JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun ini memfokuskan pada dua program, yakni memperkuat implementasi pendidikan karakter, dan peningkatan kapasitas keterampilan siswa.
Pembangunan karakter akan diterapkan sejak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sedangkan peningkatan keterampilan siswa diimplementasikan melalui penguatan sistem pendidikan vokasi.
Mendikbud Muhadjir Effendy menuturkan, dua program tersebut sejalan dengan program pemerintah yang mulai mengalihkan fokus pembangunan dari infrastruktur ke bidang sumber daya manusia. Menurut dia, semua perangkat hukum untuk mengimplementasikan dua program tersebut pun sudah diperbaiki.
“Payung hukum penguatan pendidikan karakter ada Perpres Nomor 87 tahun 2017 tentang PPK. Untuk vokasi ini juga sudah ada payung hukumnya, yaitu Inpres Nomor 9 tahun 2016 tentang revitalisasi SMK. Untuk ke depan, bukan hanya SMK yang akan kami beri bekal, tetapi juga SMA dan lembaga kursus yang berada di bawah Ditjen PAUD Dikmas,” kata Muhadjir usai membuka peringatan Hari Pendidikan Nasional di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat 26 April 2019.
Ia mengatakan, implementasi dua program bidang pendidikan tersebut akan berjalan lancar jika bersinergi dengan pemerintah daerah. Menurut dia, dalam dua tahun terakhir, sinergi antara program pusat dan daerah terus membaik. Hal tersebut di antaranya terlihat dari tingginya serapan anggaran pendidikan yang ditransfer ke daerah.
“Alhamdulilah hasilnya kan sudah bagus. Pendidikan menjadi urusan pemerintahan konkuren yang sebagian besar anggarannya sudah ada di provinsi dan kabupaten/kota. Begitu juga beban tanggung jawabnya sudah harus dibagi antara pusat dan daerah. Tugas dari pusat agar memastikan bagaimana anggaran dan berbagai macam kegiatan yang sudah diatur betul-betul dilaksanakan di daerah,” katanya.
Sektretaris Jenderal Kemendikbud Didik Suhardi menambahkan, kesesuaian kualifikasi lulusan SMK menjadi salah satu fokus penguatan dalam bidang pendidikan vokasi. Pasalnya, saat ini, kompetensi dan kualifikasi lulusan SMK masih menjadi kendala dalam penyerapan tenaga kerja.
“Tenaga kerja di Indonesia 50% persen masih diisi oleh lulusan SMP ke bawah, kemudian sekitar 30% diisi lulusan sekolah menengah, sedangkan yang lulusan sarjana masih sekitar 10%. Jadi tenaga kerja kita sebagian besar masih diisi oleh lulusan SMP ke bawah. Ini tidak menguntungkan kalau kita tidak segera meningkatkan tingkat kualifikasi pendidikan angkatan kerja kita,” kata Didik
Ia menuturkan, satuan pendidikan SMK harus dapat menyeleksi jurusan yang sesuai dengan tuntutan dunia usaha. Dengan demikian, SMK akan semakin mendapat tempat di dunia pendidikan nasional.
“Persoalan sekarang ada di kualitas, tuntutan dan dunia yang semakin mengglobal menuntut pendidikan kita harus selalu ditingkatkan. Kita perlu menyiapkan anak-anak Indonesia untuk bisa berkompetisi dengan sehat, berkualitas tinggi sehingga mereka bisa mengisi pembangunan di Indonesia. Dan pembangunan di Indonesia tidak diisi oleh orang lain tetapi diisi oleh orang Indonesia sendiri," ungkapnya.(*/Nia)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro