JAKARTA – RUU HIP sudah ditunda namun gaungnya masih saja terus bergulir bak bola salju yang menyebar kemanan – mana Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo meminta anggota DPR menyudahi akrobat politik terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Jika memang menolak RUU HIP sebenarnya anggota DPR bisa melakukannya di sidang paripurna, hanya dengan memencet mic atau berdiri menyatakan menolak.
“Tidak usah saling klaim dan saling menyalahkan. Kita tahu, keputusan DPR itu adanya di rapat Paripurna, bukan di AKD (alat kelengkapan Dewan) seperti Baleg (Badan Legislasi),” kata Dradjad dikutip dari republika, Sabtu (20/6).
Dalam rapat Paripurna selasa 12 Mei 2020, DPR menjadwalkan 6 agenda, termasuk pidato penutupan masa persidangan III tahun 2019-2020 oleh Ketua DPR. Pendapat fraksi-fraksi tentang RUU HIP dan pengesahannya sebagai RUU usul DPR dijadwalkan sebagai agenda ke-5.
Faktanya, kata Dradjad, ketika masuk agenda ke-5, tidak ada satu pun fraksi yang menyampaikan penolakan secara terbuka dan tegas. Pandangan tertulis fraksi diserahkan ke pimpinan rapat.
“Kalau kita setuju atau menolak terhadap sesuatu, kita bisa dengan mudah koq memencet mic dan bersuara atau berdiri. Jangankan dengan kekuatan penuh fraksi, hanya dengan kekuatan individu anggota pun kita bisa melakukannya di DPR,” papar Dradjad.
Menurut Dradjad, hal itu kali-kali pernah ia lakukan sendiri di DPR periode 2004-2009. Fraksi juga bisa langsung jumpa pers karena banyak jurnalis di luar ruang sidang.
Fakta lain, lanjutnya, Fraksi PAN dan Fraksi PKS DPR secara formal menyampaikan agar TAP MPRS XXV/1966 dimasukkan sebagai konsideran RUU HIP. Tapi juga fakta bahwa semua fraksi “meloloskan” pasal 7 yang memuat klausul tentang Trisila dan Ekasila.
Dengan tingginya penentangan masyarakat terhadap RUU HIP, menurut Dradjad, malah salah besar jika fraksi-fraksi di DPR ngotot melawan suara masyarakat. “DPR kan perwakilan Rakyat.
Jika rakyat menolak, fraksi-fraksi ya harus menolaknya. Itu artinya, fraksi menyadari dan mengoreksi kesalahannya,” papar ekonom senior INDEF ini.
Karena itu Dradjad minta fraksi-fraksi menyadari telah berbuat kesalahan kolektif dan mengoreksinya sesuai aspirasi rakyat. “Jadi sikap FPAN terhadap RUU HIP saat ini ya sesuai dengan aspirasi itu,” kata dia.
Dradjad mengatakan sangat manusiawi jika Aria Bima FPDIP kecewa dengan perkembangan terakhir. Tapi FPDIP juga ikut dalam kesalahan kolektif di atas. “Misalnya, mengapa sebagai promotor dan pimpinan RUU HIP, FPDIP tidak mendorong konsultasi publik semaksimal mungkin dengan berbagai elemen masyarakat? Mengapa permintaan dua fraksi terkait TAP MPRS XXV/1966 tidak diakomodasi?” papar Dradjad
Jadi hentikanlah tindakan saling klaim dan saling menyalahkan di media. Masyarakat menolak RUU HIP. Jika DPR ngotot, bakal ribut dan gaduh berkepanjangan, sampai nanti dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi sebaiknya DPR segera mengambil langkah untuk memroses pembatalan RUU HIP sebagai RUU usul DPR.(*/Ad)
JAKARTA – Hiruk pikuk tentang RUU HIP sudah menjadi sorotan publik . Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Alhabsyi mengaku senang terkait penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Namun, dia menilai, penundaan harus diteruskan menjadi pembatalan.
“Pemerintah sudah menyatakan akan menunda pembahasan rancangan undang-undang ini, saya bangga dan bahagia. Tentunya kita harus bijak menyikapi ini,” ujar Aboe di Gedung Nusantara II, Kompeks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/6/2020).
Sudah sewajarnya juga DPR menunda pembahasan RUU HIP. Karena, sudah banyak penolakan dari berbagai pihak yang menilai RUU tersebut justru mendegradasi nilai Pancasila.
“Artinya suara publik ini sudah muncul semuanya. Lantas kita mau apa lagi? Jangan sampai publik melihat bahwa kita di sini tidak mewakili suara mereka,” ujar Aboe.
Untuk itu, ia mendesak DPR untuk segera membatalkan pembahasan RUU HIP. Agar legislator juga dapat fokus pada hal-hal yang berkaitan dengan penanganan virus Covid-19.
“Alangkah lebih baik jika kita batalkan saja rancangan undang-undang ini. Kita sampaikan kepada publik bahwa RUU ini akan didrop,” ujar Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR itu.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Aria Bima, mengkritik fraksi partai politik di DPR yang tiba-tiba menolak RUU HIP. Pasalnya, RUU tersebut telah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan III pada 12 Mei lalu.
Ia mewakili fraksi PDIP menjelaskan, saat pembahasannya di Baleg DPR, kelompok fraksi di sana setuju agar RUU HIP dibawa ke paripurna. Sebelum disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Aria mengklaim tak ada fraksi lain yang memberi catatan atau kritik terhadap RUU tersebut.
Maka dari itu, ia mempertanyakan sikap fraksi lain yang tiba-tiba menolak RUU HIP. Dan, menyalahkan pihak atau partai yang mengusulkan dan mendukung RUU tersebut. “Ini kan lucu, dari proses di Baleg, pandangan dari poksi-poksinya juga menyetujui untuk dibawa ke paripurna. Tapi seolah-olah di publik lepas tangan begitu saja,”tukasnya.(*/Di)
JAKARTA – Presiden Joko Widodo tidak mengirimkan surat presiden (Surpres) yang merupakan tanda persetujuan pembahasan legislasi, atas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) kepada DPR. Pemerintah juga tidak ikut campur terhadap usulan RUU yang murni merupakan inisiatif DPR tersebut.
Hal itu ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo saat menerima sejumlah purnawirawan TNI dan Polri di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, (19/6/2020).
“Ini (RUU HIP) 100 persen adalah inisiatif dari DPR, jadi pemerintah tidak ikut campur sama sekali,” ujarnya dikutip dari rilis Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden.
Kepala Negara menjelaskan, bahwa isi rancangan tersebut belum diketahui olehnya dan pemerintah selalu memerhatikan suara-suara dari masyarakat.
Untuk itu diputuskan bahwa pemerintah hingga saat ini menunda dan tidak mengeluarkan surpres tersebut.
“Ini sudah kita putuskan pada tiga hari yang lalu, bahwa kita akan menunda dan tidak mengeluarkan surpres terlebih dahulu,” kata Presiden.
“Jadi daftar isian masalah (DIM) juga belum kita siapkan, karena memang kita belum mengetahui sebetulnya ini arahnya akan ke mana, karena ini memang inisiatif penuh dari DPR,” imbuhnya.
Pemerintah juga berkomitmen penuh untuk menutup pintu terhadap paham komunisme di Indonesia. Payung hukum terhadap hal tersebut juga disebut oleh Presiden sudah sangat kuat dan tidak ada keraguan terhadapnya.
“Saya kira sudah jelas sekali Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966, juga payung hukum yang tertinggi sudah ada. Undang-Undang Nomor 27 1999 juga ada. Sudah jelas bahwa PKI dan seluruh ajarannya dilarang di negara kita. Saya kira pemerintah tidak ragu-ragu mengenai hal itu,” pungkasnya.(*/Ad)
JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) jika ditetapkan menjadi UU jelas akan menghilangkan roh Ketuhanan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Ikatan Sarjana NU (ISNU) Ali Masykur Musa saat menghadiri diskusi panel ahli Ikatan Sarjana NU melalui virtual zoom meeting, Kamis (18/6/2020).
Diskusi itu banyak menyoroti kesalahan-kesalahan pandangan kenegaraan dan keagamaan dalam RUU HIP. Cak Ali- panggilan akrab Ali Masykur Musa- mengatakan, Pancasila tidak bisa diperas menjadi Trisila, apalagi Eka Sila, sebagaimana di rumuskan dalam RUU HIP Pasal 6 (1) dan Pasal 7. “Itu sungguh menghilangkan makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai esensi roh agama dan nilai Ketuhanan,” tandasnya.
Bagi bangsa ini, Pancasila sebagai perjanjian agung (ميثاقا غليظا) tersusun dari lima sila yang memuat nilai-nilai luhur yang saling menjiwai, di mana sila Ketuhanan menjiwai Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Kesatuan nilai-nilai Pancasila yang saling menjiwai itu tidak bisa diperas lagi menjadi trisila atau ekasila.
Upaya memeras Pancasila menjadi trisila atau ekasila akan merusak kedudukan Pancasila, baik sebagai philosophische grondslag (falsafah dasar) maupun staats fundamental norm (hukum dasar) yang telah ditetapkan pada 18 Agustus 1945.
Selanjutnya, mantan Ketua Umum PB PMII ini mengatakan, Pancasila sebagai
staats fundamental norm adalah hukum tertinggi atau sumber dari segala sumber hukum yang termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai hukum tertinggi yang lahir dari konsensus kebangsaan (معاهدة وطنية), Pancasila tidak bisa diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
Pengaturan Pancasila ke dalam sebuah undang-undang akan menimbulkan anarki dan kekacauan sistem ketatanegaraan. “Biarkan Pancasila dan sudah sangat tepat jika maqomnya tetap pada Pembukaan UUD NRI 1945, yang semua komponen bangsa ini bersepakat tidak akan mengubahnya, karena jika bisa diartikan:’ mengubah Pembukaan UUD NRI 1945 sama saja membubarkan NKRI’,” tandasnya.
Pandangan seperti ini, Cak Ali mengambil pendapat KH Ahmad Shidiq pada Munas Alim Ulama di Situbondo, 1983: Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan pandangan Islam akan Keesaan Allah, yang dikenal pula dengan sebutan Tauhid. Karena itu, NKRI adalah sah dilihat dari pandangan Islam, sehingga harus dipertahankan dan dilestarikan eksistensinya.
Pandangan KH Ahmad Shidiq tersebut oleh Nahdlatul Ulama dikukuhkan dalam Muktamar ke-27 NU di Situbondo tahun 1984, menetapkan Deklarasi Hubungan Pancasila dengan Islam, khususnya pada point (ii) Sila ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan Tauhid menurut pengertian keimanan dalam islam; dan point (iv) Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya.
Jadi, menurut Cak Ali, Sila Pertama dalam pandangan Islam disebut Keimanan dan Ketauhidan, dan Sila-sila berikutnya merupakan pelaksanaan amal shalih dalam kehidupan bernegara. Jadi, antara Iman dan Tauhid, amaanu dengan amilussholihati tidak dapat dipisahkan.
Bagi Cak Ali, memeras-meras Pancasila sangat berbahaya karena menghilangkan roh Ketuhanan dalam kehidupan bernegara. Karena itu, sikap dan ajakan Cak Ali adalah cabut RUU HIP yang akan melahirkan keresahan sosial.(*/Tub)
JAKARTA – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menyayangkan kinerja partai politik (perpol) yang mengusung Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Diketahui, pembahasan RUU HIP ditunda atas permintaan pemerintah.
“Ada bentuk kekecewaan, kritik terhadap parpol yang telah mengusulkan. Agar jangan diulang, jangan membentuk undang-undang apapun yang menimbulkan pertentangan, perpecahan-perpecahan, merugikan masyarakat dan mengusik nilai dasar yang telah disepakati,” kata Din dalam webinar yang dipantau dari Jakarta, Rabu (17/6).
Menurut dia, ormas Islam, ormas nonkeagamaan dan akademisi juga sudah menyatakan penolakan RUU HIP yang dianggap justru mereduksi Pancasila yang telah ada. Din mengatakan, unsur-unsur di MUI memiliki sikap dasar yang sama agar pembahasan RUU HIP benar-benar dihentikan bukan hanya ditunda sementara waktu.
Mantan Ketua Umum Muhammadiyah itu mengatakan, desakan penghentian RUU HIP itu sudah merupakan solusi jalan tengah karena undang-undang yang ada tentang Pancasila sudah merupakan representasi moderasi di antara elemen bangsa yang beragam.
“Karena jalan tengah ini menyelematkan bangsa negara dari pertentangan, perpecahan. Ada penegasan kita berpegang teguh terhadap NKRI untuk Pancasila yang kita kawal,” katanya.
Wakil Ketua Wantim Majelis Ulama Indonesia Azyumardi Azra mengatakan, MUI sifatnya mengawal jalannya ketatanegaraan, termasuk terkait perkembangan RUU HIP.
“Kami sikapnya mengawal. Tetap memiliki kewajiban mengawal pernyataan Wapres semalam soal pembahasan UU HIP ini ditunda. Kita ingin tidak hanya ditunda tapi dihentikan secara permanen. Maka kita harus mengawal, melihat, mencermati,” kata dia.
Azyu mengatakan, unsur masyarakat harus terus mengawal karena ada kecenderungan sejumlah regulasi tetap jalan pembahasannya secara diam-diam saat tidak ada kawalan. Beberapa contoh kerugian dari tidak ada kawalan itu seperti terbitnya sejumlah UU bermasalah seperti UU Minerba, UU KPK dan UU lainnya.(*/Joh)
JAKARTA – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman menjelaskan partai minta dengan tegas menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila. Sebab, ada poin-poin yang tak sesuai dengan filosofi Pancasila.
“PKS melihat dari aspek filosofi atau pertimbangan-pertimbangan termasuk Tap MPR. Secara positioning PKS siap menyetujui usulan DPR kalau secara filosofis benar,” ujar Sohibul lewat keterangan tertulisnya, Kamis (18/6/2020).
Selain itu, ia mengatakan, naskah RUU HIP dari paripurna sangat sulit diakses publik. Sehingga masyarakat tidak bisa mengkritisi poin-poin kontroversial yang berada di dalamnya.
“Namun yang di paripurna itu yang tidak bisa diakses oleh publik. Jadi sikap PKS paling akhir (menolak RUU HIP) tidak beredar di publik,” ujar Sohibul.
Wakil Ketua Umum Persis Jeje Zainuddin menyampaikan bahwa momentum silaturahim bersama PKS ini dapat membentuk langkah strategis.
Antara partai politik dengan ormas, terutama yang terdekat mengenai sikap terhadap RUU HIP.
Jeje mengatakan terkait peran partai politik dan ormas yang tentu berbeda. Sehingga kerjasama yang terbangun dan terakomodir ini bisa menjadi potensi yang luar biasa.
“Karena kalau partai saya kira perjuangan fokusnya itu adalah legislasi di parlemen, sedangkan yang terus hari ke hari, jam ke jam membina umat itu adalah ormas,” ujar Jeje.
Pemerintah sudah memutuskan untuk menunda membahas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Pemerintah pun meminta DPR untuk lebih dulu menyerap aspirasi masyarakat tentang RUU yang menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat itu.
Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan, saat ini pemerintah masih fokus terhadap penangaman pandemi Covid-19. Menurutnya, ia dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) diminta untuk menyampaikan informasi tersebut ke publik.
“Pemerintah masih lebih fokus dulu untuk menghadapi pandemi Covid-19. Menko Polhukam dan Menkumham diminta menyampaikan ini,” tukasnya.(*/Ad)
BOGOR – AKP Fadli M Amri digeser dari posisi strategis sebagai Kasat Lantas Polres Bogor, untuk menjadi Kapolsek Klapanunggal. Sementara rekan sejawatnya, yakni Kasat Reskrim Polres Bogor, AKP Benny Cahyadi menjadi Kapolsek Cileungsi.
Serah terima jabatan pun langsung dipimpin Kapolres Bogor AKBP Roland Ronaldy, Kamis (18/6) pagi, lengkap dengan penerapan protokol kesehatan.
“Rotasi dan mutasi adalah hal yang biasa terjadi di tubuh Polri untuk kinerja yang lebih baik ke depannya,” kata Roland.
Selain Benny dan Fadli, ada juga beberapa pejabat Polres Bogor yang dimutasi jabatan, mulai dari beberapa polsek hingga kepala bagian.
Kabag Sumda Polres Bogor yang semula dijabat oleh Kompol Hida Tjahjono digantikan dengan Kompol Noorjamil. Kemudian Kasat Reskrim Polres Bogor dari AKP Benny Cahyadi kepada AKP Handres Ardian. Lalu, Kasat Lantas Polres Bogor dari AKP Fadli M Amri kepada AKP Fitra Zuanda.
Kapolsek Parung Panjang dari Kompol Nundun Radiaman kepada Kompol Suharto. Kemudian Kapolsek Cigudeg dari AKP Zulkarnaidi kepada AKP Andry Fran Ferdyawan. Selanjutnya Kapolsek Klapanunggal dari AKP Andry Fran Ferdyawan kepada AKP Muhamad Fadli Amri.
Lalu Kapolsek Ciomas Kompol Bambang Cipto Hadi kepada Kompol Endang Kusnandar dan Kapolsek Cileungsi Kompol Endang Kusnandar digantikan oleh AKP Benny Cahyadi.(*/T Abd)
JAKARTA – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, MUI akan mengedepankan metode persuasif untuk menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dibanding melakukan demonstrasi besar.
Muhyiddin menegaskan MUI akan menolak RUU HIP dengan segala upaya.
“Apabila persuasi tidak membuahkan hasil, maka MUI memiliki opsi al masiroh kubro (demo besar),” kata Muhyiddin dalam webinar yang dipantau dari Jakarta, Rabu (17/6).
Menurutnya, sejauh ini demo besar yang konstitusional merupakan upaya menunjukkan kekuatan umat Islam dengan cara damai dan sesuai peraturan. Hanya saja upaya itu belum diperlukan karena pendekatan persuasif masih bisa dilakukan dalam menolak RUU HIP.
Waketum MUI mengisyaratkan menolak RUU HIP dengan segala upaya, termasuk al masiroh kubro sebagai kegiatan unjuk rasa menunjukkan ekspresi umat Islam yang tidak setuju dengan draf regulasi yang mereduksi Pancasila itu. “Itu opsi terakhir. Jika ada alternatif damai itu yang terbaik,” katanya sambil mengimbau seluruh umat beragama untuk tetap dengan kepala dingin merespon RUU HIP.
Wasekjen MUI Zaitun Rasmin mengatakan pihaknya tidak berharap gerakan turun ke jalan besar-besaran dilakukan jika masih ada jalan persuasif. “Kami tentu tidak berharap itu terjadi. Dengan kuatnya aspirasi umat seperti ini Insya Allah DPR bisa mendengar.
Kalau itu (RUU HIP) dilanjutkan pembahasannya maka sesuai maklumat MUI Pusat dan MUI provinsi, kami akan bersama umat dan ormas untuk protes keras dan itu konstitusional,” katanya.
Dia mengatakan unsur MUI di Indonesia sangat besar dari pusat sampai tingkat kecamatan. Adapun protes yang dilancarkan akan selalu dalam koridor konstitusi sesuai peraturan yang berlaku.(*/Ad)
JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin mengkritik Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Rancangan yang sedang dibahas oleh Badan Legislasi DPR RI tersebut menimbulkan pro kontra di masyarakat.
“RUU HIP ini salah kaprah. Kerangka konsep dan kerangka pemikirannya tidak utuh. Draf RUU HIP ini harus dikoreksi dan direvisi total,” kata Yanuar Prihatin dalam pesan tertulisnya dikuip dari republika, Selasa (16/6).
Substansi RUU HIP ini, kata Yanuar, terlihat seperti konsepsi yang aneh, parsial, terkesan ada pemaksaan ide dan melompat-lompat cara pandangnya. Ini terlihat, misalnya, rancangan ini menyebutkan bahwa sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial.
“Jelas ini salah kaprah, seakan-akan Pancasila itu hanya berisi keadilan sosial,” kata dia.
Yanuar menegaskan, Pancasila itu punya 5 (lima) sendi sebagaimana tercermin utuh dalam sila-silanya. Ia pun menekankan Indonesia itu terbentuk karena pertalian utuh dan menyeluruh di antara lima sendi sekaligus dalam Pancasila.
“Jangan gegabah memeras Pancasila menjadi trisila dan kemudian menjadi ekasila. Tidak cukup Pancasila itu hanya disimpulkan sebagai gotong royong. Gotong Royong bukan substansi dasar Pancasila, Pancasila jauh lebih luas dan mendalam dari sekedar ekasila semacam ini,” tegas Yanuar Prihatin.
Yanuar tidak mempermasalahkan pemaknaan semacam itu kalau sekadar menjadi bahan diskusi dan diskursus akademik. Bahkan pemikiran semacam ini menjadi kekayaan intelektual yang penting tentang Pancasila.
Namun, menurutnya, pemahaman parsial semacam ini tidak layak menjadi acuan formal dalam perundang-undangan negara. Dia menambahkan, agak aneh dalam sebuah peraturan setingkat undang-undang mencantumkan ketentuan yang kaku tentang suatu badan atau intitusi yang nantinya berfungsi sebagai badan pembinaan ideologi Pancasila.
“Masak, undang-undang mengatur urusan teknis administratif internal organisasi. Serahkan saja pengaturan detailnya pada aturan di bawah undang-undang,” ujar Ketua Bidang Pengembangan SDM DPP PKB ini.
Yanuar mengusulkan agar dibuka kembali diskusi publik tentang RUU HIP ini. Sebab, masih banyak pendapat dan pandangan dari berbagai tokoh, termasuk kalangan akademik, yang belum terserap idenya.
“Tidak usah terburu-buru menyelesaikan RUU ini, jika ingin mendapat hasil terbaik dan lebih sempurna,”ungkapnya.(*/Ad)
JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman mengaku siap menjalankan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di tengah pandemi Covid-19. Tentunya, pelaksanaan nantinya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Menurut Arief, pelaksanaan Pilkada 2020 belum dapat memungkinkan untuk digelar dalam waktu dekat, sebab tren peningkatan kasus virus corona atau Covid-19 masih tinggi. Ia memprediksi setelah bulan Juli dan Agustus kasus akan mereda dan masyarakat bisa mengikuti pelaksanaan Pilkada.
“Prediksi saya setelah bulan Juli-Agustus akan turun kasusnya (virus corona), setelah turun masyarakat optimis bisa ikut pelaksanakaan Pilkada,” ucap Arief saat mengikuti acara Webinar Pemilu Rakyat 2020 yang ditayangkan oleh iNews TV dengan tema Pemilu Serentak di Tengah Pandemi, Selasa (16/6/2020).
Dijelaskan Arief, keputusan pelaksanaan Pilkada atas disetujui oleh KPU, Pemerintah, dan DPR. Ada tiga opsi penentuan waktu untuk pelaksanaan Pilkada yakni, September dan Desember tahun 2020, serta Maret 2021.
“KPU tentu siap. Sebab, dia (KPU) tidak punya opsi yang lain,” ungkapnya.
Kendati demikian, Arief memastikan seluruh persyaratan pelaksanaan Pilkada 2020 harus sudah siap di tengah Covid-19. Ada tiga persyaratan yang harua sudah disiapkan jika ingin melaksanakan Pilkada di tengah pandemi.
“Pertama, regulasi sudah dibuat, kemudian SDMnya, dan sampai hari ini KPU ditingkat provinsi, Kabupaten atau Kota, hingga ke tingkat PPK dan PPS. Unsur kedua siap. Ketiga, anggaran. KPU dalam rapat lalu dengan DPR sudah disetujui usulan anggarannya Rp4,7 triliun dan dicairkan dalam 3 tahap,”katanya.(*/Ridz)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro