JAKARTA – Ferdy Sambo bungkam usai mendengarkan vonis dan hukuman pidana mati. Terdakwa utama kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) itu memilih tak berkomentar.
Bahkan pertanyaan tentang apakah akan melakukan upaya hukum banding untuk melawan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) itu, pun Sambo bergeming.
Sambo, usai mendengarkan putusan majelis hakim, Senin (13/2/2023), dan tutup sidang langsung mendatangi tim penasehat hukumnya di ruang sidang. Tak terdengar apa yang disampaikan Sambo kepada tim pengacaranya. Sebentar bercakap-cakap, Sambo langsung bergegas keluar ruang sidang.
Tak tertangkap utuh raut mukanya setelah mendengar vonis mati terhadap dirinya. Sambo sepanjang persidangan menutup sebagian wajahnya dengan masker hitam.
Begitu juga saat ia bergegas keluar ruang persidangan untuk dibawa lagi ke tahanan. Sambo hanya melongo diam saat digiring para petugas jaksa untuk dibawa kembali ke tahanan.
Ragam pertanyaan tentang hukuman mati terhadapnya, tak ada yang dijawab. Bahkan, persoalan banding, pun tak mau ia gubris. Juga ketika ditanya apakah siap untuk menjalani hukuman mati, pun Sambo tetap terdiam. Dibantu para petugas jaksa mengenakan rompi tahanan dan borgol, Sambo tampak cuma melongok dan diam.
Ditemui terpisah usai persidangan, pengacara Arman Hanis mengatakan apa yang sudah diputuskan oleh majelis hakim, merupakan hasil dari proses hukum yang harus dihormati. “Kita tetap menghormati apa yang sudah diputuskan oleh hakim,” kata Arman, di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
Akan tetapi kata Arman, tim pengacara mengecam putusan pidana mati yang dijatuhkan terhadap Sambo. Karena menurut dia hukuman pidana mati tersebut, tak berdasarkan pembuktian.
“Bahwa hakim dalam memutuskan tidak berdasarkan fakta hukum di persidangan. Hanya berdasarkan asumsi,” ujar Arman.
Selanjutnya, kata Arman, timnya bersama Sambo akan merundingkan tentang langkah hukum lanjutan atas vonis yang sudah dijatuhkan. Namun dikatakan dia, belum ada kesimpulan darinya untuk melakukan perlawanan banding, ataupun menerima putusan tersebut.
“Langkah selanjutnya, kami belum putuskan. Kita lihat nanti,”jelasnya.(*/Joh)
SUKABUMI – Dua mantan pejabat dan satu petugas aktif Dinas Kesehatan Kabupaten (Dinkes) Sukabumi dijebloskan ke penjara oleh penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sukabumi pada Kamis (9/2/2023). Mereka dianggap karena merugikan negara puluhan miliar rupiah dengan membuat surat perintah kerja fiktif.
“Ketiga tersangka kasus dugaan Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif pada Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi tersebut berinisial DI, SR, dan HA,” kata Kepala Kejari Kabupaten Sukabumi, Siju di Sukabumi pada Kamis malam WIB.
Menurut Siju, ketiga diduga telah merugikan negara melalui modus membuat SPK fiktif bantuan provinsi (Banprov) Dinkes Kabupaten Sukabumi tahun anggaran 2016.S aat itu, tersangka DI merupakan staf perencanaan, kemudian SR menjabat Kepala Seksi Program dan Perencanaan yang juga merangkap sebagai PPK di Dinkes Kabupaten Sukabumi.
Adapun HA selaku Kepala Bidang Pencegahan dan pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Kabupaten Sukabumi. Dari hasil perhitungan penyidik, kata Siju, akibat ulah para tersangka, negara mengalami kerugian hingga Rp 37,3 miliar sesuai nilai bantuan yang dikucurkan oleh Pemprov Jabar pada tahun itu.
Menurut Siju, penahan terhadap ketiga tersangka sudah sesuai dengan aturan sekaligus antisipasi tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti hasil kejahatannya. Para tersangka sementara dititipkan ke Lapas Kelas II B Warungkiara, Kabupaten Sukabumi.
Siju menyebut, penetapan tersangka dua mantan pejabat Dinkes Kabupaten Sukabumi dan satu aparatur sipil negara (ASN), sudah melalui berbagai tahapan penyelidikan dan penyidikan.Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan pengumpulan barang bukti yang dilakukan Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Sukabumi.
Hasilnya, seluruh keterangan mengarah kepada ketiga tersangka. “Kami masih mengembangkan kasus ini dan terus melakukan pemeriksaan saksi serta mengumpulkan barang bukti lainnya dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka lainnya,” jelasnya.(*/Ya)
JAKARTA – Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberatkan hukuman atas putusan banding terhadap terdakwa KRMT Roy Suryo Notodiprodjo, atau Roy Suryo dalam kasus ujaran kebencian bernuansa suku, ras, agam dan antargolongan (SARA).
Selain hukuman penjara 9 bulan Roy Suryo, hakim menambah denda senilai Rp150 juta. Berikut fakta-fakta hukuman Roy Suryo diperberat hakim.
1. Dihukum 9 bulan penjara
Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta akhirnya memperberat hukuman Roy Suryo atas putusan banding dalam kasus ujaran kebencian meme stupa Candi Borobudur, yang bernuansa suku, ras, agam dan antargolongan (SARA).
Roy Suryo diputus hakim hukuman 9 bulan penjara dengan denda Rp150 juta. Putusan ini lebih berat dari sebelumnya, yang hanya 9 bulan kurungan tanpa adanya denda.
2. Terbukti menyebarkan kebencian berbau SARA
Putusan banding yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sumpeno terhadap bekas politikus Partai Demokrat itu berlangsung, Kamis (9/2/2023). Hakim menyatakan bahwa Roy Suryo telah melanggar pidana karena sengaja menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu berdasarkan SARA.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 bulan dan denda sebesar Rp150 juta rupiah dan jika denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” dikutip dari salinan putusan, Jumat (10/2/2023).
3. Akun Twitter dimusnahkan
Hakim juga memerintahkan untuk melakukan perampasan terhadap akun-akun Twitter dengan nama @KRMTRoySuryo2 dengan alamat tautan https://t.co/abKvoYV0Eg.
“Dirampas untuk dimusnahkan dengan cara dihapus/blokir sehingga tidak dapat dipergunakan lagi,” pungkasnya.4. Hal yang memberatkan dan meringankan
Hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan hakim menilai perbuatan Roy melakukan multiple quote tweet di media sosial twitter dapat menyebabkan rusaknya kerukunan umat beragama dalam bingkai kebhinekaan.
Roy Suryo tidak mencerminkan dirinya selaku tokoh masyarakat atau ahli telematika atau orang berlatar belakang pendidikan tinggi yang memahami etika dalam bermedia sosial. Menurut hakim Roy juga telah mengingkari perbuatannya. Hakim menyebut Roy menilai perbuatannya seolah hal yang biasa.
Sementara itu pertimbangan meringankan, hakim menilai Roy telah bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, dan telah berjasa kepada negara.
5. JPU Tuntut Roy Suryo 1 Tahun 6 Bulan Penjara
Sebelumnya, JPU menuntut Roy Suryo selama 1 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan. JPU menilai, terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 A UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).(*/Joh)
BANDUNG – Bank BJB yang ada di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat diduga dibobol oleh oknum karyawannya sendiri, AS. Aksi pembobolan tersebut menyebabkan pihak bank merugi hingga puluhan miliar rupiah.
Kabid Humas Kepolisian Daerah Jawa Barat, Kombes Pol Ibrahim Tompo membenarkan adanya kejadian pembobolan bank BJB itu. Ia mengatakan bahwa saat ini berkas kasus tersebut sudah dikirim ke kejaksaan.
“Benar, berkas sudah dikirim ke kejaksaan,” kata Ibrahim saat dihubungi Kamis (9/2).
Ia menjelaskan bahwa tersangka dalam kasus pembobolan Bank BJB itu berinisial AS. Ibrahim menyebut bahwa aksi tersebut merupakan kejahatan personal.
Dalam prosesnya, tersangka AS menggunakan jabatannya saat itu sebagai karyawan Bank BJB untuk mengambil uang yang ada di dalam brankas. Jumlah uang yang diambil mencapai puluhan miliar rupiah.
“Merupakan kejahatan personal yang dilakukan oleh pelaku, karena menggunakan jabatannya untuk mengambil uang yang berada dalam brankas sehingga kerugian mencapai Rp20 miliar,” jelas dia.
Aksi yang dilakukan AS, menurut Ibrahim, akhirnya diketahui saat dilakukan proses supervisi sebagai bagian dari mekanisme control. Saat mengetahui hal tersebut, pihak Bank BJB pun kemudian melaporkan hal tersebut kepada polisi.
“Diketahui saat supervisi sebagai mekanisme kontrol, sehingga dilaporkan oleh pihak BJB,” ungkap Ibrahim.
Atas perbuatan AS, Ibrahim mengatakan bahwa pihak kepolisian menerapkan pasal 375 dan 363 KUHP, pasal 49 undang-undang perbankan, dan pasal 3 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Pasal 374 ancaman hukuman 5 tahun, 363 7 tahun, pasal 49 perbankan 5 sampai 15 tahun, dan pasal 3 TPPU ancaman hukumannya 20 tahun,” tandasnya.(*/Hen)
JAKARTA – Seorang hakim berinisial MY diputuskan dipecat tidak dengan hormat, karena terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). MY terjerat asmara dengan seorang perempuan yang saat itu mengurus perceraian di Pengadilan Agama (PA) Tulungagung.
Keputusan pemecatan itu disepakati Komisi Yudisial (KY) bersama Mahkamah Agung (MA) setelah menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) di Jakarta pada Jumat (3/2/2023). Majelis MKH terdiri dari perwakilan KY, yaitu Wakil ketua KY M Taufiq HZ sebagai ketua majelis, bersama anggota KY Siti Nudjanah, Binziad Kadafi, dan Amzulian Rifai.
Perwakilan MA terdiri dari Hakim Agung Syamsul Maarif, Purwosusilo, dan Yasardin. “Menjatuhkan sanksi kepada terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana Pasal 19 ayat (4) huruf e Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan KEPPH,” kata Taufiq dalam keterangan di Jakarta pada Sabtu (4/2/2023).
Sidang MKH diadakan kali ketiga. Dua sidang sebelumnya ditunda karena hakim terlapor MY berhalangan hadir dengan alasan sakit. Bahkan, untuk pertama kalinya dalam sejarah persidangan MKH, terlapor dihadirkan secara virtual melalui Zoom karena terlapor masih dalam keadaan sakit dan dalam pantauan dokter.
“Majelis menyatakan terlapor MY telah terbukti melanggar Angka 1 butir 1.1.(2,) Angka 1 butir 1.1.(4), Angka 3 butir 3.1.(1), Angka 3 butir 3.1.(4), Angka 3 butir 3.1.(6), Angka 5 butir 5.1.(3), Angka 6 butir 6.1, Angka 7 butir 7.3.(1) Surat Keputusan Bersama KY dan MA tentang KEPPH,” tulis keterangan resmi KY.
Latar belakang perkara ini berawal ketika MY masih bertugas di Pengadilan Agama (PA) Tulungagung. Pelapor saat itu sedang mengurus perceraian dengan suami sebelumnya, dan tidak sengaja bertemu dengan MY.
“Saat itu, MY meminta nomor kontak pelapor dan mengatakan akan mengurus perkara tersebut,” tulis keterangan resmi KY.
MY diduga mengatur agar bisa menjadi anggota majelis dalam perkara pelapor. Bahkan, selama proses persidangan, MY mengajak pelapor untuk menikah. Pelapor yang ingin proses perceraiannya cepat diputus, kemudian menyetujui hal tersebut. “Setelah putusan perceraian pelapor disetujui, tidak berapa lama berselang, MY dan pelapor menikah secara siri,” tulis keterangan resmi KY.
Dalam pembelaannya, MY mengakui memang bertemu dengan pelapor sebelum persidangan kasus perceraian pelapor secara tidak sengaja. MY mengeklaim sempat menolak menjadi anggota majelis hakim kasus terlapor.
Namun, karena permintaan Ketua PA Tulungagung, MY kemudian menyetujui. Dalam sidang, MY juga mengakui, mengajak pelapor menikah secara siri dan memiliki seorang anak dari hasil hubungan tersebut. Setelah itu, MY memberitahukan kepada istri pertamanya bahwa ia telah menikah kedua kalinya, sekaligus meminta izin.
“Setelah mendapat izin dari istri pertama, baru MY mengurus perizinan poligami ke kantor dinas dengan alasan istri pertama sakit dan menikah secara resmi,” tulis keterangan resmi KY.
Selanjutnya, MY justru menghilang tanpa kabar setelah satu hari menikah secara resmi menurut pengakuan pelapor. Dengan demikian, pelapor merasa MY tidak memenuhi janjinya sebelum menikah.
Kemudian pelapor melaporkan perbuatan MY kepada KY pada 2021. Dalam persidangan tersebut juga hadir istri pertama dan keponakan MY, yang tinggal bersama MY dan istri pertama sebagai saksi.
“Dalam pertimbangan majelis, terlapor dianggap telah terbukti melanggar KEPPH, tidak izin untuk poligami sesuai ketentuan, tidak mengakui anak, tidak menafkahi anak dari pelapor, dan tidak memberikan contoh sebagai hakim senior,” tulis keterangan resmi KY.(*/Ad)
JAKARTA – Polda Metro Jaya bakal melakukan konfrontasi terhadap anggota Provos Polsek Jatinegara, Bripka Madih dengan penyidik. Hal itu menyusul heboh video ‘polisi peras polisi’ yang diketahui Bripka Madih mengaku diperas oknum penyidik saat mengurus sengketa tanah orangtuanya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menceritakan awal mula kasus itu. Pada 2011, orangtua Bripka Madih, Halimah, membuat pelaporan ke Polda Metro Jaya (PMJ).
“Pada pelaporan ini disampaikan fakta terkait dengan tanah seluas 1.600 meter, ini yang dilaporkan ke PMJ, mendasari pada girik 191. Namun tadi kita dengar yang bersangkutan menyampaikan penyampaiannya ke media mengatakan 3.600 (meter), namun fakta laporan polisinya adalah 1.600 (meter persegi),” kata Trunoyudo saat jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023).
Trunoyudo pun menepis isu penyidikan kasus tersebut dihentikan. Menurutnya, penyidik telah memeriksa saksi berdasar laporan orangtua Bripka Madih.
“Hal ini sudah dilakukan pemeriksaan fakta hukum apa yang didapatkan tim penyidik sudah bekerja, jadi tidak benar kasus ini terhenti atau tidak dilakukan perkembangan. 16 saksi fakta hukumnya telah diperiksa termasuk saksi pembeli dan juga satu terlapor dalam hal ini atas nama Mulih,” ucapnya.
Trunoyudo pun menjelaskan telah terjadi jual beli tanah yang dilakukan orangtua Madih. Terdapat kurang lebih sembilan akta jual beli (AJB).”Telah terjadi jual beli dengan menjadi 9 AJB dan sisa lahannya atau tanahnya dari girik 191 seluas 4.411, jadi yang telah diikatkan dengan AJB seluas 3.649,5 meter. Artinya sisanya hanya sekitar 516,5 meter persegi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Trunoyudo menegaskan tidak ada bukti perbuatan melawan hukum dalam proses jual beli tanah soal perkara yang dilaporkan Halimah orangtua Madih. Namun, Ia menyebut oknum penyidik yang berinisial TG sudah pensiun sejak Oktober 2022 silam.
“Dalam proses ini penyidik sudah melakukan langkah, belum ditemukan perbuatan adanya suatu perbuatan melawan hukum. Ini LP tahun 2011 yang dilaporkan di Polda Metro Jaya. Nalar logika kita ketika ada statemen ‘diminta hadiah 1.000 meter persegi’, sedangkan sisanya 516 (meter persegi) ini butuh konfrontir, kita akan lakukan itu,” ungkapnya.
Sebelumnya, viral seorang anggota provos diperas Rp100 juta oleh penyidik Polda Metro Jaya saat melapor kasus penyerobotan tanah yang dialami keluarganya.
Dalam video yang diunggah akun Instagram @undercover.id pada Kamis (2/2/2023), diketahui anggota itu bernama Bripka Madih yang bertugas sebagai Provos Polsek Jatinegara.(*/Joh)
CIBINONG — Aksi penipuan dan penggelapan jual beli tanah terjadi di wilayah Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Dalam kejadian ini, ratusan warga menjadi korban dengan total kerugian sebesar Rp 3,2 miliar.
Kapolsek Ciomas Kompol Yudi Kusyadi, mengungkapkan kasus ini berawal dari salah seorang korban yang ditawarkan sebidang tanah seluas 100 meter persegi oleh pelaku berinisial A. Bidang tanah tersebut dihargai senilai Rp 50 juta pada Agustus 2022.
Usai tawar menawar, korban menyerahkan uang sebesar Rp 49 juta kepada pelaku. “Namun pembeli tidak mendapatkan kejelasan hingga saat ini. Atas kejadian tersebut korban melapor ke polisi,” kata Yudi , Kamis (2/2/2023).
Yudi menjelaskan, polisi pun melakukan penyelidikan terhadap laporan ini. Dari hasil penyelidikan, rupanya ada 121 korban lain yang tertipu kasus jual beli tanah oleh pelaku yang sama. Adapun total kerugian para korban apabila diakumulasikan mencapai miliaran rupiah.
“Kerugian yang ditimbulkan akibat penipuan dan penggelapan tersebut ditaksir mencapai Rp 3,2 miliar. Masing-masing korban mengalami kerugian sekitar Rp 30 juta sampai Rp 50 juta,” ungkapnya.
Dari situ, lanjut dia, polisi melakukan penyelidikan lebih lanjut dan berhasil menangkap pelaku yakni pelaku A yang dibantu oleh U pada 31 Januari 2023. Atas pebuatannya, kedua pelaku dijerat dengan Pasal 372 dan 378 KUHP.
“Proses penyelidikan masih kami lakukan terkait penipuan dan penggelapan tersebut,” tandasnya.(*/Jun)
JAKARTA – Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa sebanyak tujuh koper barang bukti yang diduga berisi berkas dan barang lainnya hasil penggeledahan di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat pada Selasa (17/1/2023).
Petugas KPK keluar dari gedung pada Selasa sekitar pukul 20.55 WIB melalui pintu Gedung DPRD lama. Petugas pun memasukkan semua koper tersebut ke enam mobil jenis minibus yang bersiap di depan Gedung DPRD DKI Jakarta.
Setelah memasukkan tujuh koper berwarna hitam dan merah tersebut ke dalam mobil, petugas KPK langsung pergi meninggalkan gedung legislatif tersebut. Selama proses penggeledahan oleh KPK, akses masuk ke Gedung DPRD DKI Jakarta dijaga petugas pengaman dalam (pamdal) DPRD DKI.
Awak media tidak diberikan akses untuk masuk meliput kegiatan tersebut. KPK mengonfirmasi, penggeledahan tersebut berhubungan dengan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
“Benar ada kegiatan penggeledahan dimaksud, terkait pengumpulan alat bukti dugaan korupsi pengadaan tanah di Pulogebang. Perkembangannya akan kami sampaikan kembali,” kata Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Dari kabar yang beredar, petugas KPK melakukan penggeledahan di lantai 3, 4, 8, dan lantai 10 Gedung DPRD DKI. Lantai 10 Gedung DPRD DKI diketahui merupakan kantor ruangan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi. Sementara tiga lantai lainnya diketahui lokasi kantor Fraksi Golkar dan Fraksi PSI (4), Fraksi PDIP (8), dan ruang Komisi C (3).
Sementara itu, Tenaga Ahli Fraksi PSI DPRD DKI, Akmal membantah jika KPK memeriksa ruangan Fraksi PSI di lantai 4 gedung DPRD DKI. Menurut dia, penyidik KPK hanya memeriksa ruangan Fraksi Golkar.
“Ketua Fraksi PSI sudah minta keterangan setwan DPRD, ruang Fraksi PSI tidak digeledah sama sekali. Bisa dicek juga ke setwan atau pamdal yang bertugas mengawal KPK semalam. Lantai 4 itu yang digeledah hanya Fraksi Golkar saja,” ucap Akmal kepada awak Media.(*/Joh)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan anggota Polri, AKBP Bambang Kayun, Selasa (3/1/2023). Bambang ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM).
“Untuk kepentingan dan kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan pada tersangka BK (Bambang Kayun) untuk 20 hari pertama,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa.
Firli mengatakan, penahanan terhadap Bambang terhitung mulai tanggal 3 Januari 2023 sampai dengan 22 Januari 2023. Dia bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Firli menjelaskan, kasus ini bermula saat adanya laporan terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM yang masuk ke Bareskrim Polri. Dalam laporan itu, Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW) merupakan pihak terlapor.
Saat itu, Bambang menjabat sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri. Atas pelaporan tersebut, Emilya Said dan Herwansyah diperkenalkan dengan Bambang untuk berkonsultasi.
“Sebagai tindak lanjutnya, sekitar bulan Mei 2016 bertempat disalah satu hotel di Jakarta dilakukan pertemuan antara ES dan HW dengan tersangka BK,” ungkap Firli.
Dari kasus yang disampaikan oleh Emilya dan Herwansyah, Bambang kemudian diduga menyatakan siap membantu keduanya dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang. Selanjutnya, Bambang menyarankan mereka untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.
“Menindaklanjuti permohonan dimaksud, tersangka BK lalu ditunjuk sebagai salah satu personil untuk melakukan verifikasi, termasuk meminta klarifikasi pada Bareskrim Polri,” ujar Firli.
Sekitar Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama Emilya dan Herwansya di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri. Tersangka Bambang ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum, termasuk kesalahan dalam proses penyidikan.
Dalam perjalanan kasusnya, Emilya dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Polri. Terkait penetapan status ini, atas saran lanjutan dari Bambang, maka keduanya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp 5 miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya,” jelas dia.
Selama proses pengajuan praperadilan, diduga Bambang membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum Polri untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan. Sehingga hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka terhadap Emilya dan Herwansyah tidak sah.
Kemudian, Bambang diduga menerima satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh dia pada Desember 2016. Namun, sekitar bulan April 2021, Emilya dan Herwansyah kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Mabes Polri dalam perkara yang sama. Bambang diduga juga kembali menerima uang hingga berjumlah Rp 1 miliar dari keduanya untuk membantu pengurusan perkara dimaksud.
“Sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga akhirnya ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO Penyidik Bareskrim Mabes Polri,” tutur Firli.
Atas perbuatannya, Bambang Kayun disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(*/Ad)
TASIKMALAYA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tasikmalaya menahan dua orang tersangka dalam perkara dana hibah, Kamis (22/12/2022). Kedua tersangka diduga melakukan pemotongan dana hibah yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) Tahun Anggaran 2020.
“Hari ini kami melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka perkara pemotongan dana hibah yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2020 terhadap 50 badan, lembaga, organisasi kemasyarakatan, yang berbadan hukum di wilayah Kabupaten Tasikmalaya,” kata Kepala Kejari Kabupaten Tasikmalaya, Ramadiyagus, Kamis.
Ia mengatakan kedua tersangka masing-masing berinisial HI dan RN. Keduanya diduga melakukan pemotongan dana hibah tersebut. Tersangka RN menyerahkan uang itu kepada tersangka HI.
Menurut Ramadiyagus, berdasarkan hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kedua tersangka, kerugian yang ditimbulkan dari perkara itu sebesar Rp 7.536.500.000.
“Kami masih kembangkan lagi kasusnya. Tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru,” kata dia.
Sementara itu, pengacara tersangka RN, Evan Saepul Rohman, mengatakan, peran kliennya dalam perkara tersebut hanya sebagai kurir. Tersangka RS disebut hanya ditugaskan mengambil uang ke lembaga penerima bantuan hibah di Kabupaten Tasikmalaya.
“RM hanya kurir, orang yang dipekerjakan tersangka lain dalam kasus ini,” kata Evan.
Menurut dia, selama ini kliennya dipekerjakan oleh tersangka lain untuk mengambil uang yang telah disiapkan lembaga-lembaga penerima bantuan hibah. Uang yang biasanya disimpan dalam kardus atau kantong plastik itu lalu diserahkan kepada tersangka lainnya dalam perkara ini.
“Jadi klien saya hanya mengambil uang yang telah dibungkus dalam dus atau kantong plastik lalu diserahkan pada tersangka lainnya, tanpa dihitung oleh dia kliennya,” ungkap dia .(*/Dang)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro