JAKARTA – Ditkrimum Polda Metro Jaya menetapkan dua pimpinan PT SV yakni, BST dan AD sebagai tersangka dugaan memalsukan akta autentik tanah.
“Kami sudah menyelesaikan kasusnya. Itu laporan tahun 2018. Dengan laporan polisi nomor: LP/5471/X/2018/PMJ/Ditreskrim, tanggal 10 Oktober 2018. Sudah selesai.
Dan terlapor juga sudah dijadikan tersangka,” ungkap Kepala Subdirektorat Harda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP M Gofur saat dikonfirmasi wartawan, belum lama ini.
Setelah penetapan ini, penyidik bakal memanggil keduanya untuk diperiksa kembali. Selain itu, dia juga berencana meminta Interpol menerbitkan red notice pada BST lantaran yang bersangkutan tercatat kini tengah berada di Australia.”Jika mangkir atas pemanggilan, polisi akan melakukan penjemputan paksa.
Tersangka BST yang saat ini menetap di Australia telah dipanggil secara patut namun tidak hadir.
Hal ini akan dilanjutkan dengan pemanggilan kedua dan atau mungkin jika masih mangkir akan dilakukan penjemputan dan dibuatkan red notice dengan Interpol,” kata dia.
Sementara itu, pelapor dalam hal ini Abdul Halim optimistis polisi akan mengusut tuntas kasus ini. Belum lagi polisi telah menetapkan keduanya sebagai tersangka. Untuk diketahui, kasus ini berawal dari persoalan sengketa tanah seluas 52.649 meter persegi di Kampung Baru RT09/08, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung Kota, Jakarta Timur antara Abdul dan BST.
Ketika hendak melakukan proses penerbitan sertifikat tanah di kantor Dinas Pertahanan Jakarta Timur, pihak Dinas Pertahanan menyatakan bahwa telah terbit 38 SHGB atas nama PT SV yang merupakan perusahaan dari BST.
Alhasil, Abdul menempuh jalur hukum guna membongkar upaya pemalsuan tanah yang diduga dilakukan oleh BST yang dibantu oleh AD.”Saya yakin polisi sangat profesional menangani kasus seperti ini sesuai dengan moto Promoter dan akan memberantas mafia-mafia tanah,” kata Abdul.(*/Ad)
JAKARTA – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita menyebut langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan kasus dugaan pemberian uang Tunjangan Hari Raya (THR) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemenkdikbud) ke Kepolisian sudah tepat. “Pelimpahan kasus ke polisi sudah benar menurut Pasal 6 UU KPK, yaitu koordinasi dan supervisi (korsup),” ucap Romli melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, (24/5).
Menurut dia, KPK memberikan pendampingan terkait kasus itu atas permintaan Inspektorat Jenderal Kemendikbud sesuai dengan UU KPK Tahun 2019 tentang tugas KPK. “Karena Itjen tidak memiliki wewenang pro justitia maka didampingi KPK. Temuan uang di bawah Rp1 miliar dan pejabat Kemendikbud tidak termasuk penyelenggara negara sesuai UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN,” ungkap Romli.
Karena itu, kata dia, sudah benar jika kasus tersebut dilimpahkan ke Kepolisian sesuai UU KPK. “KPK hanya melakukan koordinasi dan supervisi karena atas permintaan pendampingan itjen sampai penangkapan sudah sesuai UU KPK. Justru strategi ini menunjukkan bahwa Itjen Kemendikbud telah melaksanakan perintah UU Tipikor dn Inpres tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dengan baik,” ujar dia.
Ia pun mengharapkan kementerian/lembaga lainnya dapat meniru langkah yang dilakukan Itjen Kemendikbud tersebut. “Diharapkan itjen-itjen di kementerian/lembaga melakukan hal yang sama. Penilaian bahwa KPK hanya berani tangani kasus-kasus kecil keliru jika hanya dilihat dari kasus ini,” kata dia.
Diketahui, OTT tersebut dilakukan setelah KPK diminta bantuan oleh Itjen Kemendikbud karena ada dugaan pemberian sejumlah uang Tunjangan Hari Raya (THR).
Diduga, pemberian uang atas perintah Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Komarudin.
Tim KPK bersama dengan tim Itjen Kemendikbud menindaklanjuti informasi tersebut dan kemudian diamankan Kabag Kepegawaian UNJ Dwi Achmad Noor beserta barang bukti berupa uang sebesar 1.200 dolar AS dan Rp27,5 juta. Komarudin pada 13 Mei 2020 diduga telah meminta kepada Dekan Fakultas dan Lembaga di UNJ untuk mengumpulkan uang Tunjangan Hari Raya (THR) masing-masing Rp5 juta melalui Dwi Achmad Noor.
THR tersebut rencananya akan diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan beberapa staf SDM di Kemendikbud. Pada 19 Mei 2020 terkumpul uang sebesar Rp55 juta dari delapan fakultas, dua lembaga penelitian, dan pascasarjana.
Kemudian pada 20 Mei 2020, Dwi Achmad Noor membawa uang Rp37 juta ke kantor Kemendikbud selanjutnya diserahkan kepada Karo SDM Kemendikbud sebesar Rp5 juta, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud sebesar Rp2,5 juta serta Parjono dan Tuti (staf SDM Kemendikbud) masing-masing Rp1 juta.
Setelah itu, Dwi Achmad Noor diamankan tim KPK dan Itjen Kemendikbud. Selanjutnya, KPK melakukan serangkaian permintaan keterangan antara lain terhadap Komarudin, Dwi Achmad Noor, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Sofia Hartati, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud Tatik Supartiah, Karo SDM Kemendikbud Diah Ismayanti, staf SDM Kemendikbud Dinar Suliya, dan Staf SDM Kemendikbud Parjono.
Setelah dilakukan permintaan keterangan, belum ditemukan unsur pelaku penyelenggara negara sehingga selanjutnya dengan mengingat kewenangan, tugas pokok dan fungsi KPK maka KPK melalui unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan menyerahkan kasus tersebut kepada Kepolisian RI untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum.(*/Ridz)
JAKARTA – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM memberikan remisi khusus alias RK kepada 105.325 narapidana Muslim dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah.
Sebanyak 365 di antaranya langsung bebas.
“Pemberian remisi bukan hanya implementasi pemberian hak yang diberikan negara, tetapi lebih jauh merupakan apresiasi yang diberikan negara terhadap warga binaan yang telah berhasil menunjukkan perubahan perilaku dan meningkatkan kualitas di selama berada di lapas/rutan,” kata Dirjen Pemasyarakatan Reynhard Silitonga dalam keterangan resminya , Minggu (24/5/2020).
Reynhard merincikan bahwa 104.960 napi mendapatkan RK I berupa pengurangan masa hukuman. Sementara 365 mendapatkan RK II atau langsung bebas.
Pemberian remisi ini juga menghemat anggaran makan narapidana lebih dari Rp53 miliar dari rata-rata anggaran biaya makan sebesar Rp 17 ribu per-hari setiap orang.
Reynhard berharap, pemberian remisi kali ini dapat menjadi motivasi narapidana untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bertanggung jawab yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
“Jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama ketika kembali ke tengah masyarakat. Jadilah pribadi yang berbudi luhur dan taat hukum,” terangnya.
Penerima remisi terbanyak berasal dari wilayah Sumatera Utara sebanyak 13.077 orang, disusul Jawa Barat sebanyak 11.582 orang dan Jawa Timur sebanyak 11.530 orang.(*/Ag)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada aparatur sipil negara (ASN) dan penyelenggara negara untuk tidak mengajukan permintaan dana, sumbangan, dan/atau hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) atau dengan sebutan lain.
Karena perbuatan tersebut juga termasuk gratifikasi yang dilarang dan memiliki risiko sanksi pidana.
“Sebaiknya pejabat publik dapat menolak pemberian gratifikasi pada kesempatan pertama. Dengan demikian, tidak perlu melaporkannya kepada KPK,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati, Jumat (22/5).
Namun, bila karena kondisi tertentu tidak dapat menolak, maka penerimaan gratifikasi tersebut wajib dilaporkan paling lambat 30 hari kerja kepada KPK. Hingga Jumat (22/5) KPK menerima informasi sekurangnya ada 8 pemerintah provinsi, 107 pemerintah kabupaten/kota, 6 BUMN/D, dan 2 lembaga yang telah memberikan penegasan untuk tidak menerima atau memberikan gratifikasi dalam bentuk apapun menjelang hari raya Idul Fitri
Diketahui, 123 instansi yang telah menerbitkan surat edaran terbuka, baik yang ditujukan kepada internal pegawai di lingkungan kerjanya untuk tidak menerima gratifikasi maupun kepada para pemangku kepentingan lainnya agar tidak memberikan gratifikasi kepada para pegawai negeri/penyelenggara negara di lingkungannya terkait hari raya. Imbauan tersebut diterbitkan oleh masing-masing instansi sebagai tindak lanjut atas Surat Edaran KPK No. 14 Tahun 2020, tanggal 13 Mei 2020 tentang Pengendalian Gratifikasi Terkait Momen Hari Raya.
Melalui SE tersebut KPK merekomendasikan dua hal kepada pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan BUMN/D, yaitu terkait larangan penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi, dan memberikan imbauan kepada internal pegawai untuk tidak menerima gratifikasi serta surat edaran terbuka kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan gratifikasi kepada pegawai negeri dan penyelenggara negara di lingkungan kerjanya. Selain itu, imbauan kepada pimpinan asosiasi/perusahaan/korporasi agar menginstruksikan kepada jajarannya untuk tidak memberikan gratifikasi, uang pelicin, atau suap dalam bentuk apapun kepada pegawai negeri/penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.(*/Ad)
JAKARTA – Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus melarang masyarakat khususnya warga DKI Jakarta untuk melaksanakan kegiatan takbiran keliling pada malam lebaran tahun ini.
Terlebih saat ini pemerintah masih memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai virus corona.
“Jangankan takbiran, Salat Id aja ditiadakan di rumah aja, (Salat Id) itu bukan lagi kultur,” kata Yusri saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (22/5/2020).
Yusri mengklaim, saat ini polisi telah turun ke masyarakat memberikan imbauan agar tidak melaksanakan kegiatan malam takbiran.
“Semua Babinsa di wilayah semua sudah turun sampaikan ke desa desa (tidak boleh takbiran) dan sampai sekarang tidak ada yang mengajukan (menyelenggarakan takbiran),” tuturnya.
Yusri menegaskan, pihaknya tidak akan sungkan untuk menghentikan kegiatan malam takbiran jika tetap ditemukan di lapangan. Namun ia menekankan penghentian itu dilakukan secara persuasif.
“Kalau mereka tetap mau melaksanakan itu kan kita punya tiga pilar ini, Babinsa, Bhabinkamtibmas, nanti akan datang kesana, secara persuasi humas akan sampaikan sebaiknya jangan,” tandasnya.
Polda Metro sendiri memastikan akan melaksanakan patroli keliling pada saat malam takbiran tersebut. Hal itu dilakukan untuk memastikan situasi aman terkendali.
“Iya kita akan tetap patroli, PSBB kan tetep patroli juga, tim satgas juga patroli, operasi ketupat juga patroli juga sama itu (patroli),” tegasnya.(*/Tub)
JAKARTA – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan Direktorat Pidana Khusus (Dirpidsus) mengusut dugaan suap yang mengalir ke Korps Adhyaksa dalam penyidikan kasus dana hibah Kemenpora-KONI 2017. Perintah tersebut, Burhanuddin tegaskan menyusul ungkapan salah satu terdakwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Miftahul Ulum, baru-baru ini.
“Jampidsus (Jaksa Agung Muda Pidana Khusus) untuk mengusut tuntas dan meminta keterangan kepada pihak-pihak terkait. Termasuk keterangan dari saudara terdakwa (KPK) Miftahul Ulum,” kata Burhanuddin, Rabu (20/5).
Burhanuddin juga menegaskan, agar Dirpidsus Kejakgung melanjutkan penyidikan dugaan korupsi dalam penerimaan dana bantuan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tersebut.
“Kepada tim jaksa penyidik yang menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi dana KONI, agar mengungkap kebenaran isu yang dilontarkan saudara Miftahul Ulum,” sambung dia.
Burhanuddin pun menegaskan pernyataan tak bakal melindungi, apalagi menutup-nutupi kasus yang menyeret jajarannya jika terbukti menerima suap penghentian perkara. “Jangan terbesit sedikitpun untuk main-main menangani perkara. Karena jika terbukti melakukan penyelewengan, Kejaksaan Agung tidak akan segan menindak tegas siapapun dan dari manapun orang itu,” ucap Burhanuddin.
Dalam persidangan terdakwa korupsi dana hibah KONI Imam Nahrawi, di PN Jakarta Pusat pekan lalu, saksi Miftahul Ulum mengungkapkan tentang adanya dana suap ke Kejakagung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Miftahul, bekas asisten pribadi Imam Nahrawi saat menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) mengungkapkan, uang suap senilai Rp 7 miliar diberikan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman. Uang suap sebesar Rp 3 miliar juga diberikan kepada auditor BPK Achsanul Qosasi.
Uang haram tersebut, Miftahul Ulum terangkan, sebagai dana tutup mulut. Uang suap kepada Adi Toegarisman diberikan agar kejaksaan menghentikan penyelidikan dan penyidikan dugaan korupsi dalam penyaluran dana hibah Kemenpora-KONI 2017. Sedangkan uang suap yang diberikan kepada Achsanul Qosasi, kata Miftahul Ulum sebagai kompensasi pengawalan audit tahunan BPK di Kemenpora.
Adi Toegarisman sudah pensiun sejak Februari 2020. Achsanul Qosasi masih menjabat sebagai salah satu komisioner di lembaga auditor negara. Keduanya, sama-sama membantah ungkapan Miftahul Ulum. Keduanya, pun sama-sama mengaku tak kenal Miftahul Ulum. Sedangkan Kejakgung, sebagai institusi negara membantah tuduhan Miftahul Ulum dengan memastikan tak ada penghentian penyidikan dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan Kemenpora-KONI.
Meskipun begitu, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono mengakui, terjadi penanganan perkara yang mangkrak terkait kasus tersebut. Itu terbukti selama setahun penyelidikan dan penyidikan, Kejakgung tak satupun berhasil menetapkan tersangka terkait dugaan korupsi dana hibah tersebut.
Hari menjelaskan, pengungkapan perkara dugaan korupsi dana hibah KONI 2017 sudah dimulai Mei 2019 lewat Sprindik 220/F.2/Fd.1/05/2019.
Selama penyidikan ketika itu, Dirpidsus menunggu penghitungan kerugian negara (PKN) dari BPK. Pada April 2020, Dirpidsus menerbitkan Sprindik baru 220/F.2/Fd.1/04/2020 tentang perkara yang sama. Pada Mei 2020, BPK, kata Hari, baru mengeluarkan verifikasi penghitungan kerugian negara, dan meminta Kejakgung melakukan pemeriksaan ulang terhadap sejumlah saksi-saksi terkait dana hibah KONI 2017.
Pemeriksaan ulang, Kejakgung penuhi dengan kembali memanggil sejumlah saksi-saksi. Pada Selasa (19/5) Kejakgung kembali memeriksa dua pejabat. Yakni Chandra Bhakti, dan Washinton Sigalingging dari Kedeputian Prestasi Olahraga di Kemenpora. Kejakgung pada hari yang sama, juga memeriksa Miftahul Ulum di Rutan Salemba cabang KPK. Pada Rabu (20/5), pemeriksaan kembali dilakukan dua pejabat keuangan Kemenpora, Donny Armayn, dan Supriono.
“Adanya pemeriksaan saksi-saksi tersebut, menegaskan bahwa proses penyidikan perkara dana hibah KONI 2017, masih berjalan di Kejaksaan Agung,” terang Hari.
Pemeriksaan saksi-saksi tersebut, pun Hari meyakinkan sebagai bantahan terhadap Miftahul Ulum yang menyatakan adanya suap ke Kejakgung dan BPK, untuk penghentian perkara dana hibah Kemenpora-KONI tersebut.
Sementara Kejakgung melanjutkan penyidikannya, proses hukum atas dugaan serupa sudah KPK lakukan sejak 2019. Dalam kasus yang sama, KPK menetapkan banyak tersangka. Termasuk Miftahul Ulum, dan Imam Nahrawi. Keduanya dituduh terlibat dalam korupsi dana hibah, berupa suap dan gratifikasi senilai Rp 26 miliar. Sebagian yang terlibat dalam kasus tersebut sudah dijebloskan ke penjara. Sedangkan Miftahul Ulum dan Imam Nahrawi, kasusnya masih bergulir di PN Tipikor Jakarta.(*/Ad)
JAKARTA – Habib Bahar bin Smith dipindahkan penanahannya ke Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa tengah. Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Muhammad Nasir Djamil menilai pemindahan itu berlebihan.
“Sangat berlebihan, mana mungkin pengikutnya akan membuat onar dan mengancam keamanan dan ketertiban di lingkungan lapas,” tegas Nasir , Kamis (21/5/2020).
Habib Bahar dipindah ke Nusakambanga, Selasa 19 Mei malam. Pemindahan itu setelah Lapas Gunung Sindur tempat pemimpin Majelis Pembela Rasulullah itu ditahan sebelumnya, didemo oleh massa pendukung dan muridnya.
Nasir menyebut Lapas Nusakambangan identik dengan napi kasus kejahatan besar yang berbahaya seperti terorisme dan narkotika kelas kakap.
Sementara Habib Bahar hanya napi kasus penganiayaan anak.
“Pendapat saya tidak tepat dipindahkan ke Nusakambangan, karena Habib Bahar bukan napi berbahaya,” tutur Nasir.
Nasir meminta Ditjen Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk mengembalikan Habib Bahar ke Lapas Pondok Rajeg, Bogor, tempat dia ditahan saat mendapatkan asimilasi.
“Saya meminta Habib Bahar agar dikembalikan lagi ke lapas yang dia mendapatkan asimiliasi. Sebab menjauhkan Habib (Bahar) ke Lapas Nusakambangan adalah pelanggaran terhadap hak-hak napi,” tandasnya.(*/Ad)
JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri mengatakan, pihaknya masih mendalami persoalan program Kartu Prakerja yang digagas sebagai stimulus dalam program Jaring Pengaman Sosial (JPS) di tengah pandemi Covid-19.
“KPK juga saat ini sedang mendalami terkait dengan program Kartu Prakerja yang di bawah koordinasi oleh menteri ekonomi. Ini juga yang sedang kami kerjakan Pak,” kata Firli saat rapat dengar pendapat bersama DPR melalui teleconference, Rabu (20/5/2020).
Firli menerangkan, bahwa selama ini lembaga antirasuah juga memantau distribusi alat kesehatan hingga anggaran untuk pengendalian pandemi Covid-19. Selain itu, KPK juga mengawasi batuan-bantuan dari para donatur dan pihak ketiga.
“Kita tidak bisa lepas dari program ekonomi nasional yang memang diprogram oleh pemerintah dalam rangka menangani kesulitan ekonomi,” tutur dia.
Firli menekankan, KPK juga terus memantau daerah-daerah yang rawan korupsi anggaran dalam pengadaan barang dan jasa dalam penanganan Covid-19.
“Kami memberikan pengawasan khusus untuk itu. Langkah awal yang kami lakukan pertama kami melakukan kegiatan koordinasi dengan LKPP dan BPKP. Kami meliputi kegiatan-kegiatan pengawasan barang jasa dengan Kemenkes dan lementerian lain,” imbuhnya.
KPK juga berkordinasi dengan Kemensos guna memastikan tak ada korupsi dalam distribusi bantuan ke masyarakat yang terdampak wabah corona. Firli memastikan bahwa KPK juga berperan dalam mengurangi risiko korupsi dan memantau anggaran penanganan Covid-19.
“Kitaa sudah bicarakan dengan kementerian bidang ekonomi. kPK juga melakukan kajian untuk memastikan bahwa kebijakan negara tidak terjadi korupsi dan hanya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” tukasnya.(*/Ad)
BOGOR – Kuasa hukum Habib Bahar bin Smith, Aziz Yanuar menilai, pemindahan kliennya dari Lapas Gunung Sindur ke Lapas Nusakambangan sebagai tindakan berlebihan.
“Treatment terhadap Habib Bahar bin Smith sangat berlebihan dan subjektif, bahkan sudah menjurus ke arah memanfaatkan untuk kepentingan politik dan menjadi alat untuk mengalihkan isu,” kata Aziz, Rabu (20/5/2020).
Menurutnya, alasan pemindahan Habib Bahar karena massa pendukungnya melakukan aksi di lapas sebagai hal tak logis. Sebab, massa hanya ingin agar Bahar bisa bertemu dengan keluarga dan kuasa hukum.
“Jika alasannya karena massa pendukungnya kemarin melakukan aksi di depan Lapas Gunung Sindur dipahami dan didengar. Sebenarnya sederhana kok, mereka hanya ingin Habib Bahar dapat perlakuan baik, yang dibuktikan dengan dapat dilihat sejenak oleh keluarga dan pengacara.
Sederhana, butuh hanya dua menit pagi kemarin,” ungkap Aziz.
Aziz melanjutkan, menjadi hak Habib Bahar dapat bertemu dengan keluarga dan kuasa hukumnya. Bukan, malahan menolak dan menjadikan alasan untuk dipindah.
“Saya jamin tidak akan ada massa datang melakukan aksi, apalagi itu kan hak seseorang untuk didampingi kuasa hukum dan mendapat perlakuan baik meski selama di tahanan. Tapi yang dilakukan Lapas kemarin, malah menolak Habib Bahar dilihat sejenak, meski oleh keluarga dan pengacara,” tuturnya.
Dengan begitu, tambah Aziz, pemindahan Habib Bahar tanpa sebab yang pasti justru menunjukkan sikap arogan dan antikritik.
“Kemudian karena aksi itu lalu Habib Bahar dipindah ke Nusa Kambangan dengan alasan massa pendukungnya dianggap meresahkan. Ini konyol karena mereka (melakukan aksi) ditanggung oleh Habib Bahar, sangat konyol, arogan dan menunjukkan mental tiran dan mental sultan anti kritik,” tegasnya.
Selanjutnya, tim kuasa hukum akan melayangkan surat keberatan kepada Ditjen Pemasyarakatan, Kemenkumham dan Komisi 3 DPR RI.
Sementara itu, Kalapas Gunung Sindur Mulyadi membenarkan bahwa Habib Bahar telah dipindah dari Lapasnya ke Lapas Nusakambangan sekira pukul 22.30 WIB, Selasa 19 Mei 2020 malam.
“Benar, (sudah dipindah ke Lapas Nusakambangan) pukul 22.30 WIB,” singkat Mulyadi.(*/Iw)
BANDUNG – Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jabar menyebut Habib Bahar melakukan pelanggaran disiplin berat. Enam haknya sebagai napi pun dicabut. Adilkah?
“Adapun hak-hak yang dicabut atas pemberlakuan hukuman disiplin berat ini yaitu tidak mendapat hak remisi, tidak mendapatkan cuti mengunjungi keluarga, cuti bersyarat, asimilasi, cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat,” jelas Kakanwil Kemenkum HAM Jabar Liberti Sitinjak kepada wartawan, Selasa (19/5/2020).
Liberti menyatakan Habib Bahar juga akan dicatat dan dimasukkan ke dalam register F. Register F ini diartikan pencatatan bagi narapidana yang melanggar tata tertib.
“Dicatat dalam hukum register F,” katanya.
Habib Bahar juga saat ini sudah ditempatkan di sel pengasingan. Bahar akan menempati sel itu selama enam hari dan bisa diperpanjang berdasarkan penilaian kepala Badan Pemasyarakatan (Kabapas).
“Selanjutnya, untuk alasan kepentingan keamanan, seorang narapidana dan tahanan dapat dimasukkan ke dalam pengasingan atau dicatat dalam register A,” kata dia.
Sebelumnya, Habib Bahar bin Smith dijemput petugas Ditjen Pemasyarakatan (PAS) dan aparat kepolisian pada Selasa (19/5/2020) dini hari tadi.
Usai dijemput petugas di kediamannya di Desa Pabuaran, Kemang, Habib Bahar bin Smith kemudian dibawa ke Lapas Kelas IIA Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, untuk menjalankan sisa masa tahanannya.
Dia pun langsung menjalani pemeriksaan kesehatan, salah satunya rapid test Covid-19.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) telah mencabut asimilasi terhadap Habib Bahar bin Smith pada Selasa (19/5).
Dia dijemput oleh jajaran Ditjen PAS bersama aparat kepolisian pada Selasa (19/5) sekitar pukul 01:45 WIB dini hari.
Tim ini terdiri dari Direktorat Kamtib Ditjen PAS, Kanwil Jawa Barat, Lapas Kelas IIA Cibinong, Bapas Bogor, dan anggota Kepolisian dari Satbrimobda Polda Jawa Barat, Resmob Polres Bogor, Sabhara Polres Bogor,
“Bergerak menjemput Bahar bin Smith,” kata Dirjen PAS, Reynhard Silitonga dalam keterangannya, Selasa (19/5/2020).
Habib Bahar bin Smith, telah menjalankan asimililasi di rumah sejak Sabtu, 16 Mei 2020 pukul 15.30 WIB.
Dia dijemput oleh keluarga dan pengacaranya dari Lapas Klas IIA Cibinong, Kabupaten Bogor. Namun, saat menjalankan asimilasi dia melakukan pelanggaran yang dianggap telah menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Menghadiri kegiatan dan memberikan ceramah yang provokatif dan menyebarkan rasa permusuhan dan kebencian kepada pemerintah,” katanya.
“Ceramahnya telah beredar berupa video yang menjadi viral, yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat,” ucap Reynhard.
Dia mengatakan, Habib Bahar melanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam kondisi darurat Covid-19 di Indonesia, dengan telah mengumpulkan massa dalam pelaksanaan ceramahnya.
“Pukul 03.15 WIB narapidana atas nama Bahar Bin Ali Bin Smith tiba di Lapas Kelas IIA Gunung Sindur kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan, termasuk rapid test Covid-19, juga dilakukan penggeledahan badan dan barang dan ditempatkan di one man on cell di Blok A kamar 9,” ucap Reynhard.(*/Hend)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro