BOGOR – AKP Fadli M Amri digeser dari posisi strategis sebagai Kasat Lantas Polres Bogor, untuk menjadi Kapolsek Klapanunggal. Sementara rekan sejawatnya, yakni Kasat Reskrim Polres Bogor, AKP Benny Cahyadi menjadi Kapolsek Cileungsi.
Serah terima jabatan pun langsung dipimpin Kapolres Bogor AKBP Roland Ronaldy, Kamis (18/6) pagi, lengkap dengan penerapan protokol kesehatan.
“Rotasi dan mutasi adalah hal yang biasa terjadi di tubuh Polri untuk kinerja yang lebih baik ke depannya,” kata Roland.
Selain Benny dan Fadli, ada juga beberapa pejabat Polres Bogor yang dimutasi jabatan, mulai dari beberapa polsek hingga kepala bagian.
Kabag Sumda Polres Bogor yang semula dijabat oleh Kompol Hida Tjahjono digantikan dengan Kompol Noorjamil. Kemudian Kasat Reskrim Polres Bogor dari AKP Benny Cahyadi kepada AKP Handres Ardian. Lalu, Kasat Lantas Polres Bogor dari AKP Fadli M Amri kepada AKP Fitra Zuanda.
Kapolsek Parung Panjang dari Kompol Nundun Radiaman kepada Kompol Suharto. Kemudian Kapolsek Cigudeg dari AKP Zulkarnaidi kepada AKP Andry Fran Ferdyawan. Selanjutnya Kapolsek Klapanunggal dari AKP Andry Fran Ferdyawan kepada AKP Muhamad Fadli Amri.
Lalu Kapolsek Ciomas Kompol Bambang Cipto Hadi kepada Kompol Endang Kusnandar dan Kapolsek Cileungsi Kompol Endang Kusnandar digantikan oleh AKP Benny Cahyadi.(*/T Abd)
JAKARTA – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, MUI akan mengedepankan metode persuasif untuk menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dibanding melakukan demonstrasi besar.
Muhyiddin menegaskan MUI akan menolak RUU HIP dengan segala upaya.
“Apabila persuasi tidak membuahkan hasil, maka MUI memiliki opsi al masiroh kubro (demo besar),” kata Muhyiddin dalam webinar yang dipantau dari Jakarta, Rabu (17/6).
Menurutnya, sejauh ini demo besar yang konstitusional merupakan upaya menunjukkan kekuatan umat Islam dengan cara damai dan sesuai peraturan. Hanya saja upaya itu belum diperlukan karena pendekatan persuasif masih bisa dilakukan dalam menolak RUU HIP.
Waketum MUI mengisyaratkan menolak RUU HIP dengan segala upaya, termasuk al masiroh kubro sebagai kegiatan unjuk rasa menunjukkan ekspresi umat Islam yang tidak setuju dengan draf regulasi yang mereduksi Pancasila itu. “Itu opsi terakhir. Jika ada alternatif damai itu yang terbaik,” katanya sambil mengimbau seluruh umat beragama untuk tetap dengan kepala dingin merespon RUU HIP.
Wasekjen MUI Zaitun Rasmin mengatakan pihaknya tidak berharap gerakan turun ke jalan besar-besaran dilakukan jika masih ada jalan persuasif. “Kami tentu tidak berharap itu terjadi. Dengan kuatnya aspirasi umat seperti ini Insya Allah DPR bisa mendengar.
Kalau itu (RUU HIP) dilanjutkan pembahasannya maka sesuai maklumat MUI Pusat dan MUI provinsi, kami akan bersama umat dan ormas untuk protes keras dan itu konstitusional,” katanya.
Dia mengatakan unsur MUI di Indonesia sangat besar dari pusat sampai tingkat kecamatan. Adapun protes yang dilancarkan akan selalu dalam koridor konstitusi sesuai peraturan yang berlaku.(*/Ad)
JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin mengkritik Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Rancangan yang sedang dibahas oleh Badan Legislasi DPR RI tersebut menimbulkan pro kontra di masyarakat.
“RUU HIP ini salah kaprah. Kerangka konsep dan kerangka pemikirannya tidak utuh. Draf RUU HIP ini harus dikoreksi dan direvisi total,” kata Yanuar Prihatin dalam pesan tertulisnya dikuip dari republika, Selasa (16/6).
Substansi RUU HIP ini, kata Yanuar, terlihat seperti konsepsi yang aneh, parsial, terkesan ada pemaksaan ide dan melompat-lompat cara pandangnya. Ini terlihat, misalnya, rancangan ini menyebutkan bahwa sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial.
“Jelas ini salah kaprah, seakan-akan Pancasila itu hanya berisi keadilan sosial,” kata dia.
Yanuar menegaskan, Pancasila itu punya 5 (lima) sendi sebagaimana tercermin utuh dalam sila-silanya. Ia pun menekankan Indonesia itu terbentuk karena pertalian utuh dan menyeluruh di antara lima sendi sekaligus dalam Pancasila.
“Jangan gegabah memeras Pancasila menjadi trisila dan kemudian menjadi ekasila. Tidak cukup Pancasila itu hanya disimpulkan sebagai gotong royong. Gotong Royong bukan substansi dasar Pancasila, Pancasila jauh lebih luas dan mendalam dari sekedar ekasila semacam ini,” tegas Yanuar Prihatin.
Yanuar tidak mempermasalahkan pemaknaan semacam itu kalau sekadar menjadi bahan diskusi dan diskursus akademik. Bahkan pemikiran semacam ini menjadi kekayaan intelektual yang penting tentang Pancasila.
Namun, menurutnya, pemahaman parsial semacam ini tidak layak menjadi acuan formal dalam perundang-undangan negara. Dia menambahkan, agak aneh dalam sebuah peraturan setingkat undang-undang mencantumkan ketentuan yang kaku tentang suatu badan atau intitusi yang nantinya berfungsi sebagai badan pembinaan ideologi Pancasila.
“Masak, undang-undang mengatur urusan teknis administratif internal organisasi. Serahkan saja pengaturan detailnya pada aturan di bawah undang-undang,” ujar Ketua Bidang Pengembangan SDM DPP PKB ini.
Yanuar mengusulkan agar dibuka kembali diskusi publik tentang RUU HIP ini. Sebab, masih banyak pendapat dan pandangan dari berbagai tokoh, termasuk kalangan akademik, yang belum terserap idenya.
“Tidak usah terburu-buru menyelesaikan RUU ini, jika ingin mendapat hasil terbaik dan lebih sempurna,”ungkapnya.(*/Ad)
JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman mengaku siap menjalankan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di tengah pandemi Covid-19. Tentunya, pelaksanaan nantinya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Menurut Arief, pelaksanaan Pilkada 2020 belum dapat memungkinkan untuk digelar dalam waktu dekat, sebab tren peningkatan kasus virus corona atau Covid-19 masih tinggi. Ia memprediksi setelah bulan Juli dan Agustus kasus akan mereda dan masyarakat bisa mengikuti pelaksanaan Pilkada.
“Prediksi saya setelah bulan Juli-Agustus akan turun kasusnya (virus corona), setelah turun masyarakat optimis bisa ikut pelaksanakaan Pilkada,” ucap Arief saat mengikuti acara Webinar Pemilu Rakyat 2020 yang ditayangkan oleh iNews TV dengan tema Pemilu Serentak di Tengah Pandemi, Selasa (16/6/2020).
Dijelaskan Arief, keputusan pelaksanaan Pilkada atas disetujui oleh KPU, Pemerintah, dan DPR. Ada tiga opsi penentuan waktu untuk pelaksanaan Pilkada yakni, September dan Desember tahun 2020, serta Maret 2021.
“KPU tentu siap. Sebab, dia (KPU) tidak punya opsi yang lain,” ungkapnya.
Kendati demikian, Arief memastikan seluruh persyaratan pelaksanaan Pilkada 2020 harus sudah siap di tengah Covid-19. Ada tiga persyaratan yang harua sudah disiapkan jika ingin melaksanakan Pilkada di tengah pandemi.
“Pertama, regulasi sudah dibuat, kemudian SDMnya, dan sampai hari ini KPU ditingkat provinsi, Kabupaten atau Kota, hingga ke tingkat PPK dan PPS. Unsur kedua siap. Ketiga, anggaran. KPU dalam rapat lalu dengan DPR sudah disetujui usulan anggarannya Rp4,7 triliun dan dicairkan dalam 3 tahap,”katanya.(*/Ridz)
JAKARTA – Fraksi Partai Demokrat menarik diri dari pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Haluan Ideologi Pancasila di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
“Sejak awal kami menarik diri pembahasan RUU HIP di Baleg DPR RI,” kata Anggota Fraksi Demokrat di DPR, Hinca Panjaitan kepada wartawan, Selasa (16/6/2020).
Menurut Hinca, pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila tidak ada urgensinya tidak tepat waktunya. Apalagi saat ini bangsa Indonesia sedang fokus menangani pandemi corona.
“Selain tidak ada urgensinya dan tidak tepat waktunya saat kita fokus menangani pandemi virus corona,” jelasnya.
“Substansinya tidak sejalan dengan jalan pikiran politik Partai Demokrat. TAP MPRS Nomor XXV tahun 1966 sama sekali tidak menjadi acuan. Substansinya mendegradasi makna Pancasila itu sendiri,” tukas Hinca.
Sebagaimana diketahui, RUU Haluan Ideologi Pancasila yang menjadi inisiatif DPR ditentang sejumlah elemen masyarakat, salah satunya Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Organisasi yang berdiri pada 1912 ini menilai materi RUU HIP banyak yang bertentangan dengan UUD 1945 dan sejumlah UU, terutama UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpendapat RUU HIP tidak terlalu urgen dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya untuk disahkan menjadi Undang-undang.(*/Ad)
JAKARTA – Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) menanggapi soal Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang memunculkan kritik di masyarakat. Wakil Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay meminta agar RUU HIP dikaji ulang.
“Menyahuti apa yang disampaikan masyarakat, maka fraksi PAN sekarang malah justru ingin mendesak seluruh pihak di DPR untuk kembali pertimbangkan ulang untuk melanjutkan pembahasan ini,” kata Saleh dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/6).
Bahkan, Saleh menambahkan, kalau perlu DPR segera mencabut RUU tersebut dari prolegnas. Fraksi PAN mengaku sepakat bahwa Pancasila sudah final.
“Jadi nggak perlu ada tafsir lebih khusus lagi dalam bentuk UU,” ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR tersebut menyarankan agar pengkajian terhadap Haluan Ideologi Panccasila diserahkan ke badan pengkajian MPR. Menurutnya hal itu sudah menjadi tugas MPR.
“Jadi di situ ada orang-orang anggota MPR baik DPD maupun DPR yang tergabung di situ, memang tugasnya untuk melakukan kajian itu. Sehingga dengan demikian akan dapat butir-butir yang penting terkait dengan Pancasila sebagai ideologi negara kita,” jelasnya.
Sejak awal PAN menolak adanya RUU HIP. Pada awal, mereka mempertanyakan tidak dimasukannya Tap MPRS XXV Tahun 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia dan larangan untuk menyebarkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang tidak dimasukan ke dalam konsideran RUU HIP.(*/Ad)
JAKARTA – Partai Demokrat resmi memecat Subur Sembiring sebagai kader. Pemecatan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan DPP Partai Demokrat Nomor: 15/SK/DPP.PD/VI/2020 tertanggal 13 Juni 2020.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengatakan, pemecatan Subur merupakan rekomendasi Dewan Kehormatan dalam rapat Jumat, 12 Juni 2020 yang dipimpin Hinca IP Pandjaitan dengan 9 anggota. Dalam rekomendasinya itu, Dewan Kehormatan menyertakan 3 alasan memecat Subur.
“Fakta bahwa saudara Subur Sembiring terbukti bersalah telah melakukan perbuatan tingkah laku buruk yang merugikan citra dan membahayakan kewibawaan Partai Demokrat, yang dilakukannya dengan cara mendiskreditkan, mengancam, menghasut, menyebarluaskan kabar bohong dan fitnah,” katanya seperti dilansir dari iNews.id, Senin (15/6/2020).
Riefky memaparkan, Subur menyampaikan ancaman, hasutan, hoaks dan fitnah ke publik melalui tulisan, suara dan gambar. Salah satu hasutannya yakni kepengurusan DPP Partai Demokrat periode 2020–2025 hasil Kongres V Partai Demokrat tidak sah.
Subur secara tegas tidak mengakui kepengurusan pimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). “Lalu mengambil alih dan menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat secara sepihak dan sewenang-wenang,” ujar wakil ketua Komisi I DPR ini.
Alasan kedua, menurut Riefky, apa yang dilakukan Subur secara jelas melanggar Pasal 18 ayat (4) Kode Etik dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Partai Demokrat. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, Partai Demokrat tidak perlu memberikan ruang klarifikasi kepada Subur.
“Bahwa perbuatan tingkah laku buruk saudara Subur Sembiring merupakan fakta yang terang benderang dan oleh karenanya tidak perlu dipanggil untuk didengar keterangannya lagi,” katanya.
Subur Sembiring juga dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat dan Pasal 12 ayat (4), Pasal 14 ayat (1) huruf a, b dan c Kode Etik dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Partai Demokrat serta butir 5 Pakta Integritas Partai Demokrat.(*/Ad)
JAKARTA – Para inisiator Masyumi Reborn berusaha menghidupkan dan membangun jaringan ke daerah-daerah. Belum lama ini, menjalin komunikasi dengan Amien Rais yang juga ditengarai sedang membangun partai baru.
Inisiator Masyumi Reborn Ahmad Yani menuturkan, pertemuan itu dilakukan di Yogyakarta. Mereka bertemu di rumah pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
“Pak Amien pada ide dasar, gagasan besar, dan prinsipnya sama. Kami bilang belum mendirikan, baru berencana mendirikan, tapi partai yang kami bangun ini. Kalau memang bisa sama-sama, kenapa harus pisah,” ujar mantan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, Minggu (14/6/2020).
Secara umum, menurut Yani, gagasan bentuk partainya sama, yakni menegakkan prinsip Islam, keadilan dan sebagainya. Memang belum ada kata sepakat, tapi antara Masyumi Reborn dan Amien Rais akan melakukan pertemuan lanjutan.
Dia pun tidak keberatan jika kelak Masyumi Reborn dan ‘saudara muda’ PAN besutan Amien tetap berbeda dan ingin jalan masing-masing. “Kami bisa membangun aliansi strategis. Kami mendorong partai seperti di Malaysia.
Ke depan, (kami) ingin mengubah UU Pemilu,” ucapnya.
Di luar penjajakan, Yani dan kawan-kawan terus berkomunikasi dengan panitia penghidupan kembali Masyumi di daerah-daerah. Rapat-rapat koordinasi dilakukan secara daring. Setiap panitia daerah diwajibkan melibatkan tokoh, ulama, dan ormas Islam setempat. Jika tidak, kepanitiaan tidak akan direken oleh pusat.
Mantan Caleg Partai Bulan Bintang (PBB) itu mengklaim kepanitiaan sudah terbentuk hampir di semua wilayah, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. “Ada daerah-daerah yang pembentukannya sudah sampai tingkat kabupaten dan kecamatan,” tandasnya.(*Ad)
JAKARTA – Anggota DPR fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha menilai Keberadaan Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang pembubaran PKI dan larangan ajaran Komunisme/Marxism di seluruh wilayah Indonesia telah bersifat final sebagai Tap MPR yang wajib dipertahankan.
Sebagai Pimpinan Badan Sosialisasi MPR RI, ia mengaku telah mempelajari secara seksama risalah sidang MPR tanggal 7 Agustus 2003 sebelum dan saat diputuskan.
“Tidak ada seorang pun yang menyampaikan sanggahan dan atau keberatan, termasuk dari Fraksi PDI Perjuangan sebanyak 154 anggotanya dan 58 orang Fraksi PPP, Presiden saat itu Ibu Megawati Soekarno Putri dari PDIP dan Wapresnya Bapak Hamzah Haz,” kata Syaifullah, Minggu(14/6).
Politikus PPP tersebut mengaku telah menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Pimpinan MPR yang dipimpin oleh Bapak Bambang Soesetyo dan 9 Wakil Ketua MPR pada hari Rabu, (3/6) lalu.
Dalam rapat tersebut disepakati bahwa Pimpinan MPR menugaskan kepada Badan Kajian MPR untuk mencermati, membahas dan memutuskan perlu ada atau tidaknya RUU HIP tersebut.
“Saya berharap dan seyakin-yakinnya Badan Kajian MPR pasti akan memperhatikan sangat memperhatikan aspirasi publik, baik MUI, Para Veteran Perjuangan Kemerdekaan dan para purnawirawan TNI,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPR tersebut sepakat bahwa TAP MPRS tentang larangan PKI tetap menjadi pedoman dalam berpancasila. Karena itu, ia mengungkapkan isu pembahasan RUU HIP yang dihubungkan dengan kebangkitan PKI perlu disikapi secara rasional dan konstitusional.(*/Ad)
JAKARTA – Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengapresiasi respons publik, fraksi-fraksi DPR, kalangan purnawirawan TNI, bahkan pemerintah yang sangat hati-hati dan cermat atas usul inisiatif Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang belum lama ini diputuskan menjadi RUU Usul Inisiatif DPR. Ini membuktikan tanggung jawab bersama menjaga Pancasila.
“Kami di PKS berbesar hati, mendukung penuh dan mengapresiasi respons masyarakat dan kalangan ormas, seperti NU, Muhammadiyah, hingga MUI yang memberi respons kritis dan konstruktif atau RUU HIP yang sejalan dengan sikap dan pandangan politik Fraksi PKS,” ungkap Jazuli, Minggu (14/6/2020).
Bahkan, Pemerintah melalui pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD, juga menekankan jika saatnya tiba terlibat dalam pembahasan, pemerintah akan mengusulkan TAP MPRS XXV/1966 untuk dimasukkan serta tidak setuju rumusan pasal tentang Pancasila diperas menjadi trisila dan ekasila.
“Ini pertanda upaya mengokohkan Pancasila dan menjaga nilai-nilainya agar tetap murni dan konsekuen menjadi perhatian, kepedulian, dan tanggung jawab kita bersama. Sehingga ketika ada arah yang salah kita kritisi dan benarkan secara bersama-sama,” tandas Jazuli.
Jazuli mengatakan, Fraksi PKS sejak awal tegas meminta dicantumkannya TAP MPRS XXV/1966 tentang pelarangan PKI serta ajaran komunisme, marxisme dan leninisme. Bahkan ketika draf RUU akhirnya tidak juga mencantumkan TAP MPRS tersebut, Fraksi PKS menjadi satu-satunya Fraksi yang menyampaikan penolakan secara resmi dalam pandangan Fraksi.
Fraksi PKS lanjut Jazuli, juga meminta dengan tegas agar penjabaran Pancasila dalam draf RUU benar-benar merujuk dan tidak menyimpangi sejarah dan original intent-nya yang benar. Menurutnya, Pancasila yang akhirnya disepakati sebagai platform bersama dan titik temu kebangsaan Indonesia adalah yang terdiri dari lima sila.
“Maka RUU HIP harus memcerminkan keseluruhan silanya yang lima. Jangan direduksi lagi menjadi apakah trisila atau ekasila. Jika hal itu dilakukan akan set back, Pancasila akan tereduksi pada tafsir sepihak bahkan tafsir tunggal oleh kelompok tertentu yang kontraproduktif dalam upaya mengokohkan Pancasila itu sendiri,” tegasnya.
Akibat upaya reduksi Pancasila menjadi trisila atau ekasila, kita bisa kehilangan makna utuh ketarkaitan sila-sila Pancasila yang lima, yang merupakan final kesepakatan sebagai dasar negara kita. Anggota Komisi I DPR ini memberi contoh, rakyat bisa bias bahkan bisa salah paham terkait sejarah dan original intent sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa kenapa ditempatkan pertama, karena ialah sila utama, bintang penerang, yang menjiwai dan menyinari sila-sila lainnya.
“Jika kita baca RUU HIP pemaknaan dan penempatan sila pertama tidak proporsional bahkan sangat minimalis, padahal posisi dan kedudukannya merujuk risalah tentang Pancasila sangat penting dan utama,” terangnya.
Atas dasar kerangka pikir dan pemahaman di atas, Fraksi PKS secara tegas meminta jika RUU HIP dilanjutkan pembahasannya maka harus mengakomodir aspirasi berikut:
1. Mamasukkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran yang menjiwai RUU untuk menegaskan bahwa Pancasila tegas menolak seluruh ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme yang memang ajarannya bertentangan dengan Pancasila. PKI sendiri terbukti telah merongrong kewibawaan Pancasila dan berkhianat pada republik.
2. Menolak Pancasila diperas menjadi trisila dan ekasila. Ketentuan tersebut dalam draf RUU HIP harus dihapus karena dapat mereduksi makna Pancasila yang utuh dengan lima silanya.
3. Ketuhanan Yang Maha Esa harus tegas ditempatkan sebagai sila utama yang melandasi, menjiwai, dan menyinari sila-sila lainnya. Hal itu harus tercermin secara maksimal dalam materi muatan draf RUU HIP, bersama penjabaran sila-sila lainnya.
“Jika usulan Fraksi PKS yang juga menjadi aspirasi luas masyarakat tersebut tidak diakomodir maka lebih baik draf RUU HIP ditarik kembali atau dibatalkan,”lanjutnya.(*/Joh)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro