BEKASI – Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi memperbolehkan sekolah-sekolah kembali melakukan proses kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka.
Tetapi, sekolah-sekolah harus memenuhi standar protokol kesehatan yang diterbitkan melalui keputusan wali kota (kepwal).
Bila itu semua sekolah sudah memiliki standar protokol kesehatan, maka setiap sekolah dipersilahkan untuk mengajukan proposal ke Dinas Pendidikan (Disdik).
“Kita persilahkan, nanti setiap dua minggu sekali kita akan evaluasi,” ujar Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ketika meninjau langsung di salah satu sekolah di Kota Bekasi, Selasa (7/7/2020).
Dalam mempersiapkan sekolah menuju adaptasi tatanan hidup baru mencegah virus corona atau Covid-19, pihaknya juga meminta agar di sekolah-sekolah mengikuti aturan yang dituangkan dalam kepwal.
“Tadi sudah ada persyaratan-persyaratanya, RS kerjasama juga ada. Artinya ini adalah suatu perubahan untuk mengantisipsi terhadap klaster baru. Meski pun klaster ada tetapi itu semua kita serahkan ke dinkes,” ujar pria yang disapa Pepen ini.
Sekolah-sekolah di Kota Bekasi, kata Pepen, harus dibuka. Terlebih, pihaknya terus melakukan antispasi terhadap penyebaran virus corona dengan menerapkan protokol kesehatan.
“Sekolah harus terus berjalan karena semakin lama kita lupa tidak melakukan perubahan, maka kita akan merugi. Karenaya antisipasi terus kita jalankan,” jelas dia.
Tak hanya sekolah swasta, sekolah negeri pun harus menerapkan protokol kesehatan. Salah satunya yang sudah diterapkan oleh salah satu sekolah di Kota Bekasi.
“Makanya saya bilang, role modelnya ikut di sini saja. Mungkin sekolah negeri kesulitan, maka dari itu disesuikan dengan kondisi yang ada,”jelasnya.(*/Eln)
JAKARTA – Wakil Ketua Forum Komunikasi Kepala Sekolah DKI Jakarta Suparno Sastro memantau pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini.
Ia menyoroti, masalah timbul karena terbatasnya sekolah swasta unggulan di Ibu Kota ketika calon siswa tertolak dari SMA Negeri.
Suparno mengeklaim, tingginya minat calon siswa SMA hanya terjadi di sekolah berkategori unggulan. Kritik PPDB tahun ini masif ditujukan ke Pemprov DKI karena menggunakan usia sebagai salah satu syarat.
Mereka yang terpental dari SMA negeri lantas mencari SMA swasta unggulan sebagai pengganti.
“Memang kondisi ini relatif hanya terjadi di beberapa sekolah (swasta) yang kategorinya unggulan. Swasta lain malah kekurangan jumlah siswa karena orang tua wali ingin cari pengganti yang unggulan karena enggak dapat SMA Negeri,” kata Suparno , Minggu(5/7).
Namun sekolah swasta unggulan biasanya tidak terjangkau seluruh orang tua murid. Contohnya, SMA Labschool Jakarta mematok harga Rp 30 juta untuk pendaftaran saja.
Orang tua murid yang tak berkocek tebal harus putar otak agar anaknya dapat melanjutkan pendidikan di sekolah unggulan.
“Ketika tak tertampung, relatif ada protes di situ. Sebenarnya kalau memang daya tampung muat, toh ada swasta lainnya, tapi pilihan terbatas di swasta unggulan, pilihannya enggak banyak,” ujar Kepala SMA Labschool Jakarta itu.
Suparno berharap, Disdik DKI Jakarta tak lagi-lagi menciptakan masalah ketika PPDB. Dampaknya sangat dirasakan calon murid dan orang tua murid.
“Yang paling fatal itu di sosialisasi PPDB, kalau dilakukan jauh hari pakai umur bilang lah. Itu orang jadi enggak panik,” ujarnya.(*/Ind)
JAKARTA – Jalur peserta didik diperuntukkan untuk kalangan menengah kebawah dan memberikan kesempatan agar anak peserta didik bisa mengenyam pendidikan disekitar lingkungannya .
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) jelaskan alasan utama memilih jalur zonasi untuk calon peserta didik.
Menurut Plt Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad, jalur zonasi ditujukan bagi peserta didik yang berasal dari kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Ia terangkan, bagi peserta didik yang berasal dari menengah ke bawah selalu gagal dalam sistem seleksi yang menggunakan Ujian Nasional (UN).
Hal itu dikarenakan kalangan masyarakat menengah ke atas memiliki fasilitas yang cukup untuk belajar.
Hamid menambahkan, untuk masyarakat menengah ke bawah selalu mendapatkan fasilitas pendidikan yang kurang memadai. Untuk itu, ia menuturkan Kemendikbud terapkan jalur zonasi bagi peserta didik.(*/Ind)
JAKARTA – Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 di DKI Jakarta disinggung dalam rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Kamis (2/7/2020).
Persoalan PPDB di DKI Jakarta itu disinggung oleh Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Putra Nababan.
Putra mengungkapkan hasil rapat dengar pendapat (RDP) Komisi X DPR dengan orang tua murid beberapa waktu lalu adalah mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk segera mencabut Surat keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan DKI Nomor 501 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis PPDB tahun 2020/2021.
Karena, lanjut Putra, SK Kepala Dinas Pendidikan DKI Nomor 501 itu tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. “Artinya saya sangat mendambakan ingin dengar suara Pak Mendikbud dalam hal ini yang mengeluarkan Permen yang tenyata pelaksanaannya tidak sesuai,” katanya.
Dia mempertanyakan langkah apa yang akan dilakukan Mendikbud Nadiem Makarim untuk mengatasi kisruh PPDB di DKI Jakarta itu.
“Banyak ibu-ibu menangis stres terutama tak jauh dari kantor Pak Mendikbud kemarin, kita ingin dengar singkat Peraturan Menteri dalam kesimpulan Komisi X itu telah dinyatakan diminta untuk dicabut SK-nya,” tandasnya.
Sementara itu, Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan Inspektorat Jenderal maupun Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah (Dikdasmen) pada Kemendikbud akan melakukan kajian mengenai tidak sinkronnya SK Kepala Dinas Pendidikan DKI Nomor 501 itu dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
“Lalu kami akan ambil langkah-langkah untuk bekerja sama baik dengan kementerian terkait yaitu Mendagri maupun juga dengan kepala dinas di Jakarta untuk diskusi mengenai isu ini,” ujar Nadiem Makarim dalam kesempatan sama.
Nadiem mengaku masalah itu bisa mengecewakan para orang tua murid saat ini. “Saya mengerti sekali dan berempati dan bersimpati kepada semua orang tua murid yang mungkin lagi kesulitan dan kebingungan karena proses yang terjadi.
Jadi, kami akan mengkaji kalau dari sisi legal dan lain-lain mengenai pencabutan itu adalah ranah dari pada Mendagri, tapi kami akan berdiskusi dengan pihak kementerian tersebut baik juga kepala dinas untuk menemukan titik solusi,” pungkasnya.(*/Ind)
BEKASI – Permasalahan yang dihadapi pada saat PPDB mengenai titik koordinat yang tidak sesuai karena jarak dan rumah tinggal kesekolah tak sesuai .
Puluhan warga Kota Bekasi datangi Dinas Pendidikan (Disdik) Kota untuk memperbaiki data terkait zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Pantauan di lapangan, Kamis (2/7/2020), para orang tua di kumpulkan di ruangan yang berada di kantor Disdik Kota Bekasi, yang berada di Jalan Lapangan Tengah, Kelurahan Margahayu Kecamatan Bekasi Timur.
Reni (40) Salah satu orang tua, mengeluhkan sistem zonasi PPDB Kota Bekasi masih dinilai kacau dan tidak sesuai titik koordinat. Anaknya mendaftarkan ke SMPN 50 Kota Bekasi, yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.
“Zonasi saya di google map saya sekitar 983, tapi tiba tiba saya daftar malah 1,2 meter ke sekolah,” ucap Reni kepada wartawan, Kamis (2/7/2020).
Dirinya meminta pihak Disdik Kota Bekasi segera memperbaiki atas kesalahannya terhadap titik koordinat.
Reni menjelaskan tetangganya yang melakukan pendaftaran ke sekolahan yang sama, malah terpilih masuk ke sekolahan tersebut.“Itu tetangga saya yang sama mendaftarkan anaknya ke sekolah yang sama, malah dia yang diterima,” imbuhnya.
Hal senada juga dikatakan Dewi (35) dirinya juga mengeluhkan terkait sistem zonasi, untuk PPDB online saat ini.“Ya, jarak antara rumah tinggal ke sekolah tidak sesuai, mangkanya ini mau diperbaiki,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Disdik Uu Saeful Mikdar, menerangkan kesalahan tersebut merupakan manusia dan hal yang wajar.Rata-rata yang sekarang datang ini mengeluhkan terkait zonasi, titik koordinat dari tempat tinggalnya ke sekolah yang di tuju.
“Hari ini masyarakat yang datang itu yang merasa di rugikan, salah satunya zonasi ataupun titik koordinat antara jarak sekolah dengan Tempat tinggal,”ungkapnya.“Misalnya calon siswa A dan calon Siswa B mereka berdekatan tempat tinggalnya, masa jaraknya beda 500 meter,” tukasnya.(*/Eln)
MADIUN – Salah satu tebosonan siswa untuk memberikan dampak ramah lingkungan para siswa merakit mobil listrik dan memberikan kontribusi pada masyarakat .
Siswa Sekolah Menengah kejuruan (SMK) Model PGRI I Mejayan, Madiun, Jawa Timur, merakit mobil listrik.
Mereka merakit mobil efisien dan ramah lingkungan dengan peralatan sederhana.
“Ide inovasi mobil listrik UMKM ini bermula dari gagasan pembuatan kereta cinta atau sepeda cinta dengan sumber tenaga geraknya ayunan kaki manusia,” kata Kepala SMK Model PGRI 1 Mejayan Sampun Hadam, dikutip dari siaran pers, Rabu (1/7).
Mobil yang dirakit siswa dengan bantuan guru itu, menurut dia, bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan wirausaha. “Mobil ini dapat dimanfaatkan masyarakat untuk berwirausaha, karena pada masa pandemi COVID-19 ini banyak pengangguran dan berdampak pada penyerapan lulusan SMK,” katanya.
Selain untuk kegiatan pembelajaran, ia menjelaskan, perakitan mobil listrik tersebut dilakukan untuk mendukung program kemitraan sekolah dengan 72 desa di Kabupaten Madiun.
“Pada awalnya, kami merancang pembuatan kereta cinta, tapi dari prospek profit tidak mendukung. Akhirnya kami inovasi menjadi mobil listrik UMKM dan lebih prospek profit dan membuka peluang usaha,”lanjutnya.(*/Gio)
JAKARTA – Pelaksana tugas Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengizinkan penambahan siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta.
“Penambahan siswa dari standar yang ditetapkan diperbolehkan, sepanjang ada alasan yang meyakinkan,” ujar Hamid dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa (30/6).
Hamid memberi contoh bagaimana Pemerintah Kota Surabaya pada dua tahun lalu, yang selalu mengusulkan agar jumlah siswa dalam satu rombel ditambah. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta agar jumlah siswa untuk SMP dari 32 menjadi 36.
“Hal itu diperbolehkan, karena kalau tidak maka aspirasi masyarakat untuk masuk sekolah negeri tidak tertampung. Kami juga mempertimbangkan jangan sampai penambahan jumlah siswa itu menutup sekolah swasta,” kata Hamid.
Penutupan sekolah swasta akibat banyaknya murid yang ditampung di sekolah negeri, kata Hamid, menjadi pertimbangan khusus dikarenakan kontribusi sekolah swasta cukup besar pada angka partisipasi siswa.
Hamid menjelaskan penambahan jumlah siswa pada rombel itu sudah sejak sepekan yang lalu dibahas dengan Pemprov DKI Jakarta. Penambahan siswa itu merupakan solusi yang disepakati dari permasalahan PPDB DKI Jakarta.
“Setiap ada permasalahan PPDB, kami kontak dinas pendidikan daerah untuk membahas apa yang dapat kami lakukan untuk membantu daerah,” kata Hamid.
Animo untuk masuk sekolah negeri, kata Hamid, terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah siswa pada rombongan belajar untuk jenjang SD maksimum 24 siswa, jenjang SMP sebanyak 33 siswa, SMA/SMK maksimum 36 siswa.
Hamid menjelaskan persyaratan batas usia dalam Permendikbud baik 17/2017 maupun 44/2019 diturunkan dari Peraturan Pemerintah 17/2010 yang mana memuat mengenai batas usia siswa.
“Kalaupun ada keluhan masyarakat yang menganggap tidak relevan maka itu bisa didiskusikan, namun perlu diingat bahwa revisi Peraturan Pemerintah itu tidak hanya melibatkan Kemendikbud saja, tapi juga pemerintah daerah dan lembaga lainnya,” ujarnya.
Kemendikbud telah memulai penerapan PPDB zonasi sejak 2017. Pada prinsipnya, kataHamid, hampir sama. Namun, ada perbedaan persentase untuk setiap jalur pada tahun ini. “Tahun lalu yang berbasis zonasi itu 90 persen,” kata dia lagi.
PPDB berbasis zonasi itu diterapkan dengan sejumlah kajian, yang mana jika menggunakan sistem nilai banyak masyarakat menengah ke bawah yang tersingkir. Hal itu dikarenakan anak-anak dari keluarga menengah ke bawah tidak bisa mengakses sumber-sumber bahan pendidikan maupun bimbingan belajar seperti kelas menengah ke atas.
“Anak-anak keluarga kelas menengah ke atas bisa mendapatkan fasilitas seperti kursus sehingga bisa mendapatkan sekolah bagus. Sedangkan anak-anak dari kelas menengah ke bawah, sulit mendapatkan nilai bagus dan tidak mendapatkan sekolah bagus serta tersingkir dari sistem,” kata Hamid.
Pada awal penerapan sistem zonasi, ujar Hamid, banyak orang tua maupun guru yang protes karena kesulitan mengajar di kelas yang muridnya heterogen. Dalam hal itu, Kemendikbud mendorong guru untuk mengajar sesuai dengan kemampuan anak.
“Kondisi homogen (sekolah negeri yang bagus diisi anak-anak pintar) jangan dibiarkan terus terjadi. Harus dilebur dan biarkan anak-anak itu berinteraksi dan bersosialisasi dengan anak-anak yang tidak sama kemampuannya dengan mereka,”tukasnya.(*/Tya)
JAKARTA – Dinas Pendidikan DKI Jakarta menjelaskan ada alasan di balik pengurangan kuota jalur zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta Tahun Ajaran 2020/2021 diturunkan dari ketentuan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2020.
Penurunan kuota dari 50 persen menjadi 40 persen pun telah dikoordinasikan dengan kementerian.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, pihaknya memilih untuk mengurangi kuota dari jalur zonasi demi menambah kuota jalur afirmasi bagi yang ekonominya lemah.
Semula, kuotanya 20 persen lalu dinaikkan menjadi 25 persen dari minimal yang ditetapkan 15 persen.
“Lalu untuk jalur zonasi, kami awalnya memang 50 persen dan itu yang terkikis adalah jalur prestasi,” katanya di Jakarta, Selasa.
Jalur prestasi, menurut Nahdiana, didapat setelah menghitung terlebih dahulu jalur afirmasi, inklusi, dan jalur zonasi. Karena itu, jalur zonasi ditentukan 40 persen.
Jalur prestasi (SMP dan SMA) bisa 30 persen, dan 20 persen jalur akademis, 5 persen jalur nonakademis, dan 5 persen jalur prestasi dari luar DKI.
Selain itu, Nahdiana juga menjelaskan mengenai pendekatan untuk jalur afirmasi, inklusi, dan zonazi. Pendekatannya menggunakan zona dan kriteria usia dengan harapan seluruh masyarakat di zonasi tersebut dapat terserap.
“Kemudian nanti anak-anak yang berprestasi, yang memiliki nilai akademis baik terus usianya lebih muda akan masuk di jalur prestasi,” ujar Nahdiana.
PPDB jalur prestasi mulai dibuka pada tanggal 1-3 Juli 2020 pukul 15.00 WIB tanpa penetapan zona. Dia menilai, calon peserta didik ada kesempatan bertanding dengan capaian nilai akademik.(*/Tya)
JAKARTA – Para siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) meminta tolong lantaran kesulitan dalam mengakses jalur pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Keresahan para generasi penerus bangsa itu dituangkan dalam video berdurasi singkat.
Dalam tayangan video yang dilihat , para siswa dan siswi itu rerata mengalami kesulitan saat mengakses pendaftaran PPDB itu. Mereka mengaku selalu ditolak oleh sekolah-sekolah negeri yang ingin dicapai para siswa dan siswi itu.
“Saya ingin lanjutkan ke SMP Negeri tapi terpental terus karena usia. Padahal, jarak SMP Negeri 179 hanya 100 meter dari rumah saya,” kata salah satu siswi, Hannymanuelah menyampaikan keresahannya, di Jakarta, Minggu (28/6/2020).
Kegundahan yang sama dirasakan oleh siswi SMPN 281 Jakarta yang berumur 14 tahun 5 bulan 16 hari. Dia telah melalui jalur zonasi dan afirmasi tetapi selalu gagal karena faktor usia.
“Saya ingin masuk SMA Negeri saya ikuti jalur zona dan afirmasi tapi terpental terus karena masalah umur,” ujar dia.
Sementara itu, siswa SMPN 99 Jakata Joshua yang berumur 15 tahun 7 bulan 25 hari mengaku kecewa lantaran belum diterima di SMA manapun. Ia merasa percuma sudah belajar ekstra keras demi mewujudkan mimpinya bisa mengenyam kursi SMA di Negeri.
“Saya sudah berusaha belajar maksimal agar dapat masuk SMA Negeri yang bagus saya ikuti dua jalur afirmasi dan zonasi tapi saya tidak masuk disatu pun sekolah yang pilihan. Bahkan sekolah yamg bisa ditempuh 5 menit saja berjalan kaki karena hanya patokan pada umur saja,” paparnya.
Pada akhir videonya, para siswa dan siswi itu meminta tolong kepada pemerintah agar dibantu dan diberikan kelancaran dalam proses pendaftaran.
“Tolong bapak ibu bantu saya agar saya dapat bersekolah di sekolah negeri, saya mohon bantuannya bapak dan ibu terima kasih,” ucap siswa-siswi tersebut.
Jalur Zonasi adalah jalur untuk calon peserta didik memilih sekolah di Jakarta dengan berdasarkan pada zona sekolah yang sesuai dengan domisili calon peserta didik. Sekolah yang berlokasi di luar zonanya tidak bisa dipilih. Penetapan zona pada jalur tersebut dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Permendikbud (Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 16 ayat 1,2 dan 3) dengan memastikan daya tampung.
Perlu diketahui, dalam Pergub No. 43 Tahun 2019 Pasal 3 Ayat 1, zona yang dimaksud adalah pengelompokan sekolah berdasarkan lokasi dengan mengacu kriteria yang ditetapkan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Yaitu, daftar sekolah yang terletak di kelurahan yang sama atau kelurahan tetangga dengan domisili calon peserta didik.
Daftar sekolah dalam sebuah zona ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta berdasarkan pertimbangan jarak dengan kelurahan domisili, daya tampung sekolah, dan jumlah penduduk.
Adapun zona sekolah di DKI Jakarta sebanyak 267 zona di setiap jenjang pendidikan. Zona tersebut diterapkan sejak tahun 2017 tanpa mengalami perubahan dan digunakan setiap tahun, termasuk dalam PPDB tahun 2020.
Proses seleksi pendaftaran dengan menggunakan Jalur Zonasi adalah sebagai berikut :
1. Seleksi Tahap I adalah dengan membatasi berdasarkan zona sekolah
2. Seleksi Tahap II berdasarkan Usia
3. Seleksi Tahap III berdasarkan urutan Pilihan Sekolah
4. Seleksi Tahap IV berdasarkan waktu mendaftar
Sebagai informasi, jalur PPDB yang sudah berlangsung hingga saat ini, yaitu Jalur Prestasi Non Akademik dengan kuota 5% (15-16 Juni 2020), Jalur Afirmasi dengan kuota 25% (19-22 Juni 2020) dan Jalur Zonasi dengan kuota 40% (25-27 Juni 2020).
Untuk CPDB yang belum diterima di jalur sebelumnya dapat mengikuti kembali proses penerimaan melalui Jalur Prestasi Akademik dengan kuota 20% untuk warga DKI Jakarta dan 5% untuk warga luar DKI Jakarta yang akan dilaksanakan pada 1-3 Juli 2020.
Seleksi utama yang digunakan dalam Jalur Prestasi Akademik ini memperhitungkan rata-rata nilai akademik selama 5 semester terakhir dan nilai akreditasi sekolah asal.(*/Ind)
JAKARTA – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan pemerintah daerah memperbaiki regulasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara nasional.
Alokasi zonasi murni harus tetap dipertahankan. “Jangan lagi pakai embel-embel lain. Katanya zonasi alias jarak, tapi sekolah menyeleksi dengan nilai atau umur. Ini yang bertentangan dengan prinsip zonasi,” kata Wasekjen FSGI, Satriwan Salim, Jumat (26/6).
Selain itu, Satriwan mengatakan bahwa pemerintah harus melakukan sosialisasi kepada orang tua secara detail. Pemerintah bisa menggunakan laman media sosial atau menggandeng perangkat kelurahan. Sosialisasi juga harus dilakukan sejak jauh-jauh hari.
Satriwan mengatakan, Kemendikbud harus betul-betul melakukan evaluasi terhadap sistem PPDB zonasi. Sebab, selama diberlakukan sejak 2017, sistem ini selalu mengundang protes setiap tahunnya.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan, sistem zonasi yang diterapkan sekarang harus dibarengi kewajiban pemerintah melakukan distribusi bantuan ke semua sekolah negeri. Sehingga, zonasi yang dilakukan lebih sebagai bentuk upaya memberikan keadilan bagi warga negara dalam menikmati layanan pendidikan.
Ia juga mengingatkan, pendataan dan pemetaan jumlah siswa alih jenjang, termasuk daya tampung dan sebaran guru harus dilakukan. Tingkat ekonomi orang tua, kondisi geografis, dan ketersediaan jaringan internet juga wajib dilihat dalam menentukan zona.
“Jika semua itu tidak dilakukan, jangan harap tujuan PPDB akan tercapai. Mustahil masyarakat khususnya orang tua tidak memprotesnya,” kata Satriwan menambahkan.
Sejumlah orang tua melakukan protes terkait kebijakan PPDB yang terjadi di DKI Jakarta. Salah satu indikator siswa dapat diterima di jenjang pendidikan SMP dan SMA adalah usia. Kebijakan usia ini juga dimasukkan ke dalam indikator jalur zonasi.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait hal ini. Berdasarkan diskusi tersebut, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti menjelaskan Pemprov DKI memberlakukan seleksi usia dilatarbelakangi fakta di lapangan.
Masyarakat miskin justru tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing secara nilai akademik dengan masyarakat mampu. Oleh karena itu, kebijakan baru ini diterapkan, yakni usia sebagai kriteria seleksi setelah siswa tersebut harus berdomisili dalam zonasi yang ditetapkan.
Retno juga mengatakan, terkait keberatan indikator usia ini, KPAI telah melakukan pertemuan lanjutan dengan Disdik DKI Jakarta pada Kamis (25/6). Ia menegaskan, KPAI akan terus memantau pelaksanaan PPDB 2020 di berbagai daerah.
Sebelumnya, Kasubbag Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sony Juhersoni mengatakan kebijakan PPDB DKI Jakarta berfokus untuk berpihak kepada masyarakat tidak mampu. Ia mengatakan, kebijakan PPDB 2020 DKI Jakarta akan memberikan ruang bagi masyarakat yang selama ini kurang mampu.
“Kebijakan PPDB DKI Jakarta memberikan ruang bagi masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan di sekolah negeri, serta meminimalisir terjadinya ketimpangan sosial,” kata Sony.
Adapun kebijakan PPDB harus berdasarkan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019. Di dalamnya, persyaratan usia diperbolehkan, selama zona calon peserta didik menjadi indikator utama.
Di dalam Permendikbud tersebut, disebutkan persyaratan calon peserta didik baru kelas satu berusia tujuh hingga 12 tahun, atau paling rendah enam tahun pada 1 Juli tahun berjalan.
Peserta didik SMP berusia paling tinggi 15 tahun pada 1 Juli tahun berjalan, dan paling tinggi usia 21 tahun untuk jenjang SMA/SMK.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro