JAKARTA – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhyiddin Junaidi menyoroti pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2020 menjadi UU. Muhyiddin menilai pengesahan aturan itu sebenarnya telah membabat habis dan mengebiri wewenang DPR sebagai wakil rakyat.
“Kini giginya (DPR) sudah ompong bagaikan singa tua. Ia hanya kelihatan gagah dan menakutkan tapi sudah powerless,” kata Muhyiddin dalam keterangan resminya, Jumat (15/5).
Muhyiddin memandang, kepercayaan rakyat pada DPR telah luntur. DPR justru lunak dalam pengesahaan UU nomor 1 tahun 2020. Padahal ia merasa aturan itu berdampak negatif buat rakyat.
“Semua mengkhawatirkan munculnya pemerintahan tanpa pengawasan. Kebijakan pemerintah akan sangat otoriter dan tak bisa dikendalikan,” ujar Muhyiddin.
Selama ini, Muhyiddin mengingatkan, bahwa kebijakan amburadul dan sewenang-wenang terbukti menyengsarakan rakyat. Bahkan menurutnya tak menutup kemungkinan menciptakan frustasi massal.
“Demo-demo rakyat dengan skala apapun tak lagi direspon karena DPR sudah terkoptasi dan aspirasi rakyat mandeg,” ucap Muhyiddin.
Diketahui, (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang diresmikan DPR sebagai UU mengatur tentang kebijakan keuangan dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona. Bentuknya diantaranya bantuan sosial, stimulus ekonomi untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan koperasi, serta antisipasi terhadap sistem keuangan.
Ada sejumlah pasal yang bermasalah dalam UU tersebut. Pertama, substansi Pasal 27 menghilangkan pengawasan konstitusional oleh DPR. Sehingga membuat lembaga yudisial pun tidak bisa menyidangkan perkara mengenai penyimpangan yang bisa saja dilakukan pejabat publik dalam penanganan COVID-19.
Pasal tersebut juga memberikan imunitas atau kekebalan hukum kepada pejabat negara. Tindakan atau keputusan yang diambil berdasarkan UU penanganan COVID-19 itu tidak bisa dijadikan objek gugatan.
Kemudian, pasal 28 meniadakan keterlibatan DPR dalam pembuatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Perubahan APBN 2020 hanya diatur melalui peraturan presiden (Perpres).(*/Ag)
JAKARTA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan pada Desember 2020 terlalu berisiko.
Jika tetap dipaksakan, bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap demokrasi akan menurun.
“Pilkada bulan Desember menurut kami terlalu berisiko, baik risiko bagi kesehatan para pihak, ini Pak Menkes sudah ngomong sendiri, maupun risiko menurunnya kualitas pelaksanaan tahapan Pilkada,” ujar Direktur Eksekutif Perludem, Titi Aggraini, dalam diskusi daring, Minggu(17/5).
Titi mengatakan, semestinya pelaksanaan Pilkada tidak hanya memperhatikan kapan pandemi Covid-19 berakhir. Hal lain yang juga mesti diperhatikan dan dipastikan ialah pandemi sudah berakhir di sebagian besar wilayah Indonesia ketika tahapan Pilkada dimulai.
Bukan hanya ketika pemungutan suaranya saja.
“Bila tak disikapi dengan serius, maka kalau Pilkada tetap dipaksakan bukan tidak mungkin dampaknya juga mempengaruhi menurunnya kepercayaan publik pada demokrasi,” kata dia.
Melihat situasi dan kondisi saat ini, Titi menyatakan, Perludem menilai pemungutan suara tidak mungkin dilakukan di Desember 2020. Pasalnya, tahapan persiapannya masih bersentuhan dengan masa pandemi. Hal tersebut, kata dia, dapat membawa risiko kesehatan bagi petugas, pemilih, maupun peserta pemilihan.(*/Ad)
“KPU menurut kami harusnya secara independen, mandiri, dan percaya diri, sesuai kapasitas dan kompetensi yang ada padanya, harus berani membuat keputusan untuk menunda bila memang atas keyakinan dan kemandirian yang dimiliki oleh KPU Desember 2020 tidak memadai untuk melaksanakan Pilkada,” tuturnya.
JAKARTA – Pengamat politik Adi Prayitno menganggap Prabowo Subianto dan Anies Baswedan sebagai dua sosok potensial yang akan berlaga di ajang Pemilihan Presiden 2024 mendatang. Keduanya memiliki keunggulan sekaligus catatan masing-masing.
“Politik kita dinamis, tapi jalan panjang menuju Pilpres 2024 bisa diteropong dari sekarang. Jauh sebelum ini, survei yang saya gagas menyebutkan dua nama ini unggul di antara figur lainnya, relatif memiliki elektabilitas di atas rata-rata,” kata Adi , Jumat (15/5/2020).
Dia menjelaskan, Prabowo saat ini jelas memiliki panggung. Selain dipercaya menempati posisi Menteri Pertahanan, dia juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Akan tetapi, Adi menyoroti catatan kritis terkait tokoh tersebut.
Dia sangsi apa mungkin Prabowo akan mencalonkan diri di Pilpres untuk keempat kalinya. Sebelum ini, Prabowo menjadi kandidat calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri pada 2009, dan menjadi kandidat calon presiden di Pilpres 2014 dan 2019.
Apabila Prabowo memang mencalonkan diri, tidak menutup kemungkinan akan mendapat dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Adi mengatakan, Gerindra dan PDIP punya garis sejarah masa lalu yang kuat, termasuk dalam hal membawa Jokowi ke Jakarta.
PDIP dan Gerindra juga pernah bersama-sama menjadi oposisi. Tidak dimungkiri pula, PDIP yang membuka pintu lebar bagi Prabowo masuk ke koalisi pemerintah. Salah satu opsi, pada simulasi kandidat nanti Prabowo dipasangkan dengan Puan Maharani.
“Biasanya ada simulasi pencalonan. Dites ke pasar apakah calon yang diusung marketable, kalau elektabilitasnya leading, kalkulasi dan simulasinya cocok, mungkin saja,” tutur dosen Komunikasi Politik di UIN Syarif Hidayatullah itu.
Sementara, Adi mengatakan sosok Anies Baswedan cukup populer. Tetapi dia tidak punya partai sebagai kendaraan politik. Bagaimanapun, syarat ambang batas atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen dalam pemilihan presiden bukan perkara mudah.
Anies juga memiliki tantangan lain, yakni masa pemerintahannya sebagai Gubernur DKI Jakarta berakhir pada 2022. Usai periode tersebut, Anies perlu mencari cara untuk menjaga elektabilitasnya. Meskipun, keputusan Anies tidak berpartai menjadi kelemahan sekaligus kelebihan.
Dengan demikian, semua partai bisa tertarik untuk mengusungnya. Adi mengatakan, partai yang mungkin memberikan dukungan termasuk PKS, PAN, dan mungkin juga PPP. Belum tentu hanya parpol Islam, apalagi Anies dahulu salah satu deklarator ormas Nasdem sebelum menjadi partai.
“Anies memiliki magnet elektoral. Dia gubernur, media darling, dan dianggap sebagai figur yang berseberangan dengan pemerintah. Kalau cari pemimpin di luar pemerintah, yang selalu berhadap-hadapan, Anies penantang satu-satunya yang muncul,” tukasnya.(*Ad)
JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono mengkritik langkah pemerintah yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Menurutnya, hal ini justru akan memberatkan masyarakat, khususnya yang terdampak.
“Pandemi juga menciptakan peningkatan pengangguran dan angka kemiskinan. Masyarakat ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula,” cuit AHY lewat akun Twitter resminya, Jumat (15/5/2020).
AHY kemudian membandingkan proyek infrastruktur yang selalu dapat ditalangi lebih dahulu oleh pemerintah. Padahal di tengah pandemi virus Covid-19, kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas.
“Kami yakin pemerintah bisa realokasikan anggaran pembangunan infrastruktur yang belum mendesak untuk menutupi kebutuhan Rp20 T bagi BPJS Kesehatan,” ujar AHY.
Meski begitu, ia mengaku paham bahwa BPJS Kesehatan terus mengalami defisit. Namun menaikkan iuran, dinilainya bukan satu-satunya solusi. Menurutnya, saat ini yang diperlukan adalah memperbaiki tata kelola BPJS Kesehatan. Serta evaluasi peserta yang benar-benar membutuhkannya.
“BPJS Kesehatan dibuat agar negara hadir dalam menjaga kualitas kesehatan rakyat. Terutama di tengah krisis kesehatan & tekanan ekonomi saat ini. Kita harus prioritaskan jaminan kesehatan untuk masyarakat,” katanya.
Diketahui, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020. Kenaikan iuran berlaku untuk kelas I dan kelas II terlebih dahulu. Sementara itu, iuran kelas III baru akan naik pada tahun 2021.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dikutip dari dokumen perpres yang diunggah di situs resmi Sekretariat Negara, pasal 34 beleid tersebut menyebutkan perincian iuran yang akan berlaku.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa besaran iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) kelas I sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta. Iuran kelas II sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta PB atau pihak lain atas nama peserta.
Sementara itu, iuran kelas III baru naik pada 2021 mendatang. Untuk 2020, iuran kelas III ditetapkan Rp 25.500 per orang per bulan dibayar peserta PBPU dan PB atau pihak lain atas nama peserta. Baru pada 2021, tarifnya naik menjadi Rp 35 ribu per orang per bulan.(*/Ag)
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) nomor 17 tahun 2020 tentang perubahan atas PP 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Peraturan yang ditandatangani presiden pada 28 Februari 2020 ini semakin mengukuhkan kewenangan presiden untuk mengangkat, memutasi, dan mencopot PNS.
PP 17 tahun 2020 ini sebenarnya menambah sejumlah poin dari yang sudah diatur dalam PP 11 tahun 2017. Dalam pasal 3 dalam aturan itu disebutkan bahwa presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS.
Aturan ini juga mengatur bahwa presiden dalam mendelegasikan kewenangannya dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentikan PNS kepada sejumlah pihak. Pihak-pihak yang bisa diberi kewenangan oleh presiden antara lain menteri, pimpinan lembaga di lembaga pemerintah non-kementerian, sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan lembaga non-struktural, gubernur provinsi, dan bupati atau wali kota di kabupaten/kota.
Namun, pada PP 17 tahun 2020, ada penambahan ayat dalam pasal 3 yang mengatur bahwa pendelegasian kewenangan dapat ditarik kembali oleh presiden untuk dua alasan. Pertama, ada pelanggaran prinsip sistem merit yang dilakukan oleh PPK atau untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
Untuk informasi, sistem merit diterapkan demi memastikan jabatan yang ada di birokrasi pemerintah diduduki pegawai yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi. Perubahan juga terjadi untuk pasal 106 yang mengatur mengenai jabatan pimpinan tinggi (JPT).
Pada aturan yang lama, disebutkan bahwa JPT utama dan madya tertentu di bidang tertentu tidak dapat diisi oleh kalangan non-PNS. Namun dalam aturan yang baru, ditambahkan penjelasan pada ayat 3 bahwa ketetapan tersebut dapat dikecualikan sepanjang ada persetujuan presiden.
“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dikecualikan sepanjang mendapat persetujuan dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari menteri, Kepala BKN, dan Menteri Keuangan,” bunyi pasal 106 ayat 3.
Kemudian ditambahkan pula ayat 4 yang menjelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai JPT utama dan madya yang dapat diisi oleh kalangan non-PNS akan diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres).
Selain tambahan pada dua pasal tersebut, masih ada sejumlah tambahan lainnya yang diatur dalam PP yang baru ini. Dokumen PP 17 tahun 2020 ini sudah diunggah di situs resmi Kementerian Sekretariat Negara.(*/Ad)
JAKARTA – Wakil Ketua Umum (Waketum) PAN Yandri Susanto menyesalkan kebijakan Presiden Joko Widodo yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan di saat masyarkat tengah tertekan karena pandemi COVID-19.
Dia mendesak pemerintah membatalkan kebijakan itu karena semakin meruntuhkan antibodi masyarakat di tengah berbagai terpaan persoalan akibat pandemi yang berkepanjangan.
“Ini sungguh mengagetkan kita semua dan kita minta Pemerintah Republik Indonesia membatalkan keputusan itu. Karena hari ini rakyat sedang kesusahan luar biasa. Makan saja susah, pekerjaan susah, PHK di mana-mana, masa sih pemerintah yang katanya melayani rakyat, mau menyejahterakan rakyat Indonesia.
Kok tiba tiba di tengah penderitaan luar biasa pemerintah menaikkan iuran BPJS,” kata Yandri, Kamis (14/5/2020).
Menurut Ketua Komisi VIII DPR ini, persoalan Kesehatan adalah hal yang serius dan jaminan Kesehatan merupakan tanggung jawab pemerintah dan ini hak konstitusional rakyat.
Karena itu, dia mendesak agar pemerintah membatalkan kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan di akhir bulan Ramadhan ini demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
“Karena hari ini di tengah Corona, masak sih pemerintah menaikkan iuran BPJS, ya Allah ini sungguh meruntuhkan antibodi masyarakat yang hari ini harus menghadapi banyak cobaan,” ujar Yandri.
Legislator Dapil Banten II ini menambahkan bahwa hal ini pernah disampaikannya saat melakukan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Keuangan (Menkeu) dan Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK). “Janganlah pemerintah menaikkan iuran BPJS karena itu adalah sebuah kezaliman di tengah penderitaan rakyat Indonesia.
Mohon kiranya kenaikan BPJS itu dibatalkan untuk membahagiakan rakyat Indonesia,” tegasnya.(*/Ad)
JAKARTA – Kapolri Jenderal Idham mengeluarkan Surat Telegram Rahasia (TR) nomor ST/1449/V/KEP./2020 per tanggal 13 Mei 2020 yang berisikan larangan mudik bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri untuk mudik saat pandemi Covid-19.
Hal ini terkait dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Nasional.
Dalam surat TR yang ditandatangani oleh AS SDM Kapolri Brigjen Sutrisno Yudi Hermawan, meskipun dilarang mudik, PNS Polri diperbolehkan melintas di wilayah batas negara dan administrasi selama memiliki kepentingan dinas. Sebagaimana, dimaksud dalam surat edaran gugus tugas tersebut.
“Polri berkomitmen untuk mencegah peredaran Covid-19, ditegaskan kembali kepada anggota Polri dilarang Mudik kecuali perjalanan dinas dan ijin khusus dengan kelengkapan sesuai protokol Covid-19,” kata Kadiv Humas Polri Brigjen Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (14/5/2020).
Kembali ke surat telegram itu, pemberian izin perjalanan dinas pun harus dilakukan secara selektif dan penuh kehati-hatian. Pemberian rekomendasi itu juga harus memperhatikan tingkat urgensi serta kriterian pengecualian dan persyaratan.
Selain itu, mereka yang bertugas juga harus mengantongi persyaratan. Antara lain, surat tugas sesuai ketentuan yang berlaku, menunjukam surat keterangan sehat atau hasil negatif dari virus corona yang didapatkan dari dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas dan klinik kesehatan.
Lalu, menunjukan kartu identitas diri, KTP atau yang lainnya, dan melaporkan rencana perjalanan yang berisikan waktu keberangkatan, jadwal dari kedinasan dan jadwal kepulangan.
Namun, apabila PNS Polri tidak dapat memenuhi syarat itu dan tidak berdasarkan kepentingan kedinasan, maka tidak diperkenankan untuk melakukan perjalanan ataupun mudik saat pandemi Covid-19.
Apabila nekat, Polri telah menyiapkan sanksi tegas sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) atau payung hukum yang berlaku.
“Kami Berharap bersama Pendemi Covid-19 segera berakhir, ” tutur Argo.
Di sisi lain, Kapolri juga memperpanjang massa Work From Home (WFH) bagi PNS Polri hingga 29 Mei 2020 mendatang. Hal itu diatur dalam surat telegram bernomor ST/1458/V/KEP./2020 per tanggal 14 Mei 2020.(*/Ag)
JAKARTA – Konsisten dengan pendapat saat rapat Badan Anggaran, anggota Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam Kembali menyuarakan penolakan terhadap Perppu 1/2020. Menurut Ecky, Perppu 1/2020 seharusnya tidak boleh membuat norma hukum yang berpotensi bertentangan dengan konstitusi
“Antara lain tercabutnya hak budget rakyat yang diwakili oleh DPR. Terlanggarnya prinsip kesetaraan dan persamaan di hadapan hukum,” kata Ecky, Selasa (12/5/2020).
Menurut anggota dewan dari Dapil Jawa Barat III ini, Perppu 1/2020 justru tidak menunjukkan komitmen Pemerintah untuk penanganan wabah Covid-19, terutama dalam sisi kesehatannya.
“Tidak ada satu pasal dan ayat yang menjamin bahwa Pemerintah akan mendanai seluruh anggaran penanganan Covid-19. Komitmen mengenai perlindungan terhadap rakyat yang terdampak secara ekonomi, buruh dan karyawan yang terkena PHK, maupun pekerja sektor informal tidak tampak pada Perppu ini,” ucapnya.
Lebih lanjut Ecky mengkritisi, tidak adanya batas defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam Perppu 1/2020. “Hilangnya batas atas defisit APBN membuka kewenangan Pemerintah untuk berutang bebas tanpa batas atas,” tegasnya.
Ecky memperingatkan, Perppu 1/2020 justru memberi karpet merah bagi bailout atas bank dan/atau lembaga keuangan seperti saat terjadinya BLBI.
“Saat krisis 1998 kebijakan BLBI akhirnya membebani negara dan rakyat hingga lebih dari Rp600 triliun, bahkan hingga 1.000 triliun jika diperhitungkan akumulasi bunga, dan rakyat juga masih lekat ingatannya dengan ]kasus bailout century pada 2008,” jelasnya.
Menurut Ecky, saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang (UU) tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan yang ruhnya adalah bail-in, di mana pemilik bank dan industri perbankan sendiri yang menanggung beban, bukan negara.
Kata dia masalah lain dari Perppu 1/2020 adalah membuka peluang terjadinya blanket guarantee (jaminan penuh) bagi para nasabah kakap di atas Rp2 miliar yang jauh dari rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
“Seharusnya pada masa krisis, bank bisa juga menanggung beban. Bank seharusnya membebaskan bunga bagi pinjaman UMKM dan ultra mikro, bukan malah meminta atau mengalihkannya menjadi beban pemerintah,” ungkapnya.
Sebagai penutup Ecky menegaskan, Perppu 1/2020 tidak mengatur dan tidak menjamin keberpihakan negara dan Pemerintah kepada pemulihan ekonomi sektor riil yang menyangkut hajat hidup mayoritas rakyat Indonesia dan meningkatkan konsumsi rumah tangga.
“Ironisnya, Perppu ini justru lebih fokus pada penanganan krisis sistem keuangan yang sebenarnya sudah ada undang-undangnya,” ungkapnya.(*/Ad)
JAKARTA – DPR secara resmi mengesahkan revisi Rancangan Undang-Undang (Minerba) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi UU.
Pengesahan dilakukan dalam rapat pengambilan keputusan tingkat II rapat paripurna, Selasa (12/5/2020).
“Apakah pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?,” tanya Puan disambut kata setuju anggota DPR yang hadir.
Sebelum disahkan, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto menyampaikan laporannya. Dalam laporannya, Bambang mengatakan berdasarkan pembicaraan di tingkat pertama delapan fraksi menyepakati revisi UU Minerba untuk diundangkan.
Sementara Fraksi Partai Demokrat menjadi satu-satunya fraksi yang menolak RUU Minerba disahkan.
“Kami menyadari bahwa RUU Minerba ini belumlah menyenangkan semua pihak, namun kami bahwa RUU ini akan mampu memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi saat ini terutama yang berkaitan dengan tata kelola kegiatan pertambangan di Indonesia,” ujar Sugeng.
Dalam perjalanannya pengesahan RUU Minerba sempat tertunda pada akhir masa jabatan DPR periode 2014-2019 dan disepakati menjadi RUU yang di carry over. Pembahasan dimulai kembali pada rapat kerja antara komisi VII DPR dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 13 Februari 2020.
Dalam rapat tersebut juga melanjutkan pembahasan pembicaraan tingkat I lanjutan dengan tahapan pembahasan daftar inventaris masalah (DIM) sebanyak 938 DIM dan pembentukan panja RUU Minerba. Pembahasan pun dilakukan secara intensif mulai 17 Februari hingga 6 Mei 2020.
RUU Minerba juga telah disinkronisasikan dengan RUU Cipta Kerja sebagaimana keinginan pemerintah. Hasil sinkronisasi tersebut menghasilkan perubahan substansi sehingga perlu dilakukan penyesuaian terutama yang berkaitan dengan kewenangan pengelolaan pertambangan minerba, penyesuaian nomnkelatur perizinan, dan kebijakan terkait divestasi saham.
Kemudian pada 11 Mei 2020 DPR akhirnya menyetujui RUU Minerba untuk dibawa pada pengambilan keputusan tingkat II. Ketua DPR Puan Maharani mengatakan sebanyak 296 anggota hadir dalam rapat paripurna tersebut. “Dihadiri 296 orang anggota, 255 orang virtual dan 41 orang fisik, tepuk tangan,” kata Puan diikuti tepuk tangan anggota DPR yang hadir.(*/Ad)
JAKARTA – Sosiolog UGM M Najib Azca menyatakan, krisis akibat wabah Covid 19 yang bermula dari masalah di bidang kesehatan bisa menjadi krisis ekonomi.
Krisis ekonomi tersebut bisa memicu keresahan sosial dan potensi kerawanan sosial.
“Bahkan, masalah sosial ini bisa berujung pada kemungkinan terjadi krisis di bidang politik. Potensi-potensi dampak ikutan lain terebut harus diantisipasi dan dipersiapkan jika pandemi ini berlangsung dalam durasi yang panjang,” M Najib Azca dalam Webinar Ekonomi yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia /PP-KBPII (10/5).
Diskusi ini diselenggarakan dalam rangka memberikan kontribusi pemikiran dan gagasan di bidang ekonomi untuk mengatasi dampak dari pandemi covid-19. Acara ini diikuti oleh seratus pesarta baik dari KBPII dan aktivis PII di seluruh tanah air maupun dari kalangan eksternal (umum), serta disiarkan secara langsung (live streaming) melalui Facebook.
Sosiolog yang banyak meneliti masalah terorisme ini menambahkan, Indonesia diuntungkan dengan adanya kekuatan modal sosial dan solidaritas sosial yang kuat. Dalam hal ini, Indonesia menduduki peringkat kelima dunia dari sisi kekuatan modal sosialnya, dan rangking paling atas dalam hal indeks memberi (world giving index).
Menurut Najib, secara tidak langsung, modal sosial ini sangat membantu kerja pemerintah dalam menanggulangi pandemi. Namun, ia juga memprediksi apabila pandemi ini berlarut-larut hingga berganti tahun, kekuatan modal sosial Indonesia dalam menopang bantuan sosial terhadap masyarakat miskin dimungkinkan hanya dapat bertahan maksimal hingga akhir tahun 2020.
“Sebagai alternatif solusi untuk menghadapi normalitas baru (the new normal), ia menyarankan untuk mengembangkan socioprenreur di kalangan masyarakat, yakni program-program sosial yang dikerangkai dengan jiwa entrepreneurship agar program sosial tersebut dapat sustainable.
Sementara itu, Ketua Umum PP KBPII Narsullah Larada menekankan bahwa pandemi covid-19 memang telah berdampak besar terhadap berbagai sektor kehidupan, terutama sosial-ekonomi. Meskipun demikian, situasi tersebut harus dijadikan sebagai peluang dan momentum untuk membangun kemandirian ekonomi dengan dukungan kekuatan modal sosial yang dimiliki oleh umat.
“Kepada segenap anggota KBPII di seluruh tanah air untuk ikut berkontribusi dan berjuang bersama dalam menyelesaikan krisis sosial-ekonomi tersebut,”tukasnya.(*/Ad)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro