JAKARTA – Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menegaskan kasus penggadaan uang yang dilakukan seseorang bernama Herman adalah uang palsu. Kepolisian Resor Metro (Polrestro) Bekasi sendiri sudah menangkap pelaku di kediamannya di Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Minggu (21) malam.
Menurut Yusri, aksi penggandahan tersebut dilakukan Herman pada 18 Maret 2020. Aksi tersebut direkam istrinya sendiri berinisial NT (18 tahun) dan disebarkan saudari M yang tinggal di Surabaya, Jawa Timur.
“Semua benda yang ada di dalam video tersebut termasuk uang yang diduga, itu uang palsu,” ujar Yusri di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (22/3/21).
Keterangan itu dari pengakuan istri pelaku. Saat ini uang palsu tersebut sudah dibakar. Namun pihak kepolisian masih bisa mengamankan sisa pembakaran uang palsu tersebut. Berdasarkan pengakuannya juga suaminya melakukan penggandaan uang hanya untuk iseng saja.
“Untuk iseng saja karena itu adalah hanya trik-trik sulap saja, saudara H banyak dikenal orang sebagai penjual benda-benda antik atau benda-benda mistik juga bisa mengobati berbagai macam penyakit,” kata Yusri.
Dijelaskan Yusri, saat membuat video aksi penggandahan tersebut disaksikan banyak orang. Mulai dari mertuanya, anak sendiri dan seseorang berinisial R dan beberapa orang lain.
Terkait keberadaan uang palsu yang merupakan hasil dari trik penggandahan tersebut pihak kepolisian masih melakukan pendalaman. Termasuk mencari korban dari aksi penggandahan yang dilakukan Herman.
“Korbannya yang belum ada, masih kita menunggu korban penipuannya juga kita masih mencoba mencari untuk uang yang sudah dibakar. Karena menurut keterangan yang bersangkutan uang itu adalah uang palsu, ini masih kita dalami,” jelasnya.(*/Adyt)
BANDUNG – Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi Chaniago mengatakan anggota polisi yang diamankan pertama kali oleh tim gabungan pada Senin (17/2/21) sempat dites urine terkait narkoba. Setelah hasilnya diketahui positif, tim pun lalu mengembangkannya dan menangkap belasan polisi lain, termasuk Kapolsek Astana Anyar.
Menurutnya penangkapan 12 polisi itu berawal dari laporan masyarakat ke Divisi Propam Mabes Polri. Berdasarkan laporan tersebut, kata dia, tim gabungan terdiri dari Divisi Propam Mabes Polri dan Bidang Propam Polda Jabar melakukan penyelidikan dan mengamankan seorang anggota.
“Setelah ditangkap dilakukan tes urine dan hasilnya positif. Sejumlah barang bukti narkoba diamankan,” kata Kombes Pol Erdi Chaniago, dalam keterangannya kepada para wartawan, Rabu (17/2/21).
Dari penangkapan tersebut, lanjut Erdi, tim gabungan melakukan pengembangan hingga akhirnya menangkap belasan polisi lain, termasuk Kapolsek Astana Anyar Kompol YP. Kompol YP diamankan tim gabungan di rumahnya.
“Ya benar Kapolsek Astana Anyar dan belasan anggotanya diamankan terkait penyalahgunaan narkoba,” kata Kombes Pol Erdi Chaniago.
Saat ini, kata dia, para polisi tersebut diamankan di sel tahanan Bidang Propam Polda Jabar. “Sedang menjalani pemeriksaan oleh Bidang Propam,” jelasnya.(*/He)
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mengingatkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengutamakan restorative justice di tubuh Polri. Salah satunya dengan tidak mudahnya mengkriminalisasi lewat Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Polisi juga harus sangat berhati-hati dalam menggunakan pasal dalam UU ITE, agar jangan yang terjadi malah pembungkaman atas aspirasi masyarakat,” ujar Sahroni, Selasa (16/2/21).
Pihaknya mengapresiasi Listyo yang akan mengutamakan restorative justice di bawah kepemimpinannya. Tentu saat ini semua pihak akan mengawasi pelaksanaannya ke depan.
“Ini niat yang baik, namun tentunya akan kami kawal terus pelaksanaannya,” ujar Sahroni.
Diketahui, Presiden Joko Wudodo membuka ruang bagi pemerintah duduk bersama DPR untuk merevisi UU ITE. Ia menilai ada pasal-pasal karet yang bisa ditafsirkan secara berbeda oleh setiap individu.
Namun Jokowi tetap memberi catatan bahwa revisi dilakukan dengan tetap menjaga tujuan awal penyusunan UU ITE. Yakni menjaga ruang digital Indonesia agar tetap sehat, beretika, penuh sopan santun, serta produktif.
“Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya, saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi UU ini. Karena di sinilah hulunya. Terutama, menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda. Yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” ucap Jokowi.(*/Ta)
JAKARTA – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya untuk mempercepat penanganan kasus penembakan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek KM 50. Kapolri meminta agar penuntasan kasus tersebut sesuai dengan rekomendasi dari Komnas HAM.
“Terkait dengan kasus-kasus yang menjadi perhatian publik seperti KM 50, pelanggaran prokes (protokol kesehatan) segera diselesaikan karena sudah ada rekomendasi Komnas HAM,” kata Jenderal Sigit dalam acara Rapat Pimpinan (Rapim) Polri di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (16/2/21).
Menurutnya, penanganan kasus tersebut dapat dengan cepat karena sudah ada rekomendasi dari Komnas HAM. Terlebih, kasus tersebut merupakan salah satu kasus yang menjadi perhatian publik.
Lebih lanjut, Sigit meminta agar penuntasan kasus itu dilakukan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan Komnas HAM. “Tentunya harus diselesaikan sesuai dengan rekomendasi tersebut,” ujarnya.
Meski demikian, Kapolri tidak menyebutkan detail batas waktu untuk menuntaskan kasus itu. Sebelumnya, Komnas HAM mengumumkan hasil investigasinya mengenai kasus kematian enam anggota Laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM 50.
Anggota Komnas HAM sekaligus Ketua Tim Penyelidikan Peristiwa KarawangChoirul Anammengatakan bahwa pihaknya menemukan terdapat enam anggota Laskar FPI yang tewas dalam dua konteks peristiwa berbeda.
Disimpulkan dua anggota FPI meninggal dunia dalam peristiwa saling serempet antara mobil yang mereka pergunakan dengan polisi, hingga terjadi kontak tembak di antara Jalan Internasional Karawang sampai KM 49 Tol Jakarta-Cikampek dan berakhir di KM 50.
Sebanyak empat orang lainnya masih hidup dan dibawa polisi, kemudian diduga ditembak mati di dalam mobil petugas saat dalam perjalanan dari KM 50 menuju Markas Polda Metro Jaya.
Komnas HAM menduga terdapat pelanggaran HAM atas tewasnya empat Laskar FPI yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan para pelaku diproses hukum melalui mekanisme pengadilan pidana.(*/Ad)
CIBINONG, – Dalam pembacaan replik oleh Jaksa Pentuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan penggelapan (TPPU) atas terdakwa Fikri Salim, dimana JPU dari Kejari Cibinong, Kabupaten Bogor, tetap kepada kesimpulannya bahwa FS melakukan kehajatan terorganisir dan merugikan perusahaan hingga ratusan milyar.
Selain itu, replik yang dibacakan oleh jaksa Anita Dian Wardani juga mengungkapkan bahw terdakwa telah terbukti melakukan kebohongan yang telah menyebut Dokter Luki Azizah selaku owner PT. Jakarta Medica Center (JMC) adalah istri sirih dari Fikri Salim.
Dimana, sesuai bukti-bukti yang ada jika dokter Luki Azizah masih merupakan istri sah dari suaminya telah menikah sejak 2010 silam dan sesuai dengan putusan dari Mahkamah Agung (MA) republik Indonesia.
“Atas dari fakta hukum dan keterangan saksi-saksi dari persidangan mendengarkan kesaksian saksi dalam perkara nomor 601 ini, bahwa Jaksa Penuntut Umum masih tetap dalam tuntutan yang menuntut terdakwa selama 18 tahun penjara, denda senilai Rp5 milyar dan 6 bulan subsider,” tegas Anita.
Menurutnya, pendiriannya dirinya itu atas bukti-bukti kuat dari hasil fakta persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Cibinong Kelas IA Kabupaten Bogor.
Jika kuasa hukum dari terdakwa Fikri Salim dalam mengajukan pledoi/nota pembelaan dinilai tidak profesional, terlalu sempit, dan terkesan menyalahkan media yang telah jelas memberitakan sesuai fakta persidangan serta tak objektif.
Adapun, untuk keterangan dari kerugian yang diperkarakan oleh PT.JMC yang terbukti dilakukan terdakwa Fikri Salim dengan perkara kasus TPPU dan penggelapan uang milik perusahaan ditempat FS dulu bekerja, tak hanya merugikan senilai uang Rp557,5 juta dalam hal mengurus perijinan ruko dan hotel dikawasan Puncak, Cisarua Bogor, Jawa Barat, akan tetapi mencapai ratusan milyar.
“Akan tetapi, dari fakta persidangan yang ada, jika perusahaan milik dokter Luki Azizah selaku owner PT. JMC mengalami kerugian senilai uang mencapa 100 milyar rupiah lebih yang dilakukan Fikri Salim sejak beberapa tahun silam,” jelasnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Fikri Salim yang membacakan Duplik dari Replik JPU, Gunarto Simanjuntak, SH terkesan merengek, lantaran pihaknya sebagai penasehat hukum terdakwa meminta kepada majelis hakim agar memberi putusan hukum kepada terdakwa Fikri Salim seringan-ringannya.
“Saya mohon kepada yang mulia, agar bisa memberikan hukuman seringan ringannya kepada terdakwa atau klien kami yakni Fikri Salim,” tutupnya.
Masih ditempat sama, dalam persidangan tersebut majelis Hakim yang diketuai Irfanudin meminta waktu untuk bermusyarah dengan majelis hakim nya dalam memutuskan hukuman yang akan dijatuhkan kepada terdakwa Fikri Salim dalam sidang perkara nomor 601.
“Kami majelis hakim meminta waktu untuk bermusyarah dalam menjatuhkam hukuman kepada terdakwa, maka itu sidang ditunda dan dibuka kembali pada Jumat 19 Februari 2021,” pungkasnya.(Ded)
JAKARTA – Bareskrim Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap pegiat sosial Permadi Arya alias Abu Janda serta Ustadz Tengku Zulkarnain (Tengku Zul) terkait kasus dugaan ujaran kebencian dalam cuitan Islam Arogan yang dilaporkan Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI), beberapa waktu lalu.
Ketua Bidang Hukum DPP KNPI Medya Rischa Lubis menyebut kasus dugaan ujaran kebencian itu diutarakan oleh Abu Janda di media sosial Twitter. Dimana, kata dia, Abu Janda dalam kicauannya menyebut Islam sebagai agama pendatang dan arogan.
“Kami melihat Abu Janda dalam cuitannya bukan hanya merespons twit Tengku Zul yang mengatakan bahwa minoritas di negeri ini arogan ke mayoritas,”ujar Medya, Sabtu (14/2/2021).
Namun, kata dia masih banyak lagi cuitan Abu Janda yang telah dikumpulkan oleh timnya untuk dijadikan barang bukti.
Salah satu twit Abu Janda dalam akun @permadiaktivis1 kata Medya adalah “Islam memang agama pendatang dari Arab, agama asli Indonesia itu Sunda wiwitan, kaharingan, dll. Dan memang arogan, mengharamkan tradisi asli, ritual orang dibubarkan, pake kebaya murtad, wayang kulit diharamkan. Kalo tidak mau disebut arogan, jangan injak2 kearifan lokal”.
“ Ujug-ujug Abu Janda tulis di Twitternya dan kembali menegaskan lagi, soal Islam arogan dan itulah dasar laporan kita ke Bareskrim, kita masukan link twitnya dan URL-nya. Semua masih bisa diakses, nah kalau dia hapus jadi pertanyaan lagi,” tandasnya.
Abu Janda diketahui tengah dilaporkan ke Bareskrim Polri dalam kasus cuitan Islam Arogan melalui media sosial. Ia dilaporkan oleh seorang pengacara bernama Medya Rischa, pada Jumat 29 Januari 2021.
Polri telah menerima pelaporan yang tertuang dalam surat tanda terima terima laporan Nomor : STTL/033/I/BARESKRIM tertanggal 29 Januari 2021. Abu Janda dilaporkan karena melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 ayat (2), Penistaan Agama UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 156A.Kasus ini bermula dari Abu Janda perang cuit dengan Tengku Zulkarnaen, pada Minggu 24 Januari 2021.
Perang cuitan itu bermula Tengku Zulkarnain lewat akun Twitter @ustadztengkuzul berbicara ihwal arogansi minoritas terhadap mayoritas di Afrika. Lalu, Tengku Zulkarnain menyebut tidak boleh ada arogansi, baik dari golongan mayoritas ke minoritas maupun sebaliknya.
Dulu minoritas arogan terhadap mayoritas di Afrika Selatan selama ratusan tahun, apertheid. Akhirnya tumbang juga. Di mana-mana negara normal tidak boleh mayoritas arogan terhadap minoritas. Apalagi jika yang arogan minoritas. Ngeri melihat betapa kini Ulama dan Islam dihina di NKRI,” kata Tengku Zulkarnain.
Tidak terima dengan pernyataan Tengku Zul, lantas Abu Janda membalas cuitan Tengku Zulkarnain. Dia menyebut ada Islam yang ‘arogan’ karena mengharamkan kearifan lokal di Indonesia.
“Yang arogan di Indonesia itu adalah Islam sebagai agama pendatang dari Arab kepada budaya asli kearifan lokal. Haram haramkan ritual sedekah laut, sampai kebaya diharamkan dengan alasan aurat,” tutur Abu Janda lewat akun @permadiaktivis1. (*/Joh)
CIBINONG – Dalam gelaran perkara sidang Fikri Salim Alias Kiki dan Rina Yuliana membacarakan pledoi oleh team kuasa hukum terdakawa Gunarto Simanjuntak SH.
Dalam pledoi team kuasa hukum fikri salim mengatakan media sebagai alat Fitnah untuk membunuh karakter terdakwa dan merusak martabat terdakwa.
Dan team kuasa hukum mengaggap tuntutan dari jaksa penuntut umum tidak relavan dan tidak sesuai fakta hukum
“Majelis hakim yang mulia, ini merupakan fitnah dan gosip, berita disebar kebenaran sengaja disembunyikan, media masa begitu senang dengan bombastinya berita dan yang disebarluaskannya tanpa mencari unsur-unsur kebenaran, Fitnah disebar luaskan secara masif systematis, fitnah telah mematikan karir serta karakter seseorang”
Terdakwa Fikri Salim pun memberikan pembelaan secara lisan kepada majelis hakim, dengan menangis, Fikri meminta majelis hakim memberikan putusan seadil-adilnya (10/2/2021).
Diketahui dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari Cibinong) Kabupaten Bogor, menuntut terdakwa Fikri Salim dalam kasus Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU) dan Penggelapan atas dana milik PT. Jakarta Medica Center (JMC) dituntut kurungan penjara selama 18 tahun penjara.
Dalam dakwaannya, Jaksa Anita Dian Wardani menyebut, bahwa dalam kasus terdakwa Fikri Salim atas kasus TPPU dan Penggelapan dana milik PT. Jakarta Medica Center telah terbukti dan memenuhi unsur hukum yang tetap.
Dimana, terdakwa Fikri Salim terbukti melakukan tindak pidana melawan hukum dan terdakwa dituntut selama 18 tahun kurungan penjara dengan denda Rp5 milyar dan subsider 6 tahun penjara.
“Saudara Fikri Salim terbukti dan telah memenuhi unsur-unsur melakukan tindak pidana melawan hukum yang secara bersama-sama dengan merugikan perusahaan ditempat dulunya bekerja mencapai Rp33 milyar yang merupakan milik saksi Dokter Luki Azizah selaku owner PT. JMC, dengan ini jpu menuntut terdakwa dengan hukum 18 tahun penjara denda 5 milyar rupiah dan subsider 6 bulan kurungan,” kata Jaksa Anita dalam tuntutannya di ruang sidang Kusumah Atmadja PN Cibinong Kelas IA Kabupaten Bogor, pada Rabu (03/2/2021).(Ded)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeksekusi terpidana kasus korupsi proyek Hambalang atas nama Anas Urbaningrum. Mantan ketua umum Partai Demokrat itu akan menjadi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin.
“Tim Jaksa Eksekusi KPK telah melaksanakan eksekusi pidana badan terhadap terpidana Anas Urbaningrum berdasarkan Putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor 246 PK/Pid.Sus/2018 tanggal 30 September 2020,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (5/2/21).
Ali mengatakan, Anas Urbaningrum akan menjalani pidana penjara delapan tahun dikurangi selama berada dalam tahanan. Dia juga diwajibkan membayar denda pidana Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka dikenakan pidana pengganti denda berupa kurungan selama tiga bulan.
Anas Urbaningrum juga diharuskan membayar uang pengganti sekitar Rp57,59 miliar ditambah berkisar 5,26 juta dolar AS. Dengan ketentuan, apabila belum membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Sedangkan, apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama dua tahun,” katanya.
Ali mengatakan, hak politik Anas Urbaningrum juga dicabut selama lima tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani pidana pokok. Artinya, Anas tidak bisa memiliki hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun tersebut.
“KPK akan segera melakukan penagihan baik denda maupun uang pengganti dari terpidana sebagai aset recovery dari tindak pidana korupsi untuk pemasukan bagi kas negara,” katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terdakwa kasus korupsi proyek Hambalang tersebut. MA telah memangkas hukuman Anas dari 14 tahun kurungan menjadi delapan tahun penjara pada tingkat kasasi. Majelis hakim PK menerima alasan Anas bahwa ada kekhilafan hakim pada putusan tingkat kasasi.(*/Tu)
JAKARTA – Pegiat media sosial Permadi Arya alias Abu Janda dimintai keterangan oleh penyidik selama empat jam di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/2) sebagai saksi terlapor dalam penyelidikan kasus dugaan rasis terhadap mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai. “Ya, saya baru selesai pemeriksaan sekitar empat jam hingga lima jam, 20 pertanyaan,” kata Permadi.
Permadi diperiksa penyidik Bareskrim dengan didampingi kuasa hukumnya. Pemeriksaan tersebut untuk menindaklanjuti laporan polisi dengan nomor LP/B/0052/I/2021/Bareskrim tertanggal 28 Januari 2021. Laporan tersebut dibuat oleh Ketua Bidang Hukum Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) Medya Rischa Lubis.
Dalam laporan tersebut, Permadi Arya alias Abu Janda dituding melakukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik sebagaimana Pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (3) dan/atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) dan/atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kebencian atau Permusuhan Individu dan/atau Antargolongan (SARA) Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP.
Kepada wartawan, Permadi mengatakan tidak memahami alasan bukan pihak Natalius Pigai yang melaporkannya ke polisi dalam kasus ini.
“Saya juga tidak mengerti ini urusan saya sama Bang Pigai, tapi kok yang melaporkan bukan Bang Pigai,” katanya pula.
Sebelumnya, pada Senin (1/2), Permadi sudah menjalani pemeriksaan di Bareskrim terkait perkara lainnya yakni mengenai cuitannya di akun Twitter @permadiaktivis1 yang menyebutkan Islam sebagai agama yang arogan. Pemeriksaan tersebut untuk menindaklanjuti laporan polisi nomor: LP/B/0056/I/2021/Bareskrim tertanggal 29 Januari 2021. Dalam pemeriksaan tersebut, Permadi mendapat 50 pertanyaan dari penyidik.
Dalam kasus tersebut, Permadi dipersangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Kebencian atau Permusuhan Individu dan/atau Antar Golongan (SARA), Pasal 156 A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Penistaan Agama.(*/Jon)
CIBINONG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari Cibinong) Kabupaten Bogor, menuntut terdakwa Fikri Salim dalam kasus Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU) dan Penggelapan atas dana milik PT. Jakarta Medica Center (JMC) dituntut kurungan penjara selama 18 tahun penjara.
Dalam dakwaannya, Jaksa Anita Dian Wardani menyebut, bahwa dalam kasus terdakwa Fikri Salim atas kasus TPPU dan Penggelapan dana milik PT. Jakarta Medica Center telah terbukti dan memenuhi unsur hukum yang tetap.
Dimana, terdakwa Fikri Salim terbukti melakukan tindak pidana melawan hukum dan terdakwa dituntut selama 18 tahun kurungan penjara dengan denda Rp5 milyar dan subsider 6 tahun penjara.
“Saudara Fikri Salim terbukti dan telah memenuhi unsur-unsur melakukan tindak pidana melawan hukum yang secara bersama-sama dengan merugikan perusahaan ditempat dulunya bekerja mencapai Rp33 milyar yang merupakan milik saksi Dokter Luki Azizah selaku owner PT. JMC, dengan ini jpu menuntut terdakwa dengan hukum 18 tahun penjara denda 5 milyar rupiah dan subsider 6 bulan kurungan,” kata Jaksa Anita dalam tuntutannya di ruang sidang Kusumah Atmadja PN Cibinong Kelas IA Kabupaten Bogor, pada Rabu (03/2/2021).
Menurutnya, terdakwa Fikri Salim terbukti dalam aksinya yang menggelapkan dana puluhan miliar itu dengan dibantu 27 karyawan PT. JMC lainnya yang kini juga telah mendekam dibalik jeruji besi.
“Untuk kerugian yang dialami saksi Dokter Luki Azizah yang juga selaku komisaris utama PT. JMC mengalami kerugian hingga mencapai kurang lebih 30 milyar lebih,” ucapnya.
Selain itu, dalam kasus perkara yang dilayangkan korban Dokter Luki Azizah selaku pemilik PT. Jakarta Medica Center, dimana terdakwa Fikri Salim l salah satunya terbukti menggelapkan dana senilai Rp557,5 juta untuk pembangunan ruko di jalan raya puncak Desa Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, namun digunakan untuk kepentingan pribadinya.
“Untuk pembangunan ruko di kawasan Cisarua Puncak Bogor, yang mana saksi Dokter Luki Azizah mengalami kerugian materi bernilai Rp1 milyar, yang mana pembangunannya sampai kini belum selesai baru hanya sekitar 80 persen dan perijinan IMB nya pun tak kunjung diurus,” tuturnya.
Sementara itu, Jaksa Tri Antoro yang juga membacakan tuntutan kepada terdakwa Rina Yuliana yang terbukti menerima uang melalui 4 kali transfer ke rekening pribadi terdakwa maupun secara tunai dari Fikri Salim dengan total nilai kurang lebih 361 juta rupiah, terbukti bersalah dan dituntut hukuman penjara selama 15 tahun penjara dengan denda Rp5 milyar da subsider 6 bulan kurungan.
“Atas bukti-bukti kwitansi yang ada dan keterangan saksi-saksi terdakwa Rina Yuliana kami tuntut selama 15 tahun kurungan penjara dipotong masa tahanan dengan denda senilai 5 milyar rupiah dan subsider 6 bulan penjara,” tegasnya.
Terpisah, dalam sidang yang dilakukan secara virtual kedua terdakwa yakni Fikri Salim dan Rina Yuliana atas tuntutan dari jaksa penuntut umum akan melayangkan nota pembelaan melalui penasehat hukum masing-masing terdakwa, dimana sidang akan digelar pada Rabu 10 Februari 2021 yang beragendakan membacakan pledoi/nota pembelaan kedua terdakwa.
Namun dalam layangan nota pembelaan itu, Rina Yuliana dalam sidang virtual tersebut terdengar menangis tersedu-sedu usai jaksa membacakan tuntutan terhadap dirinya tersebut.
Diketahui, Fikri Salim didakwa melakukan penggelapan sekaligus pidana Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Motifnya dia melakukan klaim bon dan kwintansi palsu melalui Syamsudin yang menjadi direktur keuangan di PT Jakarta Medika.
Dana hasil kejahatan itu ditranfers ke rekening Syamsudin sebesar Rp165 juta, ke rekening Zainudin sebesar Rp50 juta dan ke rekening Rina Yuliana Rp361 juta. Total dana yang digelapkan terdakwa Fikri Salim mencapai Rp 577 juta.
“Terjadi penggelapan uang dalam jabatan sebesar Rp 577 juta bersama sama saksi Rina, Saksi Soni Priadi dibantu oleh saksi Syamsudin bersama saksi Junaidi, itu uang PT Jakarta Medika,” ujar JPU Anita.
Kasus penggelapan ini menurut JPU Anita terjadi pada tahun 2019 saat PT Jakarta Medika merencanakan pembangunan rumah sakit di Cisarua Kabupaten Bogor. Saat itu terdakwa menaikkan harga barang keperluan untuk pembangunan gedung tersebut.
Selain itu, pengurusan izin yang sebelumnya untuk keperluan izin rumah sakit belakangan berubah menjadi izin hotel. Akibatnya rencana pembangunan rumah sakit menjadi terbengkalai.(*/Ded)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro