MEDAN – Wali Kota Medan nonaktif, Tengku Dzulmi Eldin dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Gusta Medan siang tadi.
Eldin dieksekusi ke lapas setelah perkara korupsi yang menjeratnya dinyatakan berkekuatan hukum tetap.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri pada Kamis (16/7/2020) malam. “Hari ini Jaksa Eksekusi KPK, Medi Iskandar Zulkarnain telah melaksanakan eksekusi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan Nomor: 18/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Mdn tanggal 11 Juni 2020 atas nama terdakwa Dzulmi Eldin, dengan cara memasukkan terdakwa ke Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta,” tulis Ali Fikri .
Di Lapas Tanjung Gusta, Eldin akan menjalani hukuman selama 6 tahun, sesuai dengan putusan pengadilan. Masa penahanannya akan dikurangi selama dia berada di tahanan sebelum putusan keluar.
Sebelumnya berdasarkan putusan Majelis Hakim PN Tipikor Medan, terdakwa Dzulmi Eldin dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Atas perbuatannya itu dia dijatuhi vonis pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan pidana denda sejumlah Rp500 juta rupiah. Dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan.
Selain itu, Eldin juga mendapatkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 (empat) tahun setelah ia selesai menjalani pidana pokoknya.(*/Gint)
BOGOR – Kasus dugaan penyimpangan dana BOS terus bergulir. Tim penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor mengeledah kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor.
Penggeledahan dilakukan karena adanya kasus dugaan penyimpangan dana bantuan operasional sekolah (BOS) SD se-Kota Bogor Tahun Anggaran 2017, 2018, dan 2019.
Pantauan di lokasi, tim Kejari Kota Bogor mendatangi kantor Disdik Kota Bogor sekitar pukul 11.00 WIB. Dengan tiga mobil pelat hitam, tim penyidik langsung merangsek masuk ke lantai dua kantor Disdik Kota Bogor.
Mendampingi tim penyidik, bagian Intel Kejari Kota Bogor berjaga di sekitar lokasi penggeledahan mengenakan pakaian preman.
Tepat pada pukul 12.30 WIB, salah satu penyidik tampak keluar dengan membawa sejumlah berkas ke mobil bersama tiga orang office boy Disdik Kota Bogor. Kemudian, usai melakukan lanjutan penggeledahan sekitar pukul 14.02 WIB, tim penyidik meninggalkan kantor Disdik sambil membawa satu koper hitam dan dua boks besar berisi berkas-berkas.
Berkas-berkas dipisah di tiga mobil yang dinaiki tim penyidik Kejari Kota Bogor.
Kepala Seksi Pidsus Kejari Kota Bogor Rade Satya Parsaoran mengatakan, penggeledahan dilakukan menindaklanjuti penetapan tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan dana BOS pada SD se-Kota Bogor Tahun Anggaran 2017, 2018, dan 2019.
“Iya, penggeledahan mengenai barang bukti pengadaan BOS 2017, 2018 dan 2019. Ini tindaklanjut dari yang kemarin,” kata Rade kepada wartawan, Kamis (16/7/2020).
Dalam penggeledahan itu, pihaknya menyita sejumlah dokumen dari sejumlah ruangan kantor Disdik.
Sebelumnya, institusi berjuluk Korps Adhyaksa itu menetapkan satu tersangka berinisial JRR yang merupakan kontraktor penyedia barang dan jasa kegiatan ujian ujian setengah semester, ujian akhir semester, try out, ujian kenaikan kelas, dan ujian sekolah pada Senin (13/7/2020) malam.
Dalam kasus ini, Inspektorat menilai terdapat kerugian negara sebesar Rp17 miliar. Hal itu yang diakibatkan dari pengadaan soal ujian SD se-Kota Bogor pada 2017, 2018 dan 2019. (*/Iw)
JAKARTA – Sejumlah Anggota Komisi III DPR RI merespons kasus surat jalan Joko Tjandra yang dikeluarkan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Biro Korwas) Brigjen Prasetyo Utomo. Para legislator bidang hukum itu menilai Prasetyo layak dipecat.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman mengatakan, oknum polisi itu harus mempertanggungjawabkan tindakannya. “Dipecatlah, dipecat aja orang itu. Terbukti apalagi, orang udah (ada) surat kok. Mau apa lagi,” kata Benny dikutip dari republika, Rabu (15/7).
Tak berhenti di situ, surat yang muncul dari biro di bawah Bareskrim ini juga perlu diselidiki. “Apakah surat itu atas perintah atau kesalahan sendiri. Itu harus dicek itu,” kata Benny.
Politikus asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu juga menilai pembentukan tim gabungan Bareskrim tidak lagi diperlukan. “Enggak usah lagi bikin tim gabungan, langsung aja diberhentikan, tim gabungan apa lagi,” kata Benny.
Benny juga mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kejaksaan Agung juga tetap perlu dimintai keterangan oleh Komisi III. Sebab, ia menduga ada pihak-pihak di institusi tersebut yang membantu Djoko Tjandra bermanuver.
Tindakan pencopotan juga didukung oleh Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa Mia menilai. Ia menilai Prasetyo sudah melakukan tindakan yang tidak dibenarkan dari segala aspek dalam membantu Joko Tjandra.
“Kalau menurut saya, ya, pencopotan, ini kan penyalahgunaan wewenang ya,” kata dia.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Nasdem Ahmad Sahroni menilai, Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah melakukan tindakan tegas. Ia meyakini Listyo akan segera mencopot Prasetyo.
“Saya rasa kabareskrim sudah melakukan hal tindakan tegas, mungkin dalam waktu Secepatnya akan dicopot bagi para pelaku atau oknum yang ada di dalam internal polri,” kata Sahroni.
Ia menilai, Bareskrim tetap perlu membuat Satgas khusus untuk mencari tahu secara rinci serta menelusuri aset-aset, baik di dalam negeri maupun luar negeri aset yang terkait dengan Djoko Tjandra.(*/Ad)
JAKARTA – Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Argo Yuwono mengungkapkan bahwa Brigjen Prasetyo Utomo ditahan selama 14 hari di sel khusus Divisi Provost.
Hal itu untuk kebutuhan penyidikan terkait dengan dugaan penerbitan surat jalan buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
“Pemeriksaan belum selesai. Mulai hari ini juga ditempatkan di tempat khusus selama 14 hari ada tempat provos khusus untuk anggota sudah disiapkan muIai malam ini BJP PU ditempatkan khusus di Provos Mabes Polri selama 14 hari,” kata Argo dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (15/7/2020) malam.
Mengenai pemeriksaan tersebut, Argo menekankan bahwa, Polri tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah. Oleh sebab itu, pemeriksaan perihal surat jalan tersebut akan terus didalami.
“Sesuai komitmen Kapolri kami proses, kami periksa, tentunya kami akan azas praduga tak bersalah untuk dimintai keterangan selengkap-lengkapnya itu perkembangan berkaitan kasus surat jalan Djoko Tjandra,” ujar Argo.
Brigjen Prasetyo Utomo dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Hal ini diduga terkait dengan hebohnya penerbitan surat jalan buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
Pencopotan itu tertuang dalam Surat Telegram Rahasia (TR) Kapolri Jenderal Idham Azis bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 per tanggal (15/7/2020) yang ditandatangani oleh As SDM Irjen Sutrisno Yudi Hermawan.
Dalam surat telegram itu, Brigjen Prasetyo dimutasikan ke bagian Yanma Polri. Masih dalam telegram itu, Ia dipindahkan dalam rangka proses pemeriksaan.(*/Tub)
JAKARTA – Perlu kebeneranian dan ketegasan pengungkapan kasus besar dari yang aparat hukum.Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola meminta KPK mengusut hingga tuntas kasus suap komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Ia meminta kasus itu dikembangkan lantaran adanya dugaan kasus tersebut tak hanya melibatkan Harun Masiku, tetapi tokoh lain pemberi suap pada Wahyu.
TII beralasan, kasus mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan hanya merekam sedikit dari banyaknya kasus korupsi politik di Indonesia. Menurut Alvin, jika KPK dan penegak hukum lain sejak awal berani membongkar kasus yang melibatkan partai politik dan elite-elite partai politik, jumlahnya akan cukup banyak.
”Kondisi ini tentu membuat kita khawatir soal kualitas demokrasi kita saat ini. Jangan-jangan, pemilu yang selama ini dikatakan demokratis justru dikooptasi untuk kepentingan elite partai dan oligarki,” kata Alvin dalam keterangannya, Senin (13/7).
Sebagaimana diwartakan, dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, terungkap bahwa mantan anggota KPU Wahyu Setiawan juga diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan.
Hal itu terkait proses seleksi anggota KPU Provinsi Papua Barat.
Atas hal itu, lembaga antirasuah diminta berani mengungkap sampai tuntas kasus tersebut, yang diduga melibatkan elite partai politik dan kepala daerah. Alvin Nicola berpendapat, dugaan suap Gubernur Papua Barat kepada Wahyu Setiawan harus diusut tuntas.
”Sejak awal, terutama pasca terbitnya undang-undang KPK yang baru dan pimpinan baru, TII sebenarnya ragu pimpinan KPK yang diketuai Firli Bahuri berani mengusut korupsi politik.
Namun yang jelas, publik berharap kasus ini bisa diusut tuntas, karena kebijakan yang dihasilkan politisi akan sangat berdampak kepada publik,” ungkapnya.(*/Ad)
BOGOR – Kontaktor JRR yang ditunjuk oleh Kelompok Kerja Kepala Sekolah( K3S) sudah menjadi tersangka namun pihak berwenang masih mengusut ada dugaan ada pihak yang terlibat.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Bogor telah menetapkan satu tersangka berinisial JRR atas dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Sekolah Dasar (SD) se-Kota Bogor.
Korupsi itu mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 17.189.919.828 rupiah.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor Fahrudin mengungkapkan, pihaknya sepenuhnya menyerahkan kasus itu kepada pihak berwenang. Fachrudin meyakini, Kejari Kota Bogor dapat menuntaskan kasus itu dengan sebaik-baiknya.
“Intinya mah saya menyerahkan ke aparat hukum semuanya. Mudah-mudahkan lancar saja. Karena penegak hukum yang punya kompetensi,” kata Fahrudin saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (14/7/2020).
Pada 22 Juni 2020, Fahrudin menjadi satu dari empat pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor yang dipanggil sebagai saksi oleh Kejari Bogor. Meskipun enggan memberikan keterangan secara detail, Fahrudin tetap mendukung proses hukum tersebut.
Dia mengatakan, kasus ini dapat memberikan pelajaran atas konsekuensi hukum yang harus didera oleh koruptor. “Dinas pendidikan mempercayakan proses ini. Mudah-mudahan ini menjadi pelajaran bagi semua,” katanya.
Kepala Kejari Kota Bogor, Bambang Sutrisno menjelaskan, JRR telah ditetapkan tersangka pada Senin (13/7) kemarin. JRR terbukti menyelewengkan dana BOS dari kucuran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Total kerugian negara sebesar Rp 17.189.919.828 rupiah, Ini dihitung (Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dari kejadian peristiwa pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019,” kata Bambang.
Pihaknya telah melakukan mengembangkan kasus itu sejak Januari 2020. Kemudian, pada 27 Februari 2020, pihaknya telah menaikkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan. Meskipun sempat macet pada saat pandemi serta adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), tetapi proses hukum itu akhirnya dapat kembali dijalankan.
“Memang kemarin ada jedah. Karena apa? Karena situasi Covid-19. Tapi dengan kondisi saat ini (pelonggaran PSBB) kita langsung tancap gas,” jelasnya.
Bambang memaparkan, JRR bertugas sebagai kontraktor pengadaan kertas ujian tengah semester (UTS), try out, dan ujian kenaikan kelas SD se-Kota Bogor atas permintaan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S).
Padahal, sambung dia, harusnya kegiatan itu dikelola oleh Dewan Sekolah atau Komite Sekolah.
Oleh sebab itu, Bambang menyatakan, masih terbuka kemungkinan akan ada tersangka baru. Dia mengatakan, masih berupaya untuk terus mengembangkan kasus tersebut.
“Yang jelas kami, tim tetap berupaya untuk mencari aktor utama. Tujuannya apa? Tujuannya untuk memberi pelajaran agar dana BOS digunakan untuk rakyat miskin. Sehingga mereka itu dapat mengenyam pendidikan,” ungkapnya.
Akibat perbuatan tersebut, JRR dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 junto pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Kemudian pasal 3 junto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Tindak Pidana Korupsi, junto pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Di tengah pandemi, Bambang menambahkan, proses penahanan juga dilakukan dengan protokol keshatan. JRR telah dinyatakan bebesa dari Covid-19. “Tadi tersangka sudah di rapid tes. Hasilnya non reaktif alias negatif Covid-19,” ungkapnya.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor Akhmad Saeful Bahri menyatakan, kasus itu harus diusut setuntas-tuntasnya. Sebab, dia menilai, dana BOS diperuntukkan untuk menunjang aktivitas belajar yang lebih baik.
Meskipun, Saiful mengakui, dana BOS menang berasal dari dari pemerintah pusat. Dengan demikian, DPRD tak dapat memberi banyak intervensi, pengawasan serta kontrol terhadap dana BOS.
“Tapi kita terus berupaya mendorong agar dana BOS di Kota Bogor ini dipergunakan sebaik-nya dan lebih transparan,” jelas Saiful.
Dia berharap, dana BOS dapat dimanfaatkan lebih maksimal untuk menunjang fasilitas sekolah di Kota Bogor. Jangan sampai, dana pendidikan untuk mencerdaskan generasi muda bangsa malah diselewengkan.
“Pendidikan ini menjadi poros penentu kemajuan negara ini. Semua harus mendapatkan hak yang sama. Kan sudah diatur dalam Undang-Undang,” ungkapnya.(*/Iw)
JAKARTA – Mabes Polri menemukan sebanyak 55 kasus penyelewengan dana bansos untuk bantuan Covid-19. Puluhan dugaan kasus tersebut tersebar di beberapa Polda di Indonesia.
“Data yang kami terima 55 kasus di 12 polda yaitu Sumatera Utara 31 kasus Riau 5 kasus, Banten, NTT, Sulawesi Tengah masing-maisng 3 kasus, Jawa Timur, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) masing-masing 2 kasus,” kata Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Mabes Polri Selasa (14/7/2020).
Kemudian, kata Awi di Kalimantan Tengah, Kepulaian Riau, Sulawesi Barat, Sumatera Barat masing-masing ada 1 kasus.
Awi menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan ada sejumlah motif yang digunakan dalam penyalahgunaan dana bansos tersebut mulai dari pemotongan dana hingga tidak adanya transparansi.
“Pertama pemotongan dana dan pembagian tidak merata, kedua pemotongan dana sengaja dilakuakn perangakt desa dengan maskud azas keadilan bagi mereka yanh tidak menerima hal tersebut sudah diketahui dan disetujui yang menerima bansos,” ungkapnya.
Kemudian ketiga, pemotongan dana digunakan untuk uang lelah, keempat pengurangan timbangan paket sembako.
“Kelima tidak ada transparansi kepada masyarakat terkait sistem pembagain dan dana yang diterima,”pungkasnya.(*/Tub)
JAKARTA – Dalam mendalami kasus yang menjerat Rachmat Yasin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa(14/7/2020), kembali memanggil mantan Bupati Bogor Nurhayanti sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pemotongan uang dan gratifikasi oleh mantan Bupati Bogor 2008-2014 Rachmat Yasin (RY).
“Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka RY,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, di Jakarta, Selasa,(14/7/2020)
Selain itu, KPK juga memanggil seorang saksi lainnya untuk tersangka Rachmat, yakni Camat Jasinga, Kabupaten Bogor, Asep Aer Sukmaji.
Sebelumnya, Nurhayanti pernah diperiksa KPK pada 2 Maret 2020 juga sebagai saksi untuk Rachmat. Penyidik saat itu mengonfirmasi Nurhayanti soal pengumpulan uang atas perintah tersangka Rachmat kepada dinas-dinas di Pemkab Bogor.
KPK telah mengumumkan Rachmat sebagai tersangka pada 25 Juni 2019.
Dalam kasus suap, tersangka Rachmat diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebesar Rp8.931.326.223.
Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional bupati dan kebutuhan kampanye pemilihan kepala daerah dan pemilu legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.
Selain itu, tersangka Rachmat juga diduga menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor, dan mobil Toyota Vellfire senilai Rp825 juta.
Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja.
Rachmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Diketahui, Rachmat pada 8 Mei 2019 telah menjalani masa hukuman terkait perkara korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung.
Rachmat saat itu divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta, karena menerima suap senilai Rp4,5 miliar untuk memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektare.(*/Ag)
BOGOR – Negara tidak boleh kalah dengan sindikat apapun termasuk PMI ilegal karena itu siapapun yang terlibat akan diseret ke muka hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya .
Pelindung Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kembali menggerebek sebuah rumah yang di diduga menjadi tempat penampungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal.
Tempat yang menjadi penampung Migran Ilegal itu terletak di Perumahan Permata Cibubur, Cluster Phoenix, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan, calon tenaga kerja ilegal itu akan akan diperdagangkan ke luar negeri oleh penyalur kerja PT. Sentosa Karta Aditama.
“Ini tidak melewati semua prosedur itu. Mereka sudah enam bulan di penampungan dan tidak tahu kapan akan diberangkatkan,” kata Benny dalam keterangannya, Selasa (14/7/2020).
Benny menuturkan, para korban diiming-imingi pekerjaan menggiurkan di Singapura. Namun, proses pengiriman tidak menggunakan prosedur yang legal.
Seharusnya, lanjut Benny, para tenaga kerja yang akan dikirim ke luar negeri harus terlebih dulu didaftarkan ke Dinas Tenaga Kerja, dilakukan seleksi,
“Harusnya ada uji kompetensi, pelatihan bahasa, dan pemeriksaan kesehatan dulu,” ungkapnya.
Kini, pemilik perusahaan bernama PT. Sentosa Karta Aditama langsung dilakukan BAP untuk diserahkan pihak yang berwenang dalam hal ini kepolisian.
“BP2MI akan membuat laporan ke kepolisian. Perusahaan dan perekrut yang terlibat akan kita seret secara hukum. Kita minta ditindak tegas. Apa yang kita lakukan ini menunjukkan negara hadir. Negara tidak boleh kalah dari para sindikat PMI ilegal,” pungkasnya.
Diketahui, penggerebekan itu dilakukan pada Senin sore, sekitar pukul 16: 00 WIB.
Turut diamankan dua calon PMI dan istri pemilik PT. Sentosa Karta Aditama. Dua calon PMI yang diamankan bernama Dewi dan Yanto, pasangan suami istri asal Garut dan lima calon PMI lainnya tidak ada di penampungan.(*/T Abd)
JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting mengakui, saat ini memang ada jalur-jalur ilegal untuk masuk ke Indonesia. Jalur inilah yang disebutnya sulit dipantau oleh pihaknya.
“Ini bukan mengeles atau apa, tapi banyak juga PMI (pekerja migran Indonesia) kita yang ilegal, yang masuk ke Malaysia, yang kita juga tidak tahu masuknya dari mana,” ujar Jhoni dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (13/7/2020).
Ia menjelaskan, jalur ilegal itu ada di perbatasan Papua-Papua Nugini dan Kalimantan-Malaysia. Serta, adanya jalur tradisional Aceh-Thailand Selatan dan Nusa Tenggara Timur-Timor Leste.
“Celah seperti inilah yang menurut hemat kami sering atau bisa dimanfaatkan oknum untuk keluar masuk Indonesia secara tidak resmi atau ilegal,” ujar Jhoni.
Adapun seseorang yang ada dalam daftar cekal, saat masuk ke Indonesia lewat jalur resmi akan dikategorikan ke indikator merah. Petugas imigrasi akan langsung mengunci datanya, dan selanjutnya melakukan koordinasi dengan kementerian atau lembaga yang mencekalnya.
“Dicek dulu kementerian atau lembaga terkait, supervisor atau pejabat berwenang akan berkoordinasi langsung dengan kementerian atau lembaga yang meminta,” ujar Jhoni.
Dalam rapat ini, anggota Komisi III DPR mencecar jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi terkait buron Djoko Tjandra. Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengkritik Direktorat Jenderal Imigrasi yang terkesan membiarkan Djoko Tjandra. Ia meminta agar pihak Dirjen Imigrasi tak ikut terlibat dalam kasus ini.
“Jika tak ada penjelasan, publik akan berimajinasi, berpendapat. Yang perlu bapak jelaskan itu masuk melalui apa, itu lebih bagus, daripada ikut main cilukba,” ujar Benny.
Semula, Benny menilai Djoko masuk ke Indonesia lewat jalur-jalur tikus di perbatasan. Namun, melihat dokumen-dokumen yang ada, ia justru menuding negara seakan memberi jalan masuk buron tersebut.
“Dokumen menunjukkan masuk tidak lewat jalan tikus, ini menunjukkan pemerintah memberikan jalan masuk, lewat jalan tol, memberi karpet merah,”kata Benny.(*/Joh)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro