JAKARTA – Dari awal kartu prakerja sudah menjadi sorotan banyak pihak karena di curigai ada unsur yang tidak baik. Anggota Komisi III (Hukum) DPR RI Didik Mukrianto mengaku tak terkejut dengan temuan dan rekomendasi KPK soal Kartu Prakerja.
Politikus Demokrat itu berharap penyimpangan itu juga diambil tindakan hukum.
“Kalau KPK sudah menemukan indikasi adanya penyimpangan dan bahkan korupsi, jangan ragu-ragu untuk melakukan penindakan. Segera tangkap dan adili para perampok dan penikmat uang negara,” kata Didik dikutip dari republika, Sabtu (20/6).
Ia berharap, KPK tak lelah untuk memberantas korupsi. Terlebih, di di saat negara sedang mengalami kesulitan. “Jangan pernah mentoleransi upaya perampokan uang negara,” ujarnya.
Didik mengingatkan, sepanjang ada unsur perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara harus ditindak.
“Harusnya KPK tidak ragu untuk menindak. Korupsi saat darurat bencana merupakan adalah bagian moral hazard yang sangat memilukan dan memalukan buat bangsa ini,” ujar dia.
Didik berharap KPK bisa bergerak lebih tegas dan konstruktif terkait dengan potensi penyimpangan pelaksanaan Kartu Prakerja. Sebab, pelaksanaannya berpotensi menguapkan uang negara yang sangat besar untuk dikorupsi.
Didik menyebutkan, kekhawatiran telah muncul di Komisi III soal Prakerja terkait potensi konflik kepentingan, potensi penunjukan kemitraan tanpa melalui mekanisme tender, potensi dagang pengaruh, dan transparansi, serta akuntabilitasnya yang dianggap tidak terpenuhi, padahal melibatkan keuangan negara yang amat sangat besar.
“Secara kasat mata dan pemikiran telanjang sebetulnya sejak awal harusnya bisa diprediksi tentang potensi penyimpangan tersebut,” kata Didik.
Didik mengaku telah mengingatkan KPK untuk melakukan kajian, analisa, dan pengawasan yang ketat dengan melibatkan PPATK, dan BPK untuk mencegah munculnya penyimpangan, abuse of power dan korupsi. Melihat proses dan mekanisme pelaksanaan Kartu Prakerja, potensinya sangat rawan dan ramah terhadap korupsi.
Sebelumnya, KPK mengumumkan hasil kajian terhadap program Kartu Prakerja. Ada sejumlah rekomendasi yang salah satunya menyoroti konflik kepentingan platform penyedia pelatihan Prakerja.
KPK meminta pemerintah meminta pendapat hukum atau legal opinion kepada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan delapan platform digital itu, apakah, kedelapan kerja sama platform itu termasuk dalam cakupan pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah. Mereka adalah Tokopedia, Bukalapak, Pijar Mahir, Sekolah.mu, Pintaria, Skill Academy, MauBelajarApa, dan Kementerian Tenaga Kerja.
“Terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital,” ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dalam paparannya, Kamis (18/6).
Rekomendasi lainnya terkait penggunaan pengenalan wajah atau face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta. Dengan anggaran Rp30,8 miliar, kebutuhan tersebut dinilai tidak efisien. KPK menilai penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai.
Selanjutnya terkait dengan kurasi materi pelatihan. Menurut KPK, kurasi itu tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai, sebab pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13 persen dari 1.895 pelatihan.
KPK juga meminta pelatihan yang sebenarnya sudah ada secara gratis di Internet tak perlu dimasukkan dalam bagian dari Prakerja. Pelaksanaan pelatihan daring juga harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif.(*/Ag)
JAKARTA – Polda Metro Jaya menembak mati tiga perampok spesialis nasabah bank di Bojongsari, Depok, Jawa Barat. Satgas Street Crime dan Premanisme Polda Metro Jaya telah melakukan penyelidikan selama satu bulan. Polisi berhasil melacak jejak pelaku dan melakukan penangkapan.
“Ada 12 orang yang berhasil kita tangkap, ketika dalam penangkapan mereka dipersenjatai senjata api dan kami melakukan tindakan tegas terukur terhadap tiga pelaku,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana dalam jumpa pers di Mako Polda Metro Jaya, Jumat (19/6).
Ketiga tersangka yang dinyatakan meninggal dunia diketahui berinisial BS, RR dan AMT. Sedangkan sembilan tersangka lainnya yaitu WA, YS, DF, DD, DD, H, T, E dan S saat ini sudah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Polisi masih memburu tiga buronan lainnya dari sindikat ini. “Kita cari tiga DPO yang sedang kami terus lacak keberadaannya dan di antara ketiga DPO insialnya A, AM dan H,” kata Nana.
Peran dari para tersangka mulai dari mencari korban dengan berpura-pura sebagai nasabah, melakukan pembuntutan, melakukan pengempesan ban mobil korban hingga menjadi eksekutor.
Nana mengatakan ke-12 pelaku itu berhasil ditangkap di dua tempat berbeda, yaitu Depok dan Tangerang dalam kurun waktu dua hari pada 13-14 Juni 2020.
Petugas Kepolisian kemudian melakukan pemeriksaan intensif kepada para tersangka. Para pelaku ini adalah komplotan perampok spesialis nasabah bank yang telah beraksi berulang kali. “Terungkap ini sindikat pelaku pencurian dengan kekerasan dan pemberatan spesialis nasabah bank. Dari hasil pemeriksaan yang mereka akui ada sembilan TKP di wilayah Depok dan Tangerang,” ujar Nana.
Sedangkan barang bukti yang berhasil diamankan dari kelompok ini yakni tiga pistol revolver rakitan, delapan butir peluru, satu gergaji, dua kikir, enam karet ban dimodifikasi dengan ditempel paku dan satu kawat payung dimodifikasi. Atas perbuatannya, tersangka dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 365 KUHP, 363 KUHP dan atau Pasal 1 ayat 1 UU RI Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.(*/Joh)
JAKARTA – Satuan Tugas Khusus Pengawasan Dana Covid-19 Polri menyatakan, telah menemukan delapan kasus dugaan penyalahgunaan dana pemerintah untuk penanganan pandemi Covid-19 atau virus corona di Indonesia.
“Laporan-laporan masuk kemarin ada enam kasus di Polda Sumut. Dua kasus di Polda Banten sebatas itu, proses masih berlanjut,” jelas Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono saat dihubungi, Jakarta, Jumat (19/6/2020).
Menurut Awi, dari berbagai wilayah tersebut, ada beberapa wilayah yang kasus dugaan penyelewengan dananya kecil dan sudah diselesaikan.
Kasus dengan kerugian kecil akan diselesaikan dengan cepat dan mengganti kerugiannya.
Awi mengatakan pihaknya ingin memastikan bansos dana corona tepat sasaran.
“Memang ada kasus yang karena kecilnya kerugian dimediasi dan diselesaikan, misalnya ada pemotongan Rp100 ribu, Rp50 ribu itu diselesaikan. Kita berharap pada intinya bansos ini tepat sasaran. Kalau pun terjadi begitu, kalau masih bisa mediasi kita kembalikan karena kecilnya kerugian,” ujar Awi.
Awi menyebut, ada juga wilayah yang mengalami kerugian cukup besar. Untuk kasus dengan kerugian cukup besar, Polri akan mendalami kasus itu.
“Ada juga yang besar, yang ditangani di Polres Simalungun Sumut juga adanya manipulasi terkait timbangan bansos, ada yang dipotong 2 kg, masih diselidiki prosesnya termasuk kerugian, data penerimanya nanti diupdate,” tukasnya.(*/Tub)
BOGOR – Kasus korupsi dana pembangunan jalan dengan tersangka berinisial A yang merupakan mantan Kepala Desa (Kades) Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat segera masuk persidangan.
“Pada hari Rabu tanggal 17 Juni 2020 telah dilakukan tahap dua penyerahan tersangka A dari penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor kepada Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor,” terang Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor, Bambang Winarno saat ditemui di kantornya, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu (17/6/2020).
Menurut Bambang, perkara Kades Pasir Eurih periode 2013-2019 itu segera diajukan ke persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat.
Sementara pemeriksaan tersangka selama ini dilakukan di Lapas Kelas IIA Cibinong karena tengah pandemi Covid-19.
Bambang menyebutkan, tersangka A terancam hukuman penjara 20 penjara karena dijerat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor (UU) 20 Tahun 2001 juncto UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUHP, atau juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUHP.
Sementara Kasi Intelijen (Intel) Kejari Kabupaten Bogor, Juanda menyebutkan, A ditetapkan sebagai tersangka korupsi Dana Desa Tahun Anggaran 2018 oleh Kejari Kabupaten Bogor pada Februari 2020.
Kerugian yang disebabkan oleh korupsi dana desa mencapai Rp 504 juta. Dari total Rp 800 juta dana desa yang diberikan oleh pemerintah, pelaku tidak menyalurkan sesuai APBDes. Uang yang dicairkan pada termin ketiga itu malah digunakan untuk keperluan pribadi. “Yang bersangkutan mengembalikan uang korupsi sekitar Rp 170 juta, dari hasil sitaan kegiatan awal penyelidikan, dan AJB rumah yang bersangkutan,” jelasnya.(*/T Abd)
GRESIK – Dugaan korupsi proyek pipanisasi PDAM di Greenland, Desa Laban, Kecamatan Menganti, disidik Kejari Gresik. Ada dugaan proyek senilai Rp7 miliar sarat penyimpangan.
Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Gresik terus melalukan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti. Juga keterangan saksi mengenai proyek tersebut.
Salah satunya mengecek kondisi fisik secara langsung pipa PDAM di Jalan Raya Desa Laban hingga ke dalam perumahan.
Pantauan di lapangan, ada sejumlah titik yang diperiksa oleh tim penyidik Pidsus Kejari Gresik didampingi Dirut PDAM Giri Tirta Gresik, Siti Aminatus Zariah dan sejumlah pejabat.
Mereka nampak membawa sebuah dokumen penting. Ada sejumlah orang yang bertugas menggali tanah tepat di bahu jalan. Melihat seberapa dalam penanaman pipa PDAM itu. Bagian area dalam perumahan tersebut juga tidak lepas dari pengecekan.
Saat dikonfirmasi, Kasi Intel Kejari Gresik R Bayu Probo Sutopo membenarkan bahwa pipanisasi PDAM di Greenland Menganti itu terdapat dugaan korupsi.(baca juga:Langgar Gipo Surabaya Diusulkan Menjadi Cagar Budaya)
“Iya ada dugaan korupsinya. Kemarin tim Pidsus melakukan cek fisik di Greenland,” ujar Bayu. Dirinya tidak menyebut secara detait tahapan penyelidikan hingga saat ini.
Sementara itu, Dirut PDAM Giri Tirta Gresik, Siti Aminatus Zariah melalui selulernya irit komentar. “Ada 3 titik yang dicek. Untuk uji standart kedalaman penanaman pipa,” ungkapnya.(*/Gio)
JAKARTA – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman mengkritik tuntutan 1 tahun penjara terhadap pelaku penyerangan Novel Baswedan. Benny menyebut hal ini mengesankan dua pelaku tersebut bukan pelaku sebenarnya.
“Tuntutan jaksa yang sangat rendah mengesankan kejaksaan memaksakan diri untuk menghadapkan orang ini ke meja hijau. Bukan orang ini pelaku yang sebenarnya, pelaku sebenarnya disembunyikan,” kata Benny saat dihubungi wartawan, Selasa (16/6/2020).
Benny menyebut, jaksa seharusnya merupakan instrumen penegak hukum yang merepresentasikan upaya penegakan hukum pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, tuntutan rendah ini dinilainya menunjukkan bahwa Jokowi tidak peduli pada kasus yang menimpa penyidik KPK tersebut.
“Rendahnya tuntutan ini mengesankan Presiden tidak punya peduli dengan kasus Novel Baswedan. Kasus yang dihadapi Novel adalah kejahatan besar, mengancam nyawa manusia dan secara fisik sudah ada kerusakan,” kata dia.
Lebih lanjut, Benny menyebut Presiden Jokowi seperti menganggap kasus yang menimpa Novel adalah kasus kriminal biasa. Padahal kasus ini adalah kasus kriminal besar dengan tujuan menghambat agenda pemberantasan korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan yang luar biasa.
Ia juga menilai Presiden Jokowi tidak punya political will untuk memberantas korupsi dan melindungi para penegak hukum antikorupsi. “Membiarkan penyidik KPK dibunuh secara keji seperti ini adalah sebuah kejahatan demokrasi,” ujar dia.
Benny berharap, hakim di pengadilan pro terhadap keadilan. Opsi pertama yang bisa dilakukan, kata Benny adalah melepaskan pelaku yang dituntut jika dia bukan pelakunya/karena dipaksakan.
Opsi kedua, tambah Benny, perintahkan Jaksa dan Polisi utk mencari pelaku sesungguhnya. Ketiga, perintahkan jaksa dan penyidik Polri untuk hadirkan aktor intelektualnya.
“Jika tidak, yang terjadi adalah peradilan sesat,” tegasnya.(*/Joh)
BANDUNG – JPU KPK menuntut Bupati Indramayu nonaktif Supendi hukuman penjara selama enam tahun denda Rp 250 juta, subsidair kurungan enam bulan.
Selain itu Supendi juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,8 miliar atau diganti kurungan selama satu tahun.
Hal itu terungkap dalam sidang tuntutan dugaan suap dengan terdakwa mantan Bupati Indramayu Supendi, dan Kadis PUPR Omarsyah, serta Kabid Jalan PUPR Wempi Triyoso di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu (17/6/2020).
Dalam amar tuntutanya, JPU KPK Kiki Ahmad Yani, terdakwa Supendi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berkelanjutan sebagaimana diatur pasal 12 huruf a UU Tindak Pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu.
”Memohon majelis yang menangani perkara ini agar menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa hukuman penjara selama enam tahun dan enam bulan, denda Rp 250 juta, subsidair kurungan enam bulan,” katanya.
Selain itu, terdakwa Supendi juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,8 miliar, atau diganti kurungan penjara selama satu tahun. Terdakwa diberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih selama tiga tahun.
Dalam sidang yang sama juga dibacakan tuntutan untuk dua orang terdakwa lainnya, yakni mantan Kadis PUPR Indramayu Omarsyah dituntut hukuman selama enam tahun denda Rp 250 juta, subsidair kurungan enam bulan. Dia juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 9,2 miliar atau diganti kurungan selama dua tahun.
Sementara terdakwa Wempi Triyoso dituntut hukuman selama lima tahun denda Rp 250 juta, subsidair kurungan enam bulan, dan diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar atau diganti kurungan penjara selama satu tahun.
Sementara hal yang memberatkan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Sementara yang meringankan, para terdakwa bersikap sopan, menyesali dan mengakui perbuatannya, serta belum pernah dihukum.
Atas tuntutan tesebut para terdakwa akan mengajukan pleidoi atau nota pembelaan, sidang yang dipimpin Sihar Hamonangan Purba ditunda pekan depan dengan agenda pembacaan pembelaan.
Dalam uraiannya, JPU KPK menyebutkan, Supendi besama-sama dengan Omarsyah dan Wempi Triyoso telah melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan, ada hubungannya sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan, berlanjut, menerima hadiah.
“Yaitu menerima beberapa kali pemberian uang dengan total Rp 3.928.250.000 dari Carsa ES dan beberapa pengusaha (kontraktor) yang jadi rekanan di Pemkab Indramayu,” katanya.
Padahal pemberian dimaksudkan agar terdakwa selaku Bupati Indramayu bersama Omarsyah selaku Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Wempi Triyoso selaku Kabid Jalan di PUPR Indramayu memberikan proyek/paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Indramayu kepada Carsa ES dan rekanan kontraktor lainnya yang memberikan uang tersebut.
Perbuatan terdakwa bertentangan dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara, yakni selaku bupati Indramayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). (*/Hend)
PROBOLINGGO – Tiga wartawan melaporkan atas tindakan tidak menyenangkan yang menimpa mereka kepada Propam Polres Probolinggo.
Mereka adalah Fahrul Mozza (44) asal Kecamatan Kanigaran, Septiyan Dwi Cahyo Efendi (26), dari Kecamatan Mayangan dan Suyono (36), asal Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo.
“Kami melapor kepada Polres Probolinggo pada Senin (15/6) setelah ditodong pistol oleh oknum anggota polisi,” kata Fahrul, Selasa (16/6/2020).
Ia menceritakan, dirinya bersama dua rekannya lain itu dalam perjalanan pulang usai meliput di Kecamatan Tiris pada Minggu (14/6) sekitar pukul 14.00 Wib.
“Tiba di Desa Jatiurip, Kecamatan Krejengan, mobil nopol L 1069 CV yang kami tumpangi langsung dipepet dan dihadang oleh segerombolan orang tak dikenal,” jelasnya.
Menurut Fahrul Mozza, mereka bertiga diminta keluar dan ditodong pistol oleh anggota polisi.
“Bahkan tangan saya dipelintir dan hendak diborgol. Saat itu saya bilang saya ini wartawan,” ceritanya.”Jadi kalau saya melakukan perlawanan fisik saat itu, sangat berpotensi peluru akan mengenai kami,” ujar dia.
Sementara itu, Kapolres Probolinggo AKBP Ferdy Irawan mengatakan permasalahan tersebut sudah diselesaikan. Ia tidak melarang ketiga wartawan itu untuk melaporkannya.
“Iya itu memang anggota saya, tapi boleh saja dia melakukan pelaporan dan kami akan tindak lanjuti jika memang keberatan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dari keterangan anggota itu diketahu jika mereka tengah menjalankan tugas menyelidiki kasus pencurian.
“Mobil tersebut dicurigai oleh anggota. Saat melakukan pemberhentian, pistol bukan ditodongkan itu sudah sesuai dengan SOP,” tukasnya.(*/Gio)
JAKARTA – Mantan Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat, M Nazaruddin bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Ia bakal bebas seutuhnya setelah mendapatkan program cuti menjelang bebas (CMB).
Terpidana kasus korupsi proyek Wisma Atlet Hambalang itu mendapat program cuti menjelang bebas sejak 14 Juni 2020, dari Direktorat Jenderal Pemaayarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
“Betul yang bersangkutan (Nazaruddin) menjalankan Program Cuti Menjelang Bebas (CMB) pada tanggal 14 Juni 2020,” ujar Kabag Humas dan Protokol Ditjen PAS, Rika Aprianti saat dikonfirmasi wartawan, Senin (16/6/2020).
Rika menambahkan, Nazarudin mendapatkan program CMB hingga 13 Agustus 2020. Selama masa itu, lanjutnya, Nazaruddin bakal diawasi serta mendapat bimbingan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Sukamiskin, Bandung.
“Dia wajib lapor kepada Bapas. Diawasi, pembimbingan oleh Bapas. Selama itu juga yang bersangkutan tidak boleh melakukan tindak pidana apa pun, dia tetap tidak boleh melakukan pelanggaran umum ataupun khusus,” kata Rika.
“Kalau sampai melakukan tindak pidana, CMB dihapuskan, kembali ke dalam lapas, menjalankan sisa pidana di program CMB, ditambah dengan pidana baru jika dia melakukan pidana baru,” lanjutnya.(*/Joh)
JAKARTA – Asisten Pribadi (Aspri) mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, divonis empat tahun penjara dengan denda sebesar Rp200 juta serta subsidair tiga bulan penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Ulum terbukti melakukan praktik korupsi terkait proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora pada tahun anggaran 2018.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Miftahul Ulum berupa pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” kata Hakim Ketua, Ni Made Sudani dalam putusannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/6/2020).
Hakim memutuskan, Ulum terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima suap Rp11.500.000.000 bersama-sama dengan Imam Nahrawi.
Bahkan, hakim meyakini Ulum terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp7,654 miliar bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Ulum berperan sebagai perantara uang yang diterima dari berbagai sumber untuk Imam Nahrawi.
Menurut majelis hakim, perbuatan Ulum tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Miftahul Ulum Pulungan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Hakim Ni Made.
Dalam menjatuhkan hukuman, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dinilai tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
“Hal meringankan, terdakwa sopan di persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, merasa salah, menyesali perbuatan dan berjanji tidak melakukan perbuatan, uang hasil terdakwa sebagian besar dinikmati orang lain dan sebagian kecil yang dinikmati terdakwa, terdakwa juga sudah meminta maaf,” tutur hakim.
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK. Sebelumnya Ulum dituntut sembilan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Atas vonis tersebut, Ulum menyatakan menerima. Sementara Jaksa KPK menyatakan banding.
“Ketetapan yang mulia adalah ketetapan Tuhan saya akan mengikutinya untuk soal hukum PH saya yang akan bicara,” kata Ulum.
“Terdakwa menerima,” kata kuasa hukum Ulum, La Radi Eno.”Setelah koordinasi dengan tim JPU, kami ambil sikap untuk banding,” ucap Jaksa Ronald Worotikan.(*/Ag)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro