CIBINONG - Kepala Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bogor Sepyo Achanto hanya tersenyum saat ada anggapan dirinya menjadi penyumbat berkas permohonan sertifikat. Apalagi, isu itu disinyalir berawal dari oknum pegawainya sendiri.
Anggapan dirinya sebagai penyumbat itu juga dirasa aneh karena muncul setelah dirinya berupaya keras melakukan perbaikan layanan di Kantor ATR/BPN Kabupaten Bogor.
Menurut mantan Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Semarang ini, dengan berbagai kesibukannya wajar kalau ada tumpukan berkas permohonan sertifikat yang belum di tanda tangani.
“Namun tidak ribuan kata orang, dan saya sangat terbuka kalau ada yang mau tahu bagaimana saya bekerja,” ujar Sepyo kepada wartawan, jumat (4/9/2020).
Dia menambahkan, anggapan seperti itu muncul sebenarnya sangat wajar. Sebab, tidak bisa dipungkiri di internal Kantor ATR/BPN sendiri ada oknum yang sudah terbiasa berada di zona nyaman. Sehingga begitu ada pimpinan baru yang berupaya untuk merubah kebijakan yang lebih baik maka kepentingannya akan terganggu.
“Saya tidak bisa kalah dengan oknum pegawai seperti itu. Karena saya masuk ke Kantor ATR/BPN Kabupaten Bogor membawa mandat besar dari pimpinan,” tambahnya.
Selain itu, lanjut Sepyo, BPN Kabupaten Bogor tidak sama dengan Kantor ATR/BPN di daerah lain. Secara geografis, ATR/BPN Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk yang besar menyamai satu provinsi di wilayah luar Pulau Jawa.
"Dengan kondisi seperti itu otomatis jumlah pemohon sertifikat dengan segala kerumitan dan masalahnya tentu sangat besar. Hal inilah yang jarang dilihat orang, bahwa kita tidak bisa lihat kepentingan orang per orang tapi kita harus lihat secara umum.
Dan itu tugas saya sehingga saya harus membawa Kantor ATR/BPN Kabupaten Bogor lebih baik apapun risiko dan tantangannya,” tutur Sepyo.
Dia menyayangkan ada pihak tertentu menjatuhkan orang lain dengan mengatakan sesuatu yang tidak bisa di buktikan. Apalagi lembaga seperti ATR/BPN telah berjalan atas dasar sistem sehingga tidak bisa berjalan hanya karena satu atau dua orang.
“Jadi, kalau saya di atas semua bisa berjalan karena ada yang di tengah dan di bawah, secara umum ATR/BPN harus tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam setiap proses permohonan supaya kebijakan yang dikeluarkan tidak akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar lagi.
Terutama terhadap fungsi sosial atas tanah, dimana tanah itu sendiri harus dapat memberikan kesejahteraan untuk masyarakat hingga kalau tanah itu 'clear' kenapa saya harus tahan permohonannya,"ujarnya. (*/T Ab)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro