BOGOR – Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap lima orang tersangka kasus dugaan korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2017-2019 pada kegiatan ujian tengah semester, uas, Try Out serta ujian sekolah pada SD se-Kota Bogor kepada Kejaksaan Negeri Bogor.
Kabag Hukum dan HAM Pemkot Bogor Alma Wiranta mengatakan permohonan penangguhan penahanan ini sesuai dengan Pasal 31 KUHP. Selain itu permohonan penangguhan penahanan juga bentuk perlindungan hukum terhadap bawahannya.
“Karena beliau sebagai pimpinan,” kata Kabag Hukum dan HAM Pemkot Bogor Alma Wiranta, saat ditemui di kawasan Balaikota Bogor, Selasa (04/08/2020).
Tak hanya itu, lanjut Alma, permohonan penangguhan penahanan itu juga merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 12 Tahun 2014. Bahwasanya, Pemkot Bogor boleh memberikan perlindungan hukum terhadap semua pegawainya yang terjerat kasus hukum.
“Kami termasuk pak Wali juga mempunyai tugas untuk melakukan pendampingan hukum. Artinya ASN itu tidak semua tahu mengenai hukum jadi harus diberitahu mulai dari tahapannya dari penydikan,” tambahnya.
“Saat ini kami menggunakan asas praduga tidak bersalah. Artinya siapapun yang diajukan proses sebagai tersangka atau sebagai terdakwa itu masih ada tahapan-tahapan yang harus dilalui,” jelasnya.
Menurutnya, kelima tersangka yang merupakan kepala sekolah itu tidak akan menghilangkan barang bukti bahkan melarikan diri. Oleh karena itu, pihaknya memberikan permohonan penangguhan penahanan.
“Seyogyanya untuk dilakukan penahanan itu kalau yang bersangkutan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan statusnya tidak jelas. Tapi kini kan statusnya jelas, jadi kapasitas pak Wali hanya sebagai pimpinan akuntabilitas bahwa setiap ASN di Kota Bogor yang bekerja itu akan itu akan dilakukan upaya-upaya untuk tidak ditahan,” ungkap Alma.
Ia pun membantah bahwa permohonan tersebut sebagai upaya ‘pasang badan’ atau menghalangi proses penyidikan. Meski begitu, pihaknya tetap menyerahkan sepenuhnya putusan dari Kejaksaan Negeri Kota Bogor untuk dikabulkan atau tidak
“Sudah di kejaksaan (surat permohonan), tanggal 27 Juli dan saya sendiri yang mengirim ke sana. Sekarang menunggu itikad baik dari Kejaksaan Negeri Kota Bogor karena yang bersangkutan kepala sekolah ini dari treck recordnya bagus kok,” tambahnya.
Di sisi lain, upaya pendampingan hukum seperti ini juga dilakukan terhadap ASN lainnya yang terjerat kasus hukum. Karena, telah menjadi kewajiban pimpinan daerah untuk melindungi pegawainya.
“Tidak serta merta kasus ini aja, hampir semua kasus itu Pak Wali berperan untuk mengambil sikap. Ini hal yang biasa,” katanya.
Lanjutnya, jangankan pemerintah daerah, di institusi jika ada salah satu kami (tersangka) pimpinan meminta penangguhan.
“Seyogyanya itu (permohonan penangguhan) dilakukan keluarga atau loyer, jadi beliau mengambil inisiatif saja,”tandasnya..(*/Iw)
JAKARTA – Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan dituntut hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan dilayangkan Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wahyu menjadi terdakwa kasus penerimaan suap Rp600 juta dari kader PDI Perjuangan Saeful Bahri. Suap itu diberikan agar Wahyu mengusahakan KPU memilih caleg PDIP kala itu, Harun Masiku, menjadi anggota DPR lewat pergantian antarwaktu.
“Menuntut, menyatakan terdakwa Wahyu Setiawan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan surat tuntutan Wahyu, kemarin.
Wahyu juga dituntut dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih sebagai pejabat publik selama 4 tahun setelah selesai menjalani pidana.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Wahyu Setiawan berupa pencabutan hak untuk dipilih jabatan publik selama empat tahun terhitung pada saat terdakwa Wahyu Setiawan selesai menjalani pidana,” kata Takdir.
Jaksa menyatakan Wahyu terbukti menerima suap. Atas perbuatannya Wahyu diyakini terbukti melanggar melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain suap, jaksa juga menilai Wahyu terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp500 juta terkait seleksi anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025. Uang diberikan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Uang diduga diberikan agar Wahyu mengupayakan orang asli Papua terpilih menjadi anggota KPUD.
Atas perbuatannya itu, Wahyu diyakini melanggar melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (KPK) menolak Wahyu menjadi justice collaborator (JC). Sebelumnya Wahyu mengaku siap membongkar siapa-siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.(*/Ad)
JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan siapa saja pejabat yang selama ini melindungi terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra harus siap dipidanakan.
Hal tersebut dicuitkan Mahfud dalam akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Sabtu (1/8) yang awalnya menyoroti soal vonis yang sepantasnya diberikan atas sepak terjang Djoko Tjandra.
“Djoko Tjandra tidak hanya harus menghuni penjara dua tahun. Karena tingkahnya, dia bisa diberi hukuman-hukuman baru yang jauh lebih lama,” cuit mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Selain korupsi, Mahfud kemudian menyebutkan tindak pidana yang dilakukan Djoko Tjandra, antara lain penggunaan surat palsu dan penyuapan kepada pejabat yang melindunginya.
“Pejabat-pejabat yang melindunginya pun harus siap dipidanakan. Kita harus kawal ini,” pungkas Mahfud dalam cuitannya.
Sebagaimana diketahui, Djoko Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali yang telah menghilang dan buron sejak awal 2000-an itu dibekuk saat bersembunyi di Malaysia, Kamis (30/7) malam.
Selama ini, Djoko Tjandra diketahui bebas keluar masuk Indonesia karena diduga mendapatkan keleluasaan dari oknum aparat penegak hukum yang berkonspirasi dengannya.
Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetio, sebagai tersangka atas dugaan keterlibatannya dalam kasus perbantuan pelarian Djoko Tjandra.(*/Joh)
JAKARTA – Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dijebloskan ke sel Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Sebagaimana diketahui, Brigjen Prasetijo dipidana lantaran membantu pelarian Djoko Tjandra.
“Ya, sudah dilakukan penahanan,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dikutip dari detik.com, Jumat (31/7/2020).
Argo mengatakan Brigjen Prasetijo resmi menghuni sel Rutan Bareskrim pada Kamis (30/7) malam. Sebelumnya, Brigjen Prasetijo ditempatkan di ruangan khusus selama 14 untuk proses pemeriksaan oleh Divisi Propam Polri dan tim khusus Bareskrim yang menangani soal surat jalan Djoko Tjandra.
“Mulai tadi malam (dimasukkan ke sel Rutan Bareskrim),” ujar Argo.
Diberitakan sebelumnya, tim khusus Bareskrim Polri memeriksa Brigjen Prasetijo pada Kamis siang. Selama diperiksa, Brigjen Prasetijo, yang masih berstatus anggota Polri, berhak mendapatkan pendampingan dari Divisi Hukum Polri.
“Hari ini, tanggal 30 Juli 2020, pukul 12.00 WIB, BJP PU didampingi oleh staf Divisi Hukum Polri diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono dalam konferensi pers daring di akun YouTube Tribrata TV, kemarin.
Awi menambahkan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri juga telah memulai penyelidikan dugaan aliran dana Djoko Tjandra ke BJP PU terkait terbitnya surat jalan untuk buron kasus cessie Bank Bali tersebut.
“Sedangkan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri saat ini telah membuka penyelidikan terkait kemungkinan adanya aliran dana pada pusaran kasus surat jalan Djoko S Tjandra,” tandas Awi.
Dalam kasus ini, Brigjen Prasetijo dijerat tiga pasal pidana. Jenderal bintang satu itu terancam pidana kurungan maksimal 6 tahun penjara.
“Persangkaan Pasal 263 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 (e) KUHP dan Pasal 426 ayat 1 KUHP, dan/atau Pasal 221 ayat ke-1, ke-2 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun,” tegas Sigit di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (27/7).(*/Joh)
JAKARTA – Kapolri Jendral Polisi Idham Aziz menegaskan, bahwa kepolisian akan bersikap terbuka dan transparan serta tidak akan ditutup-tutupi terkait proses hukum Djoko Tjandra. Dia mengatakan, artinya siapa pun yang terlibat dalam pelarian terdakwa kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu akan disikat dan proses hukum.
“Ini juga sebagai upaya bersih-bersih Polri terhadap oknum nakal,” kata Idham dalam keterangan tertulis, Jumat (31/7).
Idham mengatakan, proses hukum Djoko Tjandra akan terus dikawal. Mantan Kkabareskrim itu mengungkapkan bahwa keterbukaan proses hukum itu merupakan bentuk komitmen kepolisian. Lanjutnya, kepolisian akan bekerja dan mengusut tuntas kasus terkait Djoko Tjandra secara transparan dan objektif.
Jendral bintang empat itu mengatakan, kepolisian akan berkordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan proses hukum Djoko Tjandra. Lanjutnya, ini mengingat bahwa seharusnya terdakwa buron sejak 2009 itu telah dieksekusi untuk menjalani hukumannya sesuai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
“Proses untuk Djoko Tjandra sendiri, tentunya ada proses di Kejaksaan yang tentunya akan ditindaklanjuti. Kami juga akan berkoodinasi dengan KPK,” katanya.
Kapolri mengungkapkan, bagaimana proses penangkapan Djoko Tjandra. Dia mengatakan, dua pekan lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi perintah untuk mencari sekaligus menangkap terdakwa buron kelas kakap tersebut. Dia melanjutkan, perintah itu langsung dilaksanakan dengan membuat tim kecil.
“Perintah itu kemudian kami laksanakan. Kita bentuk tim kecil karena infonya yang bersangkutan berada di Malaysia,” katanya.
Idham meneruskan, kepolisian segera mengirimkan surat kepada kepolisian Malaysia setelah tim terbentuk. Surat tersebut berisi permintaan kerja sama antara police to police untuk menangkap Djoko Tjandra yang ketika itu terdeteksi berada di Kuala Lumpur, Malaysia.
Proses kerja sama dan kerja keras tim membuah hasil. Sampai akhirnya keberedaan Djoko Tjandra diketahui. Kemudian pada hari Kamis (30/7), Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo berangkat ke Malaysia untuk memimpin proses penangkapan. Turut mendampingi Kadiv Propam Polri Inspektur Jenderal Polisi Sigit.
“Djoko Tjandra ini memang licik dan sangat pandai. Dia kerap berpindah-pindah tempat. Tapi, alhamdulillah berkat kesabaran dan kerja keras tim Djoko Tjandra berhasil diamankan,” ungkap mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Seperti diketahui, Djoko Tjandra dibawa kembali melalui jalur penerbangan via Bandara Halim Perdanakusumah. Dia telah tiba di Halim Perdanakusumah, Kamis (30/7) malam sekitar pukul 22:45 WIB dan segera dibawa ke Mabes Polri.(*/Tub)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan orang kepercayaan mantan Bupati Malang Rendra Kresna yakni Eryck Armando Talla (EAT). Hal tersebut hasil dari penyelidikan mendalam KPK serta telah memeriksa 75 orang saksi terkait kasus dugaan gratifikasi.
“KPK melakukan penahanan tersangka EAT selaku orang kepercayaan Bupati RK,” jelas Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/7/2020).
Tersangka EAT, kata Alexander, akan ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak 30 Juli 2020 sampai 18 Agustus 2020 di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK di Rutan Pomdam Jaya Guntur.
“Sebelum dilakukan penahanan, tersangka EAT sudah menjalani protokol kesehatan dalam rangka mitigasi penyebaran wabah Covid-19,” ungkapnya.
Eryck ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan mantan Bupati Malang Rendra Kresna dan telah diumumkan KPK sejak 10 Oktober 2018.
Rendra sebelumnya juga telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim dan saat ini sedang menjalani hukuman dalam perkara korupsi penerimaan suap terkait penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan pada Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Malang TA 2011.
Tersangka Eryck merupakan kontraktor dan memiliki perusahaan CV Thalita Berkarya, CV Thalita Abadi, CV Nathan Putra Teknik, dan PT Antigo Agung Pamenang sejak 2010-2015.
Tersangka Eryck diduga berperan menerima fee-fee proyek dari rekanan untuk kepentingan RK. penerimaan-penerimaan dana tersebut diberikan karena berhubungan dengan jabatan RK sebagai Bupati Malang.
Jumlah total dugaan penerimaan gratifikasi oleh RK dari tahun 2010 sampai 2018 bersama-sama dengan tersangka EAT berjumlah sekitar Rp7,1 miliar.
Atas ulahnya, Eryck disangkakan bersama RK Bupati Kabupaten Malang periode 2010-2015 dan 2016-2021 melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*/Ad)
BANDUNG – Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat, Kombes Yaved Duma Parembang menjelaskan para terduga pelaku dari 13 kasus penyelewengan bantuan sosial (bansos) Covid-19 itu mayoritas merupakan aparatur kewilayahan.
Aparatur kewilayahan yang dimaksud ialah mulai dari Camat, Kepala Desa, perangkat desa dan ketua RT. Bahkan, kata dia, ada kasus penyelewengan dana bansos itu yang berkaitan dengan kepala dinas sosial.
“Macam-macam (terduga pelakunya), ada Camat, Kades, Kadis Sosial, Kasi Kesra, aparat desa, perangkat desa, dan ketua RT,” kata Yaved saat dihubungi di Bandung, Rabu (29/7/2020).
Modus yang terjadi dalam sejumlah kasus penyelewengan bansos itupun beragam. Dia mengatakan, ada kasus yang menggunakan modus langsung memotong dana yang seharusnya menjadi hak masyarakat yang membutuhkan.
Selain itu, kata dia, ada pula modus yang dilakukan dengan mengganti isi dus bansos berupa kebutuhan pokok. Bansos itu, kata dia, ada yang diganti dengan produk yang lebih rendah kualitasnya ataupun lebih rendah nilai harganya.
“Ada yang diganti, isinya seharusnya daging diganti menjadi abon, bansos tunai diganti menjadi sembako, diganti beras kualitas lebih murah, pengurangan dana juga,” katanya.
Menurutnya kasus penggantian isi dus bantuan sembako itu terjadi di Kabupaten Cianjur, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Karawang. Sejauh ini, menurutnya motif yang dilakukan oleh para terduga pelaku ialah untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara menyelewengkan dana maupun bantuan sosial berisi sembako.
Meski begitu, menurutnya seluruh 13 kasus penyelewengan bansos itu masih dalam proses penyelidikan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat.
Sebelumnya, Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol Saptono Erlangga mengatakan pihaknya tengah menyelidiki atas adanya 13 kasus dugaan penyelewengan atau penggelapan dana bantuan sosial (bansos) untuk pemulihan ekonomi masyarakat akibat pandemi Covid-19.
Menurutnya dari 13 kasus itu, tujuh di antaranya ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat. Sedangkan sisanya, kata dia, ditangani oleh jajaran polres setempat.
“Jadi yang tujuh perkara yang ditangani Ditreskrimsus itu penyelewengan dana bansos laporannya, tapi semuanya statusnya masih dalam penyelidikan,” kata Erlangga di Polda Jawa Barat, Kota Bandung, Selasa.
Dia menjelaskan, tujuh kasus yang ditangani Ditreskrimsus itu berasal dari Sukabumi, Majalengka, Subang, Garut, Bogor Indramayu, dan Cianjur. Sedangkan enam kasus yang ditangani oleh jajaran polres itu berada di Karawang, Tasikmalaya dan Indramayu. Di Kabupaten Indramayu, menurutnya ada empat kasus penyelewengan bansos.(*/Hend)
JAKARTA – Kejaksaan Agung mencopot Kepala Sub bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan, Pinangki Sirna Malasari.
Pencopotan itu salah satunya terkait viralnya foto Pinangki bersama Djoko Tjandra di media sosial (medsos).
Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, Pinangki diduga melakukan pelanggaran disiplin dan kode etik.
“Artinya dinonjobkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 4 huruf c Peraturan Pemerintah 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS,” kata Hari dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (29/7/2020).
Pecopotan Jaksa Pinangki tertuang dalam keputusan Nomor KEP-4-041/B/WJA/07/2020 pada 29 Juli 2020 yang ditandatangani Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi. Setia menjatuhkan hukuman disiplin tingkat berat berupa pembebasan dari jabatan struktural.
Selain itu, Jaksa Pinangki diduga melanggar beberapa kententuan. Ketentuan itu antara lain Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 018/JA/11/1982 tanggal 11 November 1982 tentang Kesederhanaan hidup, Surat Edaran Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan Nomor B1181/B/BS/07/1987 tanggal 6 Juli 1987 perihal petunjuk pelaksanaan untuk mendapatkan izin berpergian ke luar negeri.
“Melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa mendapat izin tertulis dari pimpinan sebanyak sembilan kali dalam tahun 2019,” ujar Hari.
Menurut Hari, sanksi berat terhadap Jaksa Pinangki telah melalui proses klarifikasi terhadap yang bersangkutan dan pihak-pihak terkait.
Dalam hal ini, Kejaksaan Agung menunggu respons dari Jaksa Pinangki atas sanksi pencopotannya dalam kurun waktu tujuh hari. Apabila yang bersangkutan tidak keberatan akan digelar upacara pencopotan.(*/Ad)
JAKARTA – Polisi menangkap seorang pria AC (35) yang diduga melakukan penyebaran isu, soal adanya seragam tentara China yang dicuci di laundry wilayah Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Penangkapan itu dilakukan lantaran, perbuatannya dinilai telah menimbulkan rasa kebencian maupun permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat. Pasalnya, ternyata seragam tersebut bukan milik tentara China seperti yang AC sebut dalam video yang dibuatnya hingga viral.
“Informasi yang disampaikan adalah informasi yang tidak benar sehingga terhadap tersangka kami jerat dengan Pasal 45 huruf A Ayat 2 juncto Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara,” kata Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Budhi Herdi Susianto saat dikonfirmasi, Rabu (29/7/2020).
AC dicokok di kediamannya di kawasan Jakarta Timur setelah polisi melakukan pelacakan. Pasca video ini viral pada 23 Juli, 2020 polisi lantas melakukan patroli siber.
Polisi bersama TNI dari Kodim 0702 melakukan pengecekan terhadap seluruh laundry yang ada di Kelapa Gading yang berjumlah 42 tempat. Namun, dari hasil penyelidikan kepada laundry yang ada di Kelapa Gading tersebut tidak ada satupun laundry yang sebagaimana viral di medsos.
Kemudian, lanjut Budhi, pihaknya berkoordinasi dan berkomunikasi dengan ahli bahasa karena di dalam baju tentara tersebut ada tulisan yang harus dikroscek sebenarnya tulisan ini apakah bahasa China atau bahasa lain.
Alhasil, polisi mencoba bertanya ke beberapa ahli bahasa. Ahli bahasa menyebut tulisan itu adalah bahasa Korea Selatan. Atas dasar informasi inilah lantas polisi menelusuri dari mana video dan mencokok AC.
Kini, AC ditahan di Markas Polres Metro Jakarta Utara guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. Polisi hingga kini masih memburu siapa sosok yang membuat video viral tersebut karena AC hanya yang menyebarluaskan.
“Video ini disebarluaskan hingga kami akhirnya menemukan tersangka atas nama AC umur 35 tahun tinggal di daerah Jakarta Timur tersangka ini kami lakukan pelacakan kemudian akhirnya menemukan tersangka,”tandasnya.(*/Joh)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menahan dua mantan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut), terkait kasus dugaan suap terkait fungsi dan kewenangan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan/atau 2014-2019.
Kedua mantan Anggota DPRD yang telah ditetapkan tersangka itu yakni, Ahmad Hosein Hutagalung dan Mulyani.
“Dua tersangka ini ditahan selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 28 Juli 2020 sampai dengan 16 Agustus 2020,” ujar Deputi Penindakan KPK, Karyoto dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/7/2020).
Ahmad bakal ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, sedangkan Mulyani ditahan di Rutan K4 KPK Gedung Merah Putih.
Karyoto mengungkapkan, salah seorang tersangka lain yakni Nurhasanah kedapatan reaktif saat menjalani rapid test.
“Sehingga KPK melakukan penjadwalan ulang pemanggilan (terhadap Nurhasanah) yang waktunya akan kami informasikan lebih lanjut,” ungkapnya.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan total 14 tersangka yang berasal dari unsur anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan/atau 2014-2019 pada 30 Januari 2020. Sebanyak 11 tersangka lainnya telah terlebih dahulu ditahan oleh KPK pada 22 Juli 2020 lalu.
Para tersangka, diduga menerima hadiah atau janji berupa uang yang diterima secara beragam antara Rp337,5 juta hingga Rp777,5 juta dari eks Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Keseluruhan suap itu diduga diterima terkait dengan persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumut tahun anggaran 2012-2014 oleh DPRD Provinsi Sumut.
Lalu terkait lersetujuan perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi Sumut tahun anggaran 2013-2014 oleh DPRD Provinsi Sumut. Dan terkait pengesahan angggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi Sumut tahun anggaran 2014 dan 2015 oleh DPRD Provinsi Sumut, dan penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi Sumut pada 2015.
Atas ulahnya, para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.(*/Ad)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro