BANDUNG – PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menghormati proses hukum terkait kasus dugaan korupsi yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam kasus itu, KPK menetapkan mantan Direktur Utama PTDI periode 2007-2017 Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (12/6).
“PTDI dalam hal ini menghormati dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah,” kata Sekretaris Perusahaan PTDIIrlan Budiman dalam siaran persnya, Sabtu (13/6).
PTDI percaya bahwa KPK akan menjalankan tanggung jawab dan kewenangannya terkait proses penyidikan sesuai aturan hukum yang berlaku. Selain itu,PTDI juga akan bersikap kooperatif terhadap seluruh proses penyidikan yang sedang berjalan guna penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (12/6), resmi mengumumkan dua tersangka tindak pidana korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (PTDI) periode 2007-2017.
Dua tersangka itu, yakni mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) dan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ).
“Kami akan menyampaikan tentang hasil penyidikan yang dilakukan oleh KPK terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam suatu kegiatan penjualan dan pemasaran yang terjadi di PTDI periode 2007-2017. Pengadaan dan pemasaran ini dilakukan secara fiktif,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6).
Pada awal 2008, lanjut Firli, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PTDI.(*/Hend)
JAKARTA – Kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan telah masuk tahap pembacaan tuntutan. Pada sidang Kamis 11 Juni 2020 kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut kedua terdakwa penyerang Novel,
Jaksa menyebut terdakwa tidak ada niat melukai dan tidak sengaja menyiramkan air keras ke bagian wajah Novel sehingga dakwaan primer dalam perkara ini tidak terbukti.
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai alasan tidak ada niatan dan tidak sengaja yang dilontarkan oleh Jaksa itu tidak masuk diakal dan tidak dapat di terima. Bahkan, alasan hukum yang digunakan itu sangat memalukan.
“Alasan tidak sengaja ini menurut saya memalukan. Dalam hukum pidana tidak dikenal istilah tidak sengaja, adanya lalai. Pernyataan jaksa ini menurut saya udah bukan mencederai keadilan lagi, tapi udah menciderai akal sehat. Enggak bisa diterima,” ujar Sahroni kepada wartawan, Jumat (12/6/2020).
Selain itu, legislator asal Tanjung Priok ini menilai, alasan para terdakwa yang yang menyebut bahwa mereka tidak sengaja dan tidak ada niatan untuk melukai Novel Baswedan juga tidak masuk akal. Padahal, pelaku sebelumnya mengaku punya motif dendam kepada Novel.
“Enggak masuk akal ah. Mana ada orang bawa-bawa air keras terus dilempar ke orang dengan enggak sengaja? Ini enggak rasional. Lagian sudah jelas-jelas pelaku mengaku dendam, kok bisa ada kesimpulan jaksa enggak sengaja?” kata Sahroni.
Karena itu, Sahroni akan membawa pembahasan mengenai situasi ini ke dalam rapat kerja (Raker) Komisi III DPR dengan Jaksa Agung dalam waktu terdekat. Dia akan menuntut penjelasan dari Jaksa Agung ST Burhanuddin.
“Tentu kasus ini akan saya angkat dan saya bahas di rapat kerja komisi III. Saya akan meminta penjelasan perihal kasus ini dengan Jaksa Agung pada rapat kerja yang akan datang,” ungkapnya.(*/Di)
JAKARTA – Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi dituntut 10 tahun penjara oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nahrawi juga dituntut untuk membayar uang denda sebesar Rp500 subsidair enam bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan,” kata jaksa KPK Ronald Worotikan saat membacakan surat tuntutan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (12/6/2020).
Jaksa juga melayangkan tuntutan hukuman tambahan berupa kewajiban agar Nahrawi membayar uang pengganti sebesar Rp19.154.203.882 (19 miliar). Nahrawi diminta untuk membayar uang pengganti paling lambat satu bulan setelah putusannya berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
“Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terpidana disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 3 tahun,” sambungnya.
Selain itu, jaksa juga menuntut agar majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta agar mencabut hak politik Imam selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok. “Menjatuhkan pidana tambahan berupa penjabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya,” kata jaksa.
Jaksa meyakini Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi suap Rp 11.500.000.000 bersama-sama dengan mantan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Uang tersebut disebut untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.
Jaksa juga meyakini Nahrawi terbukti bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 8.648.435.682 bersama-sama Ulum. Ulum berperan sebagai perantara uang yang diterima dari berbagai sumber untuk Imam Nahrawi.
Perbuatan itu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Menuntut supaya menjadi hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan amar dengan putusan sebagai berikut menyatakan terdakwa Imam Nahrowi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama dan dakwaan kedua,” ucap jaksa Ronald.
Dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Nahrawi dianggap telah menghambat perkembangan dan prestasi atlit Indonesia yang diharapkan dapat mengangkat nama bangsa di bidang Olahraga.
“Terdakwa tidak kooperatif dan tidak mengakui terus terang seluruh perbuatan yang dilakukannya; Terdakwa tidak menjadi teladan yang baik sebagai pejabat publik,” ujarnya.
“Hal-hal yang meringankan, Terdakwa bersikap sopan selama pemeriksaan di persidangan; Terdakwa masih memiliki tanggungan keluarga,” sambungnya.
Dalam perkara ini, Nahrawi didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar bersama dengan Asisten pribadinya, Miftahul Ulum untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah KONI. Setidaknya, terdapat dua proposal kegiatan KONI yang menjadi sumber suap Imam Nahrawi.
Pertama, terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018.
Kedua, proposal terkait dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun Kegiatan 2018.
Selain itu, Nahrawi juga didakwa bersama-sama dengan Ulum menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp8,6 miliar. Uang itu diterima Imam Nahrawi saat menjabat sebagai Menpora dalam rentang waktu 2014 hingga 2019. Imam disebut menerima sejumlah uang melalui Ulum.(*/Joh)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Dirgantara Indonesia (DI), Budi Santoso (BS) dan bekas Direktur Niaganya, Irzal Rinaldi Zailani sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia tahun anggaran 2007-2017.
“Selama proses penyelidikan telah ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup terkait proyek tersebut,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (12/6/2020).
Kasus ini berawal pada 2008. Dimana, tersangka Budi Santoso dan Irzal Rinaldi diduga bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan melakukan rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.
“Termasuk biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan,” ujar Firli.
Selanjutnya, tersangka Budi mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerjasama denga mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, tersangka Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.
Setelah beberapa kali dilakukan pertemuan, disepakati kelanjutan program kerjasama denga mitra atau keagenan. Kerjasama itu berupa proses pemasaran dilakukan dengan cara penunjukan langsung, penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP), serta pembiayaan kerjasama tersebut dititipkan dalam ‘sandi-sandi anggaran’ pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
Selanjutnya, tersangka Budi memerintahkan kepada tersangka Irzal dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerjasama dengan mitra atau keagenan. Atas perintah itu, Irzal menghubungi seseorang, Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.
Pada bulan Juni 2008 sampai 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia dengan sejumlah pimpinan perusahaan. Perusahaan itu antara lain PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Atas kontrak kerjasama tersebut, seluruh mitra atau agen perusahaan tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama. Ternyata, PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan pada tahun 2011.
“Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia (persero) kepada 6 (enam) perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 milyar dan USD8,65 juta,” ujarnya.
Setelah keenam perusahaan mitra atau agen tersebut menerima pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia (persero), terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekira Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero) diantaranya tersangka Budi Santoso, tersangka Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.
“Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp205,3 milyar dan 8,65 juta dolar Amerika Serikat,” bebernya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*/Ad)
JAKARTA – Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, Said Didu belum ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penghinaan dan pencemaran nama baik kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Sebelumnya, Said Didu dikabarkan telah menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
“Belum jadi tersangka,” katanya , Kamis (11/6/2020).
Kasus yang membawa nama Said Didu ini terus diproses kepolisian. Mabes Polri mengatakan akan memeriksa saksi ahli dan menggelar perkara terkait kasus laporan dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong yang dilakukan mantan sekretaris Kementerian BUMN Said Didu terhadap Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
“Selanjutnya, penyidik akan memeriksa saksi ahli dan melakukan gelar perkara,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri Kombes Ahmad Ramadhan saat virtual konferensi pers melalui akun Youtube, akhir Mei lalu
Kemudian, ia menambahkan, pihaknya tidak melakukan pemanggilan kedua terhadap pewawancara dalam video akun Youtube Said Didu, yaitu HA.
“Penyidik tidak melayangkan panggilan kedua terhadap Saudara HA dan pengacara HA telah berkomunikasi dengan penyidik untuk menghadirkan HA dalam pemeriksaan sebagai saksi pada hari ini,”tukasnya.(*/Tub)
JAKARTA – Dua terdakwa kasus dugaan penyiraman air keras ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dituntut satu tahun penjara.
Dua terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dalam tuntutan JPU terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat.
“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, dua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan,” kata JPU Fedrik Adhar saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020).
Dalam pertimbangannya, JPU mengungkapkan hal yang memberatkan bagi para terdakwa adalah perbuatan mereka telah mencederai kehormatan institusi Polri.
“Sedangkan hal-hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, terdakwa mengakui perbuatannya di persidangan, terdakwa kooperatif dalam persidangan, terdakwa telah mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun,” ujarnya.
Dalam sidang ini, JPU membacakan surat tuntutan terhadap kedua terdakwa secara terpisah. Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*/Tub)
JAKARTA – Penyerang penyidik senior KPK, Novel Baswedan, hari ini menjalani sidang dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Kedua terdakwa adalah Ronny Bugis dan Rahmat Kadir.
“Betul, hari ini sidang tuntutan Novel Baswedan,” kata Humas PN Jakut, Djuyamto, saat dikonfirmasi, Kamis (11/6/2020).
Rencananya sidang akan dimulai pukul 13.00 WIB. Djuyamto mengatakan kedua terdakwa tidak akan hadir di persidangan dan akan menjalani sidang melalui teleconference dari rutan.
Sidang ini juga akan disiarkan secara live di akun YouTube PN Jakut. Yang akan hadir di ruang sidang hanya majelis hakim, jaksa penuntut umum, dan juga penasihat hukum kedua terdakwa.
“Sidang rencananya jam 13.00 WIB. (Sidang) live streaming, terdakwa di Rutan,” jelasnya.
Sementara itu, dari tim kuasa hukum Novel mengaku tidak berharap banyak pada sidang tuntutan hari ini. Tim kuasa hukum hanya berharap publik tak melupakan kasus ini.
“Kita tidak berharap banyak pada sidang yang banyak kejanggalan atau formalitas agar publik melupakan kasus penyiraman air keras terhadap Novel,” kata salah satu tim penasihat hukum Novel, Alghiffari Aqsa, saat dikonfirmasi terpisah.
Ronny Bugis dan Rahmat Kadir didakwa melakukan penganiayaan berat dengan rencana terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. Mereka didakwa karena menyiramkan air keras ke bagian wajah Novel.
Keduanya sama-sama didakwa melanggar Pasal 351 atau Pasal 353 atau Pasal 355 ayat ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan, peristiwa penyerangan terjadi pada Selasa, 11 April 2017, pukul 03.00 WIB, Ronny dan Rahmat bergegas menuju ke kediaman Novel Baswedan di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ronny yang mengendarai motor, sedangkan Rahmat duduk di belakangnya.
Mereka berhenti di sekitar Masjid Al-Ikhsan di dalam kompleks itu sembari mengamati setiap orang yang keluar dari masjid itu. Saat melihat Novel Baswedan, Rahmat menuangkan cairan campuran asam sulfat ke dalam gelas mug, dan menyiramlan cairan itu ke wajah Novel.
Karena peristiwa itu, Novel Baswedan mengalami luka berat. Luka itu disebut telah menghalangi Novel Baswedan dalam menjalankan pekerjaannya sebagai penyidik di KPK.(*/Tub)
JAKARTA – Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis mengingatkan masyarakat untuk bersikap bijak dalam menggunakan media sosial (medsos).
Kapolri mengatakan, perilaku bersosial media sudah diatur dalam UU No. 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), untuk itu masyarakat diminta mengunggah konten positif agar tidak terjerat undang-undang itu.
“Hari ini merupakan Hari Media Sosial (Medsos) Nasional. Saya ingin masyarakat tetap mengunggah konten yang positif di medsos. Medsos berperan penting untuk media komunikasi dan informasi di era globalisasi ini.
Tapi ingat disana ada jejak digital yang sulit dihapus. Sehingga kami harus bijak menggunakannya, kalau tidak akan terjerat UU ITE,” katanya dalam keterangan tertulis , Rabu (10/6).
Menurutnya, perilaku bersosial media sudah diatur dalam UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Beberapa hal yang diatur diantaranya mengenai pencemaran nama baik, penghinaan SARA dan perdagangan elektronis.
“Banyak contoh kasus bagaimana orang tidak bijak bermedia sosial. Sehingga terjerat UU ITE. Maka dari itu, masyarakat harus bijak dalam menggunakan medsos jangan sampai ada yang dirugikan,” ujarnya.
Mantan Kepala Bareskrim Polri ini menyarankan agar konten yang diunggah di media sosial berisi hal-hal positif, karya seni, inspiratif kreatif dan edukatif. Bukan malah hasutan, ujaran kebencian, kabar bohong (hoaks) dan hal negatif lainnya. Ia menjelaskan hoaks bukan hanya sekadar berita bohong tapi juga mampu mengubah cara berpikir seseorang menjadi buruk.
“Sampaikan informasi dengan benar dan bertanggungjawab serta memenuhi kaidah etika dan norma,” ucapnya.
Idham menambahkan saat ini penting bagi seluruh elemen bangsa merekatkan persatuan dan kesatuan agar tidak terjadi konflik yang merusak keutuhan bangsa. “Mari kami bangun Indonesia dengan hal-hal yang positif dan inovatif,” kata mantan Kapolda Metro Jaya ini.(*/Tub)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut menetapkan seorang kepala daerah sebagai tersangka. Berdasarkan informasi yang didapat, kepala daerah tersebut yakni, KSS, Bupati Labuanbatu Utara, Sumatera Utara.
Dikonfirmasi ihwal penetapan tersangka tersebut, lembaga antirasuah tak menampiknya. Namun, KPK memilih untuk tidak mengumumkan penyidikan perkara ini sesuai dengan kebijakan lembaga antirasuah yang baru.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, penetapan tersangka terhadap KSS ini merupakan pengembangan dari perkara suap dana perimbangan daerah yang menjerat Yaya Purnomo selaku Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan (Kemkeu). Penetapan terhadap KSS ini juga merupakan penetapan tersangka kepada Kepala Daerah yang pertama di tahun 2020.
“Benar saat ini tim penyidik KPK sedang melakukan penyidikan terkait kasus pengembangan perkara berdasarkan fakta-fakta hukum dari perkara atas nama terpidana Yaya Purnomo yang perkaranya telah selesai ditangani oleh KPK. Tim penyidik KPK sedang melakukan tahap pengumpulan alat bukti termasuk memeriksa sejumlah saksi terkait kasus di Kabupaten Labuhan Batu Utara tersebut,” kata Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (10/6/2020).
Dalam penanganan perkara yang dilakukan KPK, peningkatan status perkara ke tahap penyidikan umumnya berjalan seiring dengan penetapan tersangka. Namun, Ali enggan mengungkap lebih jauh pihak yang ditetapkan sebagai tersangka maupun konstruksi perkaranya.
“Kami saat ini belum dapat menyampaikan detail kasus dan tersangkanya karena sebagaimana telah kami sampaikan bahwa kebijakan Pimpinan KPK terkait ini adalah pengumuman tersangka akan dilakukan saat penangkapan atau penahanan telah dilakukan. Kami berharap rekan-rekan media memahami kebijakan ini dan memberikan waktu tim penyidik KPK menyelesaikannya tugasnya lebih dahulu,” katanya.
Berdasar informasi, Bupati berinisial KSS bersama seorang bawahannya diduga memberikan suap kepada Yaya dan Kasie Perencanaan DAK Fisik Kemenkeu, Rifa Surya. Suap itu diberikan terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus bidang kesehatan dan jalan tahun anggaran 2018 untuk daerah yang dipimpin sang Bupati.
Dalam kasus ini, sebelumnya tim penyidik KPK pernah memeriksa KSS pada 20 Agustus 2018. KSS diperiksa terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN-P 2018 untuk melengkapi berkas penyidikan Yaya Purnomo ketika itu. Usai diperiksa, KSS mengaku dicecar mengenau pengajuan proposal proyek pembangunan infrastruktur di daerahnya yang bersumber dari dana perimbangan daerah RAPBN-P TA 2018.
Sementara untuk kasus Yaya sendiri, pada Februari 2019, Yaya divonis 6 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan gratifikasi. Yaya juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider kurungan 1 tahun 15 hari. Vonis Yaya Purnomo lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yakni 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.(*/Ag)
JAKARTA – Polda Metro Jaya membekuk tiga dari lima tersangka kasus pencurian sepeda motor dan ponsel peristiwanya terjadi di Menteng, Jakarta Selatan. Modus pelaku begal tersebut yakni berkenalan dengan korbannya melalui media sosial (medsos) WeChat.
“Modusnya operandinya pelaku mengundang korban melalui medsos yaitu WeChat,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (8/6/2020).
Yusri menjelaskan, peristiwa itu bermula pada 19 Mei 2020, tersangka berinisial TH awalnya berkenalan dengan korban dan mengajak bertemu di wilayah Menteng, Jakarta Selatan.
Kemudian korban menemui pelaku menggunakan sepeda motor. Setelah bertemu, keduanya pun langsung berjalan-jalan.
Ternyata sambung Yusri, pelaku bersama empat rekannya sudah merencanakan begal motor. Dua rekan pelaku membuntuti TH dan korban kemudian langsung melancarkan begal.
“Dua pelaku berhenti dan bawa sebilah celurit, dia kasih ke TH karena dia yang mengajak korban dan kemudian dikalungkan celurit ke korban. Korban melawan hingga luka di ibu jari. Kemudian Motor korban dan HP berhasil dibawa lari,” jelasnya.
Adapun saat ini kata Yusri, pihaknya masih memburu dua tersangka lainnya yang berperan sebagai joki.
Atas perbuatannya, tersangkanya dikenakan Pasal 365 KUHP. Tersangka terancam hukuman sembilan tahun penjara.(*/Tub)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro