DENPASAR - Sekitar 200 umat Muslim Bali menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPD RI Bali, Denpasar, Kamis (4/1/2023). Mereka menuntut pertanggungjawaban Senator Arya Wedakarna atas pernyataannya yang dianggap memecah belah keharmonisan umat.
Sebanyak 20 orang perwakilan diajak berdiskusi dan menyampaikan aspirasi oleh kepala Kepala Kantor DPD RI Bali Putu Rio. Sayangnya, Arya Wedakarna berhalangan hadir.
Kepala Kantor DPD RI Bali Putu Rio mengatakan, rencana kehadiran 200 orang warga dalam aksi ini, telah disampaikan terlebih dahulu ke senator AWK. Namun pihak sekretariat mendapat kabar bahwa Arya Wedakarna berhalangan hadir karena ada kegiatan di SMP 2 Marga, Tabanan.
Putu Rio akan meneruskan aspirasi masyarakat Muslim ke anggota DPD RI Arya Wedakarna (AWK) dan ke Sekjen DPD RI di Jakarta. "Pasti disampaikan, ini kan yang dituju beliau, saya akan sampaikan poin-poin dari semeton Muslim ke AWK dan sekjen sebagai atasan saya. Ini pun sudah koordinasi dengan pejabat-pejabat di Jakarta,” kata Rio.
Sebelumnya, ramai beredar video senator Arya Wedakarna sedang berbicara dengan nada tinggi saat rapat bersama Kanwil Bea Cukai. Dalam video itu, Arya meminta agar petugas frontliner sebaiknya merupakan putra dan putri daerah dengan tanpa menggunakan penutup kepala seperti di Timur Tengah.
Potongan pernyataan tersebut akhirnya viral di berbagai media sosial. Bahkan, Rio menyebut sekretariat DPD RI sudah memperbincangkan hal ini dan segera akan menindaklanjuti.
Sementara itu, Swasto Haskoro, selaku koordinator lapangan dari massa aksi, menyampaikan kehadiran mereka hanya ingin mendapat pertanggungjawaban dari pernyataan AWK yang dinilai mencederai kerukunan antarumat di Bali yang sejak zaman kerajaan telah terbangun.
Dalam diskusi, berulang kali disampaikan bahwa meski beragama Islam, mereka juga merupakan putra putri Bali karena nenek moyang mereka dan kampung halamannya ada di Bali. "Kami tersakiti, pedih melihat dan mendengar yang disampaikan AWK dan era digital sama sekali tidak bisa dikontrol. Jadi, kami datang sendiri ke kantor ini dengan tertib, tujuannya ingin pertanggungjawaban dari sisi hukum, kalau akhirnya (AWK) harus dicopot, dipecat, barangkali bagus karena sangat mencederai dan memecah belah umat," ujarnya.
Ada dua pernyataan sikap yang menjadi tuntutan mereka, yakni pertama, ingin agar mengusut tuntas dugaan tindak pidana penistaan agama dan pelanggaran kode etik oleh anggota DPD RI Dapil Bali Arya Wedakarna. Kedua, mendesak kepolisian untuk menegakkan dan memproses hukum anggota DPD RI Arya Wedakarna.
Klarifikasi Arya
Anggota DPD RI Bali, Arya Wedakarna memberikan klarifikasi atas video viral yang diduga rasis kepada perempuan yang menggunakan penutup kepala. Dalam klarifikasinya, Arya mengaku bahwa video itu telah dipotong oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Terkait dengan video viral yang beredar di masyarakat, bahwa video yang beredar adalah video yang telah dipotong oleh sejumlah media maupun oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” ujar Arya dalam sebuah video unggahan di media sosial pribadinya,(2/1/2024).
Arya beralasan, pernyataannya yang berujung viral bermula saat dia menggelar rapat daerah. Ia saat itu sedang memberikan arahan kepada petugas Bea Cukai dan juga pimpinan bea cukai yang hadir.
Dalam arahan tersebut, ia meminta agar putra putri terbaik bangsa dalam hal ini rakyat Bali, agar yang menjadi frontliner yang menyambut langsung para tamu yang mendarat di bandara Ngurah Rai, Bali. Frontliner merupakan sebuah profesional bidang customer service yang bekerja langsung dengan para pelanggan.
“Saya kira hal ini sangat wajar, siapapun dan di manapun, tetap semangat putra daerah menjadi cita-cita dari semua wakil rakyat,” kata Arya.
Kebetulan, ujar Arya, dalam rapat tersebut ada karyawati Bali yang ikut hadir, lalu ia mencontohkan agar para frontliner ini seperti karyawati tersebut. Yakni, yang mengedepankan budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu, bahkan jika memungkinkan termasuk juga menggunakan beras suci mereka.
“Dalam memberikan arahan, kami meminta kepada salah seorang karyawan atau karyawati yang kebetulan bersuku Bali yang hadir, untuk dapat lebih mengedepankan ciri-ciri kebudayaan Bali di dalam proses menyambut, selamat datang atau kritik atau pemeriksaan bea cukai, misalkan kami menyarankan untuk dapat menggunakan beras suci yang biasanya di dapat setelah persembahyangan,” beber Arya.
Dari pernyataannya itu, Arya menganggap tidak ada ucapannya yang menyinggung kelompok agama manapun dan suku apapun. Arya juga menerapkan, bahwa arahannya ini selaras dengan Peraturan Daerah Bali No 2 Tahun 2012.
“Maka dari itu kami tak ada menyebutkan nama agama apapun, nama suku apapun, dan juga kepercayaan apapun, bahwa hal tersebut sudah selaras dengan peraturan Perda Bali, Nomor 2 Tahun 2012 yakni tentang pariwisata Bali yang berlandaskan kebudayaan dan dijiwai agama hindu,” jelasnya.(*/Gi)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro