JAKARTA - Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Thomas Sunaryo meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) agar mengevaluasi, terkait kebijakan pembebasan narapidana dalam rangka pencegahan virus corona di lembaga pemasyarakatan.
Menurut Sunaryo, ada dua hal yang harus dipastikan oleh pemerintah dalam hal ini Kemenkumham yakni memastikan bahwa kebijakan tersebut tepat dan tidak justru menimbulkan masalah kesehatan di dalam lapas.
"Apakah pengurangan itu dari segi kesahatan itu tidak membawa efek ke dalam lapas ini perlu dievaluasi," kata Sunaryo saat dihubungi wartawan, Selasa (14/4/2020).
Kedua kata dia, Kemenkumham juga harus memastikan apakah para napi tersebut memiliki penghasilan dan diterima oleh lingkungan dan keluarganya. Sebab jika tidak maka tidak menutup kemungkinan mereka melakukan kejahatan yang sama karena kebutuhan.
"Kedua napi yang dikeluarkan itu kan umum itu harus di evaluasi apakah dia punya pekerjaan, tinggal dimana, diterima tidak dalam lingkungannya. Dia kan juga harus menghidupi dirinya harus cari makan," ungkapnya.
Pemerintah juga harus memikirkan apakah para napi yang dibebaskan tersebut perlu diberi bantuan. Khususnya napi yang memang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Kendati begitu, menurut Sunaryo kebijakan tersebut tidak perlu dihentikan karena menurutnya pembebasan napi sangat penting menghindari wabah corona.
"Saya kira tetap saja berlangsung kalau terlalu padat susah," terangnya.
Lebih jauh Sunaryo meminta agar jajaran kepolisian juga melakukan evaluasi terhadap napi narkoba. Menurutnya saat ini jumlah napi narkoba mencapai 50-60 persen di lapas. Menurutnya untuk mengurangi itu polisi harus bisa lebih selektif.
"Kalau kita mau jujur 50-60 persen lapas itu dihuni kasus narkoba. Kadang mereka itu yang ditangkap hanya pengguna, kita punya satu linting candu saja sudah dipenjara ini juga harus dievaluasi seberapa jauh mereka yang dipenjara dan di rehab," tandasnya.(*/Ag)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro