JAKARTA – Badan Intelijen Negara mengatakan sudah mengetahui soal alat peretas Aria-Bodu yang dibuat oleh grup Naikon APT asal China. BIN mengungkapkan telah melakukan langkah antisipasi dalam menghadapi adanya ancaman teknologi alat peretas tersebut.
“Untuk alat kami sudah tahu dan sudah diantisipasi,” ujar Juru Bicara BIN, Wawan Hari Purwanto saat dihubungi melalui pesan singkat dikuti dari republika, Jumat (8/5).
Wawan menjelaskan, peralatan yang digunakan untuk mengantisipasi alat peretas tersebut juga terus diperbaharui dari waktu ke waktu. Menurut Wawan, BIN sudah melakukan langkah-langkah pengamanan secara terukur terhadap kerahasiaan negara dari hal yang dia anggap sebagai hal biasa di dunia pengamanan informasi tersebut.
“Karena hal semacam itu biasa terjadi di dunia pengamanan informasi. Kita lakukan perlindungan maksimal terhadap kerahasiaan negara,” jelasnya.
Wawan menuturkan, peralatan pengamanan informasi terus berkembang dan BIN terus mengikuti perkembangan tersebut agar dapat melakukan tugasnya dengan baik. Untuk hal-hal yang sangat rahasia, kata dia, tidak disimpan di tempat yang dapat diretas oleh pihak mana pun.
“Kalau di tempat yang bisa diretas pasti itu dokumen yang bukan sebenarnya,” ucapnya.
Naikon APT diduga terhubung dengan militer China. Wawan mengatakan, upaya untuk mengonfirmasi hal tersebut ke pemerintah China dapat dilakukan. “Konfirmasi dengan negara lain juga biasa dilakukan,” ujarnya.
Di sisi lain, Kementerian Pertahanan (Kemhan) belum mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai Aria-Body. Kemhan akan mempelajari hal tersebut lebih lanjut untuk menentukan langkah yang akan diambil ke depan.
“Belum ada informasi terkait hal tersebut. Kami pelajari dulu,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kemhan, Kolonel Kav Ignatius Eko Djoko Purwanto, saat dikonfirmasi.(*/Joh)
TASIKMALAYA – Anggota Polres Tasikmalaya menangkap seorang pelaku pencurian spesialis penggelapan mobil sewaan atau rental. Pelaku adalah DR alias Omat, warga Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Mengutip dari iNews TV, Kamis (7/5/2020), pria yang dikenal memiliki jaringan di wilayah Priangan Timur tersebut menggelapkan sebanyak tujuh unit mobil rental dalam waktu tiga bulan.
Pengungkapan kasus penipuan dan penggelapan ini berawal dari laporan para korban yang kebanyakan adalah perempuan. Mereka ditipu oleh pelaku yang menyewa mobil, tapi tidak kunjung kembali.
Modus yang dilakukan oleh pelaku menyewa mobil berbagai jenis kepada korban OS, warga Desa Sukasukur, Kecamatan Mangunreja, Kabupaten Tasikmalaya, secara bertahap selama satu minggu. Namun setelah waktu yang ditentukan telah habis, mobil tidak kunjung dipulangkan.
Berdasarkan penelusuran selama sepekan terakhir, polisi mendapatkan ciri-ciri pelaku DR yang diketahui sering menyewa mobil.
Kemudian polisi melakukan penyelidikan dan memburu keberadaan pelaku hingga ditangkap di di rumahnya di Desa Cikunten, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya.
Dari tujuh barang bukti mobil jenis Xenia dan Avanza yang diamankan, satu unit di antaranya digadaikan pelaku kepada salah seorang yang kini sudah diamankan.
Di hadapan polisi, pelaku mengaku nekat mencuri mobil rental karena pernah merasakan hal yang sama yakni ditipu juga oleh seseorang pelaku yang tidak ketahui namanya. Tak hanya itu, pelaku melakukan aksi tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Wakapolres Tasikmalaya Kompol Rita Suwadi mengatakan keberhasilan pihaknya mengungkap kasus curanmor bermodus sewa mobil dari banyaknya laporan masyarakat terkait penggelapan ini.
“Masyarakat yang menjadi korban segera melapor, dan korban bisa mengambil mobil secara gratis dengan menunjukkan surat dokumen bukti kepemilikan mobil,” ungkapnya.
Akibat perbuatan tersebut, kini pelaku harus mendekam di sel Mapolres Tasikmalaya. Dia bakal dijerat dengan Pasal 372 dan/atau Pasal 378 KUHP pidana dengan ancaman pidana empat tahun penjara.(*/Dang)
JAKARTA – Mantan anggota DPR RI Komisi VI periode 2014-2019 dari fraksi PDI Perjuangan (PDIP) I Nyoman Dhamantra divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dhamantra dinilai terbukti menerima uang suap Rp2 miliar dari yang dijanjikan Rp3,5 miliar dari pengusaha karena membantu pengurusan kuota impor bawang putih.
“Mengadili menyatakan terdakwa I Nyoman Dhamantra terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri pengadilan Tindak Pidaan Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (6/5/2020).
Persidangan dilangsungkan dengan cara video conference. Majelis hakim berada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK berada di gedung Merah Putih KPK sementara penasihat hukum dan terdakwa I Nyoman Dhamantra juga berada di ruangan lain gedung KPK.
Vonis tersebut itu berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Putusan itu juga lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Dhamantra dihukum 10 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim juga mengabulkan permintaan JPU KPK unguk mencabut hak politiknya Dhamantra selama 4 tahun.
“Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa I Nyoman Dhamantra berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya,” tambah hakim Saifuddin.
Dalam perkara ini Dhamantra dinilai terbukti menerima hadiah uang senilai Rp2 miliar dari total janji seluruhnya Rp3,5 miliar. Uang itu diberikan pengusaha Chandra Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi dan Zulfikar agar Nyoman membantu pengurusan surat persetujuan impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan dan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) pada Kementerian Pertanian untuk kepentingan Chandra Suanda alias Afung.
Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung yang perusahannya bergerak di bidang jual beli komoditas hasil bumi berniat untuk mengajukan kuota impor bawang putih. Afung dibantu rekannya Direktur PT Sampico Adhi Abattoir Dody Wahyudi.(*/Ag)
JAKARTA – Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) periode 2016-2017 Taufik Hidayat mengakui menjadi kurir penerima uang untuk mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Pengakuan Taufik diungkapkan dalam persidangan mantan Menpora, Imam Nahrawi.
“Saya hanya diminta tolong seperti itu di telepon, dan ya saya sebagai kerabat di situ ya saya membantu, tapi saya tidak konfirmasi ke Pak Imam kalau uang sudah dititipkan ke Ulum,” kata Taufik di Jakarta, Rabu (6/5/2020).
Taufik menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Sidang dilakukan melalui sarana video conference, Taufik Hidayat berada di kediamannya sedangkan Imam Nahrawi berada di rumah tahanan (rutan) KPK, jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam dakwaan disebutkan pada Januari 2018, Direktur Perencanaan dan Anggaran Program Satlak Prima Tommy Suhartanto menyampaikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak Prima 2016-2017 Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok bahwa ada permintaan uang dari Imam kepada Tommy.
Tommy lalu meminta Ucok menyiapkan Rp1 miliar untuk diserahkan ke Imam melalui staf khusus Imam Nahrawi yaitu Miftahul Ulum.
Ucok lalu mengambil uang Rp1 miliar yang berasal dari anggaran program Satlak Prima. Asisten Direktur Keuangan Satlak Prima Reiki Mamesah lalu mengambil uang itu lalu menyerahkan uang tersebut kepada Taufik Hidayat di rumah Taufik di Jalan Wijaya Kebayoran baru.
Kemudian uang Rp1 miliar tersebut diberikan Taufik kepada Imam melalui Miftahul Ulum di rumah Taufik. Selain Taufik, JPU KPK juga menghadirkan Direktur Perencanaan dan anggaran Satlak Prima Tommy Suhartanto sebagai saksi.Tommy mengatakan, ia juga menyerahkan uang Rp800 juta kepada Taufik Hidayat, namun Taufik membantahnya.
Uang Rp800 juta itu sebelumnya disebut untuk penanganan perkara pidana yang sedang dihadapi oleh adik Imam Nahrawi, Syamsul Arifin.
“Beliau (Tommy) ada di situ beliau meminta saya untuk tanda tangan dan saya tidak tanda tangan karena itu bukan ranah saya dan bukan hak saya juga dan itu saya keberatan saya hanya dikasikan uang itu dan Pak Tommy sendiri yang membawa uang itu bukan saya,” ungkap peraih medali emas Olimpiade cabang badminton tersebut.
Untuk diketahui, Polda Metro Jaya pernah mengusut kasus dugaan korupsi dana sosialisasi Asian Games 2018. Kasus itu menyeret Ikhwan Agus Salim dari PT Hias Prima Gitalis Indonesia (HPGI) sebagai tersangka. Syamsul Arifin, adik Imam Nahrawi ikut diperiksa.
Syamsul diketahui menjadi pelaksana lapangan kegiatan sosialisasi Asian Games 2018 di Surabaya. Sosialisasi ini seharusnya dilaksanakan PT HPGI tapi dialihkan kepada Syamsul yang mengerjakan menggunakan bendera CV Cita Entertainment (CE).
“Saya tidak tahu uang Rp800 juta itu dari mana, beliaulah (Tommy) yang tahu masalah keuangan itu,” tambah Taufik.
“Tadi Pak Tommy mengatakan bahwa Bu Susi Susanti menagih uang itu kembali kepada saksi melalui Pak Ahmad Sucipto dan Pak Tommy, kemudian saksi katakan ‘uang itu tidak saya makan tapi saya serahkan untuk keperluan adik Pak Imam Nahrawi’?” tanya Jaksa KPK Budhi Sarumpaet.
“Saya tidak ada itu, meskipun lagi itu bukan hak saya. Saya di Satlak Prima sebagai pembikin di program, masalah keuangan saya tidak paham,” bantah Taufik.
“Ini kan janggal ya, uang dibawa Rp800 juta di FX Senayan kemudian dibuat tanda terima terima akhirnya saksi tidak mau tanda tangan dan kemudian ditandatangani oleh Tommy, nah uang ini ke mana setelah dibuat tanda terima?” tanya jaksa Budhi.
“Itu Pak Tommy yang bawa,” jawab Taufik.
“Pak Tommy, uang itu diserahkan ke siapa?” tanya jaksa Budhi ke Tommy.
“Dibawa oleh sama Pak Taufik, banyak juga yang melihat,” jawab Tommy.
“Bagaimana Pak Taufik bisa dijelaskan?” tanya jaksa Budhi.
“Oh tidak tidak ada itu,” jawab Taufik.
“Baik saya tidak memaksa itu nanti dianalisa surat tuntutan kami,” kata jaksa Budhi.(*/Tub)
PALEMBANG – Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani divonis lima tahun penjara serta membayar uang pengganti Rp2,1 miliar dalam perkara suap 16 paket proyek jalan dan jembatan senilai Rp130 miliar pada 2019.
Vonis terhadap Ahmad Yani tersebut dibacakan Hakim Ketua Erma Suharti dalam persidangan secara online di Pengadilan Tipikor Palembang. “Mengadili dan memutuskan bahwa terdakwa Ahmad Yani terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berkelanjutan, menjatuhkan kepadanya pidana selama lima tahun serta denda Rp200 juta,” ujar Erma Suhartini saat membacakan vonis, Selasa (05/05/2020).
Vonis lima tahun tersebut dinilai lebih rendah dari tuntutan JPU KPK yang meminta terdakwa divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan serta membayarkan uang pengganti senilai Rp3,1 miliar. (Baca: Akhirnya Kemenaker Tunda Kedatangan 500 TKA Asal China)
“Terdakwa Ahmad Yani juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 12 huruf a UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat ke 1 KUHP junto pasal 64 ayat1 KUHP,” terang hakim Erma.
Erma juga menyebutkan, terdakwa Ahmad Yani juga diminta membayarkan uang pengganti sebesar Rp2,1 miliar yang sudah digunakannya. Jika tidak dibayarkan maka aset terdakwa dapat disita atau jika tidak mencukupi maka dikenai hukuman tambahan delapan bulan penjara.
“Ahmad Yani terbukti menyalahgunakan wewenangnya sebagai kepala daerah untuk mengatur penunjukan rekanan yang akan mengerjakan 16 paket proyek jalan senilai Rp130 miliar yanq bersumber dari dana aspirasi,” ungkapnya.
Selain itu, kata Erma, terdakwa Ahmad Yani juga terbukti telah mengatur kontraktor pelaksana proyek jalan sebelum proses lelang dengan modus mempersulit kontraktor lain dalam memenuhi kriteria pengerjaan proyek.
Ahmad Yani menunjuk terdakwa lainnya, yakni Elfin MZ Muchtar, Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, untuk mengatur jalannya tender tersebut.
“Dengan cara demikian, perusahaan kontraktor milik terpidana Robi Okta Pahlevi yang ditentukannya sejak awal berhasil mendapatkan 16 paket proyek jalan. Namun dalam prosesnya Ahmad Yani juga meminta komitmen fee sebesar 15 persen dari total nilai proyek,” tambahnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Ahmad Yani, Maqdir Ismail, mengatakan, pihaknya akan pikir-pikir untuk mengajukan banding meski merasa kecewa karena majelis hakim tidak mempertimbangkan keabsahan barang bukti dan saksi.
“Menyangkut mobil Lexus misalnya, dalam catatan Pemda Muara Enim statusnya pinjaman, namun hakim tidak menganggapnya demikian,” ujar Maqdir.
Selain itu, lanjut Maqdir, seharusnya penyidik dan penuntut turut memanggil ajudan dan keponakan Kapolda Sumsel masa itu, Irjen Pol Firli Bahuri, dalam mempertimbangkan barang bukti uang US$ 35.000, bukan menjadikannya beban untuk Ahmad Yani.
“Kami juga melihat seolah-olah keterangan dari terdakwa Elfin benar semua, tidak ada yang dibantah saksi, menurut kami itu tidak fair,” kata Maqdir.
Dalam putusan tersebut Majelis Hakim juga menolak tuntutan JPU KPK yang meminta hak politik Ahmad Yani untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun dicabut.
Sebelumnya, Elfin MZ Muchtar telah divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta serta mengembalikan uang pengganti senilai Rp2,6 miliar pada 28 April 2020 lalu.
Sementara Robi Okta Pahlevi juga telah divonis tiga tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan pada 28 Januari 2019 silam karena terbukti menyuap Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.(*/Gint)
JAKARTA – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan korupsi di balik program Kartu Prakerja.
Boyamin mengaku, telah menyampaikan permintaannya itu kepada Tim Analis Pengaduan Masyarakat KPK pada Senin, 4 Mei 2020.
Menanggapi itu, Plt Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya akan menganalisa lebih jauh mengenai laporan dari masyarakat termasuk dari MAKI.
“Setiap laporan masyarakat, termasuk dari MAKI tentu KPK akan melakukan langkah-langkah analisa lebih lanjut dengan lebih dahulu melakukan verifikasi mendalam terhadap data yang diterima,” ujar Ali saat dikonfirmasi, Selasa (5/5/2020).
Usai dilakukan analisa dan verifikasi, kata Ali, selanjutnya akan dilakukan telaah dan kajian terhadap informasi dan data tersebut termasuk mengenai dugaan korupsi pada program kartu prabayar.
“Apabila dari hasil telaahan dan kajian memang ditemukan adanya indikasi peristiwa yang di duga sebagai tindak pidana maka tidak menutup kemungkinan KPK tentu akan melakukan langkah-langkah hukum berikutnya sesuai kewenangan KPK,” ungkapnya.
Sebelumnya, MAKI meminta KPK untuk memulai melakukan proses penyelidikan atau setidaknya pengumpulan bahan/keterangan. Menurut Boyamin, KPK sudah bisa melakukan penyelidikan karena telah ada pembayaran secara lunas program pelatihan peserta kartu prakerja gelombang I dan gelombang II.
“Artinya jika ada dugaan korupsi, misalnya dugaan mark up, maka KPK sudah bisa memulai penyelidikan atau setidak-tidaknya memulai pengumpulan bahan dan keterangan,”tegasnya.(*/Tub)
JAKARTA – Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra menyatakan, kejahatan jalanan meningkat secara jumlah dan kualitas, di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Padahal, secara keseluruhan, angka kriminalitas mengalami tren penurunan 19,90 persen. Data itu didapatkan dari pemantauan yang dilakukan pada bulan Maret ke April tahun 2020.
Angka kejahatan pada bulan Maret sebesar 19.128 kasus dan bulan April mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 15.322 kasus.
“Dari data penurunan tersebut ada beberapa catatan yaitu terjadi kenaikan angka kejahatan jalanan secara kuantitas dan kualitas pada kejahatan jalanan seperti penjambretan, perampokan, pencurian bermotor dan pembongkaran beberapa mini market,” kata Asep dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (4/5/2020).
Asep mengklaim tren penurunan angka kriminalitas itu juga terjadi pada Minggu ke-16 dan Minggu ke-17, sebesar 1,34% atau selama berlangsungnya pandemi Covid-19 atau virus corona.
Pasalnya, kata Asep, jumlah kejahatan pada minggu ke-16 sebanyak 3.587 kasus, sedangkan untuk minggu ke-17 sebanyak 3.539 kasus atau mengalami penurunan sebanyak 48 kasus.
“Imbauan dari kepolisian untuk masyarakat, tentunya mari terus kita melaksanakan apa yang telah ditetapkan Pemerintah dalam hal kebijakan dilarang mudik, serta terus meningkatkan disiplin kita dalam physical distancing.
Ini semua kita lakukan demi cepat tercapainya kita memutus mata rantai penyebaran virus corona. Kemudian kita bisa kembali dalam kehidupan yang normal,” ungkapnya.(*/Tub)
JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana akan masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok ke Indonesia. Sebanyak 500 TKA asal Tiongkok itu rencananya akan dipekerjakan di PT Virtue Dragon Nickel Industry (PT VDNI) di daerah Konawe, Sulawesi Tenggara.
Presiden KSPI Said Iqbal menilai, masuknya TKA asal Tiongkok menciderai rasa keadilan rakyat dan buruh Indonesia. Apalagi, hal ini terjadi di tengah pandemi Covid-19 yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia dan jutaan buruh Indonesia terancam kehilangan pekerjaan.
Karenanya, ia meminta pemeritah untuk fokus memerangi penyebaran covid-19 dan memperhatikan nasib buruh yang di PHK akibat dampak dari pandemi virus corona.
Setidaknya, ada tiga alasan mengapa KSPI menolak masuknya TKA asal Tiongkok untuk bekerja di perusahaan nikel yang terdapat di Kabupaten Konawe tersebut. Pertama, kata Iqbal, masuknya TKA asal Tiongkok itu melanggar status bencana yang telah dicanangkan oleh Presiden Jokowi.
“Di mana di saat pandemi ini, orang asing tidak boleh masuk ke Indonesia. Begitu pun sebaliknya, orang Indonesia tidak boleh pergi ke luar negeri. Maka sangat miris ketika mengetahui 500 TKA justru diizinkan bekerja di Indonesia,” kata Said Iqbal melalui keterangan resminya, Minggu (3/5/2020).
Kedua, imbuh Iqbal, rencana dimasukkannya TKA ke Indonesia itu melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Alasan Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja tidak ada tenaga kerja skills workers serta tidak ada orang Indonesia yang bersedia bekerja di perusahaan tersebut justru semakin menegaskan adanya pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan,” tegasnya.
Iqbal menduga 500 TKA asal Tiongkok yang akan didatangkan ke Indonesia itu adalah pekerja kasar (unskill workers). Apalagi, sambungnga, perusahaan nikel tempat tujuan TKA tersebut sudah bertahun-tahun beroperasi di Indonesia.
Menurut Iqbal, kedatangan 500 TKA asal Tiongkok tersebut telah melukai dan menciderai rasa keadilan terhadap buruh Indonesia. Dimana, saat ini banyak buruh Indonesia yang di-PHK serta dirumahkan.
“Darurat PHK terjadi di depan mata. Tetapi justru pekerjaan yang ada akan diserahkan ke asing. Semakin menyakitkan, sampai saat ini belum terlihat upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mencegah agar tidak terjadi PHK,” ucapnya.
Baca Juga : Korlantas Pertebal Pengamanan Pos Sekat Larangan Mudik saat H-7 Lebaran
Karena itu, KSPI menolak kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah terkait diperbolehkannya 500 TKA asal Tiongkok masuk ke Indonesia. Iqbal berharap ada tindakan tegas dsri Presiden Jokowi terkait masalah ini.
“KSPI meminta dengan segala hormat kepada Presiden Jokowi untuk mengambil tindakan tegas kepada para pejabat di Kemenaker maupun kementerian terkait lainnya dengan cara dibebatugaskan dari pekerjaannya. Sekalipun itu seorang menteri,”ungkapnya.(*/Ag)
JAKARTA – Mantan Sekretaris BUMN Muhammad Said Didu sudah mengetahui dirinya dilaporkan ke polisi terkait dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator (Menko) Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Melalui akun Twitternya, Said Didu mengaku sudah menunjuk Tim Advokasi Suluh Kebenaran yang menjadi kuasa hukumnya dalam menangani laporan tersebut. Hal itu pun ditegaskan Said melalui akun Twitter miliknya @msaid_didu.
“Beredar surat panggilan terhadap saya dari polisi terkait peristiwa yang selama ini beredar, tapi karena sudah masuk ranah hukum maka penjelasan tentang hal tersebut ditangani oleh Tim Advokasi Suluh Kebenaran (TASK) yang dikoordinir oleh Letkol CPM (P) Dr Drs Helvis SSos SH MH,” begitu keterangan Said di akun Twitternya, Jumat (1/5/2020).
Sebelumnya, Said Didu dilaporkan seorang advokat berinisial AP ke Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan telah diterima dengan nomor LP/B/018/IV/2020/Bareskrim tertanggal 8 April 2020.
Laporan tersebut dibenarkan oleh Staf Khusus Menko Maritim dan Investasi Bidang Kelembagaan dan Media, Jodi Mahardi. “Iya betul dilaporkan. Pelapor sebagai kuasa hukum Pak Luhut,” kata Jodi saat dikonfirmasi, Jumat (1/5/2020).(Baca juga: Menteri Luhut Panjaitan Laporkan Said Didu ke Polisi)
Salah seorang kuasa hukum Luhut, Patra Muhammad Zein juga membenarkannya. Dia mengatakan, Said Didu dilaporkan lantaran diduga melakukan pencemaran nama baik kepada Luhut.
Ada beberapa pasal yang dikenakan dalam laporan pengaduan tertanggal tertanggal 8 April 2020.
“Dugaan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 35 ayat (3) jo. Pasal 27 ayat (3), Penyebaran berita bohong UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 ayat (1) dan/atau ayat (2) dan/atau Pasal 15, Penghinaan Pasal 310 dan 311 KUHP,” kata Patra.(*/Ad)
JAKARTA – Dittipidsiber Bareskrim Polri akan memeriksa eks Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu pada (4/5). Hal ini berdasarkan surat panggilan yang telah beredar di akun WhatsApp.
Dalam surat tersebut, Said Didu dilaporkan oleh seseorang bernama Arief Patramijaya atas dugaan terkait muatan penghinaan dan pencemaran nama baik.
“Ya betul ada pemanggilan yang bersangkutan ke Bareskrim Polri,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol), Argo Yuwono, saat dihubungi media, Kamis (30/4).
Surat tersebut bernomor S.Pgl/64/IV/Res.1.14/Ditipidsiber yang ditandatangani Wakil Direktur Siber Komisaris Besar Golkar Pangarso pada Selasa (28/4). Dalam surat ini, pelapor adalah seseorang bernama Arief Patramijaya.
Lalu, nantinya Polri akan memeriksa Said Didu sebagai saksi pada Senin (4/5) di Dittipidsiber Bareskrim Polri pukul 10.00 WIB.
Mereka ingin meminta keterangan Said Didu terkait muatan penghinaan dan pencemaran nama baik dan atau menyiarkan pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di masyarakat.
Dalam hal ini kepolisian mendasarkan pemeriksaan ini menggunakan Pasal 45 ayat 3 juncto Pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Serta Pasal 14 ayat 1 dan 2 dan atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Mantan sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menolak meminta maaf pada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terkait ucapannya.
Said Didu mengirimkan surat untuk Menko Luhut, dan menjelaskan apa yang disampaikannya merupakan suatu bentuk kritik.
“Pernyataan saya yang menyatakan bahwa Pak Luhut hanya memikirkan uang, uang, dan uang merupakan rangkaian tidak terpisahkan dari analisis,” kata Said Didu dalam konferensi video pada Selasa (7/4).
Said mengaku melakukan analisis sejumlah kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 yang terlalu menitikberatkan ekonomi daripada keselamatan rakyat akibat pandemi Corona.
Dia menilai, Luhut terlalu mengutamakan investasi. Sehingga, kritik tersebut dilontarkan Said Didu.
Said Didu juga menyinggung soal sindiran sapta marga yang harusnya dipahami Luhut sebagai purnawirawan TNI, untuk mengutamakan kepentingan masyarakat.
“Bapak sebagai purnawirawan TNI bahwa dengan jiwa sapta marga, pasti akan memikirkan rakyat, bangsa, dan negara,” ujarnya.
Said Didu menegaskan, apa yang dia sampaikan tersebut jauh dari kepentingan pribadi dan merupakan panggilan nurani.
Dia merasa berkewajiban untuk bersikap demokratis, peduli, dan kritis kepada setiap apratur negara, agar dalam mengambil langkah-langkah kebijakan, agar selalu fokus untuk kepentingan rakyat banyak demi Indonesia yang maju, adil, dan makmur.
Saat ditanya soal permintaan maaf, Said enggan melakukannya. “Pak Luhut sebagai Intelektual saya yakin memahami apa makna surat yang saya sampaikan hari ini,” jelasnya.(*/Ag)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro