JAKARTA - Wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan beberapa pemerintah daerah, seperti DKI Jakarta, untuk membuka kembali sekolah di zona hijau virus corona, pada pertengahan Juli 2020 mesti diperhitungkan matang. Jangan sampai pelaksanaannya terkesan terburu-buru sehingga akhirnya mengorbankan guru dan murid.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Satriwan Salim mengatakan, koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah masih buruk saat ini. Ini misalnya terlihat dengan pendataan bansos yang belum sinkron sehingga menimbulkan kekacauan penyalurannya di lapangan.
Begitu juga terkait data penyebaran Covid-19 di wilayah tertentu yang masih belum sama antara pusat dan daerah. “Jangan sampai nanti setelah suatu wilayah ditetapkan sebagai zona hijau, artinya terbebas dari penyebaran Covid-19, tahu-tahu ada korban positif di wilayah tersebut,” katanya, Minggu 17 Mei 2020.
Pemerintah pusat mesti memperbaiki koordinasi, komunikasi, dan pendataannya. Dalam hal ini antara Kemenko PMK, Kemenkes, Kemdikbud, Gugus Tugas Covid-19 BNPB, dengan Pemda.
“Apakah di satu wilayah benar-benar sudah aman dari sebaran virus corona? Jangan sampai karena buruknya pendataan, setelah masuk sekolah Juli nanti, justru siswa dan guru jadi korban terkena virus corona. Risikonya terlalu besar,” tuturnya.
Ia mengatakan, FSGI berpandangan agar Juli 2020 sebaiknya tetap dijadikan sebagai awal tahun ajaran baru dengan pembelajaran yang dilaksanakan dari rumah, baik daring maupun luring. Pemerintah tetap harus melakukan perbaikan layanan, kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran, dan akses internet.
“Ini dirasa lebih aman dan nyaman, baik bagi guru maupun orang tua siswa. Ketimbang memaksakan masuk sekolah biasa, tanpa perhitungan dan pendataan yang baik,” tuturnya.
Menurut Satriwan, pembelajaran jarak jauh bisa menjadi opsi terbaik sampai satu semester ke depan, atau setidaknya sampai pertengahan semester. Sampai kurva Covid-19 betul-betul melandai, dengan mempertimbangkan masukan dari para ahli kesehatan pastinya.
Ia menambahkan, tidak kalah penting adalah Kemdikbud dan Kemenag yang harus segera mempersiapkan pedoman Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) atau dulu dikenal dengan Masa Orientasi Siswa (MOS) tahun ajaran baru 2020/2021. “Yang pasti format PLS tahun 2020 ini akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, baik dengan skema daring maupun luring,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan tahun ajaran baru dimulai pada Juli. Tetapi, rencana itu masih mempertimbangkan kondisi dinamis dari dampak pandemi.
"Yang kami tahu, pada saat ini diperkirakan Juli (tahun ajaran baru) sudah oke ya. Tapi, siapa yang bisa memprediksi covid-19 ini bisa oke atau tidak? Karena kemudian kalau kita lihat kasus Spanish Flu, misalnya. Atau yang terjadi di Korsel yang mungkin sudah aman dan membuka aktivitasnya, ternyata ada gelombang kedua," kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril.
Ia juga menyinggung tentang perbedaan setiap daerah di tengah pandemi virus corona. Menurutnya, perbedaan itu seharusnya berpengaruh kepada pola kegiatan belajar mengajar di sekolah.
"Saya juga dapat cerita-cerita tentang beberapa daerah masih seperti biasa saja, tidak ribet seperti Jakarta yang sudah PSBB. Mereka tidak terkena covid, kenapa harus ikut-ikutan polanya tutup dan lain-lain? Kan sayang sebenarnya bisa melaksanakan belajar mengajar dengan baik," tukasnya.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro