JAKARTA – Ditemukannya kasus jual beli blangko e-KTP di situs online dan Pasar Pramuka, Jakarta mendapat perhatian khusus Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Menurutnya, kasus ini, bersama dengan kasus 31 juta pemilih yang belum masuk dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap), bisa membuat kredibilitas penyelenggaraan Pemilu 2019 menghadapi tantangan besar.
Menurutnya, harus ada audit terhadap proses pembuatan e-KTP dan ekspose terbuka dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atas kasus ini. Jika tidak, Kemendagri bisa dianggap gagal mengamankan data kependudukan.
“Apapun isu terkait e-KTP memang bisa menjadi bola panas Pemilu 2019. Sebab, berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum menetapkan bahwa e-KTP menjadi syarat sah bagi pemilih. Syarat ini bagus jika administrasi kependudukan kita terjaga ketat. Namun sebagaimana bisa kita lihat, administrasi Kemendagri cukup buruk menangani hal ini,” ujarnya ,(8/12/2018).
Dia menuturkan kasus jual beli blangko e-KTP ini bukan kasus pertama yang menunjukkan buruknya standar kerja Kemendagri terkait proses perekaman data, pendistribusian, dan kontroling pencetakan e-KTP. Pada Mei lalu, misalnya ada kasus temuan ribuan e-KTP tercecer di Bogor.
“Sebelumnya, pada 18 Maret 2017, di tempat sampah bekas Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, juga pernah ditemukan kasus serupa,” kata dia.
Jadi, kata Fadli, Kemendagri sepertinya tak punya prosedur ketat dan terkontrol menjaga seluruh lini terkait proses pembuatan e-KTP ini. Padahal ini potensial diselewengkan.
“Di bank saja, misalnya jika ada ATM rusak langsung digunting pihak bank karena rentan disalah-gunakan. Ini bagaimana bisa blanko e-KTP keluar tanpa terdeteksi secara internal? Mengingat e-KTP merupakan instrumen penting dalam penggunaan hak pilih, Kemendagri seharusnya tak boleh bekerja amatiran. Apalagi ‘raw material’ data pemilih kan asalnya memang dari Kemendagri,” jelasnya.
Untuk menjaga kredibilitas Pemilu 2019, sambung dia, kita perlu menjaga administrasi data kependudukan dan pemilih ini. Merujuk data kependudukan di Kemendagri saat ini dari 261 juta penduduk yang wajib memiliki KTP berjumlah 189 juta.
Akan ada sekitar 7 juta jiwa berusia 17 tahun pada April 2019 nanti maka Kemendagri pada Desember 2017 lalu menetapkan total DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) untuk Pileg dan Pilpres 2019 berjumlah 196.545.636. Dari daftar itu, sejak Agustus lalu KPU telah beberapa kali menetapkan DPS (Daftar Pemilih Sementara) dan merevisinya.
Pada akhir September 2018, sesudah ada masukan, koreksi dan sejenisnya data pemilih dalam negeri ditetapkan sebanyak 185.084.629 pemilih. Sementara, jumlah TPS sebanyak 805.068. Adapun untuk pemilih luar negeri, jumlahnya ditetapkan 2.025.344 pemilih. Ini menjadi DPT Hasil Perbaikan Tahap 1.
“Sebagai catatan, sejak Pleno KPU tanggal 5 September 2018, hingga perbaikan tahap 1 tadi, Gerindra bersama dengan beberapa partai koalisi telah mengajukan penolakan penetapan DPT (Daftar Pemilih Tetap), karena ada sekitar 25 juta data ganda dalam DPS yang kami temukan. Ini harus dibersihkan dulu datanya,” jelas Waketum Gerindra ini.
Fadli berpandangan celakanya awal Oktober lalu Kemendagri malah memberikan catatan ada 31 juta orang yang sudah melakukan perekaman e-KTP tapi belum masuk dalam DPT. Padahal, menurut Kemendagri angka 31 juta yang disebut itu sudah masuk dalam DP4. Ini telah membuat proses penyusunan DPT jadi meraba-raba lagi, sehingga hingga kini kita masih belum punya DPT.
“Untuk melindungi hak pilih, serta menjaga kredibilitas Pemilu 2019, saya ingin meminta masyarakat luas ikut proaktif melakukan pengecekan data pemilih di lingkungannya. Minimal mengecek keikutsertaannya sendiri sebagai pemilih. Jangan sampai administrasi kependudukan yang buruk dan tidak terkontrol melahirkan potensi penyelewengan. Masih ada waktu hingga pekan depan melakukan perbaikan DPT.”
Dia pun mengajak masyarakat mengawal proses koreksi DPT. Dia mengingatkan jangan sampai demokrasi dan suara rakyat dinodai oleh DPT siluman.
“Itu sebabnya setiap proses pelanggaran administrasi kependudukan, termasuk jual beli blangko e-KTP, harus diusut dan dihukum berat. Dan Kemendagri harus siap diaudit, agar kasus ini jadi transparan dan tidak terulang kembali,” tandasnya.(*/Im)
BOGOR – Suhu politik jelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 makin panas. Bupati Bogor terpilih yang juga Ketua DPW PPP Jawa Barat Ade Yasin, meminta masyarakat tetap rasional menyikapinya.
Menurut Ade Yasin, menjaga persaudaraan antar sesama masyarakat menjadi begitu penting.
“Oleh karena itu, saya serahkan sepenuhnya pilihan untuk Pilpres kepada masyarakat. Saya tidak akan mengintervensi.
Biar masyarakat sendiri yang menilai dan memberikan dukungannya,” kata Ade Yasin dalam Rapat Koordinasi relawan Capres nomor 01 yang tergabung dalam Superjo (Suara Pergerakan Rakyat Untuk Jokowi) di IPC Sentul, Bogor, Kamis (6/12/2018).
Rapat Koordinasi Superjo ini dihadiri sekitar empat ratus lima puluh orang relawan. Selain itu, juga terlihat Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy.
Ade Yasin yang akan dilantik menjadi Bupati Bogor periode 2018-2023 pada 30 Desember mendatang, mengaku langkah yang diambilnya ini demi terciptanya iklim demokrasi yang sejuk.
Karena itu, dia bersama Wakil Bupati Bogor Terpilih Iwan Setiawan sepakat untuk tetap menjaga komitmen menciptakan Pilpres 2019 yang damai tanpa hoaks dan ujaran kebencian.
“Saya dengan pak Iwan sepakat untuk mensukseskan pilihan masing-masing. Tapi tetap dalam bingkai persaudaraan. Menciptakan Pilpres yang damai sejuk, tanpa hoaks dan ujaran kebencian,” pungkasnya. (*/P Alam)
JAKARTA – Masyarakat atau para pendukung pasangan Prabowo-Sandi diimbau terus mengawal data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait 31 juta pemilih yang belum masuk daftar pemilih tetap (DPT).
Pasalnya, simpang siurnya data pemilih bisa memicu kecurangan Pemilu.
“Semua elemen masyarakat yang menginginkan demokrasi Indonesia berjalan baik dan lancar harus mengawal isu ini. DPT harus kita pastikan akurat,” kata Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria, (7/12/2018).
Selain itu, dia menilai persoalan tambahan DPT itu bisa menjadi pintu masuk bagi petahana untuk memainkan hasil Pemilu. Sebab, DPT menjadi kunci terwujudnya Pemilu yang berkualitas.
Maka itu kata Wakil ketua Komisi II DPR ini, dibutuhkan partisipasi masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengawal DPT agar akurat. “Tambahan DPT ini bukan hanya masalah parpol, atau capres/cawapres, namun masalah semua anak bangsa,” ujarnya.
Dia melanjutkan, kualitas demokrasi bisa rusak dan mundur ke belakang karena kacaunya sistem administrasi pemerintahan. Sehingga, Riza mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama para pemangku kepentingan untuk melakukan verifikasi bersama.
“Sebaiknya KPU kembali duduk bersama parpol untuk memverifikasi agar duduk persoalannya lebih jelas dan data pemilih lebih akurat,” pungkasnya.(*Adyt)
LAMPUNG – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia maupun organisasi kemasyarakatan Islam ikut berperan menjaga persatuan, persaudaraan dan kerukunan di tahun politik.
“Tadi sudah disampaikan juga oleh ketua umum ICMI bahwa negara ini sudah majemuk.
Negara ini berbeda-berbeda, warna-warni baik suku, ras, agama, adat dan tradisi yang memiliki bahasa daerah dan semuanya itu berbeda-beda,” jelasnya saat pembuka Silaknas ke-28 ICMI di Bandar Lampung, Kamis malam (6/12).
Jokowi mengatakan, baik ICMI maupun ormas-ormas Islam memiliki peran sangat sentral di bidang politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2019. ICMI bisa memberikan pencerahan-pencerahan terutama kepada masyarakat mengenai pentingnya kerukunan, persatuan, dan persaudaraan.
“Peran-peran seperti itu yang kita harapkan dan bisa menjelaskan secara gamblang betapa pentingnya persatuan, persaudaraan dan kerukunan di antara kita,” tandasnya. (*kris)
JAKARTA – Pro kontra terkait adanya sikap beberapa media mainstream, khususnya media cetak yang tidak memberitakan di halaman depan acara Reuni Akbar 212 di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (2/12) mencuat ke permukaan. Intinya banyak pihak yang kecewa dan mengecam hal itu.
“Terus terang memang ada masalah besar yang menimpa dunia pers sejak era reformasi, terkait akurasi berita, kredibilitas pemilik media dan rancunya keberpihakan media kepada masalah ketidakadilan yang dialami rakyat kecil di akar rumput, khususnya yang tidak punya kepada kekuasaan,” kata wartawan senior Zainal Bintang, (7/12).
Bintang menganggap di dalam dunia pers juga terjadi semacam korupsi yang cukup masif. Yakni korupsi moralitas. Mantan pemimpin umum dan pemimpin redaksi sebuah mingguan di era Orde Baru itu menjelaskan, korupsi moralitas adalah korupsi atas hak-hak rakyat untuk mendapatkan informasi atas apa yang terjadi di masyarakat.
Namun demkian, mantan Pengurus PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Jakarta itu mengatakan, tidak adil jika masyarakat atau elit serta merta menyalahkan sang wartawan. Karena penentu kebijakan dimuat atau tidaknya sebuah berita di meja redaksi adalah redakur.
Bintang yang mengaku berkali-kali menyaksikan kerja keras wartawan di lapangan atau di sebuah lokasi berburu berita dan narasumber, namun pada kenyataannya berita itu berubah di tangan redaktur. Alasan klasik yang sering diucapkan oleh redaktur sebuah media adalah menyangkut kebijakan pemimpin media atau pemilik media.
Namun demikian, Bintang meminta semua pihak tidak usah risau atau marah atas perubahan paradigma dunia pers di Indonesia sekarang. Sejalan dengan kemajuan perkembangan teknologi sarana media sosial atau medsos, ternyata memiliki kemampuan penyebaran informasi dari tangan ke tangan yang malah lebih cepat.
“Menurut saya, pada akhirnya media mainstream yang meremehkan hak rakyat kecil akan surut ditinggal pergi oleh rakyat. Apakah itu media cetak atau elektronik yang kebanyakan dikuasai kapitalis atau konglomerat lambat laun akan memasuki senjakala,” ucapnya.
Sebesar apapun kemampuan subsidi yang dipompakan tidak akan mampu mengembalikan hati rakyat yang sudah luka kepada media cetak. Namun Bintang tetap mewanti-wanti agar wartawan sejati tidak melakukan korupsi hak informasi rakyat.
“Meniadakan informasi yang aktual yang menjadi hak rakyat dengan alasan yang melawan akal sehat, itu identik korupsi moralitas namanya. Dan menjadi ancaman bagi dunia pers ke depan,” pungkasnya.(*Im)
CIBINONG – Hari ini Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya merilis Laporan Akhir Hasil Penyelidikan (LAHP) terkait pencemaran Sungai Cileungsi, Kabupaten Bogor, Kamis (6/12/2018).
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan menunjukan bahwa pencemaran Sungai Cileungsi sudah terjadi sejak awal 2017 lalu.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, kata dia, juga sempat memberikan sanksi administratif kepada perusahaan yang melakukan pencemaran terhadap sungai namun pencemaran masih berlangsung hingga Oktober 2018.
“Terdapat ketidakkonsistenan dalam jangka waktu pengawasan setelah teguran diterbitkan namun terjadi pembiaran. DLH Kabupaten Bogor tidak kompeten karena pengawasan terhadap izin lingkungan yang telah diterbitkan tidak dilakukan secara konsisten,” kata Teguh , (6/12/2018).
Teguh menjelaskan bahwa DLH Kabupaten Bogor dinilai kurang kompeten menindak lanjuti pengaduan masyarakat terkait pencemaran tersebut.
Sebab, lanjut dia, setiap pengaduan belum teregistrasi dengan baik dan lengkap sebagaimana pasal 10 ayat (5) permen lingkungan hidup dan kehutanan nomor 22 tahun 2017.
Serta pengadu tidak mendapat informasi perkembangan dari status pengaduan.
“Ombudsman berpendapat bahwa DLH Kabupaten Bogor tidak kompeten dalam menindak kanjuti pengaduan masyarakat terkait pencemaran Sungai Cileungsi,” katanya.
Teguh menuturkan bahwa DLH Kabupaten Bogor tidak kompeten dalam menganalisis dan pemantauan terhadap laporan terkait baku mutu lingkungan dari perusahaan di sekitar Sungai Cileungsi.
“Hasil laporan perusahaan berbeda dengan hasil uji lab DLH Kabupaten Bogor dan DLH Provinsi Jawa Barat. DLH Kabupaten Bogor tidak cermat mengolah data hasil pemantauan Sungai Cileungsi dan analisis terhadap pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan,” tandasnya.(*Dav)
BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil akan menyiapkan nomor khusus untuk melayani pengaduan terkait indikasi praktik korupsi di internal Pemprov Jabar.
Melalui nomor khusus yang rencananya bakal dirilis pada 2019 tersebut, berbagai indikasi praktik korupsi bisa dilaporkan, seperti para staf di Pemprov Jabar yang dipaksa melakukan korupsi oleh atasannya.
“Januari (2019) kita akan merilis satu nomor khusus untuk internal, kalau ada bawahan-bawahan di pemprov (Jawa Barat) yang dipaksa melakukan hal-hal koruptif oleh atasan dan lain sebagainya,” ungkap Ridwan Kamil saat membuka Diseminasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi dan Aksi Pencegahan Korupsi Tahun 2019-2020 di Hotel Aston, Jalan Dr Djunjunan, Kota Bandung, Kamis (6/12/2018).
Selain membuka nomor khusus layanan pengaduan, pihaknya juga akan memperkuat fungsi Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dalam upaya pencegahan korupsi di Jabar. Dia menjelaskan, Tim Saber Pungli akan dioptimalkan untuk menindak 12 jenis kegiatan yang terindikasi korupsi, yakni suap perizinan, potongan fiktif hibah/bantuan sosial (bansos), setoran paksa bawahan, kutipan paksa bawahan, proyek fiktif, jual beli akses layanan, kutipan paksa dalam proyek, kutipan kepada warga, fee proyek, down spec proyek, mark up proyek, dan jual beli jabatan.
Gubernur yang akrab disapa Emil itu kembali menegaskan, peluang korupsi hadir karena adanya niat. Untuk menghindari bahaya laten korupsi, kata Emil, jajaran birokrat atau aparatur sipil negara (ASN) harus memiliki integritas, budaya melayani, dan profesionalitas. “Kuncinya permasalahan korupsi adalah niat,” tandas Emil.
Sementara itu, Kepala Unit Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan (Korsupgah) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Rahmat Suwanda menerangkan, pemerintah dan KPK telah membentuk Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) di bawah koordinasi KPK.
Empat menteri dan pimpinan lembaga telah ditunjuk untuk menjadi bagian dari Timnas PK, yakni Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kepala Staf Kepresidenan.
Menurut Asep, pembentukan Timnas PK sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 54/2018 dan dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Noomor 1 Tahun 2018, No 01 SKB/M.PPN/10/2018, Nomor 119/8774/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor NK-03/KSK/10/2018 tentang Aksi Pencegahan Korupsi Tahun 2019-2020.
“Kami hadir saat ini atas nama Tim Nasional Pecegahan Korupsi. Tim baru yang dibentuk oleh Presiden lewat Perpres Nomor 54 Tahun 2018 tentang Aksi Pencegahan Korupsi,” kata Asep yang juga Koordinator Sekretariat Nasional (Setnas) Timnas KPK.
(*Hend)
BANDUNG – Eks Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin, Wahid Husein, terancam hukuman serendah-rendahnya 4 tahun dan setinggi-tingginya 20 tahun penjara.
Wahid didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan primair Pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUH Pidana.
Selain itu, jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menerapkan dakwaan subsidair Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.
Ancaman hukuman 20 tahun penjara tersebut terungkap dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di ruang sidang 1 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung Jalan RE Martadinata, (5/12/2018).
Dakwaan dibacakan tiga jaksa KPK, salah satunya adalah Trimulyono Hendardi. “Terdakwa selaku kepala lapas, menerima hadiah berupa sejumlah uang dan barang dari warga binaan Lapas Sukamiskin. Sebagian besar hadiah uang dan barang itu diterima Wahid dari terdakwa Hendry Saputra, staf umum merangkap sopir Kalapas Sukamiskin,” kata Trimulyono.
Hadiah uang dan barang tersebut, ujar JPU, diterima terdakwa dari napi kasus korupsi Fahmi Darmawansyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dan Fuad Amin Imron.
Fahmi Darmawansyah yang juga jadi terdakwa dalam kasus ini memberikan satu unit mobil double cabin Mitsubishi Truton, sepasang sepatu boot, sepasang sendal merek Kenzo, tas merek Louis Vuitton, dan uang Rp39,5 juta.
“TB Chaeri Wardana memberikan uang Rp63,39 juta. Sedangkan dari Fuad Amin Imron, terdakwa Wahid mendapat Rp71 juta, pinjaman mobil, dan menginap di sebuah hotel di Surabaya,” ujar JPU.
Trimulyono menuturkan, hadiah uang dan barang itu diberikan napi kepada terdakwa terkait mendapatkan berbagai fasilitas istimewa di dalam Lapas Sukamiskin.
“Termasuk penyalahgunaan pemberian izin keluar dari Lapas Sukamiskin yang bertentangan dengan kewajiban Wahid Husen selaku Kepala Lapas Sukamiskin sebagaimana diatur di Undang-undang Pemasyarakatan serta selaku penyelenggara negara,” tandas Trimulyono
Diketahui, Wahid Husein ditangkap KPK lewat operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu 21 Juli 2018 dini hari. Setelah menjalani proses penyidikan di KPK, dia dijebloskan ke Rutan Kebonwaru, Jalan Jakarta, Kota Bandung.
Wahid di persidangan mengenakan pakaian batik putih lengan panjang. Di penghujung sidang, tim pengacara Wahid Husein tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut.(*Hend)
JAKARTA – 13 partai politik (parpol) peserta Pemilu 2019, secara bersama-sama menandatangani pakta integritas Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pakta integritas SIPP tersebut terdapat empat poin integritas yang ditandatangani para pimpinan partai politik antara lain yaitu, menghasilkan calon pemimpin berintegritas, meminimalkan risiko korupsi politik dan penyalahgunaan kekuasaan, instrumen kepatuhan SIPP, dan menghasilkan tata kelola keuangan yang akuntabel.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyampaikan bahwa partainya telah menjalankan apa-apa saja yang terdapat dalam pakta integritas yang baru saja ditandatangani tadi.
“Kami juga menjalankan sistem integritas tersebut. Karena tidak ada anggota partai pun yang senang saat anggotanya tertangkap tangan KPK,” jelas Hasto pada Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, (4/12/2018).
Ada tiga partai yang tidak ikut menandatangani pakta integritas tersebut antara lain, Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Bulan Bintang (PBB). PKS dan PBB tidak hadir pada hari ini, sedangkan Partai Nasdem tidak ikut menandatangani pakta integritas SIPP.
Sekjen Partai Nasdem Johnny G Plate menjelaskan, terkait alasan partainya yang tidak menandatangani pakta integritas, karena menurutnya dengan menandatangani hal tersebut hanya sebuah pencitraan.
“Nasdem setuju dengan sistem integritas yang substansif dilaksanakan dengan betul dan kami sedang melaksanakan keadaan itu dengan keadaan politik baru, politik tanpa mahar ya, menolak dana saksi yang membebankan,”tandasnya.(*Adyt)
JAKARTA – Reuni akbar alumni 212 dinilai cerminan semangat persatuan umat Islam di Indonesia. Maka itu, Cucu Pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Asy’ari, KH Irfan Yusuf Hakim menilai, tidak tepat jika acara tersebut dicap politis dan dimodali pihak tertentu.
“Semua bisa dibilang politis kalau kita melihat dari kaca mata politis. Kalau kita lihat dari kaca mata dakwah dan persatuan, ya ini persatuan,” katanya yang akrab disapa Gus Irfan , (3/12/2018).
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Faros itu pun menyinggung acara peresmian pasar atau jalan tol yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pasalnya, acara peresmian pasar oleh Presiden dianggap bisa disebut politis jika dilihat dari sudut pandang politis.
“Sama saja dengan Presiden meresmikan pasar misalnya, itu kita lihat peresmian pasarnya atau politiknya. Semuanya tergantung melihatnya dari kaca mata yang mana,” katanya.
Gus Irfan mengaku ikut menghadiri reuni akbar alumni 212 di Monas, Jakarta. Dia mengaku berangkat dari Surabaya menuju Jakarta pada Sabtu 1 Desember malam menggunakan pesawat terakhir pada hari itu.
Di pesawat itu kata dia, ada rombongan peserta Reuni Mujahid 212 dari berbagai wilayah di Jawa Timur, seperti Madura dan Malang.
“Hampir 80% penumpang pesawat malam itu memang yang akan berangkat ke Monas. Jadi mereka berangkat murni dari uang pribadi. Tidak ada hubungannya dengan pemodal. Ini mencerminkan semangat persatuan umat Islam,” kata Juru Bicara Koalisi Prabowo-Sandiaga itu.
Sehingga, dia tak melihat unsur politis di Reuni Mujahid 212. Dia justru melihat semangat persatuan yang digelorakan umat Islam melalui acara ini.
“Ghirohnya luar biasa. Saya itu orang ndablek (bandel). Hampir tak pernah menangis dalam hidup kecuali saat Ibu meninggal. Kemarin itu melihat begitu banyak orang, apalagi saat baca solawat, begitu banyak orang baca solawat, tak terasa air mata menetes,” tandasnya.(*Far)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro