CIBINONG – Aksi warga hanya menuntut hak yang belum dipenuhi oleh pihak yang membebaskan tanaj warga . Merasa ganti rugi yang diberikan untuk pembebasan lahan untuk pembangunan tol Depok-Antasari (Desari) tahap 3 tidak sesuai, puluhan warga Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, mendatangi kantor kecamatan untuk menyalurkan aspirasinya, Selasa (10/10/23).
“Hari ini kami menemui bapak camat untuk meminta difasilitasi, dengan tim panitia pengadaan tanah. Hasil dari pertemuan dengan Camat dan tim pengadaan tanah yang di wakili oleh perwakilan BPN belum puas,” kata Koordinator Aksi Warga Pabuaran yang terdampak Tol Desari Sesi 3 Anton kepada Wartawan.
Menurut Anton, aksi tersebut dilakukan karena banyak sekali persoalan-persoalan yang terjadi dari mulai proses administrasi yang buruk, dimana surat yang dikirimkan kepada warga saat awal musyawarah itu terdapat tiga lembar.
“Dalam isi ketiga surat itu pertama berupa undangan, dua lainya itu bentuk intimidasi dengan bahasanya adalah kalau memang bapak/ibu yang terdampak tol ini tidak menyetujui agar segera ke pengadilan setelah 14 hari kerja,” jelasnya.
“Kami menuntut agar ada musyawarah dengan kami, kedua, berikan harga yang wajar karena ini tidak wajar sama sekali yang diterima saat ini,” tuntutnya.
Jika harga yang sudah ditetapkan itu diterima oleh warga, maka secara otomatis yang terjadi warga tidak akan memiliki rumah lagi. Apalagi prosesnya nanti pembayaranya bertahap maka lebih parah lagi.
“Kalau pembayaranya bertahap bayangkan saja kalau misalnya uang sudah masuk rekening terus dipakai oleh anak dan istri karena kebutuhan, kita yakin kita tidak akan punya rumah lagi dan hidup terlantar, sehingga ini bisa menjadi negara memiskinkan warga yang terdampak tol,” keluhnya.
Lanjut Anton, soal pagu sampai saat ini dari Negara belum jelas, tapi ada variasi penilain yang mereka berikan. Kisaran ganti rugi diantaranta Rp1,4 juta, 1,8 juta ada 3,8 juta dan ada yang 4,3 juta.
“Dari angka tersebut kita tidak diberikan penjelasan pada saat kita diundang musyawarah. Kami diundang, setelah sampai ditanyakan mau bentuk kerugiannya apa, ada uang saham dan sebagainya. Kami sampaikan butuh uang langsung disuruh tanda tangan, kalau tidak tanda tangan 14 hari harus ke pengadilan,” bebernya.
“Jadi kita dipaksa, kita tidak diberikan ruang untuk musyawarah, kami minta dasar kejelasan dalam menentukan angka di bidang yang kami miliki,” pintanya.
Untuk jumlah warga yang dirugikan, Anton mengaku belum tahu pasti, karena masih banyak yang belum mendapat panggilan. “Sampai 14 hari ini belum ada tanggapan dari tim panitia pengadaan lahan, kami akan datang lagi dengan jumlah masa yang lebih banyak,” tandasnya.(*/Wan)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro