JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai bahwa negara telah mengalami kerugian sebesar Rp600 triliun dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Angka tersebut lebih dari separuh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.
"Diperkirakan kerugian BLBI ini sekitar Rp600 triliun," kata Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Jakarta, (22/12).
Untuk itu, Fitra menegaskan kepada seluruh institusi penegak hukum baik Mabes Polri, Kejaksaan Agung, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera membuka kembali kasus BLBI yang telah merugikan negara sebesar Rp600 triliun dan membongkar aktor intelektual yang ada dibelakang perkara tersebut.
"Itu tugasnya aparat hukum, untuk membongkar siapa-siapa aktor intelektual dibalik guyuran anggaran sebesar Rp600 triliun. Penegak hukum seolah-olah hanya bisa menutup mata, dan enggan membuka atau mengejar kasus BLBI ini," tegas Uchok.
Fitra berharap dengan dikabulkannya ekstradisi salah satu terpidana perkara dugaan tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait Bank Surya, Adrian Kiki Iriawan, semua instansi hukum dapat membongkar kasus tersebut dan menemukan tokoh intelektual dalam kasus korupsi BLBI.
"Saya kira, untuk membuka ini, bisa dimulai dari pengusaha yang menerima BLBI ini," pungkas Uchok.
Untuk diketahui, setiap tahunnya, Indonesia melalui APBN mengalokasikan anggaran sekira Rp60 triliun untuk membayar bunga obligasi rekap sejak tahun 2003 hingga 2013. Hal tersebut dilakukan sejak zaman Menteri Keuangan, Boediono, Sri Mulyani, Agus Matrowardojo hingga Chatib Basri.
Pasalnya, bunga obligasi rekap belakangan diketahui untuk membayar hutang obligator pengemplang uang BLBI yang totalnya mencapai Rp640 triliun.(Sind/Ris)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro