JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan tidak akan mencabut Izin Mendirikan Bangunan rumah mewah, pertokoan yang ada di Pulau Reklamasi Pantai Utara Jakarta karena IMB itu berdasar Pergub 206 tahun 2016. Anies juga menggaku ingin menjamin kepastian hukum investasi di Ibukota.
“Pergub tidak mungkin saya cabut, bila dicabut maka tidak ada kepastian hukum, “kata Anies, Rabu (19/6/2019).
Hal tersebut disampaikan Anies berkaitan kontroversi penerbitan IMB bagi 932 bangunan di Pulau Reklamasi C dan D.
Menurut Anies, tiap peraturan yang diterbitkan tidak bisa berlaku surut. “Jadi siapapun menjadi gubernur ke depan, tidak bisa mencabutnya.”
Anies mengatakan tidak mengetahui, kenapa Gubernur DKI Jakarta kala itu Basuki Tjahaya Purnama. (Ahok) menerbitkan pergub itu. “Saya tidak mengerti alasannya, “katanya.
Selain itu, kata Anies, 13 pulau reklamasi lain kini, tinggal sejarah.
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama justru mempertanyakan langkah Anies menerbitkan IMB Pulau C dan D.
Ia mengaku heran karena Anies menerbitkan IMB berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016.
“Kalau pergub aku (Pergub No 206 Tahun 2016) bisa terbitkan IMB reklamasi, sudah lama aku terbitkan IMB,” kata Ahok.
Ahok mengatakan saat itu ia tidak bisa menerbitkan IMB lantaran masih menunggu rampungnya perda reklamasi yang tengah disusun DPRD DKI.
Ia menunggu perda disahkan agar Pemprov DKI dapat memperoleh dana kontribusi sebesar 15 persen atas penjualan lahan reklamasi.
Dana kontribusi tersebut bisa dipergunakan untuk pembangunan ibu kota.
“Kan aku pendukung reklamasi untuk dapatkan dana pembangunan DKI yang bisa capai di atas Rp 100 triliunan dengan kontribusi tambahan 15 persen NJOP setiap pengembang jual lahan hasil reklamasi,” ujarnya.
Sementara itu, Laode Jumaidin, Ketua Forum Warga Peduli Jakarta, mengatakan berdasar informasi di lingkungan pemprov, Pergub tahun 2016 dibuat Ahok untuk melegitimasi bangunan yang sudah mulai dibangun tahun 2015.
Mengambil alih pulau dengan tetap pembangunan di Pulau C dan D dimilik pengembang justru merugikan pemprov sebab pengembang memiliki kewajiban membangun fasos dan fasum di pulau yang memang untuk publik.
Dengan mengambilalih maka seluruh fasos fasum menjadi kewajiban pemprov untuk membangunnya, padahal itu kewajiban pengembang. Ada pun sanksi pengadilan bukan untuk memutihkan bangunan tapi sebagai ganti tindak pidana tipiring karena melanggar perda bangunan. Sedangkan denda 10 persen dari nilai seluruh bangunan sesuai Undang Undang bangunan dan Gedung, belum dibayar pengembang.
“Dengan memberikan IMB, maka kewajiban pengembang membangun fasos fasum sebesar besarnya untuk publik menjadi tanggungjawab pemprov, jadi siapa yang diuntungkan”kata pejabat tersebut.” (*/Joh)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro