SURABAYA – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur Mia Amiati membenarkan kabar terkait pencopotan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Madiun, Andi Irfan Syafruddin. Mia pun menjelaskan terkait kronologi pencopotan terhadap yang bersangkutan. Hal itu diawali Mia yang berinisiatif melaksanakan tes urine dan pengambilan sampel rambut terhadap para Kajari se-Jawa Timur.
“Diam-diam saya mengutus anggota yang bisa dipercaya untuk menghubungi yang membidangi masalah tes urine di Polda Jatim untuk berkoordinasi terkait pelaksanaan tes urine, termasuk biaya yang diperlukan,” ujar Mia, Jumat (9/6/2023).
Mia melanjutkan, pada 12 Mei 2023, bertepatan dengan adanya kunjungan kerja Komisi III DPR RI. Kunjungan tersebut ia untuk mengambil sampel urine dan rambut, mengingat saat itu seluruh Kajari hadir di Kantor Kejati Jatim.
“Jadi setelah acara Kunker Komisi III selesai, para Kajari saya perintahkan untuk tetap di tempat dan mulailah dilaksanakan tes urine dan pengambilan sampel rambut tanpa ada kebocoran informasi. Jadi tidak yang tahu rencana tes urine dan pengambilan sample rambut yang saya rencanakan,” ujarnya.
Mia mengatakan, pelaksanaan tes urine dan pengambilan sampel rambut dilaksanakan secara bergantian sesuai SOP dan ketentuan dari Tim Polda Jatim. Termasuk saat pengambilan urine di kamar mandi, petugasnya ikut masuk ke dalam kamar mandi untuk memastikan.
Ketika hasil tes urine dan pengecekan sampel rambut dapatkan dari Polda Jatim, tepatnya pada 16 Mei 2023, hasilnya ada satu orang yang dinyatakan positif menggunakan narkotika dengan bahan aktif metamfetamina. Berdasarkan data yang dimiliki, lanjut Mia, kode peserta tes yang dinyatakan positif menggunakan narkotika tersebut atas nama Andi Irfan Syagruddin.
“Selanjutnya saya selaku Kajati langsung melaporkan secara tertulis kepada Pimpinan di Kejaksaan Agung dan memohon petunjuk,” jelasnya.(*/Gio)
JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung pada Kamis (8/6/2023), terkait kasus dugaan korupsi pengadaan CCTV dan jaringan internet program Bandung Smart City yang menjerat Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana (YM).
“Betul, terkait penyidikan perkara dengan tersangka YM dan kawan-kawan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Meski demikian, Ali mengaku, belum menerima informasi dari tim penyidik yang melakukan penggeledahan mengenai temuan dan alat bukti apa saja yang disita dalam kegiatan tersebut. “Nanti kami sampaikan kembali perkembangannya,” ujar Ali.
Penyidik lembaga antirasuah tersebut juga telah memeriksa Direktur Utama PDAM Tirtawening Sony Salimi pada Rabu (10/5/2023). “Saksi Sony Salimi selaku Direktur Utama PDAM Tirtawening Kota Bandung hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pengadaan CCTV di lingkungan PDAM Tirtawening,” kata Ali menjelaskan.
Penyidik KPK juga sudah memeriksa Sekretaris PDAM Tirtawening Sari Kartini pada Kamis (25/5/2023) dan Kasie Pengelolaan Produksi PDAM Tirtawening Arsil pada Jumat (26/5/2023).
Wali Kota nonaktif Bandung Yana Mulyana terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada Jumat (14/4/2023) malam WIB. Yana kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi suap dan penerimaan gratifikasi pengadaan CCTV dan penyedia jasa internet untuk proyek Bandung Smart City tahun anggaran 2022-2023.
“KPK menetapkan enam orang tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Ahad (16/4/2023) dini hari WIB. Selain Yana, KPK menetapkan lima orang lain sebagai tersangka, yakni Kepala Dinas Perhubungan (Disdhub) Kota Bandung Dadang Darmawan dan Sekretaris Dishub Kota Bandung Khairul Rijal.
Kemudian, Direktur PT Sarana Mitra Adiguna (SMA) Benny, Manajer PT SMA Andreas Guntoro, dan CEO PT Citra Jelajah Informatika (CIFO) Sony Setiadi. Tersangka Yana diduga menerima gratifikasi untuk memenangkan PT CIFO dalam lelang proyek penyediaan jasa internet di Dishub Kota Bandung senilai Rp 2,5 miliar.
Yana, Dadang, dan Khairul sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, atas perbuatan memberi suap, tersangka Benny, Sony, dan Andreas melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.(*/Jo)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka opsi untuk menjemput paksa Hakim Agung Prim Haryadi. Ia akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) terkait tersangka Sekretaris MA Hasbi Hasan.
“Nah, apakah bisa dilakukan pemanggilan paksa? Sesuai ketentuan undang-undang, bisa. Saya yakin hakim pasti sangat paham KUHAP, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kalau yang bersangkutan tidak hadir, pasti kami akan hadirkan secara paksa,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Meski demikian, Alex tetap berharap Prim Haryadi bersikap kooperatif dan hadir memenuhi panggilan penyidik lembaga antirasuah tersebut. “Kami berharap untuk panggilan berikutnya yang bersangkutan akan hadir,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan tim penyidik KPK sudah dua kali melayangkan surat panggilan kepada Prim Haryadi. Namun yang bersangkutan tidak memenuhi kedua panggilan tersebut dengan alasan kesibukan.
Terkait hal itu, KPK akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Prim, namun belum mengumumkan kapan yang bersangkutan akan diperiksa. “Kami berharap para saksi dapat hadir di Gedung Merah putih KPK pada jadwal pemanggilan berikutnya,” kata Ali saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Ali mengatakan keterangan saksi tersebut diperlukan pada proses penyidikan perkara tersebut untuk lebih menjelaskan dan menerangkan perbuatan para tersangka.
“Kami meyakini kedua saksi tersebut koperatif, sehingga dapat memenuhi panggilan tim penyidik KPK pada kesempatan berikutnya,” ujar Ali Fikri.
Pada Selasa (6/6/2023), KPK mengumumkan penetapan dua tersangka baru dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Yakni Sekretaris MA Hasbi Hasan dan mantan komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto. KPK telah melakukan penahanan terhadap Dadan Tri Yudianto, Selasa (6/6/2023).
KPK mengungkapkan tersangka Dadan Tri Yudianto diduga telah menerima uang sekitar Rp 11,2 miliar untuk mengondisikan sejumlah kasus di MA. Sebagian uang tersebut diduga diberikan oleh tersangka Dadan Tri kepada Hasbi Hasan. Namun, KPK belum mengungkapkan besaran uang yang diterima Hasbi Hasan.(*/Jo)
JAKARTA – Dewan Pengawas (Dewas) KPK menggali keterangan dari sejumlah pihak menyangkut laporan dugaan kebocoran informasi dan dokumen penyelidikan KPK atas Kementerian Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Bahkan, Dewas KPK sudah merampungkan pemanggilan terhadap Menteri ESDM Arifin Tasrif.
“Menteri juga kita udah klarifikasi, menteri ESDM,” kata anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, kepada wartawan, Senin (5/6/2023).
Tak hanya Menteri ESDM, Syamsuddin menyebut Dewas KPK telah menuntaskan klarifikasi terhadap Ketua KPK Firli Bahuri dan Plh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM M Idris Froyote Sihite mengenai laporan dugaan pelanggaran etik itu.
“Sudah (Firli), sudah semua (diklarifikasi). Pak Sihite itu pekan lalu, saya lupa tanggalnya,” ujar Syamsuddin.
Dengan demikian, Dewas KPK selanjutnya mengolah hasil akhir atas laporan itu. Syamsuddin memberi sinyal, pekan ini Dewas KPK dapat menuntaskan hasil klarifikasi dugaan pelanggaran etik itu.
“Tinggal kita bahas hasilnya. Mudah-mudahan selesai minggu ini,” ujar Syamsuddin.
Walau begitu, Syamsuddin tak bisa memastikan nasib kasus ini bakal masuk ke tahap sidang etik atau tidak. Pasalnya, Dewas KPK belum punya satu putusan bulat soal kasus ini.
“Kita belum tahu (ke sidang etik). Karena Dewas belum membahas, mau dibahas hasil klarifikasinya semua pekan ini,” ujar Syamsuddin.
Sebelumnya, eks pimpinan KPK, yaitu Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Saut Situmorang melaporkan adanya dugaan pelanggaran etik terkait kebocoran informasi penyelidikan KPK di Kementerian ESDM ke Dewas KPK. Mereka menduga ada keterlibatan Firli kebocoran dokumen tersebut.
Awalnya dugaan kebocoran dokumen penyelidikan kasus dugaan korupsi pembayaran tukin di Kementerian ESDM ini beredar di media sosial dalam bentuk unggahan foto tangkapan layar percakapan aplikasi Whatsapp. Disebutkan, dokumen itu ditemukan ketika tim penindakan KPK menggeledah ruangan salah satu saksi di kantor Kementerian ESDM.
Padahal, dokumen tersebut bersifat rahasia dan hanya diperuntukkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas penyelidikan kepada pimpinan KPK. Saksi yang ruangannya digeledah itu menyebutkan bahwa dokumen tersebut diperoleh dari pimpinan KPK berinisial Mr F.
Tujuan penyampaian dokumen tersebut supaya saksi berhati-hati dan melakukan antisipasi terhadap upaya penindakan yang dilakukan KPK. Padahal, di sisi lain, tim KPK sedang melakukan operasi tertutup untuk mengungkap kasus korupsi di Kementerian ESDM. Walau demikian, baik KPK maupun Kementerian ESDM membantah temuan itu.(*/Jo)
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejakgung) tak mempersoalkan perlawanan hukum praperadilan yang diajukan Johnny Gerard Plate (JGP) terkait penetapannya sebagai tersangka korupsi. Tim di kejaksaan siap menghadapi praperadilan yang diajukan oleh eks Menteri Komunikasi dan Inormatika (Menkominfo) itu.
“Apa pun upaya hukum yang dilakukan oleh para tersangka, kami (kejaksaan) menghargai, dan kami siap menghadapinya,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana lewat pesan singkatnya, Sabtu (3/6/2023).
Ketut menegaskan, tak ada soal dengan pengajuan praperadilan itu. Menurutnya, Johnny Plate sebagai tersangka, punya hak untuk menguji keabsahan atas penetapan status hukumnya.
“Pengajuan praperadilan oleh tersangka, adalah hak yang dijamin oleh undang-undang, KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Kami tidak bisa menghalangi. Silakan saja. Dan kami siap menghadapi,” ujar dia.
Johnny Plate adalah tersangka kasus dugaan pidana korupsi dalam proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo 2020-2022. Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menebalkan angka kerugian negara dalam kasus korupsi itu senilai Rp 8,32 triliun.
Johnny Plate, sejak ditetapkan sebagai tersangka, Rabu (17/5/2023) lalu sudah mendekam di sel tahanan Kejakgung. Pekan lalu dia dipindahkan ke sel tahanan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Pada Jumat (2/6/2023), DPP Nasdem menyatakan, akan mengajukan praperadilan terkait penetapan Johnny Plate sebagai tersangka.
Johnny Plate, adalah menteri yang berasal dari Partai Nasdem. Ketua Umum Partai Nasdem mempercayakan Johnny Plate juga sebagai sekretaris jenderal (Sekjen) partai tersebut. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Presiden Joko Widodo (Jokowi), pun mencopot jabatan Johnny Plate selaku menteri. Pun Surya Paloh, sebagai ketua umum partainya, juga memberhentikan sementara posisi Johnny Plate sebagai sekjen. Tetapi tak memecat Johnny Plate sebagai kader, maupun keanggotannya di partai tersebut.
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya, kemarin mengatakan, praperadilan akan diajukan oleh partainya secepatnya. “Kami akan ajukan praperadilan,” begitu kata Willy, di Nasdem Tower, Jakarta, Jumat (2/6/2023) dikutip dari republika.
Pernyataan Willy tersebut, pun memastikan status keanggotaan Johnny Plate dipartai tersebut belum dilakukan pencoretan sebagai anggota. Bahkan, Partai Nasdem tak mencoret nama Johnny Plate sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari partai tersebut untuk Pemilu 2024 mendatang.
Willy menambahkan, dengan pengajuan praperadilan status tersangka Johnny Plate, pun memastikan jawaban, rekan politiknya tak bersedia menjadi justice collaborator dalam kasus megaproyek BTS 4G BAKTI Kemenkominfo tersebut.
Dalam kasus korupsi tersebut, penyidikan di Jampidsus-Kejakgung juga menetapkan enam tersangka lainnya. Di antaranya, Anang Achmad Latief (AAL) yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) BAKTI.
Lima tersangka lainnya, adalah pihak swasta. Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) ditetapkan tersangka selaku Direktur PT MORA Telematika Indonesia. Yohan Suryanto (YS) ditetapkan tersangka selaku tenaga ahli dari Human Development Universitas Indonesia (HUDEV-UI). Mukti Alie (MA) ditetapkan tersangka dari pihak PT Huawei Tech Investment.
Irwan Heryawan (IH) ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy. Terakhir adalah Windy Purnomo (WP) yang ditetapkan tersangka dari pihak PT Multimedia Berdikari Sejahtera.
Semua tersangka itu sementara ini dilakukan penahanan terpisah di Rutan Kejakgung, dan sebagian di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), dan ada yang di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lima tersangka dalam kasus ini, yakni AAL, GMS, YS, MA, dan IH berkas penyidikannya saat ini sudah berada di tangan tim penuntutan untuk penyusunan dakwaan dan akan segera disidangkan.(*/Jo)
JAKARTA – Eks General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia PT Antam (Persero) Tbk Dody Martimbang didakwa merugikan negara hingga Rp 100 miliar. Dody terjerat kasus dugaan korupsi dalam kerja sama pengolahan anoda logam antara PT Antam (Persero) Tbk dan PT Loco Montrado.
Hal tersebut terungkap dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (31/5/2023).
“Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum,” kata Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), Titto Jaelani, dalam persidangan tersebut.
Dalam kasus ini, Dody diduga menyepakati penunjukan perusahaan PT Loco Montrado sebagai backup refinery walau tak direstui oleh direksi PT Antam. Bahkan, opsi tersebut ditempuh tanpa melalui tahapan riset yang memadai.
Dody disebut sebenarnya menyadari kadar emas yang diproduksi PT Loco Montrado rendah. Walau demikian, kerja sama yang disetujui dengan Direktur Utama PT Loco Montrado Siman Bahar itu malah dilanjutkan.
“Terdakwa selaku General Manager UBPP LM PT Antam telah menyetujui penunjukan perusahaan PT Loco Montrado sebagai perusahaan backup refinery tanpa adanya persetujuan dari Direksi PT Antam,” ujar Jaksa Titto.
JPU KPK memandang kerja sama itu tak sesuai standar aturan yang berlaku. Dalam kasus ini, Siman diduga menjadi pihak yang panen untung.
“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yaitu Siman Bahar selaku Direktur Utama PT Loco Montrado sejumlah Rp 100.796.544.104,35,” ucap Jaksa Titto.
Akibat perbuatannya tersebut, Dody didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.(*/Ad)
JAKARTA – Para mantan pegawai KPK yang kini terhimpun dalam IM57+ Institute mengkritik sikap pimpinan KPK yang menolak diperiksa Ombudsman terkait laporan maladministrasi Brigjen Pol Endar Priantoro. Pimpinan KPK bahkan meragukan kewenangan Ombudsman.
Dalam Surat Jawaban yang disampaikan oleh KPK terkait pemanggilannya justru malah menggurui Ombudsman terkait kewenangannya. Padahal, Ombudsman sedang melaksanakan kewenangannya sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman.
“Penolakan oleh KPK terkait pemeriksaan kasus dugaan maladministrasi dalam pemberhentian Brigjen Pol Endar Priantoro dari KPK merupakan bentuk pengulangan sekian kalinya pimpinan KPK dan perangkatnya tidak patuh hukum,” kata Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha dalam keterangannya pada Rabu (31/5/2023).
IM57+ Institute merasa janggal dengan tindakan KPK yang menolak kooperatif dalam kasus ini. Sehingga IM57+ Institute menduga hal ini semakin menguatkan dugaan nyata terjadi tindakan maldaministrasi dan tindakan sewenang-wenang dalam proses pemberhentian Endar Priantoro dari KPK.
“Alih-alih menjawab secara subtantif, KPK lebih memilih menjawab tanpa arah untuk memverifikasi kebenaran,” ujar Praswad.
Catatan buruk tindakan sewenang-wenang serta maldaminsitrasi pernah pula diorkestrasikan oleh Pimpinan KPK melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang akhirnya menyingkirkan 57 Pegawai KPK pada 2021 silam. Merekalah yang kini tergabung dalam IM57+ Institute.
Selain itu, IM57+ Institute menyoroti penolakan KPK untuk diperiksa Ombudsman menjadi contoh berikutnya bagaimana Pimpinan KPK bertindak secara ugal-ugalan dalam menjalankan fungsinya sebagai pejabat negara. Padahal Mahkamah Konstitusi baru saja merestui perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK yang saat ini tengah banyak dihadapkan oleh laporan pelanggaran Kode Etik.
“Pengulangan ini harusnya sudah cukup untuk memberhentikan Firli sebagai pimpinan KPK karena kembali gagal memastikan KPK patuh dengan hukum yang berlaku,” ucap Praswad.
Sebelumnya, Brigjen Pol Endar Priantoro melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri dan Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa ke Dewan Pengawas KPK atas dugaan pelanggaran kode etik terkait dengan pencopotan dirinya dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK. Endar melaporkan kembali pencopotan dirinya ke Ombudsman RI atas dugaan malaadministrasi dan penyalahgunaan wewenang.
Namun, KPK bersikukuh manajemen kepegawaian terkait dengan pemberhentian Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK bukan wewenang Ombudsman Republik Indonesia.(*/Jo)
JAKARTA – Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, turut mengomentari rumor yang menyatakan MK akan mengabulkan gugatan dan memutuskan Pemilu Legislatif 2024 kembali ke proporsional tertutup. Ia berharap, rumor itu tidak benar.
Menteri Perdagangan ini mengingatkan, saat ini delapan partai politik di Senayan sudah pula bersuara dan menghendaki sistem Pemilu 2024 tetap seperti sekarang. Artinya, tetap menggunakan proporsional terbuka.
Begitu pula masyarakat dan kekuatan civil society. Maka itu, ia meminta MK mendengar dan serius untuk mengkaji dengan adil. Apalagi, dulu MK pernah membatalkan sistem pemilu tertutup terbatas menjadi terbuka.
“Sekarang di luar nalar jika MK menyetujui gugatan kembali ke pemilu tertutup, hanya mencoblos gambar partai,” kata Zulhas.
“Sebab, saya masih yakin MK adalah garda terdepan penjaga demokrasi di Indonesia, bukan perusak demokrasi,” ujar Zulhas.
Ia menuturkan, Indonesia sudah melaksanakan pemilu memakai sistem proporsional terbuka sejak pemilu 2009, 2014, dan 2019. Zulhas melihat, penyelenggara pemilu, seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP sudah pula terlatih.
Zulhas menerangkan, rakyat sudah terbiasa dengan memilih orang secara langsung, termasuk di pilkada maupun pilkades. Selain itu, pemantau pemilu, LSD, dan pegiat demokrasi sudah bersepakat bulat soal ini.
Semua menyatakan sistem proporsional terbuka sistem terbaik dalam rangka pembangunan demokrasi saat ini. Meski belum sempurna dan perlu perbaikan, lebih baik dibanding pemilu tertutup yang mengebiri suara rakyat.
“Menjadikan pemilu terdistorsi dari prinsip demokrasi konstitusional,” katanya.(*/Ad)
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait dengan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Jabatan pimpinan KPK diperpanjang dari sebelumnya empat menjadi lima tahun.
Artinya, jika Presiden mengeluarkan Keppres penetapan baru, maka jabatan Firl dkk diperpanjang satu tahun ke depan menjadi 20 Desember 2024.
Namun penetapan ini mendapatkan beragam kritik dan penolakan. Berikut kejanggalan dari dikabulkannya putusan itu menurut sejumlah pengamat maupun anggota dewan seperti dihimpun Republika.
1. Putusan tak Masuk Akal
Pakar hukum Palguna menilai pertimbangan Mahkamah Konstitusi dinilai tidak masuk akal. Tidak ada ‘ratio decidendi’ dari putusan itu. Tidak ada pertimbangan konstitusional untuk mengabulkan gugatan itu. Urusan jabatan tidak terkait urusan konstitusional atau tidak karena itu kewenangan dari pembuat undang-undang.
2. MK tidak Konsisten
Anggota DPR Arsul Sani menilai ada inkonsistensi dari MK usai memutuskan untuk menjadikan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. Sebab sebelumnya ada gugatan terhadap Pasal 87 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Di pasal tersebut mengatur, seorang hakim MK bisa menjabat sampai dengan 15 tahun sepanjang usianya tidak melebihi 70 tahun.
Namun, MK menolak semua gugatan terhadap pasal tersebut. Dalam pertimbangannya, MK tak menyinggung soal ketidakadilan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya.
3. Dekat dengan Tahun Politik
Putusan yang berdekatan dengan pelaksanaan Pilpres memicu kecurigaan banyak pihak. Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menduga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merestui perpanjangan jabatan pimpinan KPK saat ini sarat kaitannya dengan Pilpres 2024.
Ia mensinyalir KPK akan dijadikan alat mencegah lawan politik. Denny mengamati kasus dugaan korupsi yang tengah diusut KPK berpotensi menyasar peserta Pemilu 2024.
“Kenapa perubahan masa jabatan menjadi 5 tahun itu adalah bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024? Karena, ada kasus-kasus di KPK yang perlu ‘dikawal’, agar tidak menyasar kawan koalisi, dan diatur dapat menjerat lawan oposisi Pilpres 2024,” kata Denny kepada wartawan, Kamis (25/5/2023)dikutip dari republika.
4. KPK Era Firli tak Berprestasi
Salah satu asumsi dasar yang menjadi pertanyaan oleh pakar adalah apakaha KPK sudah berprestasi saat ini sehingga harus mengajukan perpanjangan jabatan?
Eks Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai perubahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun tidak akan mempengaruhi apapun. Menurut dia, keputusan itu tak bakal membuat pemberantasan korupsi menjadi lebih efektif.
“Menurut saya, putusan itu tidak merubah secara keseluruhan pemberantasan korupsi menjadi lebih efektif efisien, non sense itu,” kata Saut saat dikonfirmasi, Kamis (25/5/2023).
Saut mengatakan, keputusan itu memang merupakan kewenangan MK. Namun, ia menyebut, para hakim tidak melihat rekam jejak pimpinan KPK saat ini. “Di dalam menjalankan wewenang itu, apakah mereka sudah melihat kondisi di lapangannya kayak apa sekarang kan gitu kan,” ujar Saut.
5. Bukan Berlaku Sekarang
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menilai putusan itu sejatinya bukan berlaku surut untuk kepemimpinan KPK sekarang.
“Putusan itu tentu hanya bisa berlaku tentunya dipimpin berikutnya yang akan dipilih. Kenapa, nanti masa presiden mengubah lagi SK-nya yang sudah dibuat. Apakah kecuali memang pimpinan KPK menggugat sendiri SK-nya, yang SK pada presiden kan. Kan mestinya harus ada proses upaya hukum, enggak tiba-tiba,” kata Novel.(*/Jo)
JAKARTA – Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mendesak Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk segera mengusut tuntas dan mengungkap indikasi dana hasil jual-beli narkotika mengalir ke kantong sejumlah politisi untuk kepentingan pemenangan Pemilu 2024.
“Kami mendesak Pemerintah melalui BNN dan Bareskrim mampu mengungkap siapa pelakunya,” kata Koordinator JPPR Nurlia Dian Paramita kepada wartawan, Jumat (26/5/2023), untuk merespons pernyataan Bareskrim bahwa ada indikasi aliran dana narkoba untuk pemenangan pemilu.
Menurut Mita, pengusutan dan pengungkapan harus dilakukan segera karena saat ini sedang berlangsung tahapan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2024. Tahapan tersebut harus dijadikan momentum untuk mengungkap aliran dana gelap itu supaya masyarakat mengetahui siapa saja politisi, bahkan partai politik, yang terlibat.
“Tentunya kalau oknum dalam partai politik tersebut merupakan anggota legislatif petahana, atau sosok yang sudah muncul di baliho-baliho, maka bisa jadi pengingat bagi masyarakat dalam memilih calon wakil rakyat,” ujar Mita.
Dia menegaskan, Bareskrim tidak boleh pandag bulu dalam menindak para politikus yang menerima aliran dana narkoba. Jika partai politik juga terbukti menerima aliran, maka seharusnya juga ditindak. “Kasus ini harus diselesaikan secara terbuka agar publik tahu,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengendus adanya indikasi pendanaan politik Pemilu 2024 yang berasal dari jaringan narkotika. Indikasi tersebut bukan hal baru, melainkan sudah muncul pada Pemilu 2019.
“Sejauh ini apakah ada indikasi keterlibatan jaringan narkotika, kemudian dananya untuk kontestasi elektoral pada tahun 2024, itu sedang kami berikan pemahaman pada hari ini. Akan tetapi, indikasinya kalau melihat data yang lalu memungkinkan itu ada,” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Komisaris Besar Jayadi saat membuka Rakernis Fungsi Reserse Narkoba Polri di Bali, Rabu (24/5/2023).
Namun, Jayadi tidak menjabarkan secara perinci hasil temuan tersebut. Menurutnya, indikasi itu sebenarnya dapat dilihat dari berbagai pemberitaan yang telah beredar di internet.
“Seperti yang kita tahu banyak anggota legislatif yang terlibat dalam peredaran gelap narkotika. Saya tak bisa katakan persentasenya. Kalau browsing (menjelajah) di internet anggota legislatif yang terlibat itu muncul semua,” ungkapnya.(*/JO)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro