalui PJJ. Para guru tersebut masih terus melakukan tugasnya di tengah status mereka yang tidak pasti. Mengoreksi hasil ujian siswa dan memberikan materi masih terus dilakukan demi para siswa.
“Namun hingga saat ini belum jelas nasibnya bahkan belum mendapatkan gaji sesuai amanat UU nomor 05 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN),” kata Cecep lagi.
Ia melanjutkan, para guru ini sudah benar-benar mengabdi puluhan tahun demi pendidikan Indonesia. Ia juga khawatir, apabila tahap pertama saja belum kunjung selesai bagaimana dengan tahapan selanjutnya. Sebab, masih banyak guru yang belum lulus PPPK.
“Hari ini, Bapak Presiden seolah tebang pilih mengorbankan guru honorer yang gajinya sangat mengkhawatirkan, bisa dikatakan gaji yang tidak manusiawi,” kata dia lagi.
Hal senada diungkapkan seorang guru honorer K2, Nurbaiti. Sebagai salah satu guru yang vokal, ia menjadi tim lobi pusat sekaligus koordinator wilayah DKI Jakarta Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I). Ia mengisahkan selama ini rekan-rekan sesama guru honorer terus bekerja di tengah pandemi namun juga tidak henti-hentinya memikirkan nasib mereka.
Baginya, tanggung jawab sebagai guru tidak kalah penting dibandingkan statusnya yang tidak kunjung jelas. “Kita memberikan pelajaran tetap sesuai dengan RPP kita, keseharian kita. Itu kita masih memberikan pembelajaran kepada siswa menyapa melalui grup WA kelas, maupun kita video call kepada anak-anak,” kata Nurbaiti.
Sebenarnya, ia mengapresiasi pemerintah yang merevisi aturan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Salah satu revisinya adalah menghilangkan syarat Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) bagi guru honorer agar bisa menerima dana BOS.
Nurbaiti juga mengapresiasi peraturan baru yang menyatakan dana BOS boleh digunakan untuk membeli kuota siswa dan guru untuk PJJ. Namun, ia khawatir ke depannya serapan dana BOS tidak seperti yang ia harapkan.
Pasalnya, pada aturan dana BOS sebelumnya, yaitu maksimal 50 persen untuk guru honorer pun tidak berjalan dengan baik. “Ini jadi bumerang, kecemburuan sosial sendiri. Kita tidak menutup mata pimpinan kan nggak semuanya suka dengan honorer. Mudah-mudahan anggaran itu benar-benar terserap ke depannya,” harapnya.(*/Ind)
GARUT – Pandemi Covid-19 yang masih terjadi membuat kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah masih ditangguhkan. Para siswa terpaksa harus belajar dari rumah selama proses KBM di sekolah ditiadakan. Terbaru, kebijakan itu diperpanjang hingga 27 April 2020.
Proses KBM dari rumah tak sepenuhnya dapat dilakukan dengan lancar, terutama di wilayah pelosok daerah. Di Kabupaten Garut misalnya, seorang guru honorer harus berjuang untuk menghampiri para siswa satu per satu agar proses belajar anak di rumah berjalan maksimal.
Sosok itu bernama Rosita Amalia (31 tahun), seorang guru hononer yang mengajar siswa kelas II SDN 3 Nyalindung, Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut. Sejak proses KBM di sekolah dihentikan, ia mengaku ditugasi oleh kepala sekolah untuk terus memantau keadaan siswa di rumah.
Lantaran alat komunikasi di wilayah itu masih terbatas, mau tak mau harus mendatangi rumah siswanya yang berjumlah 12 orang satu per satu. Ia mengatakan, tak banyak orang tua siswanya yang memiliki telepon pintar. Selain itu, sinyal di wilayah itu sulit untuk didapatkan sehingga pengajaran melalui daring akan sulit dilakukan.
Pemerintah sebenarnya telah memberikan alternatif lain untuk pembelajaran siswa selama di rumah, yaitu membuat tayangan melalui lembaga penyiaran publik TVRI. Namun, Rosita mengatakan, hanya satu di antara belasan siswanya mendapat siaran TVRI dengan gambar jernih. Sisanya, tidak mendapat jaringan yang baik.
“Soalnya daerah saya mengajar itu di pegunungan,” kata dia, saat dihubungi wartawan, Selasa yang lalu (21/4).
Hal itu yang menjadi alasan Rosita mendatangi rumah siswanya satu per satu. Dalma satu hari, ia hanya bisa mengunjungi dua hingga tiga rumah siswa untuk memberikan materi.
Sebab, untuk untuk menjangkau semua siswa seharian tak mungkinkan, lantaran jarak satu rumah dan rumah lainnya berjauhan.
Belum lagi, kondisi cuaca yang masih memasuki musim hujan. Jika hujan terus turun, ia tak memaksakan untuk pergi karena risikonya adalah longsor.
Ia bercerita, ada rumah salah satu siswanya yang harus ditempuh dalam waktu satu jam. Itu pun tak bisa dilalui kendaraan sepenuhnya. “Kondisi jalan tanjakan dan belum beraspal. Belum kalau hujan, ada longsor juga,” kata dia.
Kendati demikian, Rosita merasa mendapat pengalaman berharga dari kegiatan mengunjungi rumah siswanya satu per satu. Ia jadi tahu, masih ada siswanya yang setiap hari harus berjalan kaki tanpa sepatu untuk mencapai sekolah.
Bahkan, kata dia, ada siswa yang harus berangkat pukul 05.00 WIB dan membawa obor, hanya untuk pergi ke sekolah setiap harinya. “Saya merasakan perjuangan mereka yang punya semangat tinggi sekolah. Jadi sayang kalau saya tidak perhatikan,” kata guru lulusan Yayasan MiftahusSalam Bandung, jurusan Tarbiyah itu.
Terlebih, ketika ia datang ke rumah siswanya, sambutan ceria selalu didapatnya. Anak-anak, kata dia, terus menanyakan kapan bisa kembali ke sekolah. “Mereka jenuh di rumah terus. Tapi liburnya terus diperpanjang,” kata dia.
Untuk mengatasi kejenuhan para siswa, Rosita menyiasati dengan memberikan materi dengan santai. Ia terdakang menyelingi materi dengan bernyayi dan bercerita. Jika tidak seperti itu, anak-anak disebut justru tak akan menikmati proses pembelajaran.
Meski lelah, Rosita mengaku tetap senang mendatangi siswanya satu per satu. Menurut dia, itu sudah merupakan risiko pekerjaannya sebagai guru.
Apalagi, menjadi guru juga meruapkan cita-citanya sejak muda. Karenanya, ia merasa bertanggung jawab kepada para siswanya itu.
Pengabdian Rosita sebagai guru telah banyak diapresiasi. Dinas Pendidikan Kabupaten Garut dan Polres Garut langsung memberikan penghargaan kepadanya atas tanggung jawab guru honorer itu.
“Saya juga tidak menyangka seperti itu. Itu cukup bangga juga, karena diperhatikan,” ungkapnya.(*/Dang)
SURABAYA – Proses belajar di rumah masih menjadi kendala bagi para orang tua di tengah pandemi Covid-19. Beberapa anak juga mengalami titik jenuh untuk menjalani proses belajar di rumah.
Mahasiswa doktoral (S3) Departemen Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Bayu Dwi Hatmoko pun menciptakan aplikasi bernama Banana. Aplikasi ini memiliki kegunaan untuk mendukung pembelajaran matematika tingkat sekolah dasar yang bisa digunakan secara mudah melalui gawai.
Dari seluruh tingkatan pendidikan, sektor pendidikan tingkat dasar yang mengalami tantangan paling berat. Hal ini karena di masa-masa emas anak harus banyak dididik secara langsung dengan sentuhan pengajar.
Melihat perkembangan zaman, Bayu mengamati anak seusia sekolah dasar cenderung tidak tertarik pada pembelajaran berbasis buku yang tekstual. Sebaliknya, anak senang pada sesuatu yang interaktif, misalnya video permainan pada gawai. Dari sinilah muncul ide membuat aplikasi pembelajaran yang dinamainya Banana.
“Kadi saya sambil membuat aplikasi yang bermanfaat untuk anak-anak, sekaligus belajar pemrograman untuk diri saya sendiri,” kata Bayu, Selasa (21/4/2020).
Setelah sepekan ia belajar program, prototipe aplikasi Banana buatannya ini sudah memiliki empat menu yaitu perhitungan dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Tidak hanya itu, di setiap menunya dilengkapi lagi dengan submenu berdasarkan jenis angka yang dioperasikan yakni operasi bilangan bulat, operasi bilangan desimal, dan operasi pecahan.
Pada proses pembelajaran, anak tidak langsung bisa mengerjakan soal yang sulit. Sehingga perlu adanya tingkatan kesulitan dari soal yang mudah menuju yang sulit guna mendorong pemahaman konsep pada anak-anak. Menangani hal ini, dirinya menambahkan pilihan di tiap submenunya.
“Operasi bilangan tersebut saya pisahkan lagi dari operasi bilangan satuan, puluhan, ratusan, hingga ribuan,” kata lelaki yang juga bekerja di Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFa) ITS tersebut.
Peraih beasiswa Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) ITS ini menambahkan, tidak ada inovasi yang signifikan dari aplikasi serupa yang sudah ada sebelumnya.
Mahasiswa yang sejak program strata hingga doktor menekuni bidang fisika ini menekankan bahwa tujuannya menciptakan aplikasi Banana ini adalah bentuk usaha produktif Bayu di tengah pandemi untuk meningkatkan kemampuan ilmu pemrogramannya.
Menurut lelaki yang menekuni teleportasi kuantum untuk disertasinya ini, walaupun sudah marak aplikasi serupa dengan aplikasi Banana miliknya tetapi proses pembuatan aplikasi tersebut berguna mengembangkan ilmu pengetahuannya.
“Seseorang perlu melakukan proses dari awal, sehingga tidak ada missing informasi dari setiap teknologi yang kita gunakan,” ungkapnya.(*/Gio)
SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali memperpanjang masa belajar di rumah peserta didik atau pelajar Kota Surabaya. Aturan ini berlaku mulai dari jenjang KB, TK sampai dan LKP negeri maupun swasta di Kota Surabaya.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Surabaya, Supomo menjelaskan, perpanjangan masa belajar di rumah berlaku sampai 22 April 2020. Sementara pelaksanaan libur awal puasa masih sesuai kalender akademik pendidikan tahun pelajaran 2019-2020. Jadwalnya dimulai pada 23 sampai 25 April 2020.
“Dan perpanjangan masa belajar di rumah itu tertuang dalam surat edaran tertanggal 18 April 2020 bernomor 420/7572/436.7.1/2020,” kata Supomo dalam keterangan pers, Minggu(19/4).
Menurut Supomo, perpanjangan belajar di rumah ditetapkan karena situasi Covid-19 yang belum kondusif. Untuk itu, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Surabaya menerbitkan surat edaran kepada seluruh sekolah. Aturan ini diharapkan bisa membantu menjaga kesehatan para pelajar dengan tetap di rumah.
Supomo mengimbau orang tua/wali murid agar memantau aktivitas belajar anak di rumah masing-masing. Sebab, sekolah sudah memberikan tugas kepada para pelajar. Tugas-tugas ini diupayakan dapat diselesaikan dengan baik.
Sementara ihwal kegiatan Ramadhan, Disdik Kota Surabaya telah mengagendakan beberapa kegiatan. Para pelajar akan melakukan sistem pembelajaran secara daring selama Ramadhan. Bahkan, akan terdapat kegiatan perlombaan dengan sistem dalam jaringan (daring).
Di sisi lain, Mantan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya ini juga berharap, pandemi Covid-19 ini bisa segera berakhir. Dengan demikian, masyarakat dan para pelajar bisa kembali melaksanakan aktivitas normal seperti biasa. “Makanya kemudian kita kasih belajar di rumahnya itu seminggu-seminggu,” ungkapnya.(*/Gio)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan fleksibilitas dan otonomi kepada para kepala sekolah dalam menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Kesetaraan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu mengatakan penyesuaian kebijakan itu dikeluarkan dalam rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19.
“Kami sudah memberikan arahan fleksibilitas kepada kepala sekolah, tetapi masih ada sejumlah kepala sekolah tidak percaya diri menerapkan. Makanya, kami cantumkan di peraturan yang artinya secara eksplisit diperbolehkan,” ujarnya .
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Plt Dirjen GTK) Kemendikbud Supriano menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 memberikan kewenangan kepada para kepala sekolah untuk dapat menggunakan dana BOS Reguler untuk membayar honor guru bukan aparatur sipil negara (ASN). Persentase juga tidak lagi dibatasi maksimal 50 persen, tetapi bisa lebih.
“Syarat untuk guru honorer juga dibuat lebih fleksibel, tidak lagi dibatasi untuk guru yang memiliki NUPTK (nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan), tetapi guru honorer tetap harus terdaftar di Dapodik (data pokok pendidikan) sebelum 31 Desember 2019, belum mendapat tunjangan profesi, dan memenuhi beban mengajar,” kata Supriano.
Selain itu, para kepala satuan pendidikan PAUD dan Pendidikan Kesetaraan juga diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP). Permendikbud Nomor 20 Tahun 2020 juga mengubah ketentuan besaran persentase dana BOP per kategori pemakaian di Permendikbud sebelumnya tidak berlaku.
“Penggunaan BOP PAUD dan Kesetaraan juga sekarang diperbolehkan untuk honor dan transportasi pendidik,” ujar Supriano.
Plt Dirjen GTK menambahkan bahwa BOS Reguler dan BOP PAUD dan Pendidikan Kesetaraan dapat digunakan untuk melakukan pembelian pulsa/paket data bagi pendidik dan peserta didik agar memudahkan pembelajaran dalam jaringan (daring).
BOS dan BOP juga dapat digunakan untuk membeli penunjang kebersihan di masa Covid-19, seperti sabun cuci tangan, cairan disinfektan, dan masker.
Supriano menyampaikan bahwa alokasi penggunaan dana BOS atau BOP juga fleksibel sesuai kebutuhan sekolah/satuan pendidikan yang berbeda-beda.
Menanggapi anggapan bahwa dana BOS atau BOP akan lebih banyak digunakan untuk honor guru dan pembelian pulsa, ia menjelaskan pada dasarnya Kemendikbud tidak mewajibkan sekolah/satuan pendidikan untuk melakukan pembelian pulsa/paket data untuk menunjang pembelajaran secara daring.
“Kewenangan sepenuhnya ada di kepala sekolah. Jadi, kepala sekolah harus dapat mempertimbangkan dan menghitung secara cermat apa saja yang menjadi prioritas untuk menyelenggarakan pembelajaran selama masa darurat ini,” kata Supriano.(*/Ind)
JAKARTA – Setiap mahasiswa ingin kuliahnya selesai tepat waktu, baik dalam mengerjakan skripsi atau tugas akhir. Namun di tengah wabah virus corona, bagaimana caranya agar seluruh tugas bisa on the track.
Tugas akhir bagi mahasiswa pastinya menegangkan, terlebih pada masa darurat Covid-19 saat ini. Namun, tidak menutup kemungkinan kalau tugas akhir kuliah tetap jalan meski dilakukan secara daring.
Ada beberapa cara bisa dilakukan agar proses pembimbingan tersebut bisa tetap berjalan.
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University, Dr Ir Sri Nurdiati MSc memberikan kiat agar bimbingan tugas akhir selama Work From Home (WFH)
Hal yang dapat dilakukan pertama kali adalah dosen pembimbing dapat membuat grup dengan mahasiswanya di media sosial. Melalui grup tersebut, dosen dapat memberikan motivasi bagi mahasiswa supaya tetap bersemangat mengerjakan tugas akhirnya.
“Dosen pembimbing juga dapat meminta mahasiswanya untuk melaporkan perkembangannya di grup secara periodik. Bila diperlukan, sesekali bisa melakukan video conference untuk mengetahui progres penelitian mahasiswanya,” tambah Dr Sri, seperti dikutip dari laman IPB, Sabtu (18/4/2020).
Dosen pembimbing, lanjutnya, juga dapat membantu mahasiswa dengan memberi informasi terkait materi atau website yang berisi artikel yang relevan dengan topik penelitian.
Bagi mahasiswa yang sedang penelitian di laboratorium, perlu diarahkan untuk melengkapi hasil penelitiannya dengan studi literatur atau jika memungkinkan melengkapi dengan data yang relevan yang bisa didapatkan secara online.
Di samping itu, dosen pembimbing juga dapat mendorong mahasiswa untuk memanfaatkan fasilitas online learning yang banyak tersedia di internet. Hal ini bertujuan untuk membantu menyelesaikan penelitian mahasiswa agar sesuai target yang sudah ditetapkan.
“Jangan lupa juga untuk selalu menanyakan keadaan mahasiswa dan mendoakan agar semuanya tetap dalam keadaan sehat wal afiat,” tandasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta pemerintah menyediakan kemudahan infrastruktur internet untuk menunjang penerapan belajar dari rumah akibat pendemi Covid-19.
“Jadi pemerintah hendaknya bisa membuat infrastruktur internet menjadi mudah diakses atau dijangkau,” kata Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi, Jumat (17/4)
Sebab, kata dia, jika penyediaan internet dibebankan kepada guru atau kepala sekolah termasuk melalui pembelian pulsa, dikhawatirkan nantinya malah tidak cukup hanya digunakan untuk kepentingan guru dan peserta didik.
Ia menyatakan sebaiknya ada dana yang disediakan pemerintah untuk provider atau perusahaan yang menyediakan layanan kepada pengguna internet, sehingga semua orang bisa merasakan manfaatnya terutama dalam kebutuhan penerapan pembelajaran dari rumah.
Sementara itu dari segi konten untuk penerapan belajar dari rumah, ia mengatakan sebaiknya guru membuat model-model yang menekankan aktivitas menyenangkan antara guru dan siswa.
Selain itu juga menyediakan model penilaian yang berubah yakni bukan merujuk pada penilaian konten, melainkan bagaimana siswa menjadi lebih bertanggung jawab serta melaporkan kegiatan selama di rumah.
Hal itu dibutuhkan sebab saat sekarang ini dikhawatirkan siswa sudah mulai jenuh melakukan penerapan belajar dari rumah.
“Sekarang mungkin saatnya kita harus mengatakan bahwa guru tidak bisa digantikan dengan teknologi,” ujarnya.
Sebab nyatanya pendekatan dari manusia itu memang tidak bisa digantikan oleh teknologi. Sehingga perlu adanya kerjasama antara guru dan orang tua dalam menemani anak belajar di rumah dengan memanfaatkan teknologi dan jaringan internet.(*/Ind)
JAKARTA – Sebanyak 40 dari 157 SMP di empat kecamatan yang tersebar di Jakarta Barat menggelar ujian sekolah secara online pada Kamis (16/4/2020). Ujian dilakukan menggunakan beberapa aplikasi, salah satunya Google Classroom dan dilakukan di rumah.
“Sejak pagi tadi hanya 40 sekolah yang menggelar ujian daring,” kata Kasudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat Agus Ramdhani, Kamis (16/4/2020).
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah meliburkan seluruh sekolah sejak akhir Februari 2020. Langkah ini demi memutus dan meminimalisir penyebaran Covid-19 di Jakarta.
Terbatasnya sejumlah sekolah yang melakukan ujian online karena penerapan itu diukur sesuai kemampuan sekolah dan para peserta. Untuk melaksanakan ujian online, peserta harus memiliki fasilitas, salah satunya laptop. (Baca juga: Tak Bisa Masuk ke Soal Uraian, USBN Online IPS Diulang)
“Dan termasuk kontennya. Masing-masing sekolah menyiapkan sesuai dengan kemampuan sekolah dan peserta didik,” ucap Agus.
Meski demikian, ujian sekolah tersebut bukanlah menjadi penentuan kelulusan siswa. Sebab, merujuk Keputusan Kadisdik Nomor 356 Tahun 2020 tentang Juknis Penentuan Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan 2019/2020.
Maka, kelulusan sekolah ditentukan tiga hal yakni menyelesaikan seluruh pelajaran, memperoleh nilai sikap atau perilaku minimal baik, dan lulus ujian sekolah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Khusus untuk ujian sekolah, Agus menyadari tak semua sekolah memiliki kemampuan sarana. Karena itu, untuk ujian sekolah beberapa sekolah menggunakan portofolio. “Pakai nilai semester rapor untuk SMP mulai semester VII hingga IX, ini disebut portofolio,” ungkapnya.(*/El)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro