JAKARTA – Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Sugiarto Tjandra dipindahkan dari Rutan Salemba Cabang Mabes Polri Jakarta Selatan, ke Rutan Salemba, Jakarta Pusat.
Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan, pemindahan itu dilakukan karena pemeriksaan kepada Djoko Tjandra dianggap cukup.
“Dari rapat koordinasi yang baru saja kita laksanakan terkait pemeriksaan saudara Djoko Tjandra untuk sementara kami rasa sudah cukup, oleh karena itu selanjutnya kami berkoordinasi dengan Dirjen Pas untuk penempatan saydara Djoko Tjandra selanjutnya,” kata Listyo di Bareskrim Polri, Jumat (7/8/2020).
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Dirjen Pas Kemenkumham Reinhard Silitonga mengatakan pihaknya menerima kembali Djoko Tjandra untuk ditempatkan di Rutan Salemba.
“Saudara Djjoko Tjandra karena pemeriksaan sudah selesai di Bareskrim Polri maka kami menerima kembali Djoko Tjandra dan akan kami tempatkan kembali di Rutan Salemba dan kami akan pindahkan untuk menjalani pidananya di Salemba sebagai warga binaan di Lapas Salemba,” tuturnya.
Diketahui sebelumnya, Listyo mengatakan penahanan terhadap Djoko Sugiarto Tjandra di Rutan Salemba Cabang Mabes Polri hanya sementara. Listyo menjelaskan, penahanan Djoko Tjandra di Mabes Polri hanya untuk memudahkan kepolisian dalam melakukan penyelidikan.
“Penahanan di Rutan Mabes Polri hanya sementara. Setelah selesai pemeriksaan, dia akan diserahkan ke Rutan Salemba sesuai dengan kebijakan Karutan Salemba,” kata Listyo di Bareskrim Polri, Jumat 31 Juli 2020.(*/Tub)
BOGOR – Kejari Kota Bogor menolak permohonan Walikota Bogor Bima Arya yang mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan terhadap 5 tersangka dugaan korupsi dana BOS.
Kasus dugaan korupsi penyimpangan dana BOS ini dilakukan di tahun 2017, 2018 dan 2019 atau selama tiga tahun berturut-turut.
Dalam surat nomor 180/2633-Hukham tertanggal 27 Juli 2020 itu, Bima Arya menjaminkan dirinya atas penangguhan penahanan lima tersangka tersebut yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tergabung dalam Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S).
Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, Cakra Yudha membenarkan adanya surat permohonan penangguhan tahanan tersebut.
Menurut dia, hal itu sah-sah saja dilakukan sesuai dengan Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Namun Korps Adhyaksa enggan mengabulkan keinginan dari walikota tersebut. Namun, kata dia, kejaksaan tetap menggunakan Pasal 21 KUHAP.
“Kami melakukan penahanan karena takut tersangka melarikan diri, takut menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya,” ucapnya.
Sebelumnya, Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap lima orang tersangka kasus dugaan korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2017-2019.
Dugaan penyimpangan dilakukan pada kegiatan ujian tengah semester, uas, Try Out serta ujian sekolah pada SD se Kota Bogor kepada Kejaksaan Negeri Bogor.(*/Iw)
TANGERANG – Seorang pria ditemukan terkapar bersimbah darah di kawasan Mauk, Kabupaten Tangerang pada Selasa (4/8/2020) malam.
Pada tubuh pria tersebut ditemukan luka tembakan yang menembus leher. Berdasarkan identitas yang ditemukan, korban berinisial SG (23) dan berasal dari Sumatera Utara. Informasi yang dihimpun, diduga pelaku adalah seorang danramil berpangkat kapten.
Kapolsek Sepatan, AKP I Gusti Sugiarto mengatakan bahwa sebelum korban ditemukan, saksi mendengar korban sempat cekcok mulut dengan seseorang yang diduga pelaku.
Setelah itu, saksi mendengar adanya suara letupan seperti tembakan. “Benar, sebelumnya korban diduga sempat cekcok dengan pelaku,” jelasnya, Kamis (6/8/2020)
Setelah terdengar suara tembakan, saksi yang berada di sekitar TKP langsung menghampiri sumber suara.
Ternyata korban sudah tergeletak dan mengalami luka tembak di leher sebelah kiri. Saksi juga melihat pelaku langsung melarikan diri menggunakan mobil berwarna hitam. “Korban sudah tergeletak dan mengalami luka tembak di bagian leher sebelah kiri,” ungkap I Gusti.
Salah seorang warga mengejar mobil tersebut dan berhasil mengambil gambar plat nomor mobil pelaku. Pelaku akhirnya berhasil diamankan berdasarkan foto plat mobil tersebut.
Pelaku diduga merupakan salah seorang oknum TNI dan dan telah diamankan untuk proses pemeriksaan.Namun, I Gusti enggan memberikan keterangan lebih lanjut soal jumlah dan motif pelaku pembunuhan tersebut.
Dia mengatakan untuk melakukan konfirmasi kepada pihak Datasemen Polisi Militer Jaya (Denpom Jaya) karena pelaku saat ini sudah ditangani oleh pihak Denpom. “Pelaku sudah kami serahkan kepada Denpom Tangerang,” tutup I Gusti.
Korban saat itu juga langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk ditangani lebih lanjut. Saat ini, korban tengah dirujuk untuk dipindahkan ke rumah sakit. Kasus tersebut kini ditangani Datasemen Polisi Militer Jaya (Denpom Jaya).(*/Idr)
BANDUNG – Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol Saptono Erlangga mengatakan ada penambahan kasus penyelewengan dana bantuan sosial Covid-19 dari 13 kasus menjadi 17 kasus. Penambahan kasus itu terjadi di Kabupaten Kuningan.
Di daerah itu, kata dia, ada empat kasus baru yang kini ditangani oleh pihak kepolisian.
“Itu dari limpahan dari Satgas Saber Pungli Kabupaten Kuningan. Semuanya masih proses, belum ada tersangka,” ucap Erlangga, Rabu (5/8/2020)
Sejauh ini menurutnya proses hukum untuk 17 kasus penyelewengan dana bansos itu masih dalam tahap klarifikasi serta meminta keterangan dari sejumlah pihak. Dia mengatakan, seluruh kasus itu belum masuk ke tahap penyelidikan.
“Masih tahap klarifikasi, karena kan harus ambil keterangan satu-satu dari pelaksana, kemudian dari penerima, kita harus cek dulu,” kata dia.
Sebelumnya, selain empat kasus baru yang ditemukan di Kuningan, dari 13 kasus, tujuh di antaranya ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat. Sedangkan sisanya ditangani oleh jajaran polres setempat.
“Jadi yang tujuh perkara yang ditangani Ditreskrimsus itu penyelewengan dana bansos laporannya, tapi semuanya statusnya masih dalam penyelidikan,” kata Erlangga di Polda Jawa Barat, Kota Bandung, Selasa (28/7).
Dia menjelaskan, tujuh kasus yang ditangani Ditreskrimsus itu berasal dari Sukabumi, Majalengka, Subang, Garut, Bogor, Indramayu, dan Cianjur. Sedangkan enam kasus yang ditangani oleh jajaran polres itu berada di Karawang, Tasik, dan Indramayu. Di Kabupaten Indramayu, menurutnya ada empat kasus penyelewengan bansos.
Modus yang terjadi dalam sejumlah kasus penyelewengan bansos itu pun beragam, ada kasus yang menggunakan modus langsung memotong dana yang seharusnya menjadi hak masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, ada pula modus yang dilakukan dengan mengganti isi dus bansos berupa kebutuhan pokok, diganti dengan produk yang lebih rendah kualitasnya ataupun lebih rendah nilai harganya.(*/Hend)
BANDUNG – Pasca putusan pidana korupsi oleh pengadilan Tipikor Bandung, Mantan Bupati Indramayu Supendi sudah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin.
Hal itu dilakukan usai pada pekan lalu usai divonis bersalah menerima suap senilai total Rp 3.9 miliar dan dihukum pidana penjara 4 tahun 6 bulan.
Kepala Lapas Sukamiskin, Thurman Hutapea mengatakan, sejak dieksekusi, Supendi langsung menjalani isolasi mandiri selama 14 hari. Pekan ini, Supendi menjalani isolasi mandiri pekan kedua.
“Kalau baru masuk, ikuti masa pengenalan lingkungan dulu sekalian isolasi mandiri selama 14 hari,” ujar Thurman di Kantor Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Rabu (5/8/2020)
Menurutnya, di masa pandemi Covid 19, Lapas Sukamiskin memberlakukan kebijakan ketat ihwal tahanan yang masuk.
“Seperti pak Supendi. Tahanan yang dieksekusi ada tes dulu. Dari KPK, harus melampirkan hasil swab. Kita kan enggak tahu gimana di luar. Setelah itu jalani isolasi mandiri selama 14 hari,” jelasnya.
Dua pekan lalu, warga binaan Lapas Sukamiskin, Dada Rosada mantan Walikota Bandung,terpidana korupsi suap hakim dan Edi Siswadi mantan Sekda Pemkot Bandung jadi saksi di persidangan kasus korupsi ruang terbuka hijau (RTH).
“Iya, sebelum ke pengadilan dan saat kembali lagi ke Lapas Sukamiskin di rapid tes. Karena kami khawatir,saat keluar lapas, di luar kan enggak tahu tuh gimana, jadi untuk memastikan di rapid tes,” jelasnya.
Sementara itu, meski saat ini berlaku adaptasi kebiasaan baru (AKB), namun itu tidak berlaku di dalam lapas.
“Lapas Sukamiskin dan lapas lainnya belum diperbolehkan menerima kunjungan. Sampai saat ini masih stop kunjungan karena belum ada perintah pimpinan,” ungkapnya.
Kalapas menambahkan, jika warga binaan di Lapas Sukamiskin pun setuju jika kunjungan ditiadakan hingga pandemi berakhir.
“Setelah saya koordinasi dengan warga binaan lain, pada umumnya mereka meminta tidak menerima kunjungan, Karena berbahaya. Karena keluarga dari seluruh wilayah Indonesia, ada yang zona merah juga takut. Satu saja terkontaminasi, itu bisa berbahaya. Disiasatinya pakai video call,” tandasnya.(*/Hend)
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut dugaan adanya pelanggaran pidana yang dilakukan oleh jaksa Pinangki Sirna Mulasari terkait pertemuannya dengan terpidana Djoko Sugiarto Tjandra.
Kejagung memulai proses penyelidikan setelah Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) melimpahkan berkas pemeriksaan oknum tersebut ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) pada Selasa (4/8).
Pelimpahan berkas tersebut dilakukan untuk menentukan apakah pelanggaran berat yang Pinangki lakukan, dapat dipidana atau tidak. “Dari berkas pemeriksaan jaksa P (Pinangki) telah sampai di Pidsus (Jampidsus),” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah saat konfrensi pers di Gedung Pidsus, di Jakarta, Selasa (4/8).
Febrie mengatakan, sekarang ini, berkas pemeriksaan terhadap jaksa Pinangki, ada di tangan tim jaksa penyelidikan untuk pendalaman formil. Febrie menerangkan, pendalaman di tingkat pertama menjadi penentu apakah perbuatan jaksa Pinangki dapat diseret ke pemidanaan.
“Nanti akan kita usulkan berikut apa hasil pendalaman ini, apakah akan ditindaklanjuti ke penyidikan, atau tidak, nanti kita lihat hasilnya,” terang Febrie.
Febrie mengatakan, pendalaman berkas pemeriksaan jaksa Pinangki tak membutuhkan waktu lama. Meskipun tak memberikan estimasi waktu kapan hasilnya peninjauan formil di Pidsus bakal diumumkan, Febrie memastikan timnya akan objektif dan transparan dalam memutuskan.
Febrie mengatakan, sebetulnya dari hasil pemeriksaan di Jamwas sudah ada beberapa aksi jaksa Pinangki yang mengarah kepada dugaan tindak pidana dalam kaitannya dengan skandal Djoko Tjandra. Termasuk dugaan penerimaan, dan aliran uang, serta motif perjumpaan jaksa Pinangki dengan bekas buronan korupsi hak tagih utang Bank Bali tersebut.
Akan tetapi, Febrie mengatakan, butuh waktu mempelajari materi pemeriksaan yang sudah dilakukan di Jamwas. “Kita akan perdalam dulu lah. Yang jelas kita akan transaparan dalam penindakan terhadap jaksa P ini. Dan kita akan memutuskan apakah jaksa P ini, terlibat atau tidak dari sisi pidananya,” kata Febrie menambahkan.
Pada Senin (3/8) kemarin, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono pun menegaskan pengungkapan pidana terkait skandal Djoko Tjandra akan tetap dilakukan. Meski, ia menambahkan, jika nantinya pengungkapan tersebut harus menyeret para oknum di internal kejaksaannya sendiri.
“Kalau diperintah pimpinan untuk melakukan penyidikan, kita siap,” kata Ali.
Pekan lalu, Jaksa Pinangki dicopot dari jabatannya selaku kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejagung. Jamwas menyatakan Pinangki melakukan pelanggaran berat kode etik dan disiplin pejabat tinggi di kejaksaan.
Pinangki dinyatakan bersalah lantaran melakukan perjalanan dinas luar negeri tanpa izin atasan ke Malaysia, dan Singapura sebanyak sembilan kali sepanjang 2019. Jamwas meyakini, dinas luar negeri ilegal tersebut, untuk menemui Djoko Tjandra.
Pertemuan ilegal tersebut, setelah Jamwas memeriksa pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking. Kepala Pusat penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono mengatakan sanksi pencopotan jabatan tersebut, merupakan hukuman awal dari fungsi pengawasan.
“Sebagaimana yang dilaporkan, yang bersangkutan (jaksa Pinangki) menerima hukuman disiplin tersebut,” kata Hari, Selasa (4/8).(*/Joh)
JAKARTA – Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pasca-ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Anita meminta perlindungan sebagai saksi terkait kasus dugaan surat palsu untuk buronan Djoko Tjandra.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menjelaskan bahwa Anita Kolopaking memang sedang didalami keterangannya terkait pengajuan perlindungan sebagai saksi hari ini. Informasi dari Anita, kata Hasto, dibutuhkan untuk mempertimbangkan layak atau tidaknya diberikan perlindungan sebagai saksi.
“Iya, sedang dilakukan pendalaman informasi berdasarkan permohonan yang bersangkutan untuk mendapat perlindungan LPSK. Nantinya jadi pertimbangan paripurna, apakah memang yang bersangkutan layak mendapat perlinsungan sebagai saksi,” kata Hasto saat dikonfirmasi, Selasa (4/8/2020).
Anita Kolopaking mengajukan perlindungan sebagai saksi beberapa waktu lalu pasca-ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini, LPSK masih memproses permohonan perlindungan tersebut.
Sebelumnya, Anita Kolopaking absen alias tidak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Bareskrim Mabes Polri. Anita dijadwalkan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka terkait kasus dugaan surat jalan palsu untuk buronan Djoko Tjandra.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan pihaknya telah menerima surat ketidakhadiran Anita Kolopaking pada hari ini. Dalam suratnya, kata Argo, Anita beralasan sedang memberikan keterangan di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Yang bersangkutan tidak hadir, ada suratnya karena dia sedang mengurus ke LPSK,” kata Argo saat dikonfirmasi.
Lebih lanjut, Argo mengatakan bahwa pihaknya akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Anita. Rencananya, Anita akan diperiksa oleh penyidik Bareskrim Polri pada Jumat, 7 Agustus 2020, lusa mendatang.
“Anita tetap dilayangkan surat panggilan kedua oleh penyidik untuk hadir hari Jumat untuk didengar keterangan sebagai tersangka,” beber Argo.
Sekadar informasi, Bareskrim menetapkan Anita Kolopaking sebagai tersangka terkait kasus dugaan surat jalan palsu yang diterbitkan oleh Brigjen Prasetijo Utomo untuk buronan Djoko Tjandra. Polri juga telah menetapkan Prasetijo Utomo sebagai tersangka dalam kasus ini.
Atas perbuatannya, Anita Kolopaking disangka melanggar Pasal 263 (2) dan Pasal 223 KUHP.(*/Ad)
BOGOR – Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap lima orang tersangka kasus dugaan korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2017-2019 pada kegiatan ujian tengah semester, uas, Try Out serta ujian sekolah pada SD se-Kota Bogor kepada Kejaksaan Negeri Bogor.
Kabag Hukum dan HAM Pemkot Bogor Alma Wiranta mengatakan permohonan penangguhan penahanan ini sesuai dengan Pasal 31 KUHP. Selain itu permohonan penangguhan penahanan juga bentuk perlindungan hukum terhadap bawahannya.
“Karena beliau sebagai pimpinan,” kata Kabag Hukum dan HAM Pemkot Bogor Alma Wiranta, saat ditemui di kawasan Balaikota Bogor, Selasa (04/08/2020).
Tak hanya itu, lanjut Alma, permohonan penangguhan penahanan itu juga merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 12 Tahun 2014. Bahwasanya, Pemkot Bogor boleh memberikan perlindungan hukum terhadap semua pegawainya yang terjerat kasus hukum.
“Kami termasuk pak Wali juga mempunyai tugas untuk melakukan pendampingan hukum. Artinya ASN itu tidak semua tahu mengenai hukum jadi harus diberitahu mulai dari tahapannya dari penydikan,” tambahnya.
“Saat ini kami menggunakan asas praduga tidak bersalah. Artinya siapapun yang diajukan proses sebagai tersangka atau sebagai terdakwa itu masih ada tahapan-tahapan yang harus dilalui,” jelasnya.
Menurutnya, kelima tersangka yang merupakan kepala sekolah itu tidak akan menghilangkan barang bukti bahkan melarikan diri. Oleh karena itu, pihaknya memberikan permohonan penangguhan penahanan.
“Seyogyanya untuk dilakukan penahanan itu kalau yang bersangkutan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan statusnya tidak jelas. Tapi kini kan statusnya jelas, jadi kapasitas pak Wali hanya sebagai pimpinan akuntabilitas bahwa setiap ASN di Kota Bogor yang bekerja itu akan itu akan dilakukan upaya-upaya untuk tidak ditahan,” ungkap Alma.
Ia pun membantah bahwa permohonan tersebut sebagai upaya ‘pasang badan’ atau menghalangi proses penyidikan. Meski begitu, pihaknya tetap menyerahkan sepenuhnya putusan dari Kejaksaan Negeri Kota Bogor untuk dikabulkan atau tidak
“Sudah di kejaksaan (surat permohonan), tanggal 27 Juli dan saya sendiri yang mengirim ke sana. Sekarang menunggu itikad baik dari Kejaksaan Negeri Kota Bogor karena yang bersangkutan kepala sekolah ini dari treck recordnya bagus kok,” tambahnya.
Di sisi lain, upaya pendampingan hukum seperti ini juga dilakukan terhadap ASN lainnya yang terjerat kasus hukum. Karena, telah menjadi kewajiban pimpinan daerah untuk melindungi pegawainya.
“Tidak serta merta kasus ini aja, hampir semua kasus itu Pak Wali berperan untuk mengambil sikap. Ini hal yang biasa,” katanya.
Lanjutnya, jangankan pemerintah daerah, di institusi jika ada salah satu kami (tersangka) pimpinan meminta penangguhan.
“Seyogyanya itu (permohonan penangguhan) dilakukan keluarga atau loyer, jadi beliau mengambil inisiatif saja,”tandasnya..(*/Iw)
JAKARTA – Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan dituntut hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan dilayangkan Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wahyu menjadi terdakwa kasus penerimaan suap Rp600 juta dari kader PDI Perjuangan Saeful Bahri. Suap itu diberikan agar Wahyu mengusahakan KPU memilih caleg PDIP kala itu, Harun Masiku, menjadi anggota DPR lewat pergantian antarwaktu.
“Menuntut, menyatakan terdakwa Wahyu Setiawan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan surat tuntutan Wahyu, kemarin.
Wahyu juga dituntut dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih sebagai pejabat publik selama 4 tahun setelah selesai menjalani pidana.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Wahyu Setiawan berupa pencabutan hak untuk dipilih jabatan publik selama empat tahun terhitung pada saat terdakwa Wahyu Setiawan selesai menjalani pidana,” kata Takdir.
Jaksa menyatakan Wahyu terbukti menerima suap. Atas perbuatannya Wahyu diyakini terbukti melanggar melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain suap, jaksa juga menilai Wahyu terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp500 juta terkait seleksi anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025. Uang diberikan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Uang diduga diberikan agar Wahyu mengupayakan orang asli Papua terpilih menjadi anggota KPUD.
Atas perbuatannya itu, Wahyu diyakini melanggar melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (KPK) menolak Wahyu menjadi justice collaborator (JC). Sebelumnya Wahyu mengaku siap membongkar siapa-siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.(*/Ad)
JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan siapa saja pejabat yang selama ini melindungi terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra harus siap dipidanakan.
Hal tersebut dicuitkan Mahfud dalam akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Sabtu (1/8) yang awalnya menyoroti soal vonis yang sepantasnya diberikan atas sepak terjang Djoko Tjandra.
“Djoko Tjandra tidak hanya harus menghuni penjara dua tahun. Karena tingkahnya, dia bisa diberi hukuman-hukuman baru yang jauh lebih lama,” cuit mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Selain korupsi, Mahfud kemudian menyebutkan tindak pidana yang dilakukan Djoko Tjandra, antara lain penggunaan surat palsu dan penyuapan kepada pejabat yang melindunginya.
“Pejabat-pejabat yang melindunginya pun harus siap dipidanakan. Kita harus kawal ini,” pungkas Mahfud dalam cuitannya.
Sebagaimana diketahui, Djoko Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali yang telah menghilang dan buron sejak awal 2000-an itu dibekuk saat bersembunyi di Malaysia, Kamis (30/7) malam.
Selama ini, Djoko Tjandra diketahui bebas keluar masuk Indonesia karena diduga mendapatkan keleluasaan dari oknum aparat penegak hukum yang berkonspirasi dengannya.
Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetio, sebagai tersangka atas dugaan keterlibatannya dalam kasus perbantuan pelarian Djoko Tjandra.(*/Joh)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro