BOGOR - Puncak menjadi tujuan para wisatawan dari Timur Tengah tidak lengkap rasanya bila ke Indonesia tak mampir di Puncak Bogor disebabkan sudah ada perkampungan yang begitu terkenal Warung Kaleng.Pro dan kontra selalu mewarnai keberadaan wisatawan asal Timur Tengah di kawasan wisata puncak Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Keberadaan turis asal negeri petro dolar ini ibarat dua sisi mata uang yang saling terkait.
Di satu sisi, keberadaan warga asing ini memberi pendapatan tambahan bagi sebagian warga yang rumahnya di sewa.
Dengan tarif sewa setiap bulan yang mencapai Rp600 ribu hingga Rp3 juta, menambah pundi-pundi ekonomi bagi warga setempat yang memiliki rumah lebih untuk disewakan.
Di sisi lain, keberadaan WNA tersebut membuat gerah penduduk setempat. Budaya kehidupan yang berbeda serta kesukaan melakukan kawin kontrak dengan wanita lokal, selalu ada gesekan akibat bersinggungan.
Walau demikian, dua kehidupan berbeda ini, tidak memunculkan aksi lain dari masyarakat. Warga yang bermukim di kawasan berhawa sejuk ini, tetap menunjukan sikap saling menghargai.
“Selalu ada untung dan rugi. Dan itu terjadi di kawasan puncak Bogor, manakala kita bicara keberadaan warga Timur Tengah,” tutur Rahmat, warga Kampung Sampay Cisarua Bogor.
Rahmat yang merupakan generasi ke empat bermukim di kawasan ini mengaku, dengan tidak melakukan penawaran walau harga sewa rumah per bulannya cukup tinggi, membuat masyarakat disini selalu menunjukan rasa kekeluargaan walau tak dipungkiri, kadang timbul ketersingungan.
“Rumah saya di kontrak pria Timur Tengah Rp700ribu/bulan. Keberadaan mereka kadang enam bulan, kadang hingga satu tahun. Mereka tidak keberatan dengan harga sewa. Kan lumayan ada tambahan ekonomi buat kebutuhan anak sekolah,”kata Siti 42, warga Batulayang, Cisarua.
Ia mengaku, satu dari dua rumahnya disewakan ke warga asing, karena tuntutan hidup yang sangat tinggi.
“Kadang lihat budaya dan tingkah mereka dengan kawin kontrak sama wanita lokal, rasa kesal ada. Apalagi kalau sudah mabuk, berisik sekali. Tamu wanita yang dibawa, kadang sampai larut malam baru keluar. Kalau ada yang nginap, pakaiannya aduh seksi sekali. Jadi tontonan anak-anak yang pagi berangkat sekolah pagi juga nggak baik. Kalau sudah begitu, kami serahkan ke polisi saja,"ungkapnya.
Sementara keberadaan Imigran asal Timur Tengah yang kini tidak lagi dikelola organisasi seperti International Organitation of Migration (IOM), UNHCR, CRS dan CWS, sering memunculkan masalah baru.
Menurut data, sejak tahun 2012 lalu, semua organisasi yang menaungi imigran hengkang dari wilayah Bogor. Dampaknya, mereka berkeliaran tanpa aturan sehingga menambah keruwetan diwilayah yang berbatasan dengan Cipanas Kabupaten Cianjur ini.
Langkah pencegahan, Kantor Imigrasi Bogor yang memiliki otoritas penuh, lalu melakukan penindakan.
Bersama dengan Pengawas Orang Asing (Polres, Kodim, Pemda), Imigrasi lalu melakukan pendataan dan survey ulang.
Kasi Pengawasan dan Penindakan Kantor Imigrasi Bogor, Dimas Adhi Wibowo kepada wartawan mengatakan, pendataan yang dilakukan pihaknya, guna mengetahui legalitas warga asing tersebut.
Tidak hanya itu, Imigrasi juga menanyakan warga mengenai perilaku para WNA di lingkungan mereka.
“Pendataan kali ini, kita belum dapat data keseluruhan karena masih berlangsung. Namun yang jelas, jumlahnya menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara pendapat warga, mayoritas mengatakan, tidak senang dan terganggu,”pungkasnya.
(*Adi)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro