JAKARTA - Deklarasi civitas akademika hingga guru besar terkait keprihatinan atas kondisi bangsa, serta deklarasi untuk pemilu yang jujur dan adil (jurdil) disebut dipolitisasi hingga ditunggangi.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona menilai, pernyataan itu merupakan penghinaan terhadap akademisi. Karena menurutnya, gerakan tersebut adalah bentuk keprihatinan terhadap kemunduran demokrasi dan pengabaian prinsip-prinsip negara hukum.
"Ungkapan yang menyebutkan bahwa gerakan akademisi ini dipolitisasi dan ditunggangi adalah bentuk penghinaan terhadap integritas akademisi," katanya , Kamis (8/2/2024).
"Seakan akademisi bukanlah insan yang mandiri dan memiliki kepedulian terhadap bangsa ini," sambungnya.
Yance menjelaskan, deklarasi akademisi merupakan langkah untuk melawan proses manipulasi hukum. Justru, kata Yance, jika para civitas akademika tidak bersuara, berarti ada yang salah.
"Dengan cara melawan etika seperti sudah dikonfirmasi oleh MKMK dan DKPP, justru kalau akademisi tidak bersuara atas pelanggaran yang sudah sangat kasat mata itu, berarti dunia akademik sudah mati karena tidak memiliki sikap kritis terhadap keadaan," katanya.
"Seruan yang disampaikan oleh banyak akademisi menunjukkan bahwa dunia akademik masih hidup, dan masih ada harapan untuk mengingatkan pemerintah kembali ke jalur yang seharusnya," sambungnya.
Diketahui, sejumlah pihak menyebut bahwa deklarasi civitas hingga guru besar terkait keprihatinan atas kondisi bangsa mengandung unsur politik.
Salah satunya diungkapkan oleh Prabu Revolusi selaku pengamat media baru. Melalui akun tiktoknya, ia mengatakan bahwa gerakan tersebut tidak sepatutnya dilakukan, karena kental akan kepentingan politik.
"Sekarang ini kelihatannya lagi marak ada kegiatan mengatasnamakan kampus untuk berbicara tentang permasalahan politik. Ini perspektif saya, menurut saya sangat tidak elok ketika kampus dicampuradukkan dengan kepentingan politik," katanya.
"Apalagi tidak secara resmi mewakili kampus, jika memang gerakan tersebut mewakili kampus, maka perlu ada lembaga yang resmi dari kampus untuk bisa menyatakan bahwa ini sikap dari kampus," sambungnya.
Bahkan, Prabu yang juga merupakan dosen, secara tegas mengaku bahwa akademisi dalam deklarasi tersebut tidak mewakili suaranya.
"Jika tidak, maka ini bisa dikatakan sebagai sikap perorangan atau kumpulan perseorangan yang kebetulan memiliki afiliasi dengan kampus tersebut. Saya sendiri sebagai pengajar di salah satu kampus, dan saya tidak pernah merasa terwakili," ungkapnya.(*/Ad)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro