JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka baru terkait kasus dugaan korupsi pekerjaan subkontraktor fiktif dalam proyek-proyek yang digarap PT Waskita Karya. Ketiga tersangka itu yakni, mantan Direktur Utama (Dirut) Jasa Marga, Desi Arryani (DS), Dirut PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana (JS); serta Wakil Kadiv II PT Waskita Karya, Fakih Usman (FU).
“Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan pada 13 Juli 2020 dengan tiga orang sebagai tersangka,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri saat menggelar konpers di kantornya, Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (23/7/2020).
Desi Arryani ditetapkan sebagai tersangka dalam jabatannya sebagai mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya. Sedangkan Jarot Subana, ditetapkan tersangka dalam jabatannya sebagai Mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.
Sementara Fakih Usman, ditetapkan sebagai tersangka dalam jabatannya sebagai mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.
Sebelumnya, KPK telah lebih dulu menetapkan mantan Kepala Divisi (Kadiv) II PT Waskita Karya, Fathor Rachman (FR) serta mantan Kepala Bagian (Kabag) Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya, Yuly Ariandi Siregar (YAS) sebagai tersangka.
Kedua pejabat Waskita Karya tersebut diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi, terkait proyek fiktif pada BUMN. Sedikitnya, ada 14 proyek infrastruktur yang diduga dikorupsi oleh pejabat Waskita Karya. Proyek tersebut tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, dan Papua.
Sehingga, hingga saat ini total ada lima tersangka dalam perkara ini. Kelima tersangka tersebut diduga secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan pekerjaan sub kontraktor yang diduga fiktif pada pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT. Waskita Karya (Persero) Tbk selama tahun 2009 sampai 2015.
Atas perbuatannya, lima tersangka ini disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.(*/Ad)
BOGOR – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor kembali menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2017-2019 pada kegiatan ujian tengah semester, UAS, try out serta ujian sekolah pada SD se-Kota Bogor.
Ada enam orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Dimana keenam tersangka tersebut berprofesi sebagai Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) di tiap Kecamatan. Mereka adalah BS, GN, DB, SB, DD, dan WH
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bogor, Bambang Sutrisna mengatakan penetapan ke enam tersangka ini merupakan bekerjasama dengan tersangka JRR selaku pihak ketiga atau kontraktor penyedia jasa, pada kegiatan ujian sekolah di tingkat SD diseluruh Kota Bogor.
“Seharusnya untuk ujian itu dikelola oleh dewan sekolah dan komite sekolah, tetapi lantaran tanpa sepengetahuan komite sekolah maka dikerjakanlah dengan menggunakan pihak ketiga. Hal itu yang menjadi awal terjadinya tindakan korupsi dari dana BOS sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 17,2 miliar,” ucapnya.
Menurut Bambang, dikelolanya dana BOS oleh K3S bukan komite sekolah otomatis K3S ini yang berperan aktif melakukan komunikasi dengan penyedia jasa.
“Setelah ditelusuri melalui barang bukti berupa Handphone (HP), ternyata K3S ini sangat intens berkomunikasi dengan penyedia jasa hingga adanya permainan di antara mereka yang merugikan negara,” tegasnya.
Bambang menambahkan, dari total jumlah kerugian negara sebesar Rp 17,2 miliar, Kejari kembali menerima pengembalian sebanyak Rp 75 juta dari satu orang K3S, dan menyita satu unit mobil merk Avanza Veloz, termasuk dokumen dokumen yang berkaitan dengan perkara ini.
“Enam tersangka meliputi PNS aktif dan pensiun. Nanti akan kita kembangkan lebih lanjut dan kita lihat hasilnya di sidang pengadilan. Yang jelas atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 2 dan 3 junto pasal 18 dan 55, UU tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara,”tandasnya.(*/Iw)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi melalukan penahanan terhadap 11 orang mantan anggota DPRD Sumatera Utara. Mereka ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait fungsi dan kewenangan DPRD Sumatera Utara.
“Setelah melakukan proses penyidikan, KPK menahan 11 orang Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan atau 2014-2019,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (22/7/2020).
Mereka yang ditahan adalah, Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean Hasibuan, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Syamsul Hilal, dan Robert Nainggolan. Kemudian Ramli, Layani Sinukaban, Japorman Saragih, Jamaluddin Hasibuan, serta Irwansyah Damanik.
Ghufron menjelaskan, para tersangka itu ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak 22 Juli 2020 hingga 10 Agustus 2020. Mereka akan diletakan di Rumah Tahanan (Rutan) yang berbeda.
“Tersangka SH (Sudirman Halawa), R (Ramli), SHI (Syamsul Hilal), ID (Irwansyah Damanik), MA (Megalia Agustina), IB (Ida Budiningsih) ditahan di Rutan Cabang KPK pada Gedung Merah Putih KPK. Sementara tersangka RN (Robert Nainggolan), LS (Layani Sinukaban), JS (Japorman Saragih), JH (Jamaluddin Hasibuan), RPH (Rahmad Pardamean Hasibuan), ditahan di Rutan Cabang KPK di Rutan Pomdam Jaya Guntur,” ujar Ghufron.
Sekadar diketahui, dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 14 mantan anggota DPRD Sumut sebagai tersangka baru dalam pusaran suap bekas Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.Para legislator Sumut itu diduga menerima suap terkait fungsi dan kewenangannya sebagai Anggota DPRD periode 2009-2014 dan 2014-2019.
Suap itu diberikan kepada 14 anggota DPRD tersebut terkait empat hal. Pertama, persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2012-2014 oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Kedua, persetujuan perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2013 dan 2014 oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara
Ketiga, pengesahan angggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2014 dan 2015 oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Keempat, penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015.
Atas perbuatannya, ke-14 tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Adapun penetapan 14 tersangka tersebut merupakan penetapan tahap keempat setelah KPK sebelumnya telah menetapkan 50 tersangka yang juga berasal dari DPRD Sumatera Utara pada 2015 hingga 2018.(*/Ad)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta atas vonis empat tahun penjara terhadap Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama, Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan.
“Setelah JPU melakukan analisa terhadap putusan majelis hakim, KPK hari ini Rabu, 22 Juli 2020, menyatakan upaya hukum banding terhadap putusan terdakwa TCW,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Ali menjelaskan, KPK memandang putusan Majelis Hakim tersebut belum memenuhi rasa keadilan masyarakat dan KPK tidak sependapat dengan pertimbangan yuridis Majelis Hakim utamanya soal pertimbangan tentang tidak terbuktinya dakwaan TPPU.
“Alasan banding selengkapnya tentu akan kami uraikan di dalam memori banding yang akan segera kami serahkan kepada Pengadilan Tinggi Jakarta melalui PN Jakarta Pusat,” ujar Ali.
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memvonis terdakwa Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dengan pidana 4 tahun penjara. Tindakan Wawan terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp94,317 miliar.
Wawan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana
Wawan terbukti melakukan korupsi pengadaan alat kesehatan RS Rujukan Banten pada APBD TA 2012 dan APBD-Perubahan 2012 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp79,789 miliar. Serta pengadaan alkes kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBD TA 2012 sebesar Rp14,528 miliar.
Selain itu, Wawan juga dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp58.025.103.859.(*/Ad)
JAKARTA – Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Hal tersrbut diungkapkan kuasa hukum terdakwa terdakwa kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) tersebut.
Baca Juga
Jenderal Pemberi Surat Jalan Djoko Tjandra Segera Disidang FSGI: PPDB Zonasi Belum Bisa Diterapkan Secara Nasional Satgas Harap Vaksin Covid-19 Bisa Diproduksi pada 2021
“Sudah diajukan kemarin setelah sidang” ujar tim pengacara Wahyu Setiawan, Saiful Anam, saat dikonfirmasi, Selasa (21/7).
Saiful mengatakan dengan mengajukan JC, Wahyu siap mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus suap PAW. Bahkan, lanjut Saiful, Wahyu juga bakal ‘blak-blakan’ terkait kecurangan Pemilu, Pilpres, dan Pilkada.
“Semuanya Pak, tidak hanya yang terlibat PAW, tapi terkait kecurangan Pemilu, Pilpres dan Pilkada akan diungkap semua,” kata Saiful.
Diketahui, Wahyu didakwa menerima suap sebesar 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta dari mantan caleg PDIP Harun Masiku melalui kader PDIP Saeful Bahri. Wahyu juga didakwa bersama orang kepercayaannya yang juga anggota PDIP, Agustiani Tio Fredelina.
Uang diterima Wahyu selaku anggota KPU periode 2017-2019 melalui Agustiani Tio Fridelina, yang merupakan orang kepercayaan Wahyu. Uang itu diberikan agar Wahyu selaku komisioner KPU menyetujui permohonan PAW DPR yang diajukan PDIP untuk mengganti Riezky Aprilia dengan Harun Masiku.(*/Joh)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan eksekusi terhadap Bupati Lampung Utara nonaktif, Agung Ilmu Mangkunegara.
Terpidana perkara suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Utara itu dieksekusi ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IA Bandar Lampung.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang telah menjatuhkan hukuman pidana 7 tahun penjara. Agung diputus bersalah menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Utara secara bersama-sama dan berlanjut.
“Leo Sukoto Manalu selaku Jaksa Eksekusi KPK telah melaksanakan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 6/Pid.Sus-TPK/2020/ PN Tjk tanggal 2 Juli 2020 atas nama Agung Ilmu Mangkunegara,” ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Selasa (21/7).
Majelis Hakim telah menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp750 juta subsider 8 bulan kurungan. Agung juga dihukum dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp74,6 miliar subsider dua tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun.
Dalam waktu bersamaan, Jaksa KPK juga mengeksekusi Wan Hendri selaku mantan Kepala Dinas Perdagangan Lampung Utara ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IA Bandar Lampung. Wan Hendri dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, serta dijatuhi pidana 4 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan.
“Terpidana Wan Hendri juga dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp60 juta subsider dua bulan kurungan,” kata Ali.
Pada hari yang sama, sambung Ali, jaksa juga melakukan eksekusi terhadap mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Utara, Syahbuddin, ke Lapas Klas IA Bandar Lampung. Syahbuddin dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan dijatuhi pidana selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan.
“Dia juga dihukum membayar uang pengganti Rp2,3 miliar subsider 8 bulan kurungan,” kata Ali.
Ali menambahkan, Jaksa KPK juga mengeksekusi orang kepercayaan Agung, Raden Syahril. Ia dieksekusi ke Lapas Klas IA Bandar Lampung untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun.(*/Ad)
SURABAYA – Operasi Pekat Semeru 2020 yang digelar Polrestabes Surabaya dan polsek jajaran selama dua pekan berhasil mengungkap 494 kasus dan menindak 381 pelaku kejahatan. Dari jumlah tersebut, dua tersangka diantaranya ditembak mati.
“Kami mengapresiasi kinerja Satreskrim Polrestabes Surabaya dan jajaran polsek yang terus melakukan upaya penindakan pelaku kejahatan di tengah Pandemi Covid-19,” kata Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Jhony Eddison Isir didampingi Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Sudamiran, Selasa (21/7).
Ratusan bandit yang dipamerkan saat analisis dan evaluasi (Anev) kinerja di Mapolrestabes Surabaya terbanyak adalah kasus pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan dan pencurian kendaraan bermotor (curanmor).
Dari ratusan kasus yang diungkap, rincian terdiri atas 160 tersangka kasus pencurian, 89 tersangka kasus jambret dan begal, 89 kasus curanmor. Sedangkan sisanya terdiri atas premanisme dan penyalahgunaan senjata tajam.
Ditambahkannya, dengan keterbatasan di tengah pandemi ini pihak Satreskrim Polrestabes Surabaya dan polsek jajaran berupaya maksimal menekan jumlah gangguan keamanan dan ketertiban.
Meski banyak kasus kejahatan yang sudah diungkap, Isir menyebut jika perang melawan pelaku kejahatan tidak berhenti.
“Kepolisian harus terus melakukan patroli baik terbuka maupun tertutup. Ini untuk menutup ruang gerak para pelaku kejahatan,” tandas Isir.
Selain ratusan tersangka, Polrestabes Surabaya mengamankan sejumlah barang bukti. Diantaranya, empat unit mobil, 101 motor, 116 handphone, dua laptop, dua televisi, satu kipas angin, dua magic com, satu kompor gas, satu bor listrik, satu speaker aktif, perhiasan mas, jam tangan dan ratusan barang bukti kejahatan lainnya.
“Selain penindakan represif, kami juga lakukan upaya preemtif dan preventif. Seperti dua pelaku pembobol rumah yang terpaksa kami tindak tegas terukur sampai meninggal dunia. Itu karena sudah sangat meresahkan dan melawan saat kami tangkap,”tuntasnya.(*/Gio)
JAKARTA – Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo berjanji, akan menindak tegas personel Polri yang membantu buronan kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali Djoko Tjandra.
Komjen Listyo tidak akan pandang bulu dalam melakukan penindakan meski yang melanggar adalah teman seangkatannya.
“Biar pun teman satu angkatan, kami tidak pernah ragu untuk menindak tegas tanpa pandang bulu,” ujar Listyo saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (20/7/2020).
Dalam polemik Joko Tjandra ini, Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis telah mencopot jabatan tiga perwira. Mereka adalah Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, Brigadir Jenderal Nugroho Wibowo, dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte.
Untuk diketahui, Prasetijo Utomo merupakan teman satu angkatan Listyo Sigit. Mereka menempuh pendidikan bersama sebagai taruna akademi kepolisian tahun 1991.
Terkait perkembangan kasus Joko Tjandra sendiri, Polri juga tengah menyelidiki dugaan keterlibatan pihak lain di luar institusi terkait pelarian Joko Tjandra.
“Proses lidik dan sidik terhadap semua dugaan pidana yang terjadi, baik yang dilakukan internal maupun pihak-pihak terkait di luar institusi Polri,” kata Listyo.
Listyo berjanji akan melakukan pengusutan secara transparan dan terbuka kepada publik. Karena itu, ia mengimbau kepada seluruh pihak agar tidak ikut memperkeruh suasana dan situasi.
“Kami meminta agar masyarakat percaya dan ikut membantu mengawasi hal ini,” ujar jenderal bintang tiga itu.(*/Tub)
JAKARTA – Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengakui menerima uang 15 ribu dolar Singapura dari kader PDIP Saeful Bahri, terkait kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih. Uang itu diberikan melalui perantaran Agustiani Tio Fridelina.
“Saya jujur saja pak jaksa di forum pengadilan ini saya menyampaikan bahwa saya menerima uang 15 ribu dolar Singapura itu fakta dan saya harus bertanggung jawab baik secara moral maupun hukum,” kata Wahyu dalam sidang pemeriksaan terdakwa secara virtual dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (20/7/2020).
Dalam perkara ini, Wahyu dan Agustiani didakwa menerima suap Rp600 juta dari kader PDIP Harun Masiku agar mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) 1 kepada Harun Masiku.
Wahyu juga didakwa menerima suap Rp500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan. Baik Wahyu maupun Agustiani tidak hadir di persidangan tersebut. Hanya majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU) KPK dan pengacara kedua terdakwa yang hadir secara fisik di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
“Tapi bila pertanyaannya terkait apa, sebenarnya itu tidak terkait dengan permintaan PDIP karena surat PDIP itu memang tidak mungkin dilaksanakan,” ujar Wahyu menambahkan.
Dalam dakwaan disebut, uang diserahkan pada 17 Desember 2019 dari Harun Masiku kepada Saeful Bahri sebesar Rp400 juta. Selanjutnya ditukarkan menjadi 20 ribu dolar Singapura untuk diberikan kepada Wahyu sebagai down payment atau uang muka. Uang diberikan kepada Wahyu melalui Agustiani sedangkan sisa uang dari Harun dibagi rata Saeful dan penasihat hukum PDIP Donny Tri Istiqomah masing-masing Rp100 juta.
“Pada waktu itu seingat saya konteksnya adalah Bu Tio menawarkan ke saya ada dana operasional pada 17 Desember 2019, seingat saya Bu Tio pernah menyampaikan dana dari Saeful,” ucap Wahyu.
“Kami mohon terdakwa jelaskan dengan jujur!” kata JPU KPK Ronald Worotikan menegaskan.
“Dana operasional bukan berasal dari saya tapi dana operasional yang menyampaikan bu Tio, beberapa menit sebelum terima uang dari Bu Tio, saya ketemu Saeful di Pejaten Village,” jawab Wahyu.
“Di BAP saudara mengatakan ‘Selanjutnya saya mengetahui perwakilan PDIP Donny, Tio dan Saeful mendekati saya agar Harun dapat menggantikan Riezky, saat itu Donny mengatakan ada dana operasional yang tidak terbatas tapi saya tidak ingat kapan penyampaiannya di kantor saya’, apakah ini benar?” tanya jaksa Ronald.
“Betul,” jawab Wahyu.
Dalam persidangan, JPU juga menanyakan apakah Wahyu Setiawan sering mendapat dana dari parpol terkait hal itu. Namun, Wahyu menegaskan tidak ada dana operasional dari parpol.
“Selama ini tidak ada dana operasional dari partai tapi kami memang kita sering memroses surat, saya berniat bagaimana tidak menggunakan uang itu supaya saya tidak terima uang itu,” jawab Wahyu.
Terkait perkara ini, Saeful Bahri sudah divonis 1 tahun dan 8 bulan penjara ditambah denga Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan sedangkan Harun Masiku masih berstatus buron.
Sebelumnya, KPK memperpanjang masa pencegahan atau bepergian ke luar negeti terhadap mantan Caleg PDIP Harun Masiku (HAR), tersangka pemberi suap dalam kasus pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024. Hingga saat ini, KPK belum berhasil melacak keberadaan Harun Masiku.
Dalam kasus tersebut, kader PDI Perjuangan (PDIP) Saeful Bahri yang juga pemberi suap telah dijatuhi vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dengan pidana 1 tahun dan 8 bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti ikut menyuap bekas Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta.
Saeful dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Harun memberikan suap kepada Wahyu melalui perantara mantan anggota Bawaslu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina. Sementara Wahyu dan Agustiani masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.(*/Ad)
JAKARTA – Ditlantas Polda Metro Jaya meminta seluruh masyarakat yang menggunakan kendaraan bermotor untuk melengkapi kelengkapan berkendara dan tertib dalam berlalu lintas.
Pasalnya mulai besok Ditlantas akan menggelar Operasi Patuh Jaya di wilayah ibu kota.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan ribuan personel yang tergabung dalam beberapa satuan kerja dan siap menindak para pengguna jalan yang melakukan pelanggaran lalu lintas.
“Kita tetap fokus ke-15 pelanggaran yang menjadi rawan kecelakaan,” katanya pada Minggu (19/7/2020).
Dia menegaskan, pihaknya juga sudah melakukan pemetaan kawasan rawan pelanggaran. Maka pada Senin (20/7/2020) besok anggota sudah siap disebar ke lokasi-lokasi tersebut. “Anggota sudah siap dan kami harap masyarakat juga bisa lebih tertib berlalu lintas bila tidak ingin ditilang,” tegasnya.
Terpisah, Kasubdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Fahri menuturkan, penindakan akan dimulai pada pagi hari dan dilakukan sepanjang hari.
“Dasar penindakan tegas ini memang karena pelanggaran sudah meningkat sejak PSBB transisi dilaksanakan,” tuturnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan jajarannya adalah untuk kembali meningkatkan disiplin masyarakat dalam berlalu lintas. Harapannya, setelah penindakan tegas ini pelanggar lalu lintas juga bisa berkurang.(*/Tub)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro