JAKARTA – Untuk memberikan kesempatan pada putra putri yang terbaik memang perlu dukungan semua pihak agar PT bisa dievaluasi kembali .Meski pemilihan presiden (Pilpres) 2024 masih jauh, tetapi sejumlah aturan sudah mulai ramai diperbincangkan.
Salah satunya yakni terkait dengan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT).
Anggota DPR Komisi VI Marwan Jafar mengusulkan sebaiknya ambang batas presiden itu ditiadakan alias nol persen. Dia mengatakan, PT nol persen itu untuk mempersilakan putra-putri terbaik bangsa maju dalam kontestasi lima tahunan itu.
“PT Presiden sebaiknya dipikirkan. Menurut saya pribadi nol persen saja. Supaya putra-putri terbaik bangsa diberi kesempatan untuk berkompetisi,” kata Marwan Jafar, Senin (22/6/2020).
Meski nantinya banyak calon, kata dia, hal itu akan terfilter oleh aturan yang berlaku menyangkut syarat dua putaran di pilpres. Lagi pula, kata dia, dua putaran itu sudah diatur dalam konstitusi.
“Kontitusi sudah mengunci ada dua putaran. Kalau diputaran pertama tidak memenuhi 50 + 1, kan ada putaran kedua.
Putaran pertama ini sebafai filter untuk putaran kedua,” kata Marwan.
Dia juga menegaskan, meski PT nol persen bukan berarti pencalonan itu mudah. Karena, kata dia, setiap calon presiden harus mempunyai kendaraan politik tidak seperti pemilihan kepala daerah (Pilkada). “Calon itu harus dari parpol (peserta pemilu). Karena itu sudah diatur di dalam undang-undang.
Jadi tidak mudah, tetap harus dari partai,” kata Marwan.
Jadi, menurut hemat mantan Manteri Desa dan PDTT ini, tidak perlu ada PT tersebut. “Apabila pasangan lebih dari dua pasang maka akan sulit memenuhi 50 + 1 persen. Sehingga tetap ada dua putaran,” tuturnya.
Menurut dia, PT nol persen ini juga untuk mengantisipasi gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Kalau tidak begitu (nol persen) saya prediksi masih akan ada gugatan (pilpres),” katanya.
Sekadar diketahui, saat ini tengah ramai usulan kenaikkan ambang batas pencalonan presiden dalam revisi UU Pemilu. Bahkan, sejumlah partai politik di DPR sudah mempunyai usulan jumlah masing-masing, seperti PKS menginginkan PT turun menjadi 5 persen, Nasdem 15 persen.(*/Ad)
JAKARTA – Pandemi corona membuat Pemerintah harus memikirkan kepentingan Rakyat sebab kasus covid-19 sudah mendunia bukan hanya Indonesia .
Anggaran untuk penanggulangan virus corona (Covid-19) dan dampaknya terus mengalami perubahan. Awalnya, pemerintah mengalokasikan anggaran Covid-19 pada Mei 2020 sebesar Rp405,1 triliun.
Kemudian, tiba- tiba angkanya naik menjadi Rp641,1 triliun. Tidak berselang lama, anggaran Covid-19 naik lagi sebesar Rp677,2 triliun. Dan kini membengkak menjadi Rp695,2 triliun.
Dari total alokasi Covid-19, rinciannya adalah Rp87,55 triliun untuk anggaran kesehatan, jaminan perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, sebesar Rp123,46 triliun disiapkan untuk sektor UMKM, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, dan untuk dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah sebesar Rp106,11 triliun.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya menyayangnya adanya perhitungan yang kurang cermat dalam menghadapi persoalan Covid-19 sehingga menimbulkan suasana kebatinan rakyat dalam ketidakpastian.
“Mudah-mudahan berbagai perubahan (anggaran), ini yang terakhir tidak akan terjadi lagi dengan perubahan-perubahan yang lebih cermat,” ujar Bamsoet saat menjadi Keynote Speaker Seminar dan Bedah Buku “Ekonomi Pancasila dalam Pusaran Globalisasi”, kerja sama MPR, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan IPB Pres, di Bogor, Sabtu (20/6/2020).
Menurut Bamsoet, sejak awal pihaknya mempersilakan pemerintah untuk mengambil keputusan mengenai anggaran penanganan Covid-19. Kendati begitu, Bamsoet berpesan agar pengalokasian anggaran dilakukan secara cermat.
Apalagi, akibat pandemi Covid-19 ini, kata Bamsoet, Indonesia dan juga negara-negara lain mengalami persoalan serius dalam bidang keuangan.
Kondisi ini bisa dilihat dari penerimaan pajak yang terpukul. Per April 2020 turun 3,1% menjadi Rp376,3 triliun dengan defisit APBN mencapai Rp74,5 triliun.
Selain itu, total utang per April 2020, tercatat mencapai Rp5.172,48 triliun yang terdiri dari Rp4.338,44 triliun atau 83,9% dari Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp834,04 triliun atau 16,1% berasal dari pinjaman luar dan negeri.
Di mana Rp9,92 triliun berasal dari pinjaman dalam negeri dan Rp824,12 triliun dari pinjaman luar negeri.
“Kita sudah memberikan hak sepenuhnya kepada pemerintah melalui persetujuan Perppu No 1/2020 untuk menggunakan seluruh kewenangan yang dimilikinya untuk memutuskan berbagai kebijakan yang menyangkut kepentingan rakyat,” kata mantan Ketua DPR ini.
Dikatakan Bamsoet, akibat pandemi Covid-19, dunia seperti menuju kebangkrutan massal. Sistem ekonomi dunia terkoreksi.
Virus Covid-19 bukan hanya menciptakan krisis kesehatan, ekonomi, sosial, dan politik, melainkan juga menciptakan krisis bagi globalisasi akibat hantaman keras terhadap liberalisasi dan kapitalisme.(*/Joh)
JAKARTA – Anggaran untuk penanggulangan virus corona (Covid-19) dan dampaknya terus mengalami perubahan. Awalnya, pemerintah mengalokasikan anggaran Covid-19 pada Mei 2020 sebesar Rp405,1 triliun.
Kemudian, tiba- tiba angkanya naik menjadi Rp641,1 triliun. Tidak berselang lama, anggaran Covid-19 naik lagi sebesar Rp677,2 triliun. Dan kini membengkak menjadi Rp695,2 triliun.
Dari total alokasi Covid-19, Rp87,55 triliun untuk anggaran kesehatan. Namun, alokasi anggaran ini dikeluhkan masyarakat. Musababnya, masyarakat masih harus ditarik bayaran ketika akan melakukan rapid test.
Salah satunya adalah dosen Pascasarjana Universitas Indonesia yang juga Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis. Kiai Cholil mengeluhkan besarnya biaya rapid test khususnya terhadap para santri yang akan pulang ke pondok pesantren (ponpes).
Keluhan Kiai Cholil ini diungkapkan dalam Twitter pribadinya @cholilnafis. Dalam cuitannya, Kiai Cholil mempersoalkan alokasi anggaran negara yang terus naik untuk penanganan Covid-19. Namun, hanya untuk rapid test para santri saja, mereka tetap harus membayar Rp400.000 di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta.
“Kemana ya uang 405 T yg skrng naik 667 T. Ini anak2 santri mau balik ke pesantren harus rapit tes masih bayar. Lah anak saya minggu lalu mau ke malang utk lulusan sekolahnya di Airport Halim harus rapid tes Bayar 400 rb. Bener nihh serius nanya kemana uang kita sebanyak itu ya?,” begitu cuitan Kiai Cholil dikutip sindonews .(21/6/2020)
Cuitan Kiai Cholil pun ditanggapi beragam. Salah satunya Faridism melalui akun @faridism yang juga mengeluhkan hal yang sama. Dia mengaku, anaknya juga diminta mengikuti rapid test dengan biaya Rp250.000. “Kami kirim anak kami ke ponorogo. Rapid test bayar 250rb yai,” ungkap Faridism.
Padahal, rapid test itu hanya berlaku selama 3 hari. Untuk rapid test tahap 3 juga sama berlaku untuk masa 7 hari. Dengan besarnya biaya ini, maka tidak mengherankan jika nantinya jual beli surat bebas Covid-19 akan marak kembali.(*/Ad)
JAKARTA – Pernyataan yang menjadi perhatian publik membuat Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono mengaku tidak akan meminta maaf kepada publik terkait pernyataannya yang Sehingga, Arief Poyuono tidak akan melakukan apa yang diminta oleh Juru Bicara Partai Gerindra Habiburokhman itu.
“Tidak akan pernah (Minta maaf-red),” ujar Arief Poyuono dikutip dari sindonews, Jumat (19/6/2020).
Arief mengatakan PKI adalah partai yang ideologinya sudah dilarang sejak Orde Baru berkuasa.
“PKI itu partai yang ideologinya sudah dilarang dari zaman rikiplik, Orde Baru berkuasa, dan ada TAP MPR yang melarang,” ujar ketua umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu ini.
Arief melanjutkan jika ada masyarakat yang menganut dan mendirikan partai berhaluan komunis pasti dibubarkan oleh pemerintah.
Dia menambahkan, orang-orang yang menganut ideologi komunis itu akan berurusan dengan hukum.
“Nah sudah ada belum yang ditangkap aparat hukum selama ini akibat menganut paham komunis? Buktikan dan tunjukkan. Jelas isu PKI bangkit itu adalah buatan para kadrun yang banyak bersembunyi di partai yang eksis sekarang ini,”tandasnya.(*/Ad)
JAKARTA – RUU HIP sudah ditunda namun gaungnya masih saja terus bergulir bak bola salju yang menyebar kemanan – mana Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo meminta anggota DPR menyudahi akrobat politik terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Jika memang menolak RUU HIP sebenarnya anggota DPR bisa melakukannya di sidang paripurna, hanya dengan memencet mic atau berdiri menyatakan menolak.
“Tidak usah saling klaim dan saling menyalahkan. Kita tahu, keputusan DPR itu adanya di rapat Paripurna, bukan di AKD (alat kelengkapan Dewan) seperti Baleg (Badan Legislasi),” kata Dradjad dikutip dari republika, Sabtu (20/6).
Dalam rapat Paripurna selasa 12 Mei 2020, DPR menjadwalkan 6 agenda, termasuk pidato penutupan masa persidangan III tahun 2019-2020 oleh Ketua DPR. Pendapat fraksi-fraksi tentang RUU HIP dan pengesahannya sebagai RUU usul DPR dijadwalkan sebagai agenda ke-5.
Faktanya, kata Dradjad, ketika masuk agenda ke-5, tidak ada satu pun fraksi yang menyampaikan penolakan secara terbuka dan tegas. Pandangan tertulis fraksi diserahkan ke pimpinan rapat.
“Kalau kita setuju atau menolak terhadap sesuatu, kita bisa dengan mudah koq memencet mic dan bersuara atau berdiri. Jangankan dengan kekuatan penuh fraksi, hanya dengan kekuatan individu anggota pun kita bisa melakukannya di DPR,” papar Dradjad.
Menurut Dradjad, hal itu kali-kali pernah ia lakukan sendiri di DPR periode 2004-2009. Fraksi juga bisa langsung jumpa pers karena banyak jurnalis di luar ruang sidang.
Fakta lain, lanjutnya, Fraksi PAN dan Fraksi PKS DPR secara formal menyampaikan agar TAP MPRS XXV/1966 dimasukkan sebagai konsideran RUU HIP. Tapi juga fakta bahwa semua fraksi “meloloskan” pasal 7 yang memuat klausul tentang Trisila dan Ekasila.
Dengan tingginya penentangan masyarakat terhadap RUU HIP, menurut Dradjad, malah salah besar jika fraksi-fraksi di DPR ngotot melawan suara masyarakat. “DPR kan perwakilan Rakyat.
Jika rakyat menolak, fraksi-fraksi ya harus menolaknya. Itu artinya, fraksi menyadari dan mengoreksi kesalahannya,” papar ekonom senior INDEF ini.
Karena itu Dradjad minta fraksi-fraksi menyadari telah berbuat kesalahan kolektif dan mengoreksinya sesuai aspirasi rakyat. “Jadi sikap FPAN terhadap RUU HIP saat ini ya sesuai dengan aspirasi itu,” kata dia.
Dradjad mengatakan sangat manusiawi jika Aria Bima FPDIP kecewa dengan perkembangan terakhir. Tapi FPDIP juga ikut dalam kesalahan kolektif di atas. “Misalnya, mengapa sebagai promotor dan pimpinan RUU HIP, FPDIP tidak mendorong konsultasi publik semaksimal mungkin dengan berbagai elemen masyarakat? Mengapa permintaan dua fraksi terkait TAP MPRS XXV/1966 tidak diakomodasi?” papar Dradjad
Jadi hentikanlah tindakan saling klaim dan saling menyalahkan di media. Masyarakat menolak RUU HIP. Jika DPR ngotot, bakal ribut dan gaduh berkepanjangan, sampai nanti dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi sebaiknya DPR segera mengambil langkah untuk memroses pembatalan RUU HIP sebagai RUU usul DPR.(*/Ad)
JAKARTA – Hiruk pikuk tentang RUU HIP sudah menjadi sorotan publik . Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Alhabsyi mengaku senang terkait penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Namun, dia menilai, penundaan harus diteruskan menjadi pembatalan.
“Pemerintah sudah menyatakan akan menunda pembahasan rancangan undang-undang ini, saya bangga dan bahagia. Tentunya kita harus bijak menyikapi ini,” ujar Aboe di Gedung Nusantara II, Kompeks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/6/2020).
Sudah sewajarnya juga DPR menunda pembahasan RUU HIP. Karena, sudah banyak penolakan dari berbagai pihak yang menilai RUU tersebut justru mendegradasi nilai Pancasila.
“Artinya suara publik ini sudah muncul semuanya. Lantas kita mau apa lagi? Jangan sampai publik melihat bahwa kita di sini tidak mewakili suara mereka,” ujar Aboe.
Untuk itu, ia mendesak DPR untuk segera membatalkan pembahasan RUU HIP. Agar legislator juga dapat fokus pada hal-hal yang berkaitan dengan penanganan virus Covid-19.
“Alangkah lebih baik jika kita batalkan saja rancangan undang-undang ini. Kita sampaikan kepada publik bahwa RUU ini akan didrop,” ujar Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR itu.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Aria Bima, mengkritik fraksi partai politik di DPR yang tiba-tiba menolak RUU HIP. Pasalnya, RUU tersebut telah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan III pada 12 Mei lalu.
Ia mewakili fraksi PDIP menjelaskan, saat pembahasannya di Baleg DPR, kelompok fraksi di sana setuju agar RUU HIP dibawa ke paripurna. Sebelum disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Aria mengklaim tak ada fraksi lain yang memberi catatan atau kritik terhadap RUU tersebut.
Maka dari itu, ia mempertanyakan sikap fraksi lain yang tiba-tiba menolak RUU HIP. Dan, menyalahkan pihak atau partai yang mengusulkan dan mendukung RUU tersebut. “Ini kan lucu, dari proses di Baleg, pandangan dari poksi-poksinya juga menyetujui untuk dibawa ke paripurna. Tapi seolah-olah di publik lepas tangan begitu saja,”tukasnya.(*/Di)
JAKARTA – Presiden Joko Widodo tidak mengirimkan surat presiden (Surpres) yang merupakan tanda persetujuan pembahasan legislasi, atas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) kepada DPR. Pemerintah juga tidak ikut campur terhadap usulan RUU yang murni merupakan inisiatif DPR tersebut.
Hal itu ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo saat menerima sejumlah purnawirawan TNI dan Polri di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, (19/6/2020).
“Ini (RUU HIP) 100 persen adalah inisiatif dari DPR, jadi pemerintah tidak ikut campur sama sekali,” ujarnya dikutip dari rilis Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden.
Kepala Negara menjelaskan, bahwa isi rancangan tersebut belum diketahui olehnya dan pemerintah selalu memerhatikan suara-suara dari masyarakat.
Untuk itu diputuskan bahwa pemerintah hingga saat ini menunda dan tidak mengeluarkan surpres tersebut.
“Ini sudah kita putuskan pada tiga hari yang lalu, bahwa kita akan menunda dan tidak mengeluarkan surpres terlebih dahulu,” kata Presiden.
“Jadi daftar isian masalah (DIM) juga belum kita siapkan, karena memang kita belum mengetahui sebetulnya ini arahnya akan ke mana, karena ini memang inisiatif penuh dari DPR,” imbuhnya.
Pemerintah juga berkomitmen penuh untuk menutup pintu terhadap paham komunisme di Indonesia. Payung hukum terhadap hal tersebut juga disebut oleh Presiden sudah sangat kuat dan tidak ada keraguan terhadapnya.
“Saya kira sudah jelas sekali Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966, juga payung hukum yang tertinggi sudah ada. Undang-Undang Nomor 27 1999 juga ada. Sudah jelas bahwa PKI dan seluruh ajarannya dilarang di negara kita. Saya kira pemerintah tidak ragu-ragu mengenai hal itu,” pungkasnya.(*/Ad)
JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) jika ditetapkan menjadi UU jelas akan menghilangkan roh Ketuhanan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Ikatan Sarjana NU (ISNU) Ali Masykur Musa saat menghadiri diskusi panel ahli Ikatan Sarjana NU melalui virtual zoom meeting, Kamis (18/6/2020).
Diskusi itu banyak menyoroti kesalahan-kesalahan pandangan kenegaraan dan keagamaan dalam RUU HIP. Cak Ali- panggilan akrab Ali Masykur Musa- mengatakan, Pancasila tidak bisa diperas menjadi Trisila, apalagi Eka Sila, sebagaimana di rumuskan dalam RUU HIP Pasal 6 (1) dan Pasal 7. “Itu sungguh menghilangkan makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai esensi roh agama dan nilai Ketuhanan,” tandasnya.
Bagi bangsa ini, Pancasila sebagai perjanjian agung (ميثاقا غليظا) tersusun dari lima sila yang memuat nilai-nilai luhur yang saling menjiwai, di mana sila Ketuhanan menjiwai Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Kesatuan nilai-nilai Pancasila yang saling menjiwai itu tidak bisa diperas lagi menjadi trisila atau ekasila.
Upaya memeras Pancasila menjadi trisila atau ekasila akan merusak kedudukan Pancasila, baik sebagai philosophische grondslag (falsafah dasar) maupun staats fundamental norm (hukum dasar) yang telah ditetapkan pada 18 Agustus 1945.
Selanjutnya, mantan Ketua Umum PB PMII ini mengatakan, Pancasila sebagai
staats fundamental norm adalah hukum tertinggi atau sumber dari segala sumber hukum yang termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai hukum tertinggi yang lahir dari konsensus kebangsaan (معاهدة وطنية), Pancasila tidak bisa diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
Pengaturan Pancasila ke dalam sebuah undang-undang akan menimbulkan anarki dan kekacauan sistem ketatanegaraan. “Biarkan Pancasila dan sudah sangat tepat jika maqomnya tetap pada Pembukaan UUD NRI 1945, yang semua komponen bangsa ini bersepakat tidak akan mengubahnya, karena jika bisa diartikan:’ mengubah Pembukaan UUD NRI 1945 sama saja membubarkan NKRI’,” tandasnya.
Pandangan seperti ini, Cak Ali mengambil pendapat KH Ahmad Shidiq pada Munas Alim Ulama di Situbondo, 1983: Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan pandangan Islam akan Keesaan Allah, yang dikenal pula dengan sebutan Tauhid. Karena itu, NKRI adalah sah dilihat dari pandangan Islam, sehingga harus dipertahankan dan dilestarikan eksistensinya.
Pandangan KH Ahmad Shidiq tersebut oleh Nahdlatul Ulama dikukuhkan dalam Muktamar ke-27 NU di Situbondo tahun 1984, menetapkan Deklarasi Hubungan Pancasila dengan Islam, khususnya pada point (ii) Sila ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan Tauhid menurut pengertian keimanan dalam islam; dan point (iv) Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya.
Jadi, menurut Cak Ali, Sila Pertama dalam pandangan Islam disebut Keimanan dan Ketauhidan, dan Sila-sila berikutnya merupakan pelaksanaan amal shalih dalam kehidupan bernegara. Jadi, antara Iman dan Tauhid, amaanu dengan amilussholihati tidak dapat dipisahkan.
Bagi Cak Ali, memeras-meras Pancasila sangat berbahaya karena menghilangkan roh Ketuhanan dalam kehidupan bernegara. Karena itu, sikap dan ajakan Cak Ali adalah cabut RUU HIP yang akan melahirkan keresahan sosial.(*/Tub)
JAKARTA – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menyayangkan kinerja partai politik (perpol) yang mengusung Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Diketahui, pembahasan RUU HIP ditunda atas permintaan pemerintah.
“Ada bentuk kekecewaan, kritik terhadap parpol yang telah mengusulkan. Agar jangan diulang, jangan membentuk undang-undang apapun yang menimbulkan pertentangan, perpecahan-perpecahan, merugikan masyarakat dan mengusik nilai dasar yang telah disepakati,” kata Din dalam webinar yang dipantau dari Jakarta, Rabu (17/6).
Menurut dia, ormas Islam, ormas nonkeagamaan dan akademisi juga sudah menyatakan penolakan RUU HIP yang dianggap justru mereduksi Pancasila yang telah ada. Din mengatakan, unsur-unsur di MUI memiliki sikap dasar yang sama agar pembahasan RUU HIP benar-benar dihentikan bukan hanya ditunda sementara waktu.
Mantan Ketua Umum Muhammadiyah itu mengatakan, desakan penghentian RUU HIP itu sudah merupakan solusi jalan tengah karena undang-undang yang ada tentang Pancasila sudah merupakan representasi moderasi di antara elemen bangsa yang beragam.
“Karena jalan tengah ini menyelematkan bangsa negara dari pertentangan, perpecahan. Ada penegasan kita berpegang teguh terhadap NKRI untuk Pancasila yang kita kawal,” katanya.
Wakil Ketua Wantim Majelis Ulama Indonesia Azyumardi Azra mengatakan, MUI sifatnya mengawal jalannya ketatanegaraan, termasuk terkait perkembangan RUU HIP.
“Kami sikapnya mengawal. Tetap memiliki kewajiban mengawal pernyataan Wapres semalam soal pembahasan UU HIP ini ditunda. Kita ingin tidak hanya ditunda tapi dihentikan secara permanen. Maka kita harus mengawal, melihat, mencermati,” kata dia.
Azyu mengatakan, unsur masyarakat harus terus mengawal karena ada kecenderungan sejumlah regulasi tetap jalan pembahasannya secara diam-diam saat tidak ada kawalan. Beberapa contoh kerugian dari tidak ada kawalan itu seperti terbitnya sejumlah UU bermasalah seperti UU Minerba, UU KPK dan UU lainnya.(*/Joh)
JAKARTA – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman menjelaskan partai minta dengan tegas menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila. Sebab, ada poin-poin yang tak sesuai dengan filosofi Pancasila.
“PKS melihat dari aspek filosofi atau pertimbangan-pertimbangan termasuk Tap MPR. Secara positioning PKS siap menyetujui usulan DPR kalau secara filosofis benar,” ujar Sohibul lewat keterangan tertulisnya, Kamis (18/6/2020).
Selain itu, ia mengatakan, naskah RUU HIP dari paripurna sangat sulit diakses publik. Sehingga masyarakat tidak bisa mengkritisi poin-poin kontroversial yang berada di dalamnya.
“Namun yang di paripurna itu yang tidak bisa diakses oleh publik. Jadi sikap PKS paling akhir (menolak RUU HIP) tidak beredar di publik,” ujar Sohibul.
Wakil Ketua Umum Persis Jeje Zainuddin menyampaikan bahwa momentum silaturahim bersama PKS ini dapat membentuk langkah strategis.
Antara partai politik dengan ormas, terutama yang terdekat mengenai sikap terhadap RUU HIP.
Jeje mengatakan terkait peran partai politik dan ormas yang tentu berbeda. Sehingga kerjasama yang terbangun dan terakomodir ini bisa menjadi potensi yang luar biasa.
“Karena kalau partai saya kira perjuangan fokusnya itu adalah legislasi di parlemen, sedangkan yang terus hari ke hari, jam ke jam membina umat itu adalah ormas,” ujar Jeje.
Pemerintah sudah memutuskan untuk menunda membahas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Pemerintah pun meminta DPR untuk lebih dulu menyerap aspirasi masyarakat tentang RUU yang menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat itu.
Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan, saat ini pemerintah masih fokus terhadap penangaman pandemi Covid-19. Menurutnya, ia dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) diminta untuk menyampaikan informasi tersebut ke publik.
“Pemerintah masih lebih fokus dulu untuk menghadapi pandemi Covid-19. Menko Polhukam dan Menkumham diminta menyampaikan ini,” tukasnya.(*/Ad)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro