JAKARTA – Aktris Nafa Urbach diketahui sudah 2 tahun menyandang status sebagai seorang janda. Sebelumnya, biduk rumah tangganya dengan Zack Lee diketahui harus berakhir, setelah menikah selama 10 tahun dan memiliki seorang anak, Mikhaila Jowono.
Hidup tanpa pasangan, nampaknya tidak terlalu diambil pusing oleh Nafa Urbach. Ia bahkan nampak merasa enjoy dan justru sempat kesal dengan perilaku orang-orang yang kerap menanyakan sosok kekasih barunya.
Melalui akun Instagram Story, Nafa Urbach nampak meluapkan rasa kekesalannya usai ditanya soal pasangan dan kapan ia akan menikah lagi.
“Orang pada ribet banget ya, kalau ketemu pasti nanyanya, siapa pacar sekarang, mana calonnya, kapan nikah lagi,” tulis Nafa Urbach.
“Seriusss.. apakah itu yang terpenting dalam setiap pandanganmu!! Lama-lama kesel niiiih,” sambungnya.
Bukan tanpa alasan wanita 39 tahun ini lebih memilih untuk tidak dulu menjalin hubungan asmara dengan pria manapun. Bukan berarti dirinya tak menarik atau tak laku, melainkan dirinya merasa harus selektif dalam menentukan pasangan berikutnya.
Terlebih, ia kini telah memiliki seorang anak, yang tentunya harus dinomor satukan. Ia pun mengungkap bahwa setiap kali dekat dengan para pria, mereka tak bisa benar-benar menyayangi Mikha secara tulus.
“Aku jawab yah, gebetan mah buanyaakkk! Mau dapat pacar hari ini juga bisa.. Tinggal aku jawab aja semua yang pada nembak..” jelasnya.
“Cuma menurut ngana memangnya gampang nyari yang Mikka bisa klop?? Rata-rata jarang tuh yang deketin tulus beneran sayang ma Mikha, pasti cuma mau mamanya doang! No way and go away!” ujarnya.(*/Ind)
JAKARTA – Sarita Abdul Mukti mantan istri dari Faisal Harris sampai saat ini masih menjadi buah perbincangan publik.
Setelah suaminya berpaling pada wanita lain yang disebut-sebut adalah artis Jennifer Dunn, kini Sarita membagikan kisah hidupnya usai bercerai dengan pengusaha Faisal Harris.
Sarita Abdul Mukti mengungkapkan bahwa dirinya kini sedang kesulitan.Selain rumah tangganya dengan Faisal Harris yang harus kandas, ia mengaku harus hidup dengan keprihatinan.
Ia harus membiayai empat orang anak perempuan dan juga harus membayar utang piutang sang mantan suami kepada Bank.Sempat geger dengan kabar bahwa Sarita Abdul Mukti menjual rumah mewahnya untuk membayar utang.
Kini Sarita membagikan ceritanya mengenai dirinya yang harus menjual beberapa tas mewahnya untuk menyambung hidup.Hal tersebut Sarita ungkapkan saat pembawa acara Indra Herlambang dan Mbok Yen mendatangi kediamannya dalam acara Follow Artis d TRANS TV.
“Iya benar (hidupnya yang prihatin), hanya memang tinggal di sebuah istana.
“Waktu aku pulang dari Australi, banyak tas aku jual.”Dalam bulan ini aku jual tiga tas.
“Nanti bulan depan aku jual lagi tiga tas,” ujar Sarita Abdul Mukti.
Ibu dari empat anak ini mengungkap untuk bisa bertahan hidup membiayai anak-anaknya, ia harus menjual tas mewah koleksi pribadinya.(*/Ind)
JAKARTA – Artis Nikita Mirzani akan diserahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, pada Jumat (31/1/2020).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, berkas perkara kasus dugaan penganiayaan yang menyandung Nikita telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejari, pada 26 November 2019. Surat itu terdaftar dengan nomor B/1030/M/I.14.3/EOH.1/11/2019.
Oleh karena itu, pihak kepolisian pun akan melaksanakan tahap dua berupa penyerahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan, pada hari ini.
“Tersangka (Nikita Mirzani) dan barang bukti diserahkan ke Kejaksaan Negeri hari ini dengan nomor (surat penyerahan tersangka) 552/I/2020/Reskrim,” ujar Yusri ketika dikonfirmasi wartawan.
Sementara itu, Nikita Mirzani telah ditangkap oleh polisi di Gedung Trans TV pada Kamis (30/1/2020). Penangkapan itu dilakukan lantaran Nikita mangkir dua kali dari agenda pemeriksaan yang dijadwalkan polisi, yakni 2 dan 7 Januari 2020.
NM sudah dipanggil sebagai tersangka untuk hadir tanggal Januari 2020, namun tidak hadir dengan alasan persiapan umroh,” kata Yusri.
“NM dipanggil kedua kalinya tanggal 7 Januari 2020, namun tidak hadir dengan alasan melaksanakan umroh,” imbuhnya.
Untuk diketahui, Nikita Mirzani menjadi tersangka karena diduga melakukan penganiayaan terhadap mantan suaminya, Dipo Latief.
Dipo Latief pun melaporkan Nikita Mirzani pada akhir 2018, dengan dugaan penganiayaan dan penggelapan barang. (*/Ind)
JAKARTA – Artis cantik Luna Maya, baru-baru ini sedang diperbincangkan publik.Luna Maya dikabarkan sedang dekat dengan pria berkebangsaan Jepang. Pria tersebut merupakan seorang DJ (disc jockey) yang bernama Ryo Chin.
Mantan kekasih dari Ariel Noah ini sampai saat ini belum memberikan kejelasan mengenai hubungannya dengan Ryo Chin.Kabar tersebut ramai diperbincangkan lantaran, dalam beberapa kesempatan Luna terlihat sedang bersama Ryo Chin.
Bahkan keduanya sempat berlibur bersama saat awal tahun baru.Saat disinggung oleh awak media mengenai kedekatannya dengan Ryo Chin sudah sejauh mana hubungan antara keduanya.
Luna Maya hanya mengungkapkan bawa dirinya hanya sebatas berteman.”Belum punya pacar. Doakan saja dengan siapa pun itu ke depannya,” ujar Luna maya sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari kanal Youtube Indosiar Hot Kiss pada Rabu, 29 Januari 2020.
Ia pun sempat mengaku bahwa dirinya masih single.
“Sampai sekarang saya masih single. Doakan saja, kalau memang jodohnya, kalau enggak temanan saja. Sampai sekarang masih teman,” ungkap Luna Maya.
Artis berusia 36 tahun ini mengaku tidak mempunyai hubungan khusus dengan Ryo Chin.Dirinya mengungkapkan bahwa belum memiliki kekasih, dan meminta doa agar cepat dipertemukan dengan jodohnya.(*/Ind)
JAKARTA – Aksi Sophia Latjuba di atas kasur menyita perhatian netizen.
Bukan tak beralasan, lagi-lagi netizen menyoroti pesona Sophia Latjuba lantaran terlihat fresh dan tidak menua.
Dalam postingan pribadinya di Instagram, Sophia mengunggah foto menggunakan baju putih dan celana pendek yang terlihat seperti remaja 17 tahun.
Banyak netizen yang memuji kecantikannya lantaran Sophia terlihat awet muda meski tanpa riasan tebal.
“Ini selalu dimulai di luar bahaya,” tulis akun instagram @sophia_latjuba88.
Postingan tersebut menuai banyak komentar positif bahkan sampai ada netizen yang meminta rahasia awet muda wanita berusia 50 tahun tersebut.”Body goals, banyak ngalahin anak muda idolaku,” tulis netizen @rayuanpulau.
Dilihat dari postingan instagramnya, rupanya Sophia sering melakukan kegiatan olahraga demi badannya yang ideal.
Tak heran jika dirinya tampak seperti anak muda walau umurnya sudah menginjak kepala lima.(*/Ind)
TIAP-TIAP orang biasanya memiliki ayat favorit tertentu dalam Qur’an, sesuai dengan kecenderungan intelektual, spiritual, dan personalnya masing-masing. Orang-orang yang menggemari “ilmu kanuragan”, tentu menghafal dengan baik ayat-ayat yang berkaitan dengan “kejadugan”. Sementara orang-orang yang menggemari mistik atau ilmu tasawwuf, tentu akan menyukai ayat-ayat “mistikal”, misalnya ayat 24:35 dalam Surah al-Nur: Tuhan adalah cahaya langit dan bumi.
Ayat ini ditafsirkan secara mistikal dan filosofis oleh Imam Ghazali (w. 1111) dalam kitabnya yang masyhur, Misykat al-Anwar. Salah satu ayat favorit saya adalah QS 2:269: wa man yu’ta al-hikmata faqad ‘utiya khairan katsira; barangsiapa diberikan hikmah (oleh Tuhan), sesungguhnya ia telah diberikan kebaikan yang melimapah.
Jika direnungi secara reflektif dan dengan menggunakan “mata rohani” yang tajam, ayat ini akan membawa kita kepada kebijaksanaan yang kita perlukan dalam kehidupan sehari-hari. Apa makna “hikmah” dalam ayat itu? Ibn Rusyd, filsuf besar Muslim dari Andalusia (Spanyol) yang hidup di abad ke-12, menyepadankan “hikmah” dengan “falsafah” dalam pegertain yang dikenal di Yunani. Dan ini bukanlah sesuatu yang mengada-ada, sebab kata “sophia” dalam bahasa Yunani sepadan-semakna dengan “hikmah” (kebijaksanaan) dalam bahasa Arab.
Ayat dalam surah al-Baqarah itu, dalam pandangan Ibn Ruysd, bermakna: barangsiapa diberikan anugerah berupa “filsafat”, maka ia akan mendapatkan kebaikan yang banyak. Tetapi, filsafat di sini harus dipahami dalam pengertian “hikmah” seperti akan saya jelaskan di bawah. Al-Razi (w. 1209), seorang teolog dari abad ke-12 yang menulis tafsir massif “Mafatih al-Ghaib”, menafsirkan hikmah di sini, antara lain, sebagai berikut: “al-takhalluq bi-akhlaqi Allah ‘ala qadri al-thaqah al-basyariyyah”; berusaha untuk berakhlak sebagaimana akhlak Tuhan seturut dengan kemampuan manusia.
Dengan kata lain, hikmah adalah usaha manusia untuk meniru tindakan Tuhan, untuk mendekati sifat-sifat ketuhanan. Oleh karena itu, dalam tradisi filsafat Islam, seorang filsuf, alias seseorang yang mempelajari dan mempraktekkan hikmah dalam kehidupannya, biasa juga disebut sebagai “al-muta’allih”, seseorang yang mencoba meniru dan mendekati sifat-sifar ketuhanan (“muta’allih” berasal dari akar kata “ilah” yang artinya: Tuhan).
Seorang filsuf besar Iran yang hidup hampir sezaman dengan Kiai Mutamakkin (Kiai Cebolek) dari Pati, yaitu Mulla Shadra (w. 1640), misalnya, disebut sebagai “shadr al-muta’allihin”, seorang “muta’allih” (dalam pengertian: seorang bijak yang berhasil medekati sifats-sifat ketuhanan) yang paling terdepan. Apa yang dikatakan baik oleh Ibnu Rusyd maupun al-Razi, walau diungkapkan dalam rumusan yang beda, pada dasarnya mengandung pengertian yang sama: hikmah adalah suatu kebijaksanaan yang lahir karena seseorang bertindak sesuai dengan ilmunya, dan dengan cara yang tepat, sesuai dengan siatuasi yang dihadapinya. Tindakan yang tepat, bijak, sesuai dengan ilmu, sesuai dengan situasi yang ada sejatinya adalah “tindakan ketuhanan” itu sendiri. Itulah akhlak yang sejatinya akhlak.
Seseorang yang medapatkan anugerah hikmah semacam ini, ia mendapatkan kebaikan yang berlimpah, sebagaimana diungkapkan dalam QS 2:296 itu. Di sini, kita harus membedakan antara dua hal: “ilmu” dan “hikmah”. Ilmu adalah sejenis informasi atau pengetahun yang bersifat “nadzari”, teoritis, yang berhasil kita transfer ke dalam pikiran atau otak. Ilmu adalah suatu entitas atau keberadaan yang sifatnya “virtual”; dia hanya ada dalam fikiran, belum mengalami transformasi menjadi tindakan. Sementara hikmah lain lagi: ia adalah ilmu yang sudah berubah menjadi laku, menjadi akhlak, menyatu dengan tubuh kita. Hikmah, kalau mau memakai bahasa dalam filsafat mutakhir, adalah “an embodied knowledge”, suatu pengetahuan yang sudah menyatu dalam tubuh kita. Pengetahuan tentang bagaimana cara berenang yang tertuang dalam buku-buku mengenai “teknik renang” adalah ilmu. Tetapi teknik renang yang sudah menyatu menjadi bagian dari tubuh Michael Phelps, seorang jagoan renang Amerika yang masyhur itu, adalah “hikmah”. Teknik kungfu yang tertulis dalam buku adalah ilmu. Tetapi teknik kungfu yang sudah menyatu dalam tubuh seorang Bruce Lee adalah hikmah, karena ia telah menjadi “an embodied knowledge”, ilmu yang ditubuhkan.
Dalam pandangan filsuf Muslim klasik (dan pandangan serupa juga kita jumpai dalam tradisi filsafat Yunani), sumber kebahagiaan (al-sa’adah [Arab]; eudaemonia [Yunani]) bukanlah harta, atau bahkan ilmu dalam pengertian “pengetahuan teoritis” (al-‘ulum al-nazariyyah), melainkan “hikmah”, yaitu ilmu yang sudah menjadi “laku”. Orang-orang Jawa sebetulnya memiliki istilah yang sangat bagus: ilmu dan “ngelmu”. Ilmu adalah pengetahuan sebatas sebagai informasi. Tetapi “ngelmu” adalah pengetahuan yang telah menyatu menjadi prilaku. “Ngelmu iku kalakone kanti laku,” demikian dikatakan dalam Serat Wulangreh karya Pakubuwono IV (w. 1820). Ilmu yang tidak berlanjut menjadi “laku”, menjadi panduan dalam prilaku hidup sehari-hari, dan berhenti hanya menjadi informasi yang ditimbun di kepala, akan mejadi sumber kesengsaraan. Seseorang yang memiliki banyak informasi dan pengetahuan mengenai banyak hal, tetapi tidak bisa “meng-eksekusi” pengetahuannya itu, dia bisa mengalami frustrasi yang berat, bahkan depressi. Ini terjadi pada banyak sarjana yang meraih pengetahuan berlimpah dari Barat, kemudian pulang ke tanah air, dan, karena satu dan lain hal, tidak bisa menerapkan ilmunya itu. Orang-orang seperti ini rentan mengalami tekanan mental yang akut.
Kebahagiaan yang tak ternilai bagi seorang yang memiliki ilmu adalah mendapatkan “panggung”, kesempatan, lahan, “kavling sosial” untuk menerapkan ilmunya, untuk menerjemahkan ilmunya itu menjadi “laku”, lalu melahirkan “hikmah”. Bagi saya, keistimewaan para kiai di pesantren-pesantren bukanlah karena banyaknya ilmu yang mereka kuasai, meruahnya kitab yang mereka koleksi dan pajang ruang tamu, melainkan kemampuan para kiai itu menjadikan ilmu yang mereka miliki sebagai “laku”. Dari segi ilmu, jelas para kiai itu kalah jauh dari para sarjana dan profesor yang mengajar di perguruan tinggi modern. Publikasi ilmiah para kiai di pondok-pondok itu jelas sangat minimal, jika malah bukan nihil sama sekali. Tetapi, dari segi hikmah dan “laku”, jelas para kiai itu jauh mengungguli para profesor di universitas-universitas modern. Sebab, para kiai ini tidak sekedar mempelajari ilmu sebagai “an exercise in intellectual luxury”, menjalani suatu kegiatan intelektual yang mewah.
Bagi mereka, ilmu adalah langkah awal untuk menjadi seorang yang bijak. Ilmu yang tertansformasi menjadi “laku” inilah yang membuat seseorang bisa memiliki “kualitas linuwih”. Di pesantren di daerah pantura Jawa Tengah, kualitas seperti ini disebut: “suwuk”. Seseorang yang telah me-“lako”-ni ilmunya sepanjang hayat, ia akan bisa menjadi “guru” dalam pengertian “mursyid” (master) yang bisa dapat mengubah watak dan kepribadian orang lain, seperti tergambar dalam kisah Sunan Kalijaga yang berubah total, dari seorang yang berperangai buruk menjadi seorang wali, hanya gara-gara bertemu dengan sosok bijak, muta’allih, bernama Sunan Bonang. Seorang “hakim” adalah seperti seseorang yang menguasai ilmu “alchemy” dalam pengertian tradisional.
Sebagai disiplin ilmu, alkemi jelas sudah terdiskreditkan oleh penemuan kimia modern. Tetapi sebagai “ilmu rohani”, alkemi jelas tidak bisa digantikan oleh ilmu yang terakhir itu. Alkemi adalah ilmu yang dipercayai bisa mengubah logam biasa (misalnya besi) menjadi logam mulia (seperti emas). Seorang “hakim” yang “muta’allih” layaknya seorang ahli alkemi: dia bisa bertindak seperti Sunan Bonang itu, mengubah seseorang yang akhlaknya kasar, preman (persis dengan logam biasa – “besi”) menjadi seseorang yang berakhlak mulia, seperti “emas”. Hikmah adalah ilmu yang bersifat transformatif, dia mengubah seseorang dari “logam biasa” menjadi “logam mulia”, dari manusia biasa menjadi “insan kamil”, manusia sempurna. Ini tidak terjadi pada ilmu yang berhenti menjadi pengetahuan teoritis belaka. Hikmah adalah ilmu yang mengalami transformasi menjadi laku, dan dari sanalah kebahagiaan memancar.******Ulil Abshar Abdalla Cendekiawan muslim
JAKARTA – Selebriti cantik Jessica Mila bercerita keinginannya meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Wanita yang akrab disapa Mila tersebut menganggap bahwa pendidikan amat penting bagi kehidupan untuk menunjang karir keartisannya.
Dengan pendidikan, Mila dapat berpikiran yang lebih luas dan menjadikannya seorang yang kritis.”Sangat penting karena pendidikan itu jadi kebutuhan dasar seseorang dalam meraih mimpinya,” ujar Mila .
Melalui pendidikan, Mila dapat belajar banyak hal khususnya bisa beradaptasi dengan perubahan dan disiplin dalam berkarir sebagai artis.
Dunia pendidikan dengan segudang ilmu akan menjadikan seseorang menjadi berubah, Mila mengungkapkan dengan adanya pendidikan akan menunjang kehidupannya.
“Aku ngerasa dari dunia pendidikan pola pikir aku jadi lebih terbuka terus kayak aku juga belajar untuk berpikir kritis, bernegosiasi,” ujar Mila.Dari pendidikannya selama kuliah, Mila mendapat banyak hal diantaranya kedisiplinan dalam membagi waktu yang membantu dirinya dalam dunia kerjanya sebagai artis.
Wanita beramput panjang tersebut berniat akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dalam beberapa waktu.
“Pengen sih, kalau ditanya pasti pengen banget bisa lanjut kuliah lagi pengen antara belajar psikologi atau ambil fashion bisnis,” ujar Mila.
Mila berniat mengambil jurusan psikologi dan fashion bisnis di luar negeri, hanya saja dirinya merasa bingung lantaran harus meninggalkan pekerjaannya sebagai artis tanah aor.
Menimbang ilmu di luar negeri merupakan salah satu impiannya sejak lama, ada satu jurusan yang menarik perhatian Mila yakni psikologi.
Alasan Mila ingin mendalami ilmu psikologi karena didalamnya berbicara tentang karakteristik orang.
“Menurut aku itu juga akan berguna bagi pekerjaan akau kaya misalkan dalam dunia akting akau harus memerankan beberapa karakter,” ujar Mila.
Saat ini, Mila sudah bertanya pada pihak terkait mengenai kelanjutan pendidikannya yang akan dilakukan di luar negeri.(*/Nia)
JAKARTA – Aktris Dian Sastrowardoyo kini ikut merambah kariernya di dunia produser perfilman.Baru-baru ini Dian Sastrowardoyo tampil sebagai produser kreatif sinema ‘Guru-guru Gokil’.
Tidak hanya menjadi produser tetapi aktris berusia 37 tahun ini sekaligus berperan sebagai guru dalam film tersebut.Saat ditemui awak media, Dian Sastro mengaku bahwa dirinya sangat menikmati menjadi seorang produser.
Dikutip dari akun Instagram @cuapcuap_mop Indonesia pada Rabu, 22 Januari 2020, Dian mengaku ingin membuat film lainnya dan mencoba lagi peluang menjadi sutradara.
“Terus terang sih setelah mengalami pengalaman ini, jujur saya ketagihan.
“Jadi kepikiran langsung ingin bikin film apa lagi ya. Karena terus terang pengalaman jadi produser ini ternyata jauh lebih menarik.
“Jauh lebih repot terus terang aja, jauh lebih capek, jauh lebih susah.”Tapi kok ketagihannya, bingung enggak? Jadi kaya susah banget tapi engga kapok penasaran pengen lagi, jadi semangat sih,” ungkap Dian Sastro.
Dian Sastro mengaku bahwa dirinya masih penasaran dengan dunia produser yang sedang ia garap kini.
Meskipun merasa kerepotan namun pemeran utama ‘Ada Apa Dengan Cinta’ ini sangat menikmati prosesnya.Menjadi produser membuat Dian Sastro ingin terus belajar dan semakin semangat mengembangkan kariernya menjadi produser sebuah film.
Diketahui Dian Sastro tengah membuat tiga film baru dengan diawali oleh film layar lebar Guru-guru Gokil dengan berkolaborasi bersama BASE entertainment.
Film pertamanya tersebut pun telah merilis poster dan trailernya pada Rabu, 22 Januari 2020.(*/Ind)
JAKARTA – Pernah gagal dalam pernikahan membuat penyanyi dan presenter Wika Salim lebih hati-hati dalam memilih pasangan pengganti.
Meski demikian, si cantik yang kini mendampingi komedian Tukul Arwana di acara ‘Ini Baru Empat Mata’ itu tak memberikan syarat yang muluk-muluk untuk pasangan berikutnya.
“Standar saja, yang penting sama-sama sayang, sama-sama ingin memberikan kebahagiaan,” katanya.
Pastinya, Wika tak mau pengalaman buruknya terulang di kemudian hari. “Makanya saya lebih hati-hati dan enggak mau buru-buru,” kata janda 27 tahun ini.(*/Ind)
NYALI Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang diuji. KPK sedang ditantang untuk mengusut tuntas kasus dugaan suap dengan tersangka Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang ditangkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (8/1).
Dalam kasus ini KPK diminta menyelidiki dugaan keterlibatan oknum pengurus PDI Perjuangan (PDIP) yang notabene partai penguasa sekaligus penyokong utama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Banyak yang meragukan KPK bisa ”mengobok-obok” Partai Banteng sebagaimana dilakukan pada partai lain yang kadernya terjerat korupsi. Bahkan, ada yang memprediksi kasus ini hanya akan berhenti pada Wahyu dan tiga orang lainnya yang juga sudah jadi tersangka. Adapun pengurus PDIP kemungkinan bakal sulit ”tersentuh”.
KPK seharusnya tidak perlu gentar hanya karena alasan akan berbenturan dengan tembok kokoh bernama kekuasaan. Siapa pun pihak yang diduga terlibat kasus ini, tak terkecuali Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, seharusnya bisa diproses. Nama Hasto terseret dan ramai dibicarakan pasca-OTT terhadap Wahyu.
Keraguan publik KPK berani mengusut dugaan keterlibatan pengurus PDIP berangkat dari sejumlah fakta yang janggal. Pertama, gagalnya tim lapangan KPK menyegel kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Ini memang cukup aneh mengingat selama ini penyidik KPK nyaris tidak pernah menemui hambatan apa pun ketika hendak menyegel, ataupun menggeledah, sebuah tempat guna kepentingan penyelidikan atau penyidikan.
Kedua, penyidik KPK pada hari yang sama juga gagal memasuki Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jakarta Selatan. Kabarnya, tim KPK datang untuk menangkap Hasto Kristiyanto yang diduga sedang berada di tempat itu. Bahkan, yang ironis, justru tim KPK yang digeledah oleh aparat kepolisian di tempat tersebut.
Hasto telah membantah dirinya berada di PTIK saat tim KPK datang. Namun, elite PDIP ini tetap saja terseret, apalagi ada dugaan dua orang yang juga ditangkap KPK, yakni DON dan SAE, merupakan staf Hasto.
Wahyu Setiawan diciduk KPK karena diduga menerima suap Rp400 juta terkait upaya pemulusan proses pergantian antarwaktu (PAW) caleg PDIP Harun Masiku. KPK sudah menyatakan bakal memeriksa pihak-pihak yang diduga memiliki kaitan dalam dugaan suap itu, termasuk Hasto.
Boleh saja KPK berjanji memeriksa siapa saja yang diduga terlibat. Namun, jika melihat lemahnya taring KPK sejak awal misalnya saat Hasto ”tak tersentuh” saat berada di PTIK dan kegagalan menyegel kantor pusat PDIP, maka wajar jika publik sangsi.
Keraguan publik diperkuat pula dengan lambannya penerbitan izin penggeledahan kantor DPP PDIP oleh Dewan Pengawas KPK. Mengapa izin tersebut harus ditunggu berhari-hari? Siapa yang menjamin tidak dilakukan penghilangan barang bukti karena lamanya proses izin? Lambannya penerbitan izin menggeledah oleh Dewan Pengawas makin menguatkan dugaan selama ini bahwa KPK memang sengaja dilemahkan di balik penerbitan UU KPK yang baru.
Belum lagi narasi-narasi yang dibangun komisioner KPK yang seolah-olah tidak mempermasalahkan penolakan terhadap tim lapangan KPK, baik saat di kantor DPP PDIP maupun di PTIK. Jika memang KPK merasa dihalang-halangi, harusnya terbuka saja berbicara ke publik. Dengan sikap komisioner KPK yang terkesan permisif dengan hambatan di lapangan, itu makin menimbulkan tanda tanya publik. Ini ada apa?
Namun, KPK bisa menjawab semua keraguan ini apabila dalam lanjutan proses pengungkapan kasus suap ini tetap independen dan tak pandang bulu. KPK jangan membiarkan publik berspekulasi macam-macam karena sikapnya yang terkesan ”balik badan” ketika berhadapan dengan partai penguasa. Jika memang ada kader dan petinggi PDIP, atau siapa pun yang terlibat, KPK jangan pernah gentar. KPK jangan ragu karena dukungan rakyat di belakang mereka.
Di awal masa tugas, KPK jilid baru ini memang sempat diragukan banyak pihak. Namun, kepercayaan publik mulai tumbuh seiring gebrakan KPK yang langsung melakukan OTT terhadap bupati Sidoarjo dan komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Ini tentu poin penting. Kepercayaan publik yang mulai kembali ini seharusnya bisa dijaga dengan menunjukkan integritas dan independensi. Kita mengenal jargon ”Berani Jujur Hebat!” yang diusung KPK. Kali ini KPK ditantang mengusut dugaan keterlibatan oknum pengurus elite PDIP. Jika itu bisa dilakukan, KPK bolehlah disebut berani dan hebat.*****
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro