JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengingatkan Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja) agar tak perlu membela para jaksa yang terlibat pidana. Kata dia, pemberian pendampingan hukum, maupun advokasi untuk para jaksa yang terlibat tindak pidana, akan menjadi bumerang bagi citra positif kejaksaan sebagai pelaksana bidang penegakan hukum.
Burhanuddin mengatakan, selama ini, para jaksa yang tersandung pidana selalu mendapatkan hak advokasi dari Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja). Padahal sejatinya, pembentukan Persaja dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi para jaksa yang bermasalah dalam melaksanakan tugasnya. Karena itu kata Jaksa Agung, agar Persaja, benar-benar selektif dalam memberikan advokasi terhadap para jaksa yang tersandung hukum.
“Jika memang oknum jaksa tersebut melanggar ketentuan pidana, tidak perlu dibela, tidak perlu diadvokasi,” ujar Burhanuddin dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (9/1/2/2024). Kata Burhanuddin Persaja, harus objektif dalam melihat substansi persoalan hukum yang dituduhkan terhadap jaksa yang bermasalah.
Kata dia, jika ada bukti jaksa bermasalah tersebut melakukan tindak pidana, Persaja, sebagai organisasi pelindung para jaksa, harus mengutamakan penegakan hukum terhadap anggotanya itu.
“Hal itu, sebagai bentuk pelaksanaan kebijakan yang yang tanpa toleransi terhadap jaksa-jaksa yang bermasalah yang kini kia galakkan demi memperbaiki marwah dan citra kejaksaan,” begitu kata Burhanuddin.
Karena itu, Jaksa Agung mengingatkan agar seluruh jaksa, tak coba-coba untuk nekat diri melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Apalagi, dikatakan dia, terkait dengan tindak pidana. “Kita sebagai jaksa, harus dapat memberikan teladan dengan menampilkan diri sebagai bagian dari sentral penyelenggara penegakan hukum di Indonesia,” ujar Burhanuddin.
Dalam Laporan Akhir Tahun 2023, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) mencatat sebanyak 1.029 pengaduan terhadap jaksa yang melakukan perbuatan tercela. Dari laporan pengaduan itu, sebanyak 774 di antaranya berujung pada penindakan internal dan pemberian sanksi. Di antaranya, 137 pelaporan tak ditemukan adanya bukti atas prilaku tercela. Sedangkan 309 pengaduan dilanjutkan ke pelaksanaan teknis pemberian sanksi disiplin.
Sebanyak 253 pengaduan penangannya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati). Dan sebanyak 30 pengaduan dihentikan setelah adanya klarifikasi. Serta 38 pengaduan terhadap jaksa, yang terbukti bersalah.
Masih di 2023, Jaksa Agung ST Burhanuddin juga memecat dua jaksa yang terjerat tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka diantaranya adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso, Jawa Timur (Jatim) Puji Triasmoro (PT) dan Kasie Pidsus Kejari Bondowoso Alexander Kristian Diliyanto Silaen (AKDS). Keduanya ditetapkan tersangka, dan ditahan lantaran menerima uang suap.
Pertengahan 2023, Kejaksaan Agung (Kejakgung) juga memberikan sanksi tegas berupa pencopotan jabatan terhadap Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Madiun Andi Irfan lantaran terbukti menggunakan narkotika jenis sabu-sabu.(*/Dy)
JAKARTA — Ketua Prodi Doktor Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof John Pieris, menyebut penolakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memerintahkan memasukan nama Irman Gusman dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2024, merupakan tindakan yang tidak terpuji. KPU tidak menghormati asas negara hukum, dengan mengabaikan putusan PTUN.
Menurut John, hak Irman Gusman dalam hak politik dicampakan begitu saja oleh KPU. Menurutnya, tindakan ini adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah, dałam kontek ini oleh KPU.
“Mengabaikan hak Irman yang dicabik-cabik. Tidak benar sebuah lembaga negara independen tidak menghormati konstitusi bahkan putusan pengadilan. Ini perbuatan melawan hukum,” kata John, dałam Seminar Nasional bertema ‘Putusan Pengadilan vs Peraturan Perundang-Undangan’ sub tema Benturan Norma Hukum dalam Proses Pencalonan Anggota DPD RI, Senin (8/1/2024).
Jika pemerintah kemudian melawan hukum, lanjut dia, maka tidak akan ada kepastian hukum, keadilan, dań kemanfaatan tidak akan bisa tercapai.
Diingatkannya, hakim itu pembentuk hukum. Putusan PTUN atas Perkara Irman Gusman sudas final dan mengikat. Kedudukannya lebih tinggi dibanding penyelenggara pemilu yaitu KPU. “Dalam konstitusi KPU itu ditulis dengan huruf kecil, sementara kekuasaan kehakiman ditulis dengan huruf besar,” paparnya.
Jika KPU melanggar konstitusi dalam perkara Irman Gusman, menurut John, mereka harus dihukum. Setidaknya orang-orang di KPU harus dihukum.
Pembicara lainnya, mantan hakim agung Prof. Gayus Lumbuun, mengatakan pemerintah harus menyikapi kasus Irman Gusman dengan cepat.
Menurut Gayus, untuk memberi keadilan bagi Irman Gusman maka masalah ini harus segera ditangani. Kalau tidak maka Irman tidak akan bisa maju dałam Pemilu 2024. “Keadilan yang terlambat itu sebenarnya menolak keadilan itu sendiri,” ungkap Gayus.
Menurut Gayus, hukum harus berkepastian, bermanfaat, dan tujuan hukum adalah memberi keadilan. “Persoalannya ada kalau terjadi konflik antara putusan PTUN melawan putusan MA dan putusan MK. Di MK dan MA yang diuji adalah norma bukan peristiwa. Kalau keadilan dan kemanfaatan tentu adalah putusan PTUN. Itu peristiwa,” kata Gayus.
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, mengatakan seyogyanya KPU memberikan contoh bagaimana lembaga negara mentaati putusan peradilan, baik peradilan umum maupun PTUN sebagai wujud ketaatan pada konstitusi sebagai pengejawantahan negara hukum (rechtsstaat).
“Sikap KPU yang tidak mau mengeksekusi putusan PTUN menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum bagi peserta pemilu, dan jelas melanggar amanat UU Pemilu,” ungkapnya.
Sikap ini sangat tidak terpuji, karena telah mempertontonkan “arogansi” yang didasarkan atas kewenangan KPU secara sepihak. “Sudah banyak diskursus yang membahas terkait ketaatan atau kepatuhan aparatur/instansi pemerintah terkait eksekusi putusan PTUN, namun dari tahun ke tahun tetap saja ada aparatur/instansi yang tidak melaksanakan atau patuh pada putusan PTUN,” kata dia.
Secara regulasi, apabila KPU tidak mentaati aturan putusan lembaga pengadilan yang bersifat final dan mengikat (final and bending) atau telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tentu ada sanksinya, baik secara adminitratif, perdata dan pidana.
Mantan hakim konstitusi, Dr. Maruarar Siahaan, menjelaskan, putusan hakim yang sudan berkekuatan hukum tetap adalah norma hukum dalam artı kongkrit yang dideduksi dari norma abstrak. Sehingga selama putusan hakim itu tidak dibatalkan maka berkekuatan hukum mengikat. “Termasuk juga putusan PTUN (perkara Irman Gusman),” ungkap Maruarar.
Dijelaskan pula, perubahan yang terjadi pada Daftar Calon Sementara (DCS) Caleg DPD, menurut Maruarar, verifikasi tidak oleh dilakukan atas dasar hukum yang baru. “Hukum itu tidak boleh berlaku retroaktif. Kalau itu dilakukan KPU maka itu melanggar karena diberlakukan retroaktif,” kata Maruarar, yang juga akademisi ini.(republika)
JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid angkat bicara soal bebasnya dua pembela HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dari tuduhan pencemaran nama baik. Usman meyakini putusan ini dapat menjadi preseden baik.
“Hari ini bisa jadi awal yang baik bagi upaya perlindungan atas kritik, kebebasan berekpresi dan kerja-kerja pembela HAM,” kata Usman dalam keterangannya pada Senin (8/1/2024).
Usman meyakini kasus hukum yang menimpa Haris-Fatia sudah janggal sejak awal. Sehingga Usman memandang vonis bebas wajar diberikan kepada keduanya.
“Dari awal, kasus yang dialami Fatia-Haris ini semestinya tidak pernah terjadi. Vonis hari ini harus menjadi acuan bahwa siapapun yang kritis terhadap perilaku pejabat publik tidak boleh dibungkam,” ujar Usman.
Usman juga mengingatkan materi yang disampaikan Haris-Fatia mestinya disikapi bijak sekaligus menjadi bahan evaluasi.
“Ke depannya, apa yang dikritisi Fatia-Haris dalam video YouTube harus diinvestigasi oleh aparat penegak hukum,” ujar Usman.
Diketahui pada 8 Januari 2024, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan putusan tidak bersalah kepada Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar, dan mantan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, dalam sidang pidana pencemaran nama baik kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Kasus tersebut bermula dari tayangan video YouTube berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam.”
Video yang ditayangkan pada 20 Agustus 2021 tersebut memuat bincang-bincang Haris dan Fatia mengenai kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia yang berjudul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’, lalu membahas hubungan antara operasi militer di Papua dan dugaan konflik kepentingan Luhut atas bisnis pertambangan di wilayah tersebut.
Dalam tayangan video itu, Haris yang merupakan Direktur Eksekutif Yayasan Lokataru dan Fatia, yang ketika itu menjabat sebagai Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), menduga Luhut terlibat dalam bisnis pertambangan emas di Papua. Diskusi itu juga membahas operasi militer di Papua yang terkesan melindungi kepentingan pertambangan di provinsi tersebut.
Luhut membantah klaim yang dibicarakan Haris dan Fatia itu. Pensiunan jenderal TNI Angkatan Darat itu kemudian mensomasi kedua aktivis tersebut dan menuntut mereka untuk membuat permintaan maaf.
Karena Fatia dan Haris menolak meminta maaf, Luhut kemudian melaporkan mereka ke Polda Metro Jaya pada 22 September 2021 atas kasus pencemaran nama baik di Mapolres Metro dan menggugat mereka sebesar Rp100 miliar.
Sidang atas Fatia dan Haris dimulai pada 3 April 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Berdasarkan dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum, Fatia dan Haris didakwa melanggar ketentuan pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 3 juncto pasal 45 ayat 3 UU ITE juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(*/Jo)
JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) HAM Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Dhahana Putra mengatakan penolakan anggota DPD RI Arya Wedakarna kepada salah seorang pegawai Bea Cukai akibat memakai atribut keagamaan penutup kepala, tidak mencerminkan budaya masyarakat Bali yang toleran dan inklusif.
“Masyarakat Bali dikenal sebagai contoh terbaik toleransi umat beragama dan kebhinekaan di tanah air, seperti yang terlihat pada peringkat Provinsi Bali pada Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB). Karena itu, kami berharap Pak Arya Wedakarna selaku anggota DPD RI asal Bali dapat merepresentasikan itu,” kata Dirjen HAM Dhahana Putra dalam keterangannya di Jakarta, (6/1/2024).
Ia khawatir pernyataan yang disampaikan Arya justru menimbulkan ketegangan sosial yang tidak sepatutnya ada di Bali, apalagi di tengah tahun politik.
Dhahana menegaskan bahwa warga negara yang memilih mengenakan atribut keagamaan tanpa ada paksaan, tidak boleh didiskriminasi. Hal itu menurut dia karena penggunaan atribut keagamaan oleh warga negara tanpa ada paksaan merupakan HAM yang dijamin oleh konstitusi.
Karena itu dia mengatakan Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham akan terus mendorong dan terus terlibat dalam memperkuat kebebasan dan toleransi antar umat beragama bersama para pemangku kebijakan di tanah air.
“Pada tahun 2024, ini kami akan mendukung Perpres Nomor 50 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama yang baru saja disahkan oleh Presiden Jokowi,” kata Dhahana.
Sebelumnya, ramai beredar video senator Arya Wedakarna sedang berbicara dengan nada tinggi saat rapat bersama Kanwil Bea Cukai. Dalam video itu, Arya meminta agar petugas frontliner sebaiknya merupakan putra dan putri daerah dengan tanpa menggunakan penutup kepala.(*/Jo)
JAKARTA – Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI Luqman Hakim mendukung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Pamekasan untuk menuntaskan kasus dugaan bagi-bagi uang yang melibatkan penceramah Miftah Maulana Habiburrohman atau Gus Miftah.
“Saya konsisten mendukung Bawaslu RI melalui Bawaslu Pamekasan untuk tuntaskan kasus bagi-bagi duit yang melibatkan penceramah Miftah itu agar menjadi terang benderang demi menjaga kualitas Pemilu 2024,” kata Luqman Hakim dalam tulisan di akun X pribadinya, Sabtu (6/1/2024).
Luqman menilai kegiatan bagi-bagi uang yang dilakukan oleh Gus Miftah tersebut telah masuk ke dalam pelanggaran pemilu khususnya Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017
Pasal tersebut mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU, KPU Provinsi, dan KPU (Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu dipidana dengan pidana kurungan satu tahun dan denda Rp 12.000.000.
“Pasal ini bisa berlaku untuk semua orang, bukan hanya tim kampanye,” kata dia.
Ia menyampaikan hal tersebut sekaligus untuk menepis pernyataan Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid yang menyebut bahwa dugaan aksi bagi-bagi uang yang dilakukan Gus Miftah tidak masuk kategori pelanggaran pemilu karena yang bersangkutan bukan bagian dari tim kampanye pasangan calon capres-cawapres nomor urut 2.
Bahkan, Nusron berseloroh bahwa cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar tidak memahami UU Pemilu karena mempermasalahkan kasus bagi-bagi uang tersebut.
“Nah, ayo kita cermati, siapa yang tidak paham UU Pemilu? Cawapres Muhaimin Iskandar atau Nusron sendiri? Jawabnya jelas, yakni Nusron-lah yang tidak paham paham UU Pemilu! Jelas loh ada Pasal Pidana Pemilu yang ditujukan bagi semua orang yang melakukan pidana pemilu,” katanya.
Oleh karena itu, Luqman Hakim mengapresiasi keberanian Bawaslu Pamekasan yang telah memutuskan untuk memproses kasus tersebut agar menjadi terang benderang demi menjaga kualitas Pemiu 2024.
Sebelumnya, video bagi-bagi uang Gus Miftah di kantor Perusahaan Rokok Bawang Mas milik Haji Her itu beredar sejak 28 Desember 2023. Sehati setelah itu, tepatnya pada Jumat (29/12) beredar video klarifikasi yang disampaikan langsung oleh Gus Miftah.
Dalam video itu, penceramah yang terkenal nyentrik tersebut menjelaskan bahwa kedatangannya ke Pamekasan tidak dalam rangka kampanye, akan tetapi karena memenuhi undangan Khairul Umam yang merupakan pengusaha tembakau dan sekaligus Ketua Paguyuban Pelopor Petani dan Pedagang Tembakau se-Madura (P4TM) di Jalan Raya Pasar Blumbungan, Larangan, Pamekasan.(antara)
JAKARTA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly membantah pernyataan pengacara Alvin Lim yang menyebut Ferdy Sambo tidak ada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba.
“Gila itu. Orangnya (Alvin Lim) tidak ada di situ. Dia (Alvin) kan di rumah sakit. Sambo itu cuma lima hari di Salemba, kemudian dikirim ke Cibinong. Asal ngomong saja,” kata Yasonna di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (5/1/2024).
Yasonna menegaskan pernyataan Alvin Lim itu tidak benar dan hoaks. Menurut Yasonna, Alvin Lim yang sempat ditahan di Lapas Salemba sempat mengalami sakit dan dirawat dari tanggal 16-29 Agustus 2023; sedangkan Ferdy Sambo berada di Lapas Salemba pada tanggal 24-29 Agustus 2023.
“Kapan ketemunya dia? (Ferdy Sambo) Langsung kami transfer ke Cibinong, dia di Lapas Cibinong,” tegas Yasonna.
Sebelumnya Alvim Lim menyebut Ferdy Sambo tidak ditahan di Lapas Salemba, Jakarta, melainkan di ruang Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) yang dilengkapi alat pendingin ruangan atau AC.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebelumnya juga menjelaskan isu seperti yang dilontarkan Alvin Lim itu bukan hal baru.
“Kalau isu begitu sih, di (Lapas) Sukamiskin banyak orang pulang tiap hari. Itu soal-soal yang harus kami selesaikan memang, kalau ada,” kata Mahfud.
Namun demikian, Mahfud mengatakan pihak yang berwenang untuk mengecek isu tersebut adalah inspektur jenderal yang mengawasi lapas.(Aantara)
JAKARTA – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali menegaskan akan menindaklanjuti kasus dugaan ujaran kebencian dan menyinggung SARA yang dilakukan oleh anggota DPD Bali Arya Wedakarna (AWK). Hingga saat ini Polda Bali telah menerima satu laporan polisi terhadap Arya Wedakarna dengan nomor polisi LP/B/10/I/2024/SPKT/POLDA Bali tanggal 3 Januari 2024.
“Sementara info yang kita dapat satu LP. Laporan sedang ditindaklanjuti oleh Ditreskrimsus Polda Bali,” ujar Kabid Humas Polda Bali, Jansen Avitus Panjaitan, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis (4/1/2024).
Selain itu Jansen juga belum dapat memastikan kapan pihak penyidik bakal memanggil Arya Wedakarna untuk diperiksa sebagai terlapor. Termasuk meminta keterangan pelapor berinisial MZR. Pernyataan Arya Wedakarna terkait hijab, yang dianggapnya sebagai atribut Timur Tengah tersebut menuai kecaman dan dianggap telah merendahkan umat Islam.
Dalam laporannya, pelapor menyebut Arya Wedakarna diduga telah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku agama ras dan antargolongan (SARA) atau dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
“Sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan atau Pasal 156a KUHP,” demikian bunyi dalam laporan polisi tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Arya Wedakarna menyampaikan pernyataan kontroversial tersebut pada saat menggelar rapat daerah. Ketika itu mantan penggawa trio grup vokal FBI bersama Indra Bekti dan Roy Jordy itu sedang memberikan arahan kepada petugas Bea Cukai dan juga pimpinan bea cukai yang hadir. Dalam rapat itu, Arya meminta agar petugas frontliner sebaiknya merupakan putra dan putri daerah dengan tanpa menggunakan penutup kepala (jilbab).
“Saya nggak mau yang frontline-frontline itu, saya mau gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan, terbuka. Jangan kasih yang penutup-penutup nggak jelas. This is not Middle East (Ini bukan Timur Tengah). Enak saja di Bali, pakai bunga kek, apa kek, pakai bije di sini. Kalau bisa, sebelum tugas, suruh sembahyang di pura, bije pakai,” kata Arya Wedakarna berapi api.(Republika/Jon)
JAKARTA – Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Beni Hidayat membantah pengakuan advokat Alvin Lim tentang keberadaan terpidana pembunuhan berencana Ferdy Sambo. Beni menegaskan, kesaksian Alvin melalui wawancara dengan Richard Lee di kanal Youtube yang menyampaikan Sambo tak pernah berada di Lapas Salemba dan tidur di ruang khusus AC tersebut adalah salah kaprah. Bahkan Kalapas menyebut Alvin Lim ngawur.
Beni mengatakan, pengakuan itu tak konsisten. Karena dikatakan Beni, Alvin menyampaikan, Sambo yang tak pernah ditahan di Lapas Salemba. Namun juga mengatakan, Sambo sebagai terpidana menjalani pemidanaan di tempat ber-AC di dalam ruang Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas (KPLP).
“Kami sangat menyayangkan tuduhan itu. Bahwa Ferdy Sambo tidur di ruang KPLP selama menjalani pidana di Lapas Salemba, itu tidak benar. Dan disebutkan Ferdy Sambo tidak pernah berada di Lapas Salemba, itu juga ngawur,” kata Beni saat dihubungi, Kamis (4/1/2023).
Kata Beni menerangkan, Sambo dieksekusi oleh kejaksaan dan dibawa ke Lapas Salemba untuk menjalani pemidanaan, pada Kamis 24 Agustus 2023. Selama lima hari, sampai Selasa (29/8/2023), Sambo, sebagai warga binaan baru di lapas tersebut menjalani masa pengenalan lingkungan atau mapelaning seperti terpidana baru lainnya yang dieksekusi menjadi warga binaan di lapas.
Selama mapelaning itu, kata Beni, Sambo ditempatkan di Blok Paviliun Saroso, di Lantai-1 Ruang 23 Tipe-1. Beni mengaku dapat membuktikan keberadaan Sambo di ruang isolasi narapidana baru itu. “Kami bisa membuktikan itu lewat dokumentas-dokumentasi,” kata Beni.
Dia melanjutkan, memang keberadaan Sambo di Lapas Salemba itu, tak berlangsung lama. Karena pada 29 Agustus 2023, mantan Kadiv Propam Polri itu dipindahkan pemidanaannya ke Lapas Kelas II A di Cibinong, Bogor, Jawa Barat (Jabar).
Beni, pun menyampaikan, Alvin sebetulnya juga adalah narapidana yang menjadi warga binaan di Lapas Salemba. Namun dikatakan Beni, keberadaan Alvin sejak 16 April sampai September 2023 tak berada di Lapas Salemba. Melainkan menjalani pembantaran untuk perawatan di rumah sakit.
Karena itu, Beni mengaku heran dengan pengakuan maupun kesaksian Alvin tersebut. “Jadi tuduhan itu tidak benar. Dan tidak berdasar. Karena Alvin Lim sendiri sebagai warga binaan tidak ada di Lapas Salemba selama Ferdy Sambo ada menjalani pidana di Lapas Salemba,” kata Beni.
Beni juga meluruskan soal pengakuan Alvin tentang keberadaan terpidana Richard Eliezer yang juga tak pernah ada di penjara Selemba. Karena dikatakan Beni, Eliezer dieksekusi ke Lapas Salemba, pada 27 Februari 2023. Pada hari itu juga dengan pertimbangan, serta rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), eksekutor pembunuhan berencana itu dipindahkan pemidanaannya ke Rutan Salemba, cabang Bareskrim Polri, di Mabes Polri.
“Kalau yang terkait dengan Richard Eliezer itu, memang kan itu ada permintaan dari rekomendasi LPSK agar yang bersangkutan (Richard) dipindahkan ke Rutan Mabes Polri sebagai penghargaan untuk dia sebagai justice collaborator (saksi pelaku),” tegas Beni.
Ferdy Sambo dan Richard Eliezer, adalah dua terpidana dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J). Hukuman Sambo inkrah melalui putusan kasasi dihukum pidana penjara selama seumur hidup.
Sedangkan Richard sebagai eksekutor pembunuhan di Duren Tiga 46 itu, hanya dihukum 1 tahun 6 bulan penjara lantaran permohonannya sebagai saksi-pelaku yang membantu pengungkapan kasus tersebut, dikabulkan oleh hakim.
Sejak Agustus 2023, Richard sudah bebas bersyarat. Namun belakangan, dua nama tersebut kembali menjadi perbincangan publik karena pengakuan dari Alvin Lim.
Alvin Lim adalah seorang pengacara dan pernah dipidana 4,5 tahun lantaran kasus surat-dokumen palsu serta terkait dengan pencamaran nama baik. Melalui wawancaranya dengan Richard Lee di kanal Youtube, Alvin mengungkapkan tentang keberadaan Ferdy Sambo yang dieksekusi ke Lapas Salemba, namun tak pernah ada di penjara tersebut.
Pun dikatakan dia, Sambo menjalani pidana di Lapas Salemba di ruang khusus AC di kantor KPLP. Pun dikatakan dia, juga Richard sebagai terpidana yang dieksekusi ke Lapas Salemba tapi juga tak pernah ada di sel penjaranya.(*/Jo)
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai menghitung besaran kerugian negara terkait kasus korupsi eksplorasi tambang timah oleh PT Timah di Provinsi Bangka. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengungkapkan, dari estimasi sementara tim penyidikannya, nilai kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai triliunan rupiah.
Timnya menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mendapatkan angka pasti kerugian negara dalam kasus tersebut. Febrie, belum menyebutkan angka versi penyidikannya karena masih menunggu hasil dari BPKP.
“Kasus PT Timah di Bangka ini, BPKP sudah masuk menghitung (kerugian negara). Di kita (Jampidsus) itu melihatnya sangat besar sekali (kerugian negaranya). Triliunan itu. Kalau kecil, kita serahkan ke Kejari (Kejaksaan Negeri) saja,” kata Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Jakarta, Kamis (4/1/2024).
Meskipun belum menyebutkan besaran angka kerugian negara, akan tetapi kata dia mengungkapkan, besaran kerugian negara dalam kasus timah itu, lebih tinggi dari angka kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT ASABRI.
“Lebih besar dari itu (ASABRI),” kata Febrie.
Kasus korupsi dan TPPU PT ASABRI juga dalam penanganan di Jampidsus. Dan kasus tersebut menjadi salah-satu pengungkapan skandal terbesar dalam pengusutan korupsi dan TPPU di Indonesia.
Angka kerugian negara dalam kasus tersebut, mencapai Rp 22,78 triliun. Febrie menerangkan, di kasus PT Timah, besarnya kerugian negara itu, bukan hanya terkait dengan keuangan. Melainkan juga, kata dia, menyangkut soal kerugian perekonomian negara.
“Karena di kasus ini, terkait juga dengan kerusakan lingkungan dari aktivias reklamasi untuk tambang-tambang timah itu. Jadi selain kerugian keuangan negara, juga menyangkut kerugian perekonomian negara,” ujar Febrie.
Febrie mengatakan, tim penyidikannya, pun sudah mengantongi sejumlah pihak yang dapat cukup bukti untuk dijadikan tersangka. Akan tetapi, dikatakan dia, menunggu hasil penghitungan kerugian keuangan, dan perekonomian negara oleh BPKP, perilisan tersangka bakal menyusul.
Namun Febrie mengungkapkan, para calon tersangka ada yang berasal dari internal PT Timah, pun juga pihak-pihak swasta yang mendapatkan izin ilegal pengelolaan dan eksplorasi tambang timah yang dimiliki oleh perusahaan negara itu.
“Kasus ini kerusakan lingkungannya sudah sangat berat. Anak-anak (penyidik) sudah melihat ke sana langsung. Nah ini, kita usut untuk pertanggungjawabannya dari pihak antara PT Timah-nya, dan pihak-pihak swastanya,” ujar Febrie.
Penyidikan korupsi timah ini, dimulai sejak Oktober 2023. Sampai saat ini, sudah puluhan saksi diperiksa di Kejakgung, Jakarta. Namun memang belum menetapkan satupun tersangka.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi pernah menerangkan, kasus korupsi di PT Timah ini, terkait dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah yang diserahkan kepada pihak swasta sejak 2015-2022. “Diduga pengalihan IUP-IUP ini dilakukan dengan cara ilegal yang sangat merugikan negara,” kata Kuntadi.
Dari pengelolaan oleh pihak swasta tersebut, menghasilkan timah yang dijual kembali ke PT Timah. “Jadi ini IUP 2015 sampai 2022, yang itu kita yakini sangat besar kerugian negaranya,” begitu kata Kuntadi.
Meskipun belum menetapkan tersangka, sejumlah penyitaan di beberapa lokasi sudah dilakukan. Sepanjang November-Desember 2023 penyidik melakukan penyitaan terhadap uang ratusan miliar rupiah, dalam bentuk dolar AS sebesar Rp 1,54 juta, dan mata uang lokal sebesar Rp 76,4 miliar.
Penyidik Jampidsus juga melakukan penyitaan berupa kepingan logam mulia emas seberat 1.062 gram. Pekan lalu, pun tim penyidik kembali melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di sejumlah kantor pertambangan timah, dan menyita sejumlah barang bukti dokumen, dan elektronik.(Republika)
JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan aliran dana mencurigakan yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Ya, itu supaya diusut tuntas,” kata Mahfud saat ditemui di Jakarta, Rabu (3/1/2024).
Mahfud yang juga calon wakil presiden nomor urut 3 itu menilai bahwa adanya aliran dana dan transaksi mencurigakan sudah biasa terjadi di Indonesia. Perbedaan dengan kasus yang saat ini menjadi sorotan, menurut dia, adalah dugaan keterlibatan partai politik dalam aliran dana tersebut.
“Itu biasa aja, banyak yang begitu, tetapi ini isunya politik harus diusut tuntas,” kata dia. Ia pun memastikan akan mengikuti perkembangan dugaan kasus tersebut dalam kapasitasnya sebagai Menko Polhukam.
Sebelumnya, Kamis (14/12), Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebutkan laporan transaksi yang diduga tindak pidana pencucian uang dalam kampanye Pemilu 2024 meningkat 100 persen pada Semester II 2023.
“Kami lihat transaksi terkait dengan pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kami dalam,” kata Ivan setelah menghadiri Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara di Jakarta.
Menurut dia, PPATK menemukan bahwa beberapa kampanye dilakukan tanpa pergerakan transaksi dalam rekening khusus dana kampanye (RKDK).(antara)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro