SERANG – Status tanggap darurat bencana banjir dan longsor yang sudah ditetapkan Gubernur Banten Wahidin Halim, sejak 1 Januari berakhir hari ini, 14 Januari 2020. Meski status tanggap darurat bencana berakhir, masih ada korban banjir bandang dan tanah longsor yang bertahan di posko-posko pengungsian di Kabupaten Lebak.
“Status tanggap darurat ditetapkan oleh Gubernur dari tanggal 1 sampai 14 (Januari) sudah berakhir. Karena secara umum bahwa penanganan bencana walaupun mungkin pengungsi tetap ada, tapi tidak dilanjut ke tahap perpanjangan,” ujar Plt Kepala BPBD Banten, E Kusmayadi kepada wartawan.
Ia menjelaskan, meski status tanggap darurat berakhir, bantuan logistik tetap disalurkan kepada para korban di daerah-daerah yang aksesnya terputus maupun yang berada di posko pengungsian.
“Logistik tetap telah disuplai menggunakan pesawat dari TNI dan helikopter dari TNI yang di-BKO-kan oleh Kodim Lebak. Jadi tetap walaupun masa tanggap darurat sudah berakhir, untuk pemulihan tetap berjalan,” ujarnya.
Selain logistik, pemenuhan pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak korban banjir tetap diberikan.
Kusmayadi menambahkan, saat ini Pemprov Banten bakal menetapkan masa transisi darurat bencana. Secara bersamaan, proses rehabilitasi kawasan yang terdampak bencana juga akan dilakukan.
“Tentu akan dilakukan proses pasca (bencana), yakni rehabilitasi, rekonstruksi,” ucapnya.
Sekadar diketahui, status tanggap darurat bencana ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 362/Kep.I-Huk/2020 tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Banjir Bandang dan Tanah Longsor di Wilayah Provinsi Banten Tahun 2020.(*/Dul)
BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengklaim beberapa proyek pengendali banjir di Jawa Barat, mulai dari hulu di Bogor hingga di Bekasi selesai tahun 2020.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dibantu oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sedang merampungkan pembangunan dua bendungan di Bogor yaitu Bendungan Ciawai dan Sukamahi lantaran pengerjaannya sudah mencapai 50 persen.
Selain dua bendungan itu, Ridwan Kamil menyebut, di Bekasi tepatnya di pertemuan Sungai Cileungsi dan Cikeas, sedang dibangun proyek pengendali banjir dengan menghabiskan anggaran hampir Rp 4 triliun.
“Insya Allah kami kebut agar bisa mengurangi banjir di bekasi,” kata Ridwan Kamil usai mendampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono meninjau Terowongan Curug Jompong di Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Senin 13 Desember 2020.
Selain, di Bogor dan Bekasi, Pemprov Jawa Barat dibantu oleh Kementerian PUPR juga melanjutkan proyek Bendungan Cideet di Karawang.
Untuk proyek Terowongan Curug Jompong, Ridwan Kamil berupaya memahami betul mekanisme kerja trowongan sehingga bisa disampaikan kepada masyarakat secara lugas.Basuki Hadimuljono mengonfirmasi, kementeriannya saat ini tengah mengerjakan proyek di pertemuan Sungai Cileungsi dan Cikeas di Bekasi sehingga banjir bisa dikendalikan, tidak seperti yang terjadi awal tahun 2020.
Sementara untuk pengendalian banjir di Cekungan Bandung, dia menargetkan seluruh proyek bisa selesai tahun 2020 sehingga tahun berikutnya bisa melanjutkan proyek di kawasan hilir.
Basuki Hadimuljono mengatakan, di Cekungan Bandung, selain pembangunan Terowongan Curug Jompong, dia juga telah menormalkan anak Sungai Citarum di Rancaekek, di antaranya Sungai Cikijing, Cikeruh, Cimande, dan Up Stream Citarum.
“Kemudian drainase di jalan nasional sudah kami buat,” ujarnya.
Kepala BBWS Citarum Bob Arthur Lombogia menyampaikan, Terowongan Curug Jompong dengan panjang 230 meter dan diameter 8 meter mampu mengalirkan air di Sungai Citarum sekira 700 meter kubik per detik.
Terowongan Curug Jompong merupakan salah satu proyek pengendalian banjir. Lokasinya berada di kawasan hilir.
Saat ini BBWS Citarum tengah mengerjakan beberapa proyek di kawasan hulu dengan melakukan serangkaian kegiatan normalisasi di empat anak Sungai Citarum.(*/Hend)
LEBAK – TNI AD bersama personel BPBD Kabupaten Lebak, Provinsi Banten kembali menyalurkan bantuan logistik menggunakan helikopter bagi warga di Desa Lebaksitu, Kabupaten Lebak yang terdampak banjir bandang dan tanah longsor.
Pantauan di lapangan, helikopter mendarat sekitar pukul 11.33 WIB di Lapangan Sepak Bola Pasir Batang Desa Lebaksitu. Bantuan yang diberikan di antaranya mi instan, sarden atau ikan kemasan, minyak goreng, biskuit, ikan asin, beras, dan lain sebagainya.
Kosasih salah seorang warga setempat mengatakan bantuan dari pemerintah menggunakan helikopter sudah dilakukan sejak 3 Januari yang diperkirakan hingga 14 Januari 2020.
“Satu hari bantuan bisa datang dua hingga tiga kali tergantung kondisi cuaca,” katanya.
Setelah diturunkan dari helikopter,bantuan logistik tersebut langsung dibawa dan diangkut oleh warga setempat termasuk anak-anak dengan menuruni jalan setapak yang licin dan tingkat kemiringan cukup terjal.
Sementara itu, Kepala Desa Lebaksitu, Tubagus Imron, mengatakan desa tersebut diterjang banjir bandang dan tanah longsor pada Rabu (1/1) pagi sekitar pukul 05.30 WIB. Akibatnya ribuan masyarakat terisolasi karena jalan utama ke desa itu terputus.
“Terutama warga di RT 1 yang terdampak cukup parah dan harus segera direlokasi karena tempat tinggal mereka sudah tidak memungkinkan untuk dihuni lagi,” katanya.
Namun, masalahnya adalah pemerintah desa belum memiliki lokasi baru untuk merelokasi 359 jiwa warga di RT 1 tersebut. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah diminta untuk segera mencarikan solusinya.
Secara umum, banjir bandang dan tanah longsor mengakibatkan 13 rumah rusak berat dan ringan serta lima unit rumah rata dengan tanah. Selain itu, pascabencana, aktivitas belajar mengajar di desa itu juga belum berjalan dengan normal.
Warga, pihak sekolah dan perangkat desa setempat sepakat untuk meliburkan anak didik karena dikhawatirkan bakal terjadi banjir bandang dan tanah longsor susulan. Apalagi, dua sekolah yaitu SD Negeri 1 Lebaksitu dan SMP Negeri 2 Lebaksitu berada di pinggir bukit yang rawan bencana.(*/Dul)
SERANG – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten menyebut ada sekitar 2.167 hektare lahan di Kota Serang dalam kondisi kritis. Lahan yang tersebar di daerah seperti Cilowong, Pancur, Sayar, Sepang, hingga Umbul Tengah di Kecamatan Taktakan ini berpotensi terdampak bencana longsor yang membahayakan masyarakat. Kepala DLH Kota Serang Ipiyanto mengatakan, lahan kritis ini terjadi lantaran beberapa sebab, mulai dari tingkat kemiringan lahan, kegiatan galian C hingga penebangan hutan.
“Taktakan ini banyak lahan yang perbukitan, lereng-lereng yang tingkat kemiringannya cukup tinggi, sementara ada penebangan hutan dan galian C liar. Memang rawan bencana longsor, apalagi di lahan sekitar TPS Cilowong itu,” ujar Ipiyanto, Senin (13/1).
Untuk meminimalisasi bencana yang terjadi akibat lahan kritis tersebut, saat ini ia baru bisa melakukan upaya pencegahan dengan imbauan untuk tidak melakukan penebangan pohon di area kritis. Sementara untuk penghijauan di lahan tersebut, Ipiyanto mengaku terkendala kepemilikan lahan yang mayoritas adalah punya warga.
Menurutnya, pemerintah Kota Serang masih harus bersinergi dengan pemerintah Kabupaten Serang hingga Pemprov Banten hingga unsur masyarakat untuk menyelesaikan masalah ini. Hal ini karena wilayah seperti di TPS Cilowong yang termasuk lahan kritis, tidak hanya digunakan oleh warga Kota Serang.
“Masalah anggaran juga, kita mau melakukan penghijauan seperti penanaman vetiver atau akar wangi, tapi lahannya milik warga. Kita mau kucurkan dana dari APBD, apakah dibolehkan di lahan milik perorangan? Ini masih harus kita kaji dulu. Apakah nanti dibiayai penghijauan itu dengan hibah saja? Jadi pengelolaan sampai perawatannya dari masyarakat saja. Atau masalah anggaran, kita kan APBD nya terbatas, maka perlu bantuan seperti dari Pemprov Banten,” ujarnya.
Wali Kota Serang Syafrudin tidak menampik jika salah satu penyebab lahan kritis di Kota Serang akibat keberadaan galian C sehingga ia sudah mengambil tindakan tegas dengan langsung menutup aktivitas tersebut. “Pemkot sudah melakukan tindakan beberapa bulan yang lalu, itu untuk eksekusi tutup. Jadi, sudah tidak ada lagi galian C,” katanya.
Terkait titik-titik lahan kritis longsor di Kota Serang, ia menyebut daerah yang paling berpotensi memang di Kecamatan Taktakan. Salah satu titik yang paling berbahaya, di antaranya adalah TPS Cilowong, yang sempat memakan korban jiwa pada longsor 2018.
“Sebenarnya di Taktakan ini hanya satu titik saja yang rawan longsor terutama di Cilowong, saya kira yang lain itu masih kondusif dan terjaga. Kemudian, menurut perkiraan pada tahun ini, memang akan bertambah yang kritis itu antara Cilowong dan Sayar,” ucapnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri menuturkan, pemkot harus terlebih dahuku membahas penyelesaian masalah ini dengan warga yang berpotensi terdampak bencana dari lahan kritis ini. Peringatan atau imbauan DLHK terkait kerentanan area yang rawan bencana tersebut, harus diinformasikan kepada warga.
“Pertama, selesaikan dulu masalah dengan warga. Bisa membahas terkait imbauan kebencanaan atau terkait rencana penghijauan di lahan kritis. Sementara terkait pembebasan lahan atau anggaran, memang perlu sinergi dengan Provinsi Banten, karena kan lahannya memang luas ya. Berat kalau hanya mengandalkan pemkot,” ujar Hasan.
Anggaran Pemkot Serang disebutnya memang terbatas dan tidak akan mencukupi untuk mengatasi masalah ini sendiri. Sementara kerentanan bencana pada musim hujan ekstrem saat ini mengharuskan tindakan cepat untuk menyelesaikan masalah lahan kritis ini.
“Ini proyek besar yang harus diselesaikan, seperti TPS Cilowong itu juga kan nggak cuma digunakan oleh warga Kota Serang, ada Kota Cilegon, Kabupaten Serang,” tuntasnya.(*/Dul)
LEBAK – Banjir bandang yang terjadi di Lebak Banten akibat dari pengundulan hutan dan penambangan liar yang marak tidak ada kontrol dari pihak berwenang .Puluhan personil gabungan dari Kepolisian Daerah (Polda) Banten, Bareskrim dan Korem 064 Maulana Yusuf melakukan penyisiran tambang emas ilegal di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kabupaten Lebak. Hasilnya tiga blok penambangan di Desa Cidoyong, Desa Cijulang, dan Desa Lebak Situ, Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak ditutup.
Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi mengatakan personil gabungan telah melakukan penelursuran di tiga lokasi aktivitas penambangan emas ilegal. Penambangan liar ini dituding menjadi penyebab terjadinya banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak.
“Ini tindak lanjut Perintah Presiden RI dan intruksi Kapolda Banten Irjend Pol Agung Sabar Santoso dalam upaya tindak penambang liar yang bahayakan keselamatan masyarakat,” katanya kepada wartawan, (12/1/2020).
Edy menambahkan dari ketiga lokasi tersebut tim gabungan menemukan beberapa lokasi tambang emas yang diduga tidak memiliki izin. Sehingga petugas melakukan penindakan dengan memasang garis polisi guna kepentingan penyelidikan.
“Selain melakukan pengecekan lokasi tambang, kami juga memberikan garis polisi di sekitar lokasi pertambangan liar, dan lokasi itu sudah ditinggal oleh penambang,” tambahnya.
Edy menegaskan penindakan langsung ke lokasi penambangan liar tersebut guna mencegah terjadinya bencana susulan yang dapat merugikan masyarakat. Sehingga aktivitas pertambangan bisa dihentikan. “Menghindari adanya longsor akibat pertambangan ilegal, sehingga masayarakat bisa merasa aman dan resah akibat pertambangan ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Kombes Pol Rudi Hananto mengatakan, Satgas PETI sudah melakukan penyelidikan ke lokasi penambangan emas tanpa ijin yang berada di kawasan TNGHS Kabupaten Lebak.
“Ada tiga blok, pertama di Blok Cikidang yang lokasinya berada di Kecamatan Cikotok, kemudian Blok Pilar dan Blok Cibuluheun di Kecamatan Lebakgedong,” katanya.
Rudi menjelaskan, ketiga blok penambangan emas tersebut berada di aliran sungai Ciberang yang melintasi wilayah Kecamatan Lebakgedong, Cipanas, dan Sajira. Ketiga kecamatan tersebut merupakan daerah yang terkena bencana alam banjir bandang dan longsor.
“Yang sedang kita kejar yaitu pemilik atau penyandang dana kegiatan Peti. Kemudian, kita telusuri ada atau tidaknya anggota polri yang terindikasi membekingi dan terakhir pemasok yang menyediakan zat mercury pada sejumlah penambangan emas ini,” tandasnya. (*/Dul)
INDRAMAYU – Kondisi cuaca di laut Jawa akhir-akhir ini belum sepenuhnya bersahabat dengan para nelayan lantaran masih diwarnai ombak tinggi, terjangan angin kencang serta dibarengi curah hujan yang tinggi.
Karena itu para nelayan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat yang memiliki perahu kecil dengan bobot di bawah 10 Gross Ton lebih memilih berdiam diri di rumah alias tidak mencari tangkapan laut karena resiko yang dihadapi saat berlayar di laut cukup tinggi.
Salah seorang nelayan, Warnata (38), mengemukakan cuaca kembali normal diperkirakan memasuki pertengahan bulan 2. “Kalau sekarang-sekarang ini ombak laut masih cukup tinggi, anginnya cukup kencang mengganggu jaring yang telanjur ditebar di laut,” ujarnya.
Ditanya soal gangguan curah hujan, kata Warnata, hujan sebenarnya tidak jadi soal. Gangguan hujan dinilai tidak seberapa jika dibandingkan ombak yang tinggi serta angin kencang. “Ombak tinggi memicu kecelakaan kerja di laut, sedangkan angin kencang mengganggu jaring yang ditebar di laut,” katanya.
Karena itu, para nelayan lebih memilih menunggu cuaca kembali normal dengan berdiam diri di rumah. “Ya hitung-hitung beristirahat sambil memperbaiki jaring dan alat tangkap lainnya,” ujarnya. Jaring merupakan sarana yang dinilai paling fital dalam menangkap hasil laut.
Diakui, kondisi jaring sering rusak karena berbagai hal, seperti usia jaring yang sudah lama, tercantol sirip ikan dan perlakuan bidak atau anak buah kapal yang tidak hati-hati saat mengangkat dari laut atau saat melepas ikan.
Ia berharap setelah cuaca kembali tenang, para nelayan yang menggunakan perahu di bawah 10 Gross Ton bisa melakukan aktivitasnya kembali di laut. Kalau nelayan yang menggunakan kapal besar yang bobotnya di atas 10 Gross Ton tidak bergantung cuaca.
“Mereka tetap berlayar mencari hasil tangkapan sampai perairan Papua dengan jangka waktu melaut selama 3 bulan masing-masing 2 bulan berlayar pergi-pulang dan sebulan menjaring ikan,” ungkapnya. (*/As)
LAMPUNG – Puluhan warga Kecamatan Semangka, Kabupaten Tanggamus, Lampung masih mengungsi di Masjid Way Kerap setelah kampung halaman mereka diterjang banjir bandang, Kamis (9/1/2020) petang kemarin. Rumah mereka belum bisa ditinggali karena dipenuhi lumpur dan kayu sisa banjir.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, banjir bandang terjadi pukul 17.00 WIB. Hujan deras yang turun sejak pukul 15.00 WIB menyebabkan Sungai Way Kerap meluap dan tanggul jebol.
Air bah pun langsung menerjang dan merendam tujuh pekon (desa) di Kecamatan Semaka. Masing-masing Pekon Sedayu, Way Kerap, Banding Agung, Sukaraja, Bangunrejo, Kacapura, dan Pardawaras.
“Ada sekitar 300 rumah di tujuh pekon yang terendam banjir,” kata warga Banding Agung, Zuhandar kepada media, Jumat (10/1/2020).
Menurutnya, tim gabungan dari Basarnas, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tanggamus, dan unsur lain langsung melakukan evakuasi warga ke tempat yang lebih aman.
Evakuasi dilanjutkan pagi tadi. Sementara tim dari PLN mulai melakukan perbaikan jaringan listrik karena banyak tiang yang roboh diterjang banjir bandang.
Hujan deras tidak hanya menyebabkan banjir bandang, tapi juga tanah longsor. Jalan Lintas Barat (JLB) Sumatera yang melintasi Kecamatan Semaka sempat tertutup longsor. Alat berat dikerahkan untuk membersihkan material longsor. “Saat ini, JLB sudah dibuka dan bisa dilalui kendaraan,” ungkapnya.(*/Kri)
MALANG – Bupati Malang, Sanusi mengaku wilayahnya menjadi salah satu daerah di Indonesia yang rawan terjadi bencana, terutama banjir dan tanah longsor.
Hal ini tidak terlepas dari kondisi topografi kabupaten berpenduduk hampir 3 juta jiwa didominasi perbukitan dan pegunungan.
“Semua harus waspada dan perlu meningkatkan kesiapsiagaan agar jika terjadi bencana tidak timbul korban jiwa. Semua komponen wajib untuk memperhatikan serius untuk melakukan antisipasi,” tuturnya.
Menurut Sanusi, seluruh masyarakat harus dilibatkan untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam. Sanusi menuturkan, perlu adanya sosialisasi yang meluas kepada masyarakat.
“Kita harus terus sosialisasi ke masyarakat tentang kebencanaan dan cara mengantisipasinya. Hal ini sangat penting untuk mengurangi dampak bencana,” ungkapnya.
Sanusi berpesan kepada seluruh elemen masyarakat agar bersama-sama menjaga lingkungan hidup. Dikatakannya, bencana bisa datang kapan saja karena lingkungan hidup yang mulai rusak.
“Saya pesan, potensi kebencanaan dari alam, tidak bisa diprediksi datangnya, oleh karena itu jaga alam agar tetap lestari dan seimbang. Kurangi berbagai aktivitas yang merusak alam,”tuntasnya.(*/Gio)
SERANG – Gubernur Banten Wahidin Halim keberatan dengan pernyataan ketua DPRD Banten Andra Soni yang mengatakan bahwa Pemprov Banten belum maksimal dalam menangani bencana alam yang terjadi di Kabupaten Lebak.
Terlebih, Andra menyebut Pemprov gagap terhadap bencana lantaran tidak ada crisis center atau pusat data untuk mengetahui jumlah korban jiwa maupun kerugian dampak bencana yang akurat sejak hari pertama bencana terjadi.
Menurutnya, pendataan dan verifikasi data membutuhkan waktu agar data yang dihasilkan valid dan akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan.
“Jangan bilang gagap, gagap. Orang sama dia keliling kok. Kita sejak hari pertama sudah siap siaga, dan hadir dengan para korban,” tegas Gubernur dalam rilisnya, Kamis (9/1/2020) malam.
Gubernur juga membantah ketika disinggung awak media bahwa alasan pernyataan tersebut karena tidak maksimalnya kinerja Kepala BPBD Banten yang saat ini masih berstatus sebagai Pelaksana Tugas.
Karena, prosedur utama penanganan bencana dilakukan langsung di lokasi kejadian pada hari pertama terjadi. “Nggak ada (alasan) itu, orang langsung ke lapangan kok, bahkan saya langsung instruksi dan pimpin sendiri,” tegasnya lagi.
Gubernur juga menjelaskan bahwa pendataan jumlah korban dan total kerugian yang dialami akibat banjir tidak dapat dilakukan dalam waktu satu hari. Karena, jumlah korban dan kerugian terus berubah sehingga perlu dilakukan verifikasi secara terus menerus.
“Korban dan harta benda kan ada yang terbawa arus, atau tertimbun tanah dan benda-benda lain, sehingga membutuhkan proses pencarian dan evakuasi untuk kemudian diverifikasi identitasnya. Supaya datanya valid dan dapat dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Sejak hari pertama kejadian, lanjut Gubernur, pihaknya sudah terjun langsung ke lapangan dan instruksi OPD membuat posko2, termasuk di rumahnya sendiri dijadikan Posko Dapur Umum, Kesehatan, Logistik, Air Bersih dan lokasi tempat evakuasi kendaraan warga perumahan Pinang Griya dan Ciledug Indah.
“Bukan untuk pencitraan rumah saya dijadikan posko, tapi itu kebutuhan segera. Dan sudah saya lakukan sejak dulu disaat daerah2 itu terkena banjir,” tegas WH.
Penanganan Bencana dari proses evakuasi, mendistribusikan bantuan logistik kepada korban bencana di Lebak. Termasuk, menyisir lokasi-lokasi yang terdampak bencana dengan kondisi medan yang berbeda-beda, bahkan akses terputus dan ada daerah yang terisolir. Itu prioritas.
Hari ini adalah hari ke- 9 Tanggap Darurat Penanganan Banjir, dirinya tidak melakukan Rapat Evaluasi tapi memerintahkan seluruh OPD yang terkait dengan pasca bencana dan langsung dipimpin Sekda Al Mukhtabar untuk turun ke lapangan dan menyisir setiap posko hingga ke ujung area yang terisolir dan memastikan jika akses sudah mulai terbuka sambil mendata ulang. (*/Dul)
INDRAMAYU – Hujan yang turun sejak Kamis (9/1/2020) dinihari hingga sore ini mengakibatkan puluhan rumah warga di Blok Kalen Tengah, Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jabar, kebanjiran.
Banjir setinggi 30 Cm hingga 90 Cm itu menyebabkan sejumlah warga, khususnya anak-anak dan manula terpaksa harus diungsikan ke tempat yang lebih aman. Hal itu karena pada Kamis (9/1/2020) sore, tinggi muka air khususnya di Blok Kalen Tengah tampak masih belum surut. Bahkan kecenderungannya air semakin lebih deras mengalir ke pemukiman warga.
Jajaran Polsek Patrol di bawah komando Kapolsek Kompol Mashudi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Indramayu, aparat Kecamatan Sukra juga Pemerintah Desa Sumuradem berupaya menolong para korban banjir, khususnya anak-anak dan manula.
Satu persatu anak-anak yang rumahnya kebanjiran itu dibopong petugas menuju perahu karet yang siap membawa mereka ke tempat pengungsian yang lebih aman. Ada puluhan anak-anak yang semula berada di dalam rumah yang terkepung banjir diungsikan ke tempat yang lebih aman dari jangkauan banjir.
Menurut Kapolsek Sukra, Kompol Mashudi, banjir di Blok Kalen Tengah itu disebabkan karena tingginya curah hujan. Baik curah hujan yang terjadi di daerah hulu, maupun yang turun di sekitar Blok Kalen Tengah, Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra. Akibatnya air sungai Sendong yang ada di Desa Sumuradem yang biasanya mengalirkan air menuju ke laut Jawa, meluber sehingga menggenangi puluhan rumah warga.
“Banjir itu disebabkan karena tingginya curah hujan sejak Kamis (9/1/2020) dini hari hingga sore hari ini dan meluapnya sungai Sendong sehingga mengakibatkan banjir di Desa Sumuradem, Blok Kalen Tengah, Kecamatan Sukra,” ujarnya.
Hingga berita ini dikirim, petugas Polsek Patrol bersama Pospol Sukra, Tim Penyelamat BPBD Kabupaten Indramayu, jajaran Pemerintah Kecamatan Sukra dan Pemerintah Desa Sumuradem, bahu membahu bekerja mengevakuasi korban banjir, khususnya yang terdiri dari anak-anak dan manula yang rumahnya terkepung banjir. (*/As)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro