JAKARTA – Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Argo Yuwono mengungkapkan bahwa Brigjen Prasetyo Utomo ditahan selama 14 hari di sel khusus Divisi Provost.
Hal itu untuk kebutuhan penyidikan terkait dengan dugaan penerbitan surat jalan buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
“Pemeriksaan belum selesai. Mulai hari ini juga ditempatkan di tempat khusus selama 14 hari ada tempat provos khusus untuk anggota sudah disiapkan muIai malam ini BJP PU ditempatkan khusus di Provos Mabes Polri selama 14 hari,” kata Argo dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (15/7/2020) malam.
Mengenai pemeriksaan tersebut, Argo menekankan bahwa, Polri tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah. Oleh sebab itu, pemeriksaan perihal surat jalan tersebut akan terus didalami.
“Sesuai komitmen Kapolri kami proses, kami periksa, tentunya kami akan azas praduga tak bersalah untuk dimintai keterangan selengkap-lengkapnya itu perkembangan berkaitan kasus surat jalan Djoko Tjandra,” ujar Argo.
Brigjen Prasetyo Utomo dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Hal ini diduga terkait dengan hebohnya penerbitan surat jalan buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
Pencopotan itu tertuang dalam Surat Telegram Rahasia (TR) Kapolri Jenderal Idham Azis bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 per tanggal (15/7/2020) yang ditandatangani oleh As SDM Irjen Sutrisno Yudi Hermawan.
Dalam surat telegram itu, Brigjen Prasetyo dimutasikan ke bagian Yanma Polri. Masih dalam telegram itu, Ia dipindahkan dalam rangka proses pemeriksaan.(*/Tub)
JAKARTA – Perlu kebeneranian dan ketegasan pengungkapan kasus besar dari yang aparat hukum.Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola meminta KPK mengusut hingga tuntas kasus suap komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Ia meminta kasus itu dikembangkan lantaran adanya dugaan kasus tersebut tak hanya melibatkan Harun Masiku, tetapi tokoh lain pemberi suap pada Wahyu.
TII beralasan, kasus mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan hanya merekam sedikit dari banyaknya kasus korupsi politik di Indonesia. Menurut Alvin, jika KPK dan penegak hukum lain sejak awal berani membongkar kasus yang melibatkan partai politik dan elite-elite partai politik, jumlahnya akan cukup banyak.
”Kondisi ini tentu membuat kita khawatir soal kualitas demokrasi kita saat ini. Jangan-jangan, pemilu yang selama ini dikatakan demokratis justru dikooptasi untuk kepentingan elite partai dan oligarki,” kata Alvin dalam keterangannya, Senin (13/7).
Sebagaimana diwartakan, dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, terungkap bahwa mantan anggota KPU Wahyu Setiawan juga diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan.
Hal itu terkait proses seleksi anggota KPU Provinsi Papua Barat.
Atas hal itu, lembaga antirasuah diminta berani mengungkap sampai tuntas kasus tersebut, yang diduga melibatkan elite partai politik dan kepala daerah. Alvin Nicola berpendapat, dugaan suap Gubernur Papua Barat kepada Wahyu Setiawan harus diusut tuntas.
”Sejak awal, terutama pasca terbitnya undang-undang KPK yang baru dan pimpinan baru, TII sebenarnya ragu pimpinan KPK yang diketuai Firli Bahuri berani mengusut korupsi politik.
Namun yang jelas, publik berharap kasus ini bisa diusut tuntas, karena kebijakan yang dihasilkan politisi akan sangat berdampak kepada publik,” ungkapnya.(*/Ad)
BOGOR – Kontaktor JRR yang ditunjuk oleh Kelompok Kerja Kepala Sekolah( K3S) sudah menjadi tersangka namun pihak berwenang masih mengusut ada dugaan ada pihak yang terlibat.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Bogor telah menetapkan satu tersangka berinisial JRR atas dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Sekolah Dasar (SD) se-Kota Bogor.
Korupsi itu mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 17.189.919.828 rupiah.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor Fahrudin mengungkapkan, pihaknya sepenuhnya menyerahkan kasus itu kepada pihak berwenang. Fachrudin meyakini, Kejari Kota Bogor dapat menuntaskan kasus itu dengan sebaik-baiknya.
“Intinya mah saya menyerahkan ke aparat hukum semuanya. Mudah-mudahkan lancar saja. Karena penegak hukum yang punya kompetensi,” kata Fahrudin saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (14/7/2020).
Pada 22 Juni 2020, Fahrudin menjadi satu dari empat pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor yang dipanggil sebagai saksi oleh Kejari Bogor. Meskipun enggan memberikan keterangan secara detail, Fahrudin tetap mendukung proses hukum tersebut.
Dia mengatakan, kasus ini dapat memberikan pelajaran atas konsekuensi hukum yang harus didera oleh koruptor. “Dinas pendidikan mempercayakan proses ini. Mudah-mudahan ini menjadi pelajaran bagi semua,” katanya.
Kepala Kejari Kota Bogor, Bambang Sutrisno menjelaskan, JRR telah ditetapkan tersangka pada Senin (13/7) kemarin. JRR terbukti menyelewengkan dana BOS dari kucuran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Total kerugian negara sebesar Rp 17.189.919.828 rupiah, Ini dihitung (Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dari kejadian peristiwa pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019,” kata Bambang.
Pihaknya telah melakukan mengembangkan kasus itu sejak Januari 2020. Kemudian, pada 27 Februari 2020, pihaknya telah menaikkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan. Meskipun sempat macet pada saat pandemi serta adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), tetapi proses hukum itu akhirnya dapat kembali dijalankan.
“Memang kemarin ada jedah. Karena apa? Karena situasi Covid-19. Tapi dengan kondisi saat ini (pelonggaran PSBB) kita langsung tancap gas,” jelasnya.
Bambang memaparkan, JRR bertugas sebagai kontraktor pengadaan kertas ujian tengah semester (UTS), try out, dan ujian kenaikan kelas SD se-Kota Bogor atas permintaan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S).
Padahal, sambung dia, harusnya kegiatan itu dikelola oleh Dewan Sekolah atau Komite Sekolah.
Oleh sebab itu, Bambang menyatakan, masih terbuka kemungkinan akan ada tersangka baru. Dia mengatakan, masih berupaya untuk terus mengembangkan kasus tersebut.
“Yang jelas kami, tim tetap berupaya untuk mencari aktor utama. Tujuannya apa? Tujuannya untuk memberi pelajaran agar dana BOS digunakan untuk rakyat miskin. Sehingga mereka itu dapat mengenyam pendidikan,” ungkapnya.
Akibat perbuatan tersebut, JRR dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 junto pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Kemudian pasal 3 junto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Tindak Pidana Korupsi, junto pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Di tengah pandemi, Bambang menambahkan, proses penahanan juga dilakukan dengan protokol keshatan. JRR telah dinyatakan bebesa dari Covid-19. “Tadi tersangka sudah di rapid tes. Hasilnya non reaktif alias negatif Covid-19,” ungkapnya.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor Akhmad Saeful Bahri menyatakan, kasus itu harus diusut setuntas-tuntasnya. Sebab, dia menilai, dana BOS diperuntukkan untuk menunjang aktivitas belajar yang lebih baik.
Meskipun, Saiful mengakui, dana BOS menang berasal dari dari pemerintah pusat. Dengan demikian, DPRD tak dapat memberi banyak intervensi, pengawasan serta kontrol terhadap dana BOS.
“Tapi kita terus berupaya mendorong agar dana BOS di Kota Bogor ini dipergunakan sebaik-nya dan lebih transparan,” jelas Saiful.
Dia berharap, dana BOS dapat dimanfaatkan lebih maksimal untuk menunjang fasilitas sekolah di Kota Bogor. Jangan sampai, dana pendidikan untuk mencerdaskan generasi muda bangsa malah diselewengkan.
“Pendidikan ini menjadi poros penentu kemajuan negara ini. Semua harus mendapatkan hak yang sama. Kan sudah diatur dalam Undang-Undang,” ungkapnya.(*/Iw)
JAKARTA – Mabes Polri menemukan sebanyak 55 kasus penyelewengan dana bansos untuk bantuan Covid-19. Puluhan dugaan kasus tersebut tersebar di beberapa Polda di Indonesia.
“Data yang kami terima 55 kasus di 12 polda yaitu Sumatera Utara 31 kasus Riau 5 kasus, Banten, NTT, Sulawesi Tengah masing-maisng 3 kasus, Jawa Timur, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) masing-masing 2 kasus,” kata Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Mabes Polri Selasa (14/7/2020).
Kemudian, kata Awi di Kalimantan Tengah, Kepulaian Riau, Sulawesi Barat, Sumatera Barat masing-masing ada 1 kasus.
Awi menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan ada sejumlah motif yang digunakan dalam penyalahgunaan dana bansos tersebut mulai dari pemotongan dana hingga tidak adanya transparansi.
“Pertama pemotongan dana dan pembagian tidak merata, kedua pemotongan dana sengaja dilakuakn perangakt desa dengan maskud azas keadilan bagi mereka yanh tidak menerima hal tersebut sudah diketahui dan disetujui yang menerima bansos,” ungkapnya.
Kemudian ketiga, pemotongan dana digunakan untuk uang lelah, keempat pengurangan timbangan paket sembako.
“Kelima tidak ada transparansi kepada masyarakat terkait sistem pembagain dan dana yang diterima,”pungkasnya.(*/Tub)
JAKARTA – Dalam mendalami kasus yang menjerat Rachmat Yasin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa(14/7/2020), kembali memanggil mantan Bupati Bogor Nurhayanti sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pemotongan uang dan gratifikasi oleh mantan Bupati Bogor 2008-2014 Rachmat Yasin (RY).
“Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka RY,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, di Jakarta, Selasa,(14/7/2020)
Selain itu, KPK juga memanggil seorang saksi lainnya untuk tersangka Rachmat, yakni Camat Jasinga, Kabupaten Bogor, Asep Aer Sukmaji.
Sebelumnya, Nurhayanti pernah diperiksa KPK pada 2 Maret 2020 juga sebagai saksi untuk Rachmat. Penyidik saat itu mengonfirmasi Nurhayanti soal pengumpulan uang atas perintah tersangka Rachmat kepada dinas-dinas di Pemkab Bogor.
KPK telah mengumumkan Rachmat sebagai tersangka pada 25 Juni 2019.
Dalam kasus suap, tersangka Rachmat diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebesar Rp8.931.326.223.
Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional bupati dan kebutuhan kampanye pemilihan kepala daerah dan pemilu legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.
Selain itu, tersangka Rachmat juga diduga menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor, dan mobil Toyota Vellfire senilai Rp825 juta.
Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja.
Rachmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Diketahui, Rachmat pada 8 Mei 2019 telah menjalani masa hukuman terkait perkara korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung.
Rachmat saat itu divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta, karena menerima suap senilai Rp4,5 miliar untuk memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektare.(*/Ag)
BOGOR – Negara tidak boleh kalah dengan sindikat apapun termasuk PMI ilegal karena itu siapapun yang terlibat akan diseret ke muka hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya .
Pelindung Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kembali menggerebek sebuah rumah yang di diduga menjadi tempat penampungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal.
Tempat yang menjadi penampung Migran Ilegal itu terletak di Perumahan Permata Cibubur, Cluster Phoenix, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan, calon tenaga kerja ilegal itu akan akan diperdagangkan ke luar negeri oleh penyalur kerja PT. Sentosa Karta Aditama.
“Ini tidak melewati semua prosedur itu. Mereka sudah enam bulan di penampungan dan tidak tahu kapan akan diberangkatkan,” kata Benny dalam keterangannya, Selasa (14/7/2020).
Benny menuturkan, para korban diiming-imingi pekerjaan menggiurkan di Singapura. Namun, proses pengiriman tidak menggunakan prosedur yang legal.
Seharusnya, lanjut Benny, para tenaga kerja yang akan dikirim ke luar negeri harus terlebih dulu didaftarkan ke Dinas Tenaga Kerja, dilakukan seleksi,
“Harusnya ada uji kompetensi, pelatihan bahasa, dan pemeriksaan kesehatan dulu,” ungkapnya.
Kini, pemilik perusahaan bernama PT. Sentosa Karta Aditama langsung dilakukan BAP untuk diserahkan pihak yang berwenang dalam hal ini kepolisian.
“BP2MI akan membuat laporan ke kepolisian. Perusahaan dan perekrut yang terlibat akan kita seret secara hukum. Kita minta ditindak tegas. Apa yang kita lakukan ini menunjukkan negara hadir. Negara tidak boleh kalah dari para sindikat PMI ilegal,” pungkasnya.
Diketahui, penggerebekan itu dilakukan pada Senin sore, sekitar pukul 16: 00 WIB.
Turut diamankan dua calon PMI dan istri pemilik PT. Sentosa Karta Aditama. Dua calon PMI yang diamankan bernama Dewi dan Yanto, pasangan suami istri asal Garut dan lima calon PMI lainnya tidak ada di penampungan.(*/T Abd)
JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting mengakui, saat ini memang ada jalur-jalur ilegal untuk masuk ke Indonesia. Jalur inilah yang disebutnya sulit dipantau oleh pihaknya.
“Ini bukan mengeles atau apa, tapi banyak juga PMI (pekerja migran Indonesia) kita yang ilegal, yang masuk ke Malaysia, yang kita juga tidak tahu masuknya dari mana,” ujar Jhoni dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (13/7/2020).
Ia menjelaskan, jalur ilegal itu ada di perbatasan Papua-Papua Nugini dan Kalimantan-Malaysia. Serta, adanya jalur tradisional Aceh-Thailand Selatan dan Nusa Tenggara Timur-Timor Leste.
“Celah seperti inilah yang menurut hemat kami sering atau bisa dimanfaatkan oknum untuk keluar masuk Indonesia secara tidak resmi atau ilegal,” ujar Jhoni.
Adapun seseorang yang ada dalam daftar cekal, saat masuk ke Indonesia lewat jalur resmi akan dikategorikan ke indikator merah. Petugas imigrasi akan langsung mengunci datanya, dan selanjutnya melakukan koordinasi dengan kementerian atau lembaga yang mencekalnya.
“Dicek dulu kementerian atau lembaga terkait, supervisor atau pejabat berwenang akan berkoordinasi langsung dengan kementerian atau lembaga yang meminta,” ujar Jhoni.
Dalam rapat ini, anggota Komisi III DPR mencecar jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi terkait buron Djoko Tjandra. Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengkritik Direktorat Jenderal Imigrasi yang terkesan membiarkan Djoko Tjandra. Ia meminta agar pihak Dirjen Imigrasi tak ikut terlibat dalam kasus ini.
“Jika tak ada penjelasan, publik akan berimajinasi, berpendapat. Yang perlu bapak jelaskan itu masuk melalui apa, itu lebih bagus, daripada ikut main cilukba,” ujar Benny.
Semula, Benny menilai Djoko masuk ke Indonesia lewat jalur-jalur tikus di perbatasan. Namun, melihat dokumen-dokumen yang ada, ia justru menuding negara seakan memberi jalan masuk buron tersebut.
“Dokumen menunjukkan masuk tidak lewat jalan tikus, ini menunjukkan pemerintah memberikan jalan masuk, lewat jalan tol, memberi karpet merah,”kata Benny.(*/Joh)
JAKARTA – Penolakan demi penolakan atas Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang semakin marak kembali menimbulkan rasa kekhawatiran akan munculnya gerakan-gerakan jalanan sebagai ekpresi dari penolakan tersebut.
Respons terhadap suatu isu tak semestinya dengan unjuk rasa.
Hal itu disampaikan Pakar Hukum Universitas Al Azhar Suparji Ahmad saat menjadi salah satu narasumber dalam diskusi virtual Human Studies Institute (HSI), Sabtu (11/7/2020).
Dalam beberapa hal, menurutnya, unjuk pikir jauh lebih diperlukan untuk menjaga kondusivitas sosial terutama di masa pandemi ini.
“Respons terhadap RUU HIP hendaknya elegan, konstruktif dan solutif, bukan malah kontraproduktif. Pola unjuk rasa perlu disubstitusi dengan unjuk pikir untuk mengatasi masalah distorsi internalisasi dan implementasi nilai-nilai Pancasila,” ucapnya.
Akan tetapi, sebagai akademisi di bidang hukum, Suparji tetap mengapresiasi semua elemen masyarakat yang sudah menyampaikan aspirasi terkait polemik RUU HIP ini. Menurutnya, jika sampai disahkan, RUU ini sangat berpotensi memunculkan gejolak di masyarakat.
“Seandainya RUU HIP disahkan, maka besar kemungkinan akan terjadi gejolak di kalangan masyarakat. Baru RUU saja sudah menjadi polemik apalagi disahkan,” tegasnya.
Tak hanya itu, Suparji juga mengingatkan DPR dan pemerintah agar ke depan naskah akademik suatu RUU harus benar-benar diserahkan kepada akademisi bukan politisi, apalagi stafnya politisi.
Setelah itu baru dibahas di DPR dan berubah menjadi naskah politik yang akan diperjuangkan menjadi undang-undang.(*/Ad)
JAKARTA – Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (HAM) meminta kasus dugaan penyiksaan atas Sarpan (57 tahun) di tahanan Polsek Percut Sei Tua, Sumatra Utara, diusut secara pidana. Pemaksaan pengakuan untuk mendapatkan keterangan saat pemeriksaan oleh aparat hukum bertentangan dengan norma hak asasi manusia (HAM).
Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin mengatakan, penyiksaan seperti itu dilarang oleh UU No.5/1998 tentang Menentang Penyiksaan dan Tindakan Tidak Manusiawi Lainnya. “Berdasarkan UU tersebut, setiap orang yg melakukan penyiksaan bisa dipidana,” kata Amiruddin dalam pernyataannya, Sabtu (11/7/2020).
Amiruddin mengatakan, agar penyiksaan dalam tahanan polisi tidak terus berulang, kapolri harus menindak pelaku penyiksaan di Polsek tersebut secara hukum. “Polri juga harus menindak atasan langsung dari pelaku penyiksaan itu,” ujarnya.
Amiruddin menambahkan, tindakan penyiksaan tidak boleh ditoleransi dan tidak boleh terus berulang. Karena itu, ia menilai sudah saatnya pemerintah, dalam hal ini Kemlu, dan Komisi 1 DPR RI mengambil langkah-langkah untuk meratifikasi OPCAT (Optional Protokal Convention Againt Torture) demi memperkuat implementasi UU No.5/1998.
Sebelumnya, peristiwa penyiksaan dalam sel tahanan Polsek Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumut, yang ditengarai dilakukan oleh anggota Polsek terhadap korban bernama Sarpan (57). Sarpan diduga disiksa setelah ditangkap dgn tuduhan melakukan pembunuhan.
Selama dalam tahanan hampir tiga hari, Sarpan disiksa agar mengaku melakukan pembunuhan. Padahal Sarpan tidak melalukan perbuatan pembunuhan. Sarpan adalah saksi atas peristiwa pembunuhan tersebut.
Dari kasus tersebut, Kapolsek Percut Sei Tuan dicopot. Selain Kapolsek dicopot, ada empat perwira dan luma personel berpangkat Brigadir yang diperiksa terkait kasus penganiayaan ini.
Polda Sumatra Utara menjelaskan proses pemeriksaan masih terus berjalan dan mengklaim proses pemeriksaan dijalankan dengan professional. “Untuk pemukulan terhadap saksi Sarpan yang mengakibatkan mata lebam masih dalam proses pemeriksaan, apakah adanya keterlibatan personel atau tidak,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Tatan Dirsan Atmadja dalam keterangan persnya.
Tatan menjelaskan, apabila ditemukan pelanggaran hukum maka akan diberikan sanksi hukuman Disiplin sesuai dengan Pasal 9 PP RI Nomor 2 tahun 2003, tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.(*/Joh)
JAKARTA – Kapolsek yang diduga lakukan penganiayaan menajdi sorotan wakil rakyat.Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai, penganiayaan yang diduga dilakukan Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Komisaris Polisi (Kompol) Otniel Siahaan terhadap seorang saksi kasus pembunuhan harus diusut tuntas.
Menurutnya, sanksi berupa pencopotan saja tidak cukup.
“Nggak cukup (dicopot dari jabatan). Jadi hemat saya, Irwasum atau Divisi Propam (Polri) harus memproses semua yang merupakan bagian dari pelaku penganiayaan. Itu harus diproses sistem peradilan terbuka,” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (10/7/2020).
Ia menjelaskan, sejak masa reformasi desain polisi Indonesia adalah polisi sipil. Karena itu tidak dibenarkan aparat kepolisian menggunakan kekerasan dalam proses penegakan hukum.
“Tidak boleh menggunakan pendekatan kekerasan. Dan kalau itu terjadi, polisi yang melakukannya ya harus diproses sebagaimana warga biasa kalo melakukan kekerasan,” ujarnya.
Arsul memastikan Komisi III DPR akan menyoroti terkait hal tersebut dalam rapat kerja dengan Kapolri yang akan datang. Ia berharap agar kekerasan terhadap saksi dalam proses penegakan hukum tidak terulang lagi.
“Kok saksi dianiaya? itu sangat tabu. Tersangka saja tidak boleh dianiaya, apalagi saksi,” ungkapnya.
Kepala Kepolisian Sektor Percut Sei Tuan Kompol Otniel Siahaan sempat diperiksa terkait dengan dugaan penganiayaan terhadap seorang saksi pembunuhan yang di sel tahanan polsek setempat. Diketahui bahwa Kompol Otniel Siahaan juga telah dicopot dari jabatannya. Sementara sejumlah anggota polisi lainnya masih dalam pemeriksaan.(*/Tub)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro