JAKARTA – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah resmi menetapkan pendakwah bernama Sugik Nur Raharja atau Gus Nur sebagai tersangka. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Gus Nur langsung ditahan selama 20 hari dan segera dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Ditahan selama 20 hari di Rutan Bareskrim,” jelas Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangannya,Minggu(25/10/2020).
Menurut Argo, Gus Nur dilaporkan ke polisi oleh Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Cirebon Aziz Hakim Syaerozi. Gus Nur ditangkap pada Sabtu (24/10) dini hari di kediamannya di Malang, Jawa Timur. Penangkapan terhadap Gus Nur ini sempat menuai protes proses penangkapan Gus Nur.
Namun, Argo mempersilakan kuasa hukum yang bersangkutan untuk mengajujan praperadilan. “Kalau (penangkapannya) dianggap kurang pas atau berlebihan silakan ajukan praperadilan,” kata Argo.
Gus Nur ditangkap pihak kepolisian karena dianggap melecehkan martabat NU dengan menyebut organisasi NU saat ini diibaratkan sebagai bus umum yang sopirnya mabuk, kondekturnya teler, kernetnya ugal-ugalan. Tidak hanya itu, Gus Nur juga dianggap mengibaratkan penumpangnya kurang ajar sehingga kesucian NU saat ini tidak ada lagi.
Akibat pelanggarannya Gus Nur disangkakan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dengan ancaman 4 tahun dan 6 tahun penjara.(*/Tub)
JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan tiga alasan maraknya praktik korupsi di Indonesia. Salah satu alasan tindak pidana korupsi terus terjadi di negeri ini adalah menyusul ringannya hukuman yang didapatkan para koruptor.
“Ada alasan orang melakukan korupsi itu karena hukumannya atau vonsinya rendah,” kata Firli Bahuri dalam webinar Nasional Pilkada Berintegritas 2020 di Jakarta, Selasa (20/10/2020).
Tema webminar mewujudkan pimpinan daerah berkualitas melalui pilkada serentak yang jujur berintegritas. Peserta dalam webinar ini, yakni seluruh calon kepala daerah (cakada) di seluruh Indonesia.
Komisaris Jendral Firli melanjutkan, alasan lainnya adalah adanya keserakahan, kesempatan, dan kebutuhan. Dia mengatakan, korupsi juga dapat terjadi karena sistem yang tidak berjalan maksimal.
Dia menjelaskan, ada tiga hal terkait sistem sehingga membuka celah korupsi yakni sistem yang gagal, sistem yang lemah dan sistem yang lemah. Dia meminta para calon kepala daerah jika nanti terpilih untuk memperbaiki celah dalam sistem tersebut.
Dia meminta mereka yang saat ini masih menjadi calon kepala daerah untuk mulai mencari kelemahan sistem tersebut. “Silakan nanti para cakada dilihat-lihat, kira-kira sistem mana yang lemah, buruk dan gagal. Dikoreksi sehingga ketika duduk sebagai kepala daerah sudah tahu mau berbuat apa,” katanya.
Dia melanjutkan, alasan ketiga orang berbuat korupsi adalah karena kurangnya integritas. Dia mengungkapkan sebuah teori yang menyebutkan bahwa korupsi terjadi karena adanya kekuasaan dan disertai kurangnya integritas.
Dia pun kemudian mengingatkan masyarakat untuk memilih calon kepala daerah yang jujur dan memiliki integritas. “Jadi selain perbaikan sistem juga perlu ada perbaikan integritas supaya tidak melakukan korupsi,” tukasnya.(*/Adyt)
JAKARTA – Sidang lanjutan kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari akan kembali digelar pada Rabu (21/10) besok. Sebelumnya persidangan ditunda lantaran Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sempat ditutup setelah pegawainya terpapar Covid-19.
“Sidang lanjutan Pinangki Sirna Malasari digelar pada Rabu, 21 Oktober pukul 10.30 WIB, ” kata Humas PN Jakarta Pusat, Bambang Nurcahyo saat dikonfirmasi, Selasa (20/10).
Bambang mengatakan, agenda persidangannya adalah tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum. Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan berlapis. Dakwaan pertama, Pinangki didakwa telah menerima suap 500 ribu dollar AS dari 1 juta dollar AS yang dijanjikan oleh Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra selaku terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Dalam dakwaan kedua, Pinangki didakwa Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara dakwaan ketiga yakni tentang untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.(*/Joh)
JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi jalan masuk bagi Jaksa untuk melakukan tindak pidana korupsi. Pertama yakni, kewenangan Jaksa untuk menahan pelaku kejahatan.
“Ini sering kali dijadikan bancakan apalagi dalam KUHAP disebutkan memungkinkan untuk penangguhan penahanan dengan dasar jaminan uang atau hal yang lain ini juga dapat dijadikan bancakan untuk dapat melakukan perbuatan koruptif,” ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam diskusi daring, Senin (7/9/2020).
Faktor yang kedua, yakni kewenangan Jaksa untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atau surat ketetapan penghentian penuntutan.
Hal tersebut kerap kali dijadikan ajang untuk meraup rupiah agar beberapa surat-surat ini atau administrasi ini dapat sesuai dengan keinginan para tersangka.
Faktor ketiga yakni saat proses pembacaan dakwaan. Dalam hal tersebut ada potensi korupsi bagi Jaksa karena dapat memilah-milah pasal mana yang kira-kira tingkat hukumannya lebih rendah.
“Saya ambil contoh misalnya, dari pasal 2 dan pasal 3 sebelum ada pedoman pemidanaan Perma 21 2020 itukan tipis perbedaannya kalau jaksa mendakwa yang bersangkutan pasal 3 tentu konsekuensi hukumannya dapat lebih rendah, pasal 3 UU Tipikor maksud saya hukuman rendahnya satu, sedangkan pasal 2 nya hukuman rendahnya 4 itu juga bisa jadi bancakan tindakan koruptif,” ungkapnya.
Faktor keempat yakni, saat Jaksa merumuskan surat tuntutan. Dalam hal tuntutan inipun kerap dijadikan celah untuk meminta uang ataupun hal yang lain terhadap terdakwa agar tuntutannya itu diringankan. “Selain itu kewenangan jaksa saat melakukan eksekusi, ini terjadi pada kasus Pinangki Sirna Malasari yang mana tim eksekutor gagal dalam meringkus yang bersangkutan.
Termasuk mengeksekusi putusan inipun sebenarnya dijadikan celah juga bagi penegak hukum untuk memperlama eksekusi, Menunda eksekusi dengan iming-iming rupiah,”tukasnya.(*/Ald)
JAKARTA – Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Ardiansyah menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka memberikan undangan untuk ekspos kasus dugaan suap yang menjerat jaksa Pinangki Sirna Malasari, pada Selasa 8 September 2020.
“Untuk besok sudah kita jadwalkan bahwa akan dilakukan ekspose terkait selesainya hasil penyidikan nah ini sudah tahap satu berkas P kita akan lanjutkan selanjutnya dan ini kita ekspose secara terbuka ada beberapa pihak kita undang,” ujar Febrie di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (7/9/2020).
Selain mengundang KPK, Kejagung juga mengundang pihak lainnya yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dan Bareskrim Polri.
“Kita undang dari pihak Polhukam, kemudian kedua Bareskrim karena menyangkut ada sangkaan Tipikor Djoko Tjandra,” jelasnya.
Namun di sisi lain, dirinya menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melibatkan KPK dalam perkara Pinangki. KPK hanya diundanh untuk hadir dalam ekspos kasus tersebut.
“Tidak (melibatkan), kita menjelaskan soal ekspose,”jelasnya.(*/Joh)
JAKARTA – Jaksa Pinangki Sirna Malasari kembali menjalani pemeriksaan oleh jaksa penyidik di Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (4/9). Kuasa hukum Pinangki, Jefri Moses, mengatakan kliennya akan menjalani pemeriksaan lanjutan, namun demikian pihaknya belum mengetahui pemeriksaan terkait apa.
“(Diperiksa) sebagai tersangka. Pemeriksaan lanjutan kemarin. Saya belum tahu, nanti saja,” kata Jefri di Gedung Bundar Jampidsus.
Sebelumnya Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah menetapkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Djoko Soegiarto Tjandra dan Andi Irfan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi atas penerimaan gratifikasi pegawai negeri.
Sejauh ini jaksa penyidik Kejagung sudah menggeledah empat lokasi terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Empat lokasi itu adalah dua unit apartemen di Jakarta Selatan, satu lokasi di kawasan Sentul, Jawa Barat dan satu dealer mobil. Dari penggeledahan tersebut, Kejagung menyita sebuah mobil mewah BMW milik Pinangki.
Sebelumnya Jaksa Pinangki Sirna Malasari juga telah diperiksa penyidik Bareskrim Polri di Gedung Bundar Jampidsus pada Rabu, 2 September 2020. Namun Pinangki diperiksa sebagai saksi untuk kasus Djoko Tjandra yang disidik Bareskrim.
Saat itu penyidik Polri menggali informasi mengenai dugaan aliran dana dari Djoko Tjandra ke Pinangki.(*/Joh)
JAKARTA – Petugas Bareskrim Polri memperpanjang masa penahanan dua tersangka kasus pidana pemberian surat jalan palsu untuk buronan Djoko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra).
Kedua tersangka yang diperpanjang masa penahanannya itu yakni, Brigjen Prasetijo Utomo dan Anita Kolopaking.
“Ya diperpanjang (masa penahanannya),” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo saat dikonfirmasi, Jumat (4/9/2020).
Ferdy membeberkan Brigjen Prasetijo Utomp diperpanjang masa penahanannya sejak 20 Agustus hingga 28 September 2020. Adapun masa penahanan pertama Brigjen Prasetijo telah habis pada 19 Agustus 2020.
Sementara Anita Kolopaking yang merupakan pengacara Djoko Tjandra, diperpanjang masa penahanan sejak 28 Agustus hingga 6 Oktober 2020. Penahanan pertama Anita Kolopaking sendiri habis pada 27 Agustus 2020.
Berkaitan dengan skandal kasus surat palsu Djoko Tjandra ini, penyidik Dit Tipidum Bareskrim Polri sejauh ini telah menetapkan dua orang tersangka. Keduanya yakni, Brigjen Prasetijo Utomo dan Anita Dewi Anggraeni Kolopaking.
Dalam perkara ini, tersangka Brigjen Prasetijo disangkakan dengan tiga pasal berlapis yakni Pasal 263 Ayat 1 dan Ayat 2 juncto Pasal 55 Ayat 1 Kesatuan E KUHP, Pasal 426 Ayat 1 KUHP dan atau Pasal 221 Ayat 1 KUHP.
Sementara Anita Kolopaking disangkakan melanggar Pasal 263 Ayat 2 KUHP berkaitan dengan pembuatan surat palsu. Selain itu, dia juga disangkakan telah melanggar Pasal 223 KUHP, yakni memberi bantuan atau pertolongan terhadap Djoko Tjandra selaku buronan untuk meloloskan diri.(*/Ald)
JAKARTA – Penyidik Jaksa Agung Muda Tidak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa mantan Direktur Utama PT Bursa Efek Idonesia (BEI) 2002-2009, Erry Firmansyah terkait kasus tindak pidana korupsi investasi PT Asuransi Jiwasraya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Hari Setiyono mengatakan, Erry diperiksa sebagai saksi tersangka Fakhri Hilmi yang sebelumnya menjabat Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK.
“Saksi untuk tersangka oknum OJK FH, yaitu Erry Firmansyah (mantan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia) Tahun 2002-2009,” kata Hari melalui keterangan tertulis, Jumat (4/9/2020).
Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19 dengan memperhatikan jarak aman antara saksi.
“Pemeriksaan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap serta bagi para saksi wajib mengenakan masker dan selalu mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah pemeriksaan,”tandasnya.(*/Joh)
JAKARTA – Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) telah selesai dan menyerahkan berkas perkara tahap satu terkait dugaan gratifikasi kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
“Kami informasikan juga terhadap penanganan perkara atas nama tersangka oknum jaksa PSM telah dilakukan penyerahan berkas perkara tahap 1 dari penyidik kepada penuntut umum,” ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Hari Setiyono di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (2/9/2020).
Lebih lanjut, Hari mengatakan berkas perkara tahan satu itu bakal diserahkan ke Jaksa Peneliti. Nantinya, berkas tersebut bakal diteliti selama 7 hari.
“Karena itu penuntut umum atau jaksa peneliti mempunyai waktu untuk melakukan penelitian berkas perkara dalam waktu 7 hari untuk memberitahukan kepada penyidik apakah berkas perkara tersebut lengkap atau tidak,” jelasnya.
Dalam perkara ini, total sudah ada tiga orang tersangka, yakni Pinangki, Djoko Tjandra, dan Andi Irfan Jaya. Terbaru Andi Irfan Jaya disangkakan Pasal 15 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 dengan dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki.
“Pada hari ini penyidik telah menetapkan satu tersangka dengan inisial AI, disangka melakukan tindak pidana korupsi sesuai Pasal 15 UU pemberantasan Tipikor yaitu diduga adanya permufakatan jahat dalam dugaan gratifikasi tang diduga dilakukan oknum PSM,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah mengatakan penuntasan pemberkasan dilakukan agar perkara tersebut segera naik ke meja hijau. Hal tersebut juga dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui konstruksi perkara melalui persidangan.
“Agar ini cepat disidangkan, agar masyarakat bisa tahu di persidangan itu bagaimana konstruksi, perbuatan Pinangki maupun Djoko Tjandra yang terjadi kemudian siapa yang terlibat dari yang telah dilakukan penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung ini,” papar Febrie di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Selasa (1/9/2020).(*/Ta)
JAKARTA – Salah satu penghubung antara terpidana Djoko Tjandra dan tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari, dikabarkan sudah tewas. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono mengungkapkan, perantara itu, disebut-sebut sebagai ketua tim yang mengatur tentang strategi pembebasan terpidana korupsi hak tagih Bank Bali 1999 tersebut.
“Ini saya baru selidiki itu. Karena ada indikasi yang bersangkutan meninggal orangnya. Saya mau pastikan, benar meninggal apa nggak,” kata Ali saat dicegat di Gedung Pidsus, Jakarta, pada Kamis (3/9/2020). Ali, karena alasan sedang terburu-buru tak menjelaskan lengkap tentang identitas penghubung tersebut.
Dia mengatakan, ada dugaan ‘tokoh kunci’ yang dikabarkan sudah tak bernyawa tersebut, sebagai ketua tim misi pembebasan Djoko Tjandra. “Ketua tim katanya,” ungkap Ali.
Ali menambahkan, ketua tim tersebut, bukan cuma penghubung. Namun, orang yang berperan mengatur strategi membebaskan Djoko Tjandra dari status buronan, dan terpidana atas putusan Mahkamah Agung (MA) 2009 lalu.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono saat dimintai penjelasan mengatakan, orang yang dimaksud bukan warga negera Indonesia (WNI). “Itu kalau tidak salah yang meninggal di Malaysia,” terang Hari lewat pesan singkatnya, Kamis (3/9/2020).
Kata dia, penghubung tersebut, teridentifikasi tak lagi bernyawa sebelum penyidikan skandal suap dan gratifikasi Djoko Tjandra terungkap ke publik. “Dari infonya, bukan WNI. Meninggalnya sebelum kasus ini ramai,” terang Hari.
Akan tetapi, Hari mengaku lupa, siapa nama orang yang disebut Ali sebagai penghubung, Djoko Tjandra dengan para jaksa, dan aparat penegak hukum lainnya di Indonesia tersebut. “Lupa namanya,” terang Hari.
Skandal suap dan gratifikasi, serta permufakatan jahat Djoko Tjandra menyeret sejumlah nama penegak hukum. Di Kejakgung, satu jaksa, yakni Pinangki ditetapkan tersangka penerimaan suap, dan gratifikasi, senilai 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar). Uang itu, sebagai panjar misi bebas Djoko Tjandra, via fatwa bebas MA, juga lewat pengaturan Peninjauan Kembali (PK). Penerimaan uang suap tersebut, melalui Andi Irfan, politikus dari Partai Nasdem yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara penyidikan di Bareskrim Polri, penetapan tersangka menyesar dua perwira bintang satu dan dua. Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Prasetijo Utomo menjadi tersangka penerimaan uang 20 ribu dolar AS, terkait pencabutan status buronan Djoko Tjandra di interpol.
Pemberian kepada para jenderal itu, diduga melalui orang suruhan Tommi Sumardi yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. Pengacara Anita Kolopaking, pun ikut menjadi tersangka, terkait penggunaan surat, dan dokumen palsu untuk Djoko Tjandra.(*/Joh)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro