JAKARTA – Pelaksana tugas Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengizinkan penambahan siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta.
“Penambahan siswa dari standar yang ditetapkan diperbolehkan, sepanjang ada alasan yang meyakinkan,” ujar Hamid dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa (30/6).
Hamid memberi contoh bagaimana Pemerintah Kota Surabaya pada dua tahun lalu, yang selalu mengusulkan agar jumlah siswa dalam satu rombel ditambah. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta agar jumlah siswa untuk SMP dari 32 menjadi 36.
“Hal itu diperbolehkan, karena kalau tidak maka aspirasi masyarakat untuk masuk sekolah negeri tidak tertampung. Kami juga mempertimbangkan jangan sampai penambahan jumlah siswa itu menutup sekolah swasta,” kata Hamid.
Penutupan sekolah swasta akibat banyaknya murid yang ditampung di sekolah negeri, kata Hamid, menjadi pertimbangan khusus dikarenakan kontribusi sekolah swasta cukup besar pada angka partisipasi siswa.
Hamid menjelaskan penambahan jumlah siswa pada rombel itu sudah sejak sepekan yang lalu dibahas dengan Pemprov DKI Jakarta. Penambahan siswa itu merupakan solusi yang disepakati dari permasalahan PPDB DKI Jakarta.
“Setiap ada permasalahan PPDB, kami kontak dinas pendidikan daerah untuk membahas apa yang dapat kami lakukan untuk membantu daerah,” kata Hamid.
Animo untuk masuk sekolah negeri, kata Hamid, terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah siswa pada rombongan belajar untuk jenjang SD maksimum 24 siswa, jenjang SMP sebanyak 33 siswa, SMA/SMK maksimum 36 siswa.
Hamid menjelaskan persyaratan batas usia dalam Permendikbud baik 17/2017 maupun 44/2019 diturunkan dari Peraturan Pemerintah 17/2010 yang mana memuat mengenai batas usia siswa.
“Kalaupun ada keluhan masyarakat yang menganggap tidak relevan maka itu bisa didiskusikan, namun perlu diingat bahwa revisi Peraturan Pemerintah itu tidak hanya melibatkan Kemendikbud saja, tapi juga pemerintah daerah dan lembaga lainnya,” ujarnya.
Kemendikbud telah memulai penerapan PPDB zonasi sejak 2017. Pada prinsipnya, kataHamid, hampir sama. Namun, ada perbedaan persentase untuk setiap jalur pada tahun ini. “Tahun lalu yang berbasis zonasi itu 90 persen,” kata dia lagi.
PPDB berbasis zonasi itu diterapkan dengan sejumlah kajian, yang mana jika menggunakan sistem nilai banyak masyarakat menengah ke bawah yang tersingkir. Hal itu dikarenakan anak-anak dari keluarga menengah ke bawah tidak bisa mengakses sumber-sumber bahan pendidikan maupun bimbingan belajar seperti kelas menengah ke atas.
“Anak-anak keluarga kelas menengah ke atas bisa mendapatkan fasilitas seperti kursus sehingga bisa mendapatkan sekolah bagus. Sedangkan anak-anak dari kelas menengah ke bawah, sulit mendapatkan nilai bagus dan tidak mendapatkan sekolah bagus serta tersingkir dari sistem,” kata Hamid.
Pada awal penerapan sistem zonasi, ujar Hamid, banyak orang tua maupun guru yang protes karena kesulitan mengajar di kelas yang muridnya heterogen. Dalam hal itu, Kemendikbud mendorong guru untuk mengajar sesuai dengan kemampuan anak.
“Kondisi homogen (sekolah negeri yang bagus diisi anak-anak pintar) jangan dibiarkan terus terjadi. Harus dilebur dan biarkan anak-anak itu berinteraksi dan bersosialisasi dengan anak-anak yang tidak sama kemampuannya dengan mereka,”tukasnya.(*/Tya)
JAKARTA – Dinas Pendidikan DKI Jakarta menjelaskan ada alasan di balik pengurangan kuota jalur zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta Tahun Ajaran 2020/2021 diturunkan dari ketentuan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2020.
Penurunan kuota dari 50 persen menjadi 40 persen pun telah dikoordinasikan dengan kementerian.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, pihaknya memilih untuk mengurangi kuota dari jalur zonasi demi menambah kuota jalur afirmasi bagi yang ekonominya lemah.
Semula, kuotanya 20 persen lalu dinaikkan menjadi 25 persen dari minimal yang ditetapkan 15 persen.
“Lalu untuk jalur zonasi, kami awalnya memang 50 persen dan itu yang terkikis adalah jalur prestasi,” katanya di Jakarta, Selasa.
Jalur prestasi, menurut Nahdiana, didapat setelah menghitung terlebih dahulu jalur afirmasi, inklusi, dan jalur zonasi. Karena itu, jalur zonasi ditentukan 40 persen.
Jalur prestasi (SMP dan SMA) bisa 30 persen, dan 20 persen jalur akademis, 5 persen jalur nonakademis, dan 5 persen jalur prestasi dari luar DKI.
Selain itu, Nahdiana juga menjelaskan mengenai pendekatan untuk jalur afirmasi, inklusi, dan zonazi. Pendekatannya menggunakan zona dan kriteria usia dengan harapan seluruh masyarakat di zonasi tersebut dapat terserap.
“Kemudian nanti anak-anak yang berprestasi, yang memiliki nilai akademis baik terus usianya lebih muda akan masuk di jalur prestasi,” ujar Nahdiana.
PPDB jalur prestasi mulai dibuka pada tanggal 1-3 Juli 2020 pukul 15.00 WIB tanpa penetapan zona. Dia menilai, calon peserta didik ada kesempatan bertanding dengan capaian nilai akademik.(*/Tya)
JAKARTA – Para siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) meminta tolong lantaran kesulitan dalam mengakses jalur pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Keresahan para generasi penerus bangsa itu dituangkan dalam video berdurasi singkat.
Dalam tayangan video yang dilihat , para siswa dan siswi itu rerata mengalami kesulitan saat mengakses pendaftaran PPDB itu. Mereka mengaku selalu ditolak oleh sekolah-sekolah negeri yang ingin dicapai para siswa dan siswi itu.
“Saya ingin lanjutkan ke SMP Negeri tapi terpental terus karena usia. Padahal, jarak SMP Negeri 179 hanya 100 meter dari rumah saya,” kata salah satu siswi, Hannymanuelah menyampaikan keresahannya, di Jakarta, Minggu (28/6/2020).
Kegundahan yang sama dirasakan oleh siswi SMPN 281 Jakarta yang berumur 14 tahun 5 bulan 16 hari. Dia telah melalui jalur zonasi dan afirmasi tetapi selalu gagal karena faktor usia.
“Saya ingin masuk SMA Negeri saya ikuti jalur zona dan afirmasi tapi terpental terus karena masalah umur,” ujar dia.
Sementara itu, siswa SMPN 99 Jakata Joshua yang berumur 15 tahun 7 bulan 25 hari mengaku kecewa lantaran belum diterima di SMA manapun. Ia merasa percuma sudah belajar ekstra keras demi mewujudkan mimpinya bisa mengenyam kursi SMA di Negeri.
“Saya sudah berusaha belajar maksimal agar dapat masuk SMA Negeri yang bagus saya ikuti dua jalur afirmasi dan zonasi tapi saya tidak masuk disatu pun sekolah yang pilihan. Bahkan sekolah yamg bisa ditempuh 5 menit saja berjalan kaki karena hanya patokan pada umur saja,” paparnya.
Pada akhir videonya, para siswa dan siswi itu meminta tolong kepada pemerintah agar dibantu dan diberikan kelancaran dalam proses pendaftaran.
“Tolong bapak ibu bantu saya agar saya dapat bersekolah di sekolah negeri, saya mohon bantuannya bapak dan ibu terima kasih,” ucap siswa-siswi tersebut.
Jalur Zonasi adalah jalur untuk calon peserta didik memilih sekolah di Jakarta dengan berdasarkan pada zona sekolah yang sesuai dengan domisili calon peserta didik. Sekolah yang berlokasi di luar zonanya tidak bisa dipilih. Penetapan zona pada jalur tersebut dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Permendikbud (Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 16 ayat 1,2 dan 3) dengan memastikan daya tampung.
Perlu diketahui, dalam Pergub No. 43 Tahun 2019 Pasal 3 Ayat 1, zona yang dimaksud adalah pengelompokan sekolah berdasarkan lokasi dengan mengacu kriteria yang ditetapkan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Yaitu, daftar sekolah yang terletak di kelurahan yang sama atau kelurahan tetangga dengan domisili calon peserta didik.
Daftar sekolah dalam sebuah zona ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta berdasarkan pertimbangan jarak dengan kelurahan domisili, daya tampung sekolah, dan jumlah penduduk.
Adapun zona sekolah di DKI Jakarta sebanyak 267 zona di setiap jenjang pendidikan. Zona tersebut diterapkan sejak tahun 2017 tanpa mengalami perubahan dan digunakan setiap tahun, termasuk dalam PPDB tahun 2020.
Proses seleksi pendaftaran dengan menggunakan Jalur Zonasi adalah sebagai berikut :
1. Seleksi Tahap I adalah dengan membatasi berdasarkan zona sekolah
2. Seleksi Tahap II berdasarkan Usia
3. Seleksi Tahap III berdasarkan urutan Pilihan Sekolah
4. Seleksi Tahap IV berdasarkan waktu mendaftar
Sebagai informasi, jalur PPDB yang sudah berlangsung hingga saat ini, yaitu Jalur Prestasi Non Akademik dengan kuota 5% (15-16 Juni 2020), Jalur Afirmasi dengan kuota 25% (19-22 Juni 2020) dan Jalur Zonasi dengan kuota 40% (25-27 Juni 2020).
Untuk CPDB yang belum diterima di jalur sebelumnya dapat mengikuti kembali proses penerimaan melalui Jalur Prestasi Akademik dengan kuota 20% untuk warga DKI Jakarta dan 5% untuk warga luar DKI Jakarta yang akan dilaksanakan pada 1-3 Juli 2020.
Seleksi utama yang digunakan dalam Jalur Prestasi Akademik ini memperhitungkan rata-rata nilai akademik selama 5 semester terakhir dan nilai akreditasi sekolah asal.(*/Ind)
JAKARTA – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan pemerintah daerah memperbaiki regulasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara nasional.
Alokasi zonasi murni harus tetap dipertahankan. “Jangan lagi pakai embel-embel lain. Katanya zonasi alias jarak, tapi sekolah menyeleksi dengan nilai atau umur. Ini yang bertentangan dengan prinsip zonasi,” kata Wasekjen FSGI, Satriwan Salim, Jumat (26/6).
Selain itu, Satriwan mengatakan bahwa pemerintah harus melakukan sosialisasi kepada orang tua secara detail. Pemerintah bisa menggunakan laman media sosial atau menggandeng perangkat kelurahan. Sosialisasi juga harus dilakukan sejak jauh-jauh hari.
Satriwan mengatakan, Kemendikbud harus betul-betul melakukan evaluasi terhadap sistem PPDB zonasi. Sebab, selama diberlakukan sejak 2017, sistem ini selalu mengundang protes setiap tahunnya.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan, sistem zonasi yang diterapkan sekarang harus dibarengi kewajiban pemerintah melakukan distribusi bantuan ke semua sekolah negeri. Sehingga, zonasi yang dilakukan lebih sebagai bentuk upaya memberikan keadilan bagi warga negara dalam menikmati layanan pendidikan.
Ia juga mengingatkan, pendataan dan pemetaan jumlah siswa alih jenjang, termasuk daya tampung dan sebaran guru harus dilakukan. Tingkat ekonomi orang tua, kondisi geografis, dan ketersediaan jaringan internet juga wajib dilihat dalam menentukan zona.
“Jika semua itu tidak dilakukan, jangan harap tujuan PPDB akan tercapai. Mustahil masyarakat khususnya orang tua tidak memprotesnya,” kata Satriwan menambahkan.
Sejumlah orang tua melakukan protes terkait kebijakan PPDB yang terjadi di DKI Jakarta. Salah satu indikator siswa dapat diterima di jenjang pendidikan SMP dan SMA adalah usia. Kebijakan usia ini juga dimasukkan ke dalam indikator jalur zonasi.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait hal ini. Berdasarkan diskusi tersebut, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti menjelaskan Pemprov DKI memberlakukan seleksi usia dilatarbelakangi fakta di lapangan.
Masyarakat miskin justru tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing secara nilai akademik dengan masyarakat mampu. Oleh karena itu, kebijakan baru ini diterapkan, yakni usia sebagai kriteria seleksi setelah siswa tersebut harus berdomisili dalam zonasi yang ditetapkan.
Retno juga mengatakan, terkait keberatan indikator usia ini, KPAI telah melakukan pertemuan lanjutan dengan Disdik DKI Jakarta pada Kamis (25/6). Ia menegaskan, KPAI akan terus memantau pelaksanaan PPDB 2020 di berbagai daerah.
Sebelumnya, Kasubbag Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sony Juhersoni mengatakan kebijakan PPDB DKI Jakarta berfokus untuk berpihak kepada masyarakat tidak mampu. Ia mengatakan, kebijakan PPDB 2020 DKI Jakarta akan memberikan ruang bagi masyarakat yang selama ini kurang mampu.
“Kebijakan PPDB DKI Jakarta memberikan ruang bagi masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan di sekolah negeri, serta meminimalisir terjadinya ketimpangan sosial,” kata Sony.
Adapun kebijakan PPDB harus berdasarkan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019. Di dalamnya, persyaratan usia diperbolehkan, selama zona calon peserta didik menjadi indikator utama.
Di dalam Permendikbud tersebut, disebutkan persyaratan calon peserta didik baru kelas satu berusia tujuh hingga 12 tahun, atau paling rendah enam tahun pada 1 Juli tahun berjalan.
Peserta didik SMP berusia paling tinggi 15 tahun pada 1 Juli tahun berjalan, dan paling tinggi usia 21 tahun untuk jenjang SMA/SMK.(*/Ind)
JAKARTA – Kisruh syarat usia di PPDB menjadikan pendidikan makin pelik dan rumit, seharusnya di PPDB harus ada toleransi usia dan jangan dipatok sementara pendidikan anak sangat penting .
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjelaskan pertemuan dengan Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta terkait kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.
Pengaduan yang diterima KPAI paling banyak berkaitan dengan tidak setujunya pelapor atas indikator usia dalam PPDB.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, KPAI akan melakukan konferensi pers secara rinci terkait hal ini Senin (29/6).
Namun, hal yang dapat dia jelaskan saat ini adalah Disdik DKI Jakarta akan melakukan evaluasi terkait kebijakan PPDB yang berlangsung di daerahnya. Namun, evaluasi itu untuk perbaikan dan pelaksanaan tahun depan.
Ia menambahkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan memenuhi hak pendidikan anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri akibat kebijakan usia ini.
“Untuk yang tidak mampu secara ekonomi ke sekolah swasta maka Disdik akan memberikan bantuan melalui skema KJP (Kartu Jakarta Pintar),” kata Retno, dalam keterangannya, Jumat (26/6).
Ia mengatakan Disdik DKI Jakarta juga akan melakukan konsultasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait kebijakan usia dalam PPDB 2020.
Retno menegaskan, KPAI akan terus memantau perkembangan pelaksanaan PPDB 2020 dari berbagai daerah.
“(KPAI) akan terus membuka pengaduan PPDB secara langsung maupun daring, hingga berakhirnya PPDB tahun 2020,”jelasnya.(*/Tya)
JAKARTA – Guru honorer selalu menjadi perhatian namun belum sampai ke final seperti dijadikan alat untuk bersuara oleh pihak tertentu dan di manfaatkan .
Kesejahteraan guru honorer terus menjadi persoalan yang mengemuka, bahkan seperti isu rutin yang tak berhenti disuarakan aspirasinya. Berbagai cara pun disusun sebagai solusi agar kesejahteraan guru honorer makin lebih baik.
Anggota Komisi X DPR RI Sofyan Tan turut menyoroti masalah tersebut.
“Meski belum dapat dikatakan sebagai jalan keluar terbaik dan benar-benar menyejahterakan guru honorer, cuma dengan kebebasan besaran penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk gaji guru honorer itu cukup bagus,” ujar Sofyan, Jumat (26/6).
Apalagi, kata Sofyan, pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia, guru honorer tentunya memerlukan tambahan penghasilan dari biasanya diperoleh.
“Situasi sekarang berdampak ke kesulitan ekonomi. Bila dana BOS boleh digunakan untuk bayar gaji Guru Honorer tanpa batas persentasi, maka ada kemungkinan penghasilan didapatnya jadi lebih besar,” ucap Sofyan.
Ia menambahkan, kebijakan penyaluran dana BOS yang saat ini juga sudah dapat diterima sekolah swasta. Hal itu diharapkan dapat mengoptimalkan tambahan penghasilan gaji Guru Honorer jika kondisi sekolahnya sedikit murid yang mendaftar.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Iwan Syahril, mengatakan, pihaknya telah menerbitkan Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis BOS Reguler.
Permendikbud tersebut menjelaskan tentang tata aturan fleksibilitas penggunaan dana BOS. Dalam regulasi baru, pimpinan sekolah dibolehkan menggunakan berapa pun besaran dana BOS untuk gaji Guru Honorer.
Selain itu, ungkap Iwan, juga dihapusnya Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTKK) yang sebelumnya jadi salah satu syarat guru honorer menerima gaji dari dana BOS.(*/Ind)
JAKARTA – Menyambut tahun ajaran baru, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri membuat keputusan mengenai Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19.
Kebijakan tersebut tetap berprinsip pada kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran.
Kemendikbud meminta Dinas Pendidikan untuk memfasilitasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan oleh Kemenkes. Dalam rangka pemerataan pendidikan, ada 4 jalur penerimaan peserta didik baru, diantaranya :
1. Jalur zonasi yang mempunyai kuota minimal 50% setiap sekolah, yang ditentukan berdasarkan alamat pada kartu keluarga,
2. Jalur afirmasi, untuk siswa, keluarga ekonomi kurang mampu menerima minimal 15% di setiap sekolah,
3. Jalur perpindahan tugas orangtua/wali yang disediakan maksimal 5% di setiap sekolah,
4. Sisa kuota dari tiga jalur tersebut adalah jalur prestasi.
Jalur ini ditentukan berdasarkan nilai ujian sekolah atau hasil perlombaan atau penghargaan di bidang akademik maupun non-akademik, seperti lomba seni atau olahraga pada tingkat internasional, tingkat nasional, tingkat provinsi, atau tingkat kabupaten/kota.
Dengan sistem PPDB ini, Kemendikbud berharap dapat meningkatkan layanan akses pendidikan dan pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.(*/Ind)
TANGERANG – Pendidikan sangat penting walau saat ini masih pandemi .Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMP Negeri di Kota Tangerang dimulai Jumat (26/6) besok.
Untuk para calon peserta didik baru dapat melakukan pendaftaran melalui operator sekolah atau secara mandiri melalui aplikasi PPDB Mandiri berbasis web dan android.
“PPDB secara online dilakukan guna memberikan transparansi proses penerimaan peserta didik baru di Kota Tangerang,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Masyati Yulia, Kamis (26/6/2020).
Informasi yang diketahui, daya tampung PPDB SMPN tahun ini diperkirakan mencapai 10 ribu siswa. Adapun terdapat empat jalur penerimaan PPDB tingkat SMP Kota Tangerang dengan masing-masing kuota daya tampung sebagai berikut.
Di antaranya, jalur zonasi paling sedikit 50 persen, kemudian jalur afirmasi paling sedikit 15 persen. Untuk jalur perpindahan tugas orang tua atau wali paling banyak lima persen. Sedangkan jalur prestasi dibagi menjadi tiga, yaitu:
“Kuota hasil perlombaan dan/atau penghargaan di bidang akademik maupun non-akademik sebanyak lima persen. Kuota prestasi domisili dalam kota berdasarkan akademik nilai rata-rata rapor sebanyak 20 persen. Lalu kuota prestasi domisili luar kota berdasarkan akademik nilai rata-rata rapor sebanyak lima persen,” katanya.
Untuk pola seleksi PPDB, Dinas Pendidikan pun menetapkan urutan prioritas untuk masing-masing jalur pendaftaran. Untuk jalur zonasi, urutan prioritasnya yaitu kedekatan tempat tinggal ke sekolah, nilai rata-rata rapor lalu nomor urut pendaftaran.
“Kemudian jalur afirmasi dan perpindahan tugas orang tua/wali, urutan prioritasnya nilai rata-rata rapor lalu nomor urut pendaftaran. Sedangkan untuk jalur prestasi, urutan prioritasnya tingkat kejuaraan, nilai rata-rata rapor lalu nomor urut pendaftaran,” kata Masyati.
Sementara Kepala Bidang E-Goverment Dinas Kominfo Kota Tangerang Adhi Zulkifli membenarkan pendaftaran mulai dibuka tanggal 26 Juni 2020. Dalam PPDB SMP ini dibagi dalam sejumlah jalur seleksi, mulai dari jalur zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua dan prestasi.
“Untuk zonasi pendaftaran dari tanggal 26 sampai 28 Juni 2020. Sedangkan pada afirmasi dan jalur perpindahan orang tua pendaftaran pada 2 Juli 2020. Untuk jalur prestasi pada 6 sampai 7 Juli,”jelasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Pendidikan sangat penting untuk meningkatkan persamaan dan mencerdaskan bangsa. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta meninjau ulang petunjuk teknis (juknis) terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Juknis tersebut mengutamakan usia sebagai syarat masuk para calon peserta didik.
“Menurut saya, terkait dengan PPDB usia ini, selama ada masyarakat merasa dirugikan itu memang harus benar-benar ditinjau ulang kebijakannya,” kata Ketua PGRI Dudung Nurullah Koswara di Jakarta, Rabu (24/6).
Dia mengatakan, prinsip dasar PPDB yang mengacu pada peraturan menteri pendidikan nomor 44 tahun 2019 adalah tidak boleh ada diskriminasi, ketidakadilan dan harus transparan serta akuntabel. Dia melanjutkan jika ada masyarakat yang merasa terdiskriminasi maka kebijakan itu perlu direvisi.
“Kalau itu dirasakan oleh masyarakat diskriminatif ya makanya harus dikaji ulang barangkali ada yang salah antara sosialisasi atau ada pesan yang tidak tersampaikan,” katanya.
Dia berpendapat, banyaknya protes yang terjadi di tengah masyarakat terkait kebijakan itu bisa disebabkan dua hal. Pertama, memang regulasi itu dirasa kurang adil. Kedua, kemungkinan masyarakat tidak menerima sosialisasi yang lebih utuh tentang kebijakan yang diberlakukan.
Menurutnya, setiap kebijakan pada dasarnya dibuat dengan tujuan ideal tertentu. Namun, dia melanjutkan, kebijakan itu sebaiknya juga jangan sampai merugikan calon peserta didik yang berusia lebih muda.
Lebih lanjut, Dudung mengungkapkan bahwa sebenarnya setiap sekolah berhak menerima atau tidak para calon siswa yang mendaftar ke fasilitas pendidikan mereka. Dia mengatakan, keputusan akhir PPDB sebenarnya berada di tangan kepala sekolah dan rapat dewan guru.
Dia mengungkapkan, hal itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010. Dia mengatakan, setiap sekolah memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sebuah kebijakan terkait PPDB dengan tidak mendiskriminasi, dengan tidak merugikan calon peserta didik.
“Jadi bukan presiden, bukan mendikbud dan bukan gubernur. Sekolah ini terutama negeri itu wajah pemerintah yang terdekat dengan masyarakat untuk melayani hak sekolah warga,” katanya.
Dia melanjutkan, secara umum para guru juga mengaku tidak mempermasalahkan batasan usia yang ditetapkan pemerintah. Dia mengatakan, bagi guru seluruh siswa dengan usia berapapun tetaplah seorang anak yang berhak menerima pendidikan. “Tapi kalaupun ketentuannya mau diubah juga masih bisa karena masih ada waktu hingga bulan depan,” katanya.
Sebelumnya, para orang tua murid merasa keberatan dengan juknis PPDB DKI Jakarta yang mengacu berdasarkan usia. Mereka merasa ada diskriminasi terkait kebijakan tersebut.
Kebijakan itu dinilai telah merugikan para orang tua murid. Mereka meminta, kalaupun zonasi berdasarkan usia dimasukan dalam ketentuan maka hal itu harus ditempatkan sebagai persyaratan paling terakhir.(*/Ind)
JAKARTA – Kelauarga yang mampu menginginkan anaknya agar bisa masuk sekolah negeri dan mengenyampingkan yang kurang mampu .
Pemerhati pendidikan dari Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji meminta orang tua yang mampu untuk tidak ngotot memaksakan anaknya masuk ke sekolah negeri jika tidak memenuhi persyaratan.
“Logikanya sederhana, biarkan anak dari keluarga menengah ke bawah sekolah di sekolah negeri yang gratis dan yang mampu sekolah di sekolah swasta yang berbayar,” ujar Indra di Jakarta, Selasa (23/6/2020).
Pada aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di DKI Jakarta yang menerapkan prioritas usia tertua ke termuda, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
Hal itu menuai protes dari sejumlah orang tua murid yang menginginkan seleksi berdasarkan jarak rumah ke sekolah.
Indra menambahkan selama ini di sekolah negeri terutama yang berstatus favorit didominasi siswa dari keluarga mampu. Padahal di dekat sekolah tersebut terdapat anak usia sekolah, namun karena nilainya tidak mencukupi terpaksa sekolah di tempat lain.
Hal itu jauh sebelum sistem PPDB zonasi diterapkan, yang mana seleksi berdasarkan nilai. Indra menjelaskan siswa dari keluarga mampu dengan mudah bisa mendapatkan nilai agar bisa masuk ke sekolah negeri tujuan, karena bisa mengakses bimbingan belajar.
“Inilah yang menjadi masalah besar selama ini. Untungnya Pak Anies Baswedan mengubah aturan PPDB tanpa menggunakan nilai lagi,” kata dia.
Indra mengingatkan agar orang tua siswa dari keluarga mampu peduli dengan sesama. Banyak anak dari keluarga tidak mampu yang hanya bisa bersekolah di sekolah negeri. Sementara, jika anak dari keluarga mampu bisa sekolah di sekolah swasta jika tidak bisa masuk sekolah negeri.
“Harus diingat, bahwa banyak orang yang lebih membutuhkan dari pada kita. Sekolah di DKI Jakarta ini, sebenarnya kapasitasnya cukup untuk menampung semua anak sekolah,”tukasnya.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro